Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

BLOK 7
SISTEM RESPIRASI

KELAS A
Anggota Kelompok :
1. Reggina Rahma 1861050014
2. Wulan Novita 1861050096
3. Jonathan Josafat 1861050116
4. Khufitha Tasya 1861050134
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan pada tanggal 17 September 2019 hari Selasa di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran UKI.

B. Tujuan Praktikum
1. Mengamati pengaruh zat kimia terhadap eritrosit
2. Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara
makroskopik atau mikroskopik.
3. Membuktikan hemoglobin dapat mengikat oksigen membentuk oksihemoglobin
(HbO2) dan dapat terurai kembali menjadi O2 dan deoksihemoglobin.
4. Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan
secara makroskopik atau mikroskopik.

C. Tinjauan Pustaka
Darah
Darah merupakan jaringan yang ditemukan di dalam system kardiovaskuler.
Darah berfungsi sebagai alat transport didalam tubuh dan juga mempertahankan
keseimbangan air, asam basa serta mengatur suhu tubuh dalam batas-batas normal.
Darah terdiri atas plasma darah dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit).
Kadar zat-zat yang larut dalam darah ini selalu dalam batas-batas tertentu dan
selalu dalam keseimbangan dinamik. Perubahan dalam susunannya memberi
gambaran metabolisme zat yang terdapat dalam darah dan juga memberi gambaran
tentang fungsi jaringan yang berhubungan dengannya.

Cairan Serebrospinal
cairan serebrospinal merupakan cairan bening yang berada di otak dan sterna
serta ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis (sumsum
tulang belakang). Cairan ini memiliki tekanan yang konstan dan memiliki ruangan-
rungan yang saling berhubungan satu sama lain.
Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus choriodeus ventriculus lateralis,
yaitu suatu ruangan yang terletak di dalam otak manusia yang kemudian cairan yang
dihasilkan dialirkan ke ventrikel lateralis. Cairan serebrospinal berfungsi sebagai
peredam mekanis terhadap kejut. Cairan ini juga memberikan pelumasan antara
tulang dan sekitarnya dan otak dengan sumsum tulang belakang. Ketika seseorang
mengalami cedera kepala, cairan ini bertindak sebagai bantal yang akan
meminimalisir atau mengurangi efek daripada cedera tersebut.
Fungsi utama dari cairan serebrospinal ini adalah untuk melindungi sistem saraf
pusat yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dari trauma berupa
tekanan atau benturan dari luar. Selain itu, cairan serebrospinal juga dapat berperan
dalam mempertahankan lingkungan cairan agar sesuai dengan otak.
Dapat diibaratkan bahwasanya cairan serebropinal adalah air yang digunakan
untuk mengapungkan otak. Sehingga apabila terjadi tekanan atau benturan, tidak
langsung mengenai otak, sehingga dapat meminimalkan cedera yang terjadi.
Cairan serebrospinal dapat menunjang keseimbangan komposisi jaringan di
dalam tengkorak. Bersama dengan otak dan darah yang berada di dalam kapiler,
ketiganya berperan dalam menjaga tekanan intrakranial (tekanan dalam ruang
tengkorak) dalam batas yang normal. Menurut postulat Kellie Monroe, jika salah
satu dari ketiga komponen tersebut jumlahnya melebihi batas normal, maka akan
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Komposisi cairan ini terdiri dari
campuran plasma darah dan cairan interstitial (air, elektrolit, oksigen, karbon
dioksida, glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit) dan sedikit protein.

Antibodi
suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sel B limfosit (salah stau jenis sel darah
putih/leukosit). Antibodi memiliki struktur tertentu dan telah teraktivasi sehingga
menjadi sel plasma. Antibodi ini merupakan sistem pertahanan tubuh melalui sistem
kekebalan tubuh (imunitas) untuk membunuh dan menetralisir zat-zat asing yang
masuk ke dalam tubuh yang dapat membahayakan tubuh, seperti bakteri, virus atau
zat kimia lainnya.
Secara umum, Antibodi pada manusia memiliki dua fungsi yang terpisah. Yaitu :

Antibodi memiliki kemampuan untuk mengenali dan menempel/melekat pada


antigen yang dianggap dapat menyebabkan penyakit oleh tubuh.
Dalam mengenali dan melekatkan diri dengan antigen, zat Antibodi senantiasa
bertindak sebagai penanda, dan selanjutnya akan mengirimkan sinyal ke sel darah
putih yang lain untuk menyerang zat asing tersebut.
BAB II
METODE PRAKTIKUM
I. HEMOLISIS SEL DARAH MERAH

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari ketahan eritrosit dalam berbagai konsentrasi NaCl
2. DASAR PERCOBAAN
Sel darah merah mempunyai daya tahan terhadap larutan sekitarnya.
3. CARA KERJA
1. Siapkan 10 tabung reaksi dengan campuran :

Derajat Hemolisis
Tabung Air (ml) NaCl 2 % (ml) % NaCl
1 10 -
2 9 1
3 8 2
4 7,5 2,5
5 7 3
6 6,5 3,5
7 6 4
8 5,5 4,5
9 5 5
10 4,5 5,5

2. Tambahkan 2 tetes darah ke dalam setiap tabung


3. Campur dengan mebalik-balikkan secara perlahan
4. Tunggu 1 jam dan catat derajat hemolisis

4. PEMBAHASAN
Apakah yang dimaksud dengan resistensi osmotik ?
Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan
untuk mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi
eritrosit) dalam larutan yang hipotonis.

II. PENGARUH ZAT KIMIA

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mengamati pengaruh zat kimia terhadap eritrosit

2. LANDASAN TEORI

Hemolisa Darah dan Krenasi


Hemolisa adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin besar di
dalam medium dapat bebas dan berada di sekelilingnya. Kerusakan membran eritrosit
dapat disebabkan oleh penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam aliran darah.
Penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,
pemanasan dan pendinginan akan menyebabkan rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi
darah dan lain-lain. Apabila medium disekitar wajah atau permukaan eritrosit menjadi
hipotonis (karena penambahan larutan NaCl), maka medium tersebut akan masuk
kedalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan dapat berakibat
sel eritrosit mengembang. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada
dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel itu akan pecah dan akibatnya hemoglobin akan
bebas melalui sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit akan menuju keluar eritrosit,
akibatnya eritrosit akan keriput atau krenasi. Keriput ini dapat dikembalikkan dengan
cara menambahkan cairan isotonis.
Bila sel dimasukkan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak
atau mengkerut disebut larutan isotonis, oleh karena tidak terjadi perubahan osmosis,
yang terjadi hanyalah meningkatnya volume cairan ekstrasel. Larutan NaCl 0,9% atau
dextrose 5% merupakan contoh larutan isotonis. Larutan isotonis mempunyai arti klinik
yang penting karena dapat diinfuskan kedalam darah tanpa menimbulkan gangguan
keseimbangan osmosis antara cairan ekstrasel dan intrasel.
Larutan yang bila sel dimasukkan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi
bengkak disebut larutan hipotonis, oleh karena osmolaritas cairan ekstrasel akan
berkurang, dan cairan ekstrasel akan masuk kedalam sel. Larutan NaCl yang
konsentrasinya kurang dari 0,9% disebut larutan hipotonis.

Larutan hipertonis merupakan larutan yang bila sel dimasukkan kedalamnya


akan menyebabkan sel menjadi mengkerut oleh karena osmolalitas cairan ekstrasel
akan meningkat dan menyebabkan osmosis air keluar dari sel menuju ke cairan
ekstrasel. Larutan NaCl yang konsentrasinya lebih dari 0,9% merupakan larutan
hipertonis.
Berbagai jenis cairan didalam klinik sering diberikan secara intravena untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi penderita yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
penderita yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara oral. Yang sering digunakan
dalah larutan glukose dan asam amino. Bila larutan ini diberikan, konsentrasi dari
bahan-bahan yang aktif secara osmotic akan diusahakan untuk mendekati isotonis, tau
diberikan secara perlahan-lahan sehingga tidak terganggu keseimbangan osmotic cairan
tubuh. Namun, setelah glukose atau asam amino dimetabolisme akan terjadi kelebihan
air. Dalam hal ini, ginjal akan mengekskresi kelebihan air tersebut dalam bentuk urine
yang encer.
Krenasi adalah kontraksi atau pembentukan nokta tidak normal di sekitar pinggir
sel setelah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik karena kehilangan air melalui
osmosis. Secara etimologi krenasi berasal dari bahasa yunani yakni “Crenatus”. Krenasi
terjadi karena lingkungan hipertonik (sel memiliki larutan dengan konsentrasi yang lebih
rendah dibandingkan larutan disekitar luar sel. Osmosis menyebabkan pergerakan air
keluar dari sel yang dapat menyebabkan sitoplasma berkurang volumenya, sebagai
akibat sel mengecil atau mengkerut.
Pada manusia yang sehat derajat hemolisa darahnya dapat disebabkan oleh
kinain pada konsentrasi 10-9m dengan level darah 5 x 10-5. Hal ini mungkin juga berlaku
bagi darah penderita malaria. Pada konsentrasi 10-6 metabolik kinin menimbulkan
derajat hemolisis yang lebih tinggi daripada kinin dengan konsentrasi 10-2.
Krenasi adalah proses pengkerutan sel darah akibat adanya larutan hipotonis
dan hipertonis. Faktor penyebab krenasi yaitu adanya peristiwa osmosis yang
menyebabkan adanya pergerakan air dalam sel sehingga ukuran sel menjadi berkurang
atau mengecil. Proses yang sama juga terjadi pada tumbuhan yaitu plasmolisis dimana
sel tumbuhan juga mengecil karena dimasukkan dalam larutan hipertonik. Krenasi ini
dapat dikembalikkan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar
eritrosit.
Hemolisis adalah pemecahan sel-sel darah sedemikian rupa sehingga terlepas
dalam plasma. Hal ini disebabkan oleh toksis bakteri, bias ular, dan parasit darah serta
zat-zat lainnya. Hemoglobin yang berada didalam plasma memberikan warna merah dan
keadaan tersebut dinamakan hemoglobinemia. Apabila hemoglobin dieksresikan di
dalam urine, keadaan ini disebut hemoglobinuria.

Penghancuran sel-sel darah merah terjadi setelah mengalami tiga sampai empat
bulan. Sel-sel darah merah mengalami disintegrasi, melepaskan Hb ke dalam darah dan
debris sel yang rusak itu disisihkan dari sirkulasi oleh system makrofag yang terdiri dari
sel-sel khusus di dalam hati, limpa, sum-sum tulang dan nod limfa. Sel-sel makrofag ini
melakukan fagositosis debris. Fragmennya dicerna dan dilepaskan ke dalam darah.
Unsur protein globin dari hemoglobin mengalami degradasi menjadi asam amino.

3. CARA KERJA :
1. Siapkan 6 buah tabung dengan 10 ml NaCl 0.9 % dalam setiap tabung
2. Kemudian tambahkan ke dalam tabung masing-masing :
Tabung
A : 2 tetes air + 2 tetes darah
B : 2 tetes kloroform + 2 tetes darah
C : 2 tetes eter + 2 tetes darah
D : 2 tetes aseton + 2 tetes darah
E : 2 tetes toluene + 2 tetes darah
F : 2 tetes alcohol + 2 tetes darah
3. Kocok dan tunggu ½ jam
4. Perhatikan apakah terjadi hemolysis

4. HASIL :

TABUNG DERAJAT HEMOLISIS %


A +
B +
C +
D +
E +
F +

(GAMBAR SEBELUM)
(GAMBAR SETELAH)
5. PEMBAHASAN
1. Pada hasil percobaan didapatkan bahwa warna larutan lama kelamaan akan
berubah menjadi pucat pada bagian atasnya secara perlahan-lahan
2. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kadar zar pelarut yang diberikan
3. Karna zat pelarut yang diberikan sedikit, efek hemolisis yang muncul pun sedikit
Pada larutan hipotonis, sel darah merah akan pecah karena cairan hipotonis
masuk ke dalam sel darah merah sampai mengisi penuh dan akhirnya membran pecah,
sedangkan pada larutan hipotonis akan terjadi sebaliknya.

III. TEST GUAIAC


1. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara
makroskopik atau mikroskopi.

2. LANDASAN TEORI
Test ini peka dan berguna untuk menyatakan adanya darah. Jangan
menggunakan larutan guaiac terlalu pekat, sebab presipitas bahan – bahan resin
yang banyak akan menutupi warna biru yang terbentuk. Zat – zat lain seperti susu,
nanah, dan liur juga memberi hasil positif, tetapi setelah dididihkan 15 – 20 detik zat
– zat ini tidak lagi memberikan warna biru, sedangkan darah yang telah dididihkan
tetap memberi hasil positif.

3. CARA KERJA
1. Pada 5 ml darah encer tambahkan larutan guaiac 2% dalam alcohol tetes
demi tetes sampai terjadi kekeruhan
2. Tambahkan H2O2 3% tetes demi tetes sampai timbul warna biru.
3. Ulangi terhadap:
- Darah yang dididihkan 30 detik
- Darah yang lebih encer
4. HASIL

Bahan Uji Warna


Darah tanpa dipanaskan Hasil tidak diketahui Karena tidak
dilakukannya percobaan.
Darah yang dipanaskan Hasil tidak diketahui Karena tidak
dilakukannya percobaan.
Darah yang lebih encer Hasil tidak diketahui Karena tidak
dilakukannya percobaan.

5. PEMBAHASAN
Percobaan darah samar sangat sensitive untuk dapat menentukan ada atau
tidaknya darah, dan sangat bisa menunjukan darah yang tidak terlihat sekalipun.
percobaan ini harus dilakukan diruang khusus, sehingga pada kesempatan kali ini
percobaan tidak dilakukan.

IV. TEST BENZIDIN


1. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara
makroskopik atau mikroskopik.

2. LANDASAN TEORI
Tes terhadap darah samar untukmengetahui adanya perdarahan kecil yang
tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik Prinsip
pemeriksaan ini hemoglobin yang bersifat sebagai enzim peroksidase akan
menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens (On). On akan
mengoksidasi zat warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna.

3. CARA KERJA
1. Sediakan 3 buah tabung reaksi
2. Isi setiap tabung dengan 2 ml darah dengan pengenceran 1:200, 1:400, 1:1.000.000
3. Ke dalam masing – masing tabung reaksi tambahkan 3 tetes larutan benzidin dalam
asetat glasial jenuh dan 1ml H2O2 3%

4. HASIL

Pengenceran Darah Warna


1:200 Biru kehijauan
1:400 Biru pekat
1:1.000.000 Biru tua transparan

5. PEMBAHASAN
Percobaan ini, darah yang telah dilakukan pengenceran dengan berbagai macam
konsentrasi diambil sebanyak masing – masing 2 ml. Setelah itu ditambahkan 3 tetes
benzidin dan 1 ml H2O2 3 % maka terjadi perubahan warna dari coklat menjadi biru
tua. Warna biru tua terbentuk karena adanya Hb dalam darah yang mendekomposisi
H2O2 menjadi 2H2O dan O2. O2 yang bebas akan mengoksidasi benzidin menjadi
derivatnya yang berwarna biru (benzidin blue), dalam hal ini bisa dikatakan bahwa
O2 bertindak sebagai oksidator dan benzidin bertindak sebagai reduktor. Dikutip
oleh Munawaroh (2009) cit. Junquera (1997), hemoglobin (Hb) merupakan salah
satu komponen penyusun darah dan merupakan suatu derivat porfirin yang
mengandung besi serta berfungsi dalam hal pengikatan dan pengangkutan O2. Hb
berfungsi membawa CO2 dari jaringan tubuh, dengan aktifitas ini, maka Hb juga
membantu terciptanya keseimbangan asam basa dalam darah.

V. OKSIHEMOGLOBIN DAN HEMOGLOBIN TEREDUKSI


1. Tujuan : membuktikan hemoglobin dapat mengikat oksige membentuk oksihemoglo
bin dan dapat terurai lagi menjadi oksigen dan deoksihemoglobin 
2. Alat : tabung reaksi, pipet, beker glass 
3. Bahan : darah segar, pereaksi stokes, larutan NH4OH 
4. Landasan teori :
 Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah (SDM).
Protein tetramer yang dapat mengikat 4 atom oksigen per tetramer (satu pada
tiap subunit hem), atom oksigen terikat pada atom Fe2+, yang terdapat pada
hem, pada ikatan koordinasi ke 5. Protein tetramer kompak yang setiap
monomernya terikat pada gugus prostetik hem dan keseluruhannya
mempunyai berat molekul 64.450 Dalton. Darah mengandung 7,8 sampai 11,2
mMol hemoglobin monomer/L (12,6 sampai 18,4 gram/dL), tergantung pada
jenis kelamin dan umur individu. Nilai normal Hb pada wanita dewasa 11,5 –
13,5 gr % pada pria dewasa 13,5 – 17,5 gr %.
 Fungsi Hemoglobin :
a. Mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.
b. Mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru.
c. Memberi warna merah pada darah
d. Mempertahankan keseimbangan asam-basa dari tubuh

 Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut hemoglobin teroksidasi atau


oksihemoglobin (HbO2), sedangkan hemoglobin yang sudah melepaskan oksigen
disebut deoksihemoglobin (Hb). Hemoglobin dapat mengikat oksigen menjadi
HbO2 dan senyawa ini dapat terurai kembali menjadi deoksiHb dan O2. O2
terikat lemah pada ion Ferro, dan mudah dilepas lagi. Misalnya dengan larutan
Stokes yaitu suatu reduktor lemah dihasilkan Hb tereduksi. Bila Hb tereduksi
diberikan O2 lagi oksiHb akan terbentuk lagi HbO2. Hb tereduksi, ungu muda;
oksiHb berwarna kuning-merah.
 
5. Cara kerja :
1). Campurkan dengan baik 2 ml darah dengan 6 ml air dalam tabung reaksi.
Perhatikan warna merah yang terjadi
2). Bagilah dua sisi tabung (A dan B). tabung A sebagai control tidak ditambah apa-
apa.
3). Masukan tabung B pereduksi kuat (1 tetes pereaksi stokes). Tambahkan NH4OH
secukupnya agar endapan yang terbentuk larut.
4). Perhatikan warna Hb tereduksi
5). Kocok tabung B kuat-kuat dan perhatikan perubahan warna
6). Bandingkan dengan proses faal pernapasan

6. Hasil :
Tabung Warna
A. Kontrol Merah, tidak ada endapan.
B. Dengan stokes Terbentuk endapan, sehingga warna
menjadi merah pekat.
Setelah dikocok Warna kembali merah seperti control,
dan endapan hilang.

tabung B
tabung A tabung B (setelah dikocok)
7. Pembahasan :
percobaan kali ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa Hb dapat mengikat O2
menjadi HbO2 dan senyawa ini dapat terurai kembali menjadi deoksiHb + O2. Dalam
keadaan tereduksi, Fe dalam Hb dapat mengikat O2 menjadi HbO2 dan HbO2 akan
melepas O2 pada penambahan reaksi stokes (pereduksi lemah). Maka dari itu pada
hasil percobaan tabung A (HbO2) sebagai control bewarna merah, sementara pada
tabung B (deoksiHb) yang diberikan larutan stokes warna berubah menjadi merah
pekat karena terjadi proses pelepasan O2. Namun, pada tabung B setelah dikocok
warna kembali merah seperti tabung A

VI. METHEMOGLOBIN
1. TUJUAN PERCOBAAN : memperlihatkan bila besi dalam molekul hemoglobin
dioksidasi menjadi fe3+ maka terbentuk methb yang tidak bias mengtikat oksigen.
2. LANDASAN TEORI : Dalam keadaan lain, muatan Fe yang terdapat pada pusat hem
dapat menjadi Fe3+. Hal ini dapat terjadi karena oksidasi oleh senyawa-senyawa
pengoksidasi. Hemoglobinnya disebut hemoglobin teroksidasi atau methemoglobin
(MetHb) atau Hb (Fe3+). Methemoglobin ( MetHb ) adalah suatu hasil oksidasi
hemoglobin yang tidak mempunyai kemampuan lagi untuk mengangkut oksigen.
Banyak zat misalnya amin aromatik, senyawa nitro aromatik, klorat serta
senyawa nitrit dapat menyebabkan pembentukan MetHb. Mekanismenya
adalah karena terjadinya oksidasi Fe dalam Hb dari ferro menjadi ferri. Oksidasi ini
mengubah warna hb menjadi coklat kehitaman

3. ALAT : Tabung Reaksi. Pipet tetes, Gelas ukur, Penangas.


4. BAHAN : darah segar, pereaksi stokes, perekasi K-Ferisianida 33%
5. CARA KERJA
A. 1. Campurkan 2 ml darah + 8 ml air + 2 ml K-Ferisianida 33%
2. Perhatikan warna MetHb yang terbentuk
3. Ujilah dengan perekasi stokes dan perhatikan warnanya
B. 1. Campurkanlah 3 ml darah dengan 3 ml air dan hangatkan
2.Tambahkan 6 ml K-Ferisianida 33%
3. Perhatikan gelembung gelembung oksigen yang terbentuk
6. HASIL
A2. Warna MetHb yang terbentuk Coklat kehitaman
A3. Warna MetHb dengan stokes menjadi lebih gelap yaitu Hitam Pekat
B3. Terdapat gelembung gelembung O2
<Tabung A
Tabung B >

7. PEMBAHASAN
1. Pada Percobaan A2 warna metHb menjadi coklat kehitaman karena
terjadinya oksidasi Fe dalam Hb dari ferro menjadi ferri
2. Pada Percobaan A3 warna metHb menjadi Hitam Pekat karena metHb
tereduksi
3. Darah yang didalamnya juga terkandung ion fe2+ dengan penambahan
K3Fe(CN)6 33% akan mengalami oksidasi menjadi fe3+ dan terbentuklah
metHb. MetHb ini tidak bisa mengikat oksigen sehingga terdapat gelembung
gelembung O2.

VII. ALBUMIN DAN GLOBULIN SERUM


1. TUJUAN PERCOBAAN :
Garam dapat mengendapkan globulin dan albumin (salting out)
2. LANDASAN TEORI
Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh. Zat tersebut
digunakan sebagai zat pembangun, perbaikan & pertumbuhan sel, sebagai
penyeimbang asam & basa, sebagai pembentuk atau menstimulasii enzim & hormon
(Anggorodi, 1995). Sedangkan menurut Katili (2009) protein adalah makromolekul
yang tersusun dari bahan dasar asam amino. Protein terdapat dalam sistem hidup
semua organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun organisme tingkat
tinggi.
Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisinya, antara lain

a. Protein Sederhana
1) Albumin, protein larut dalam air dan larutan garam encer.
2) Globulin, tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan encer garam.
3) Histon, protein basa karena banyak mengandung asam amino bermuatan positif.
4) Globin, mengandung arginin dan triptofan dalam jumlah sama, mengandung histidin
juga tetapi tidak mengandung isoleusin.
5) Glutelin, tidak larut dalam larutan netral tapi larut dalam basa dan asam encer.
6) Prolamin, banyak terdapat pada sayuran. Tidak larut dalam alkohol absolut.
b. Protein Kompleks
1) Fosfoprotein, hidrolisisnya menghasilkan asam amino dan asam fosfat.
2) Glikoprotein, merupakan turunan karbohidrat.
3) Khromoprotein, protein dengan gugus prostetik yang berpigmen.
4) Nukleoprotein
5) Lipoprotein
6) Flavoprotein
7) Metaloprotein. (Soedarmo et al., 1988)
Protein dapat dibagi menjadi dua golongan utama berdasarkan bentuk dan sifat-sifat
tertentu, yaitu protein globuler dan protein serabut. Pada protein globuler, rantai polipeptida
berlipat-lipat rapat menjadi bentuk globuler atau bulat padat. Sedangkan protein serabut
merupakan molekul serabut panjang dengan rantai polipeptida yang memanjang pada satu
sumbu dan tidak berlipat menjadi bentuk globuler ( Lehninger, 1997 ).

3. CARA KERJA :
1). Campurkan 3 ml serum dengan 3 ml (NH4)SO4 jenuh
2). Endapan putih terbentuk
3). Saring dan masukkan endapan ke dalam 3 ml NaCl 1 %
4). Kocok sampai endapan larut, ambil 2 ml larutan
5). Campurkan 2 ml larutan tadi + 2 ml NaOH 10% + 3 tetes CuSO4 (tes biuret(
6). Perhatikan warna yang terjadi
7). Pada filtrat tambahkan kristal (NH4)2SO4 sampai jenuh
8). Kembali terbentuk endapan putih
9). Saring dan lakukan tes biuret terhadap filtrat

4. HASIL :

Tes biuret warna Positive/negative


Butir 6 ungu (+)
Butir 9 (-)

5. PEMBAHASAN::
 Tabung yang berisi serum dan (NH 4)2SO4 mengalami pengendapan. Terbentuk
endapan putih pada dasar tabung reaksi. Setelah butir ke 3 dan 4 dilakukan,
endapan yang terbentuk perlahan larut kembali. Hal tersebut disebabkan karena
garam pekat dapat mengendapkan albumin. Kelarutan protein akan berkurang
bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam- garam anorganik.
Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi,
sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein
untuk mengikat air karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air
yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang (Simanjuntak, 2003).
Faktor yang menyebabkan endapan kembali larut yaitu sifat albumin yang larut
dalam air. Jadi percobaan sesuai dengan prinsip kerja dan literatur.
 Uji biuret dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan peptida dalam protein.
Larutan peptida yang ditambahkan NaOH dan CuSO 4 menghasilkan warna ungu.
Hal tersebut terjadi karena Cu akan berikatan dengan N dalam kondisi basa
menghasilkan Cupripotasium biuret yang berwarna ungu. Jadi pada percobaan
terbukti bahwa protein yang diuji memiliki ikatan peptida. Menurut
Sastrohamidjojo (2009), dalam tes biuret, larutan protein dibuat alkali dengan
menambah NaOH dan ditetesi larutan CuSO 4 (reagen biuret), jika uji positif
berwarna ungu. Hal tersebut terjadi karena protein mengandung gugus
karboksil dan asam amida, selain itu juga ada faktor yang mempengaruhi yaitu
penambahan NaOH dan CuSO4.

VIII. KARBONMONOKSI HEMOGLOBIN


1. LANDASAN TEORI :
Ikatan CO dengan Hb disebut Karboksihemoglobin. Karena Hb cenderung melekat ke
CO, maka CO dalam jumlah kecil pun mampu berikatan dengan Hb, jika dalam
presentase besar, menyebabkan Hb tidak tersedia untuk mengangkut O 2. Konsentrasi

gas CO akan di udara secara langsung akan mempengaruhi konsentrasi COHb.


Untungnya CO bukan konstituen normal udara inspirasi. Tekanan karbonmonoksida
hanya 0.4 mmHg dalam alveoli, 1/250 dari oksigen alveolus.
Pengaruh CO terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama untuk manusia yang satu
dengan yang lainnya. Daya tahan tubuh manusia ikut menentukan toleransi tubuh
terhadap pengaruh adanya karbonmonoksida dalam tubuh. Faktor yang menentukan
pengaruh CO terhadap tubuh manusia adalah COHb yang terdapat dalam darah
manusia. Semakin tinggi Hb yang terikat dalam bentuk COHb, maka akan semakin
berpengaruh pada kesehatan manusia. Konsentrasi COHb di dalam darah dipengaruhi
secara langsung oleh konsentrasi CO dari udara yang terhisap. Pada konsentasri CO
tertentu di udara, konsentrasi COHb di dalam darah akan mencapai konsentrasi
ekuilibrium setelah beberapa waktu terpapar CO dari udara.
Kadar COHb yang dianjurkan oleh ACGIH sebesar 3.5 %.
Masuknya oksigen ke dalam tubuh akan mengubah karboksihemoglobin menjadi
oksihemoglobin berdasar reaksi keseimbangan berikut :
COHb + O2 O2Hb + CO

Reaksi daiatas adalah reaksi keseimbangan, tapi apabila udara yang masuk ke dalam
tubuh cukup banyak, maka pada akhirnya reaksi akan bergeser ke kanan sampai semua
karboksihemoglobin habis menjadi oksihemoglobin yang memang diperlukan tubuh
manusia.
2. CARA KERJA :
Encerkan 2 ml darah dengan 8 ml air. Bagilah dua cairan ini. Alirkan dari alat
pembentuk CO ke dalam tabung. OksiHb akan berubah menjadi karbonmonoksiHB.
Bandingkan warna kedua tabung tadi.
1). Tambahkan pereaksi stokes pada kira kira 1 ml masing masing larutan tsb diatas
2). Encerkan 1 ml dari masing masing larutan di atas dengan 4 ml air. Bandingkan
warna kedua cairan tadi. Oksi hb bewarna kekuning-kuningan, sedangkan
karbonmonoksiHb kemerah-merahan.

3. HASIL
4. PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai