Anda di halaman 1dari 6

15.

cultuurstelsel atau sistem tanam paksa adalah kebijakan Pemerintah Hindia


Belanda memaksa para petani pribumi menyisihkan sebagian lahannya untuk
ditanami komoditas ekspor atau bekerja suka rela menggarap tanah pemerintah.
Sejarah dan Latar Belakang Tanam Paksa
Tahun (1825-1830) Belanda telah berhasil menumpas pemberontakan yang terjadi
di Jawa dalam Perang Diponegoro. Namun hal itu menyebabkan keuangan Belanda
menjadi surut bahkan memiliki utang. Oleh sebab itu Raja Wiliam 1 mengutus
Johannes van den Bosch untuk mencari cara menghasilkan uang dari sumber daya
di Indonesia.
Lahirlah Cultuurstelsel, para petani sangat menderita karena alih-alih mereka
berfokus pada menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah harus menanam
tanaman ekspor yang harus diserahkan ke pemerintah kolonial.
Van den Bosch menyusun peraturan-peraturan pokok yang termuat pada lembaran
negara (Staatsblad) Tahun 1834 No.22 sebagai berikut:
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka
menyediakan sebagian tanah milik mereka untuk penanaman tanaman
dagangan yang dapat dijual di pasar Eropa.
2. Bagian tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak
boleh melebihi seperlima tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk di desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagang tidak boleh
melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4. Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan
dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
5. Tanaman dagang yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan wajib
diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil-hasil tanaman
dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih
profitnya harus diserahkan kepada rakyat.
6. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah,
sedikit-dikitnya jika kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau
ketekunan dari pihak rakyat.
7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka di bawah pengawasan
kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi
diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan
tanaman-tanaman yang berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Meski Peraturan tersebut Jelas memberatkan para Petani dan Penduduk, namun
Kenyataan di Lapangan, penderitaan Yang dialami JAUH LEBIH gede Dan
berkepanjangan KARENA dicekik Kemiskinan Dan ketidaktentuan Penghasilan
Ke depannya.
Tujuan Tanam Paksa

Secara ringkas, berikut tujuan tanam paksa yang diberlakukan oleh Van den Bosch
pada rakyat Indonesia:

1. Mengisi kembali kas negara Belanda yang kosong karena pengeluaran


negara yang sangat banyak saat Perang Jawa.

2. Membantu menyediakan dana untuk membayar utang negara yang sangat


besar akibat peperangan.

3. Memberi suntikan dana untuk membiayai peperangan yang dilakukan di


Eropa dan di Indonesia.

4. Mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya untuk pendapatan negara.

Dampak Tanam Paksa Bagi Indonesia:

Berikut dampak tanam paksa bagi rakyat Indonesia di era Van den Bosch:
 Rakyat menderita dan memiliki beban yang sangat berat karena harus
menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, mengikuti kerja rodi dan juga
membayar pajak.

 Timbulnya berbagai wabah penyakit serta kelaparan yang berkepanjangan


karena kesejahteraan yang tidak tercapai akibat tidak mempunyai penghasilan
yang cukup.

 Kemiskinan yang semakin meluas.


 Para petani yang menanam paksa menjadi tahu berbagai tanaman ekspor ke
depannya serta Teknik menanamnya

Penghapusan Sistem Tanam Paksa

Pada tahun 1840, penderitaan rakyat sudah terlihat sangat jelas dengan berbagai
wabah penyakit di mana-mana serta kelaparan yang meraja lela. Di samping hal
tersebut, pajak naik dan menyiksa rakyat.

Akhirnya setelah dua puluh tahun kemudian secara berangsur, sistem tanam paksa
dihapus secara radikal. Mulai dari tanam paksa lada, indigo, teh, tebu dan
menyusul lainnya. Di Jawa, sistem tanam paksa benar-benar dihapus pada tahun
1870.

16 . Tanam paksa atau dalam bahasa  Belanda disebut “cultuurstelsel” adalah


sistem yang diterapkan penjajah Belanda agar dapat mendapatkan penghasilan
sebesar-besarnya dari wilayah jajahannya di Hindia Belanda. 

Pada sistem ini 20% (1/5) dari tanah pertanian dipaksa digunakan utnutk menanam
tanaman untuk ekspor, dan dimana petani dipaksa untuk bekerja di perkebunan
milik belanda selama 60 hari. Hasil tanam ini harus diserahkan kepada pemerintah
Belanda.

Pemerintah Belanda menerapkan sistem ini karena mengalami krisis keuangan


akibat biaya besar yang harus dikeluarkan dalam mengatasi pemberontakan oleh
Pangeran Diponegoro di Jawa pada tahun 1825-1830. Pemberontakan ini
mengancam kekuasaan Belanda di Indonesia, yang harus mendatangkan pasukan
tambahan dari Eropa dan dari pulau luar Jawa sebelum bisa mengalahkan Pangeran
Diponegoro.

Besarnya beban keuangan pemerintah Belanda ini dapat diukur dari anggaran
Hindia Belanda yang memiliki hutang sebesar 30 juta florin, dan harus membayar
bunga sebesar 2 juta florin setiap tahunnya.

Selain itu, pemerintah Belanda di Eropa juga mengalami masalah keuangan akibat
pemberontakan Belgia yang membuat lepasnya negara Belgia dari Belanda pada
tahun 1830.

Kedua faktor ini membuat Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Johannes
van den Bosch untuk menerapkan metode yang dapat meningkatkan pendapatan
pemerintah Belanda dari wilayah jajahanya.

Sistem tanam paksa membuat para penduduk di Hindia Belanda harus menanam
tanaman produksi untuk ekspor seperti kopi, karet, teh dan tembakau. Tanaman ini
memiliki nilai jual tinggi, dan diekspor oleh pemerintah Belanda untuk
menghasilkan pendapatan besar.

Sistem ini sangat berhasil membuat Belanda meraup keuntungan besar, sehingga
Hindia Belanda bisa mengirim keuntungan sebesar 15 juta florin pada tahun 1851
ke pemerintah Belanda di Eropa.
Namun sistem ini menimbulkan penderitaan bagi warga asli yang harus bekerja
paksa di perkebunan milik Belanda. Sistem ini membuat produksi tanaman pangan
terbengkalai dan tanah yang dapat digunakan untuk menanam pangan seperti padi
dipaksa dipakai untuk menanam tanaman produksi.

17. Dampak Positif

 Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.


 Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
 Melatih Para petani dan pengusaha dalam kegiatan pertanian
 Dibangunnya infrastruktur pertanian seperti irigasi
 Dilakukannya politik Balas Budi akibat reaksi sistem Tanam Paksa yang
menghasilkan kalangan terdidik dari kalangan rakyat Indonesia

Dampak Negatif

 Penderitaan fisik dan mental kerena bekerja terlalu keras.


 Pajak yang besar
 Pertanian lokal khususnya padi mengalami gagal panen.
 Kelaparan dan kematian dimana-mana
 Menurunnya jumlah penduduk Indonesia
 Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat

Pembahasan
Sistem tanam paksa disebut juga cultur stelsel, dimana pada saat itu rakyat
indonesia diperintahkan oleh belanda untuk menanami tanah yg dimiliki sesuai
yang diperintahkan oleh belanda. dI Dalam aturan tanam paksa dapat terlihat
terdiri dari:

 Setiap penduduk diwajibkan menyerahkan 1/5 bgn tanahnya


 Tanah tanaman wajib dianggap bebas pajak
 Penduduk yg tidak punya tanah dapat menggantinya dengan bekerja di
perkebunan/pabrik selama 66 hari atau 1/5 thn
 Waktu mengerjakan tanaman tidak boleh melebihi waktu tanam padi/ kurang
lebih 3 bulan
 Jika terdapat kelebihan hasil, maka akan dikembalikan kpd penduduk
 Jika terjadi kerusakan/gagal panen jika bkn kesalahan petani, pemerintah
akan menanggungnya
 Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa

Anda mungkin juga menyukai