Anda di halaman 1dari 15

Makalah Perkembangan Salah Satu Kerajaan Islam Di Sumatera

Guru Pengajar : Ani Nugrahaeni


Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia

Disusun oleh :
Safira Nabila Hakim
Kelas X MIPA 3

SMA NEGERI 3 TEGAL


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah teori masuknya agama dan kebudayaan islam ke indonesia
tepat waktu.

disusun guna memenuhi tugas bu Ani Nugrahaeni pada bidang sejarah indonesia di
SMAN 3 Tegal. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang perkembangan kerajaan islam di Sumatera.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bu Ani Nugrahaeni selaku


guru sejarah indonesia. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………

 A. Latar Belakang …………………………………………..


 B. RUMUSAN MASALAH
………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN ………………………….

 A. Letak Geografis
 B. Kehidupan politik
 C. Kehidupan ekonomi
 D. Kehidupan sosial
 E. Kehidupan budaya
 F. Berakhirnya kerajaan

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………

 Simpulan
……………………………………………………………………………….
.
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah kedatangan Islam, terjadi proses penyebaran yang begitu luas. Akibatnya
tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam dikepulauan Indonesia. Kerajaan
Islam tersebut tumbuh dan berkembang di daerah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara,
Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

Kerajaan islam di Sumatra yang dimulai dari berita awal abad ke-16 dari Tome
Pires dalam Sume Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa Sumatra, terutama
disepanjang pesisir selat Malaka dan pesisir barat Sumatra telah banyak kerajaan islam
baik yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Aceh, Bican,
Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongakal, Indragiri,
Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, dan Barus.
 
Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah mengalami perkembangan bahkan ada
yang sedang mengalami keruntuhan karena pergeseran politik satu dengan lainnya.
Berdasarkan sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang
sudah tumbuh sejak dua abad sebelum kehadiran Tome Pires, yaitu Kerajaan Islam
Samudra Pasai.

Tumbuhnya kerajaan Islam Samudra Pasai tidak dapat dipisahkan dari letak
geografisnya yang senantiasa tersentuh pelayaran dan perdagangan internasional melalui
Selat Malaka yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi.
Sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi para pedagang muslim dari Arabia, Persi (Iran),
dan dari negeri-negeri Tmur Tengah mulai memegang peranan penting. Dari latar
belakang inilah akan dibahas lebih jauh mengenai kerajaan islam kedua di Indonesia yang
sangat memiliki pengaruh terhadap kerajaan islam lainnya di Nusantara.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana letak geografis kerajaan samudra pasai ?
2.      Seperti apa kehidupan politik di kerajaan samudra pasai ?
3.      Seperti apa kehidupan ekonomi di kerajaan samudra pasai ?
4. Seperti apa kehidupan sosial di kerajaan samudra pasai ?
5. Seperti apa kehidupan budaya di kerajaan samudra pasai ?
6. Bagaimana berakhirnya kerajaan samudra pasai?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Letak Geografis

Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera


Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatra. Diperkirakan
kerajaan ini berkembang pada abad ke 13.Kerajaan samudra pasai terletak kurang lebih
15 km di sebelah timur sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara,
Provinsi Aceh, Indonesia.

Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan
sebagai bahan kajian sejarah. Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri
keberadaan kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai, dan ini dikaitkan
dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan
tertera nama rajanya.
Kerajaan samudra pasai menggunakan mata uang seperti uang kecil yang disebut
dengan ceitis yang terbuat dari emas dan dramas. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu,
yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga
tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu
Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada
tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521

B. Kehidupan Politik

Setelah resmi menjadi kerajaan Islam “kerajan bercorak Islam pertama di


Indonesia”, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat
studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah
di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke


daerah pedalaman meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag,
Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan dan
Pasai. Dalam rangka islamisasi, Sultan Malik al Saleh menikah dengan Putri Raja Perlak.

Sultan Malik al Saleh mangkat pada tahun 1297 dan dimakamkan di Kampung
Samudera Mukim Blang Me dengan nisan makam berciri Islam. Jabatan Sultan Pasai
kemudian diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Sultan ini memiliki dua
orang putra yaitu Malik al Mahmud dan Malik al Mansur, ketika masih kecil keduanya
diasuh oleh Sayid Ali Ghiatuddin dan Sayid Asmayuddin,kedua orang putranya itulah
kemudian mewarisi takhta kerajaan. Sementara itu kedua pengasuhnya itu diangkat
menjadi perdana menteri Ibu kota kerajaan pernah dipindahkan ke Lhokseumawe.

Sepeninggal Sultan Malik al-Saleh, Samudera Pasai diperintah oleh Malik al-Zahir I
(1297-1302), ia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad pada masa pemerintahannya
tidak banyak yang dilakukan. Kemudian takhta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al
malik az-Zahir II. Pada masanya Samudra Pasai dikunjungi oleh Ibnu Batutah, seorang
utusan dari Delhi yang sedang mengadakan perjalanan ke Cina dan singgah di sana.
Menurut Ibnu Batutah, Samudera Pasai memiliki armada dagang yang sangat kuat,
baginda raja yang bermazhab Syafi’i sangat kuat imannya sehingga berusaha menjadikan
Samudera Pasai sebagai pusat agama Islam yang bermazhab Syafi’i.

Pada abad ke-16 bangsa Portugis memasuki perairan Selat Malaka dan berhasil
menguasai Samudera Pasai pada 1521 hingga tahun 1541, selanjutnya wilayah Samudera
Pasai menjadi kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam,
waktu itu yang menjadi raja di Aceh ialah Sultan Ali Mughayat.

Berikut ini ialah urutan para raja yang memerintah di Samudera Pasai yaitu:

1. Sultan Malik as Saleh “Malikul Saleh”


2. Sultan Malikul Zahir, meninggal tahun 1326.
3. Sultan Muhammad, wafat tahun 1354.
4. Sultan Ahmad Malikul Zahir atau Al Malik Jamaluddin meninggal tahun 1383.
5. Sultan Zainal Abidin meninggal tahun 1405.
6. Sultanah Bahiah “Puteri Zainal Abidin” sultan ini meninggal pada tahun 1428.

C. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai berkaitan dengan


perdangan dan pelayaran. Hal itu disebabkan karena letak Kerajaan Samudera Pasai
yang dekat dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran dunia saat itu.

Samudera Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan Samudera Pasai


– Arab – India – Cina. Samudera Pasai juga menyiapkan bandar-bandar dagang yang
digunakan untuk menambah perbekalan untuk berlayar selanjutnya, mengurus
masalag perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang akan di kirim ke luar
negeri dan menyimpan barang dagangan sebelum di antar ke beberapa daerah di
Indonesia.

D. Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Samudera Pasai diatur menurut aturan –


aturan dan hukum – hukum Islam. Dalam pelaksanaannya banyak terdapat persamaan
dengan kehidupan sosial masyarakat di negeri Mesir maupun di Arab. Karena persamaan
inilah sehingga daerah Aceh (Dahulu Samudera Pasai) mendapat julukan Daerah Serambi
Mekkah.

E. Kehidupan Budaya

Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires, telah membandingkan dan menyebutkan
bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun
tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan ini
memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat oleh
adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam
Sulalatus Salatin.

Kerajaan Samudera Pasai juga berkembang sebagai penghasil karya tulis yang
baik. Beberapa orang berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam
untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan
bahasa Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi. Selain itu juga berkembang ilmu tasawuf
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.

F. Berakhirnya Kerajaan Samudera Pasai

1.      Faktor  Interen Kemunduran Kerajaan Samudra Pasai


  Tidak Ada Pengganti  yang Cakap dan Terkenal  Setelah Sultan Malik At Thahrir
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Malik At Tahrir, sistem pemerintahan Samudera Pasai sudah teratur baik,
Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional. Pedagang-pedagang dari Asia,
Afrika, China, dan Eropa berdatangan ke Samudera Pasai. Hubungan dagang dengan
pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin erat. Produksi beras dari Jawa ditukar
dengan lada.

Setelah Sultan Malik At Tahrir wafat tidak ada penggantinya yang cakap dalam
meminmpin kerajaan Samudra Pasai dan terkenal, sehingga peran penyebaran agama
Islam diambil alih oleh kerajaan Aceh.

Kerajaan Samudera Pasai semakin lemah ketika di Aceh berdiri satu lagi kerajaan
yang mulai merintis menjadi sebuah peradaban yang besar dan maju. Pemerintahan baru
tersebut yakni Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah.
Kesultanan Aceh Darussalam sendiri dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan
yang pernah ada di Aceh pada masa pra Islam, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan
Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura. Pada 1524, Kerajaan Aceh
Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah menyerang Kesultanan
Samudera Pasai. Akibatnya, pamor kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin
meredup sebelum benar-benar runtuh. Sejak saat itu, Kesultanan Samudera Pasai berada
di bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.

Terjadi Perebutan kekuasaan

Pada tahun 1349 Sultan Ahmad Bahian Syah malik al Tahir meninggal dunia dan
digantikan putranya yang bernama Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik al-Tahir.
Bagaimana pemerintahan Sultan Zainal Abidin ini tidak banyak diketahui. Rupanya
menjelang akhir abad ke-14 Samudra Pasai banyak diliputi suasana kekacauan karenaa
terjadinya perebutan kekuasaan, sebagai dapat diungkap dari berita-berita Cina. Beberapa
faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Samudra Pasai, yaitu pemberontakan yang
dilakukan sekelompok orang yang ingin memberontak kepada pemerintahan kerajaan
Samudra Pasai.  Karena pemberontakan ini, menyebabkan beberapa pertikaian di
Kerajaan Samudra Pasai. Sehingga terjadilah perang saudara yang membuat pertumpahan
darah yang sia-sia. Untuk mengatasi hal ini, Sultan Kerajaan Samudra Pasai waktu itu
melakukan sesuatu hal yang bijak, yaitu meminta bantuan kepada Sultan Malaka untuk
segera menengahi dan meredam pemberontakan. Namun Kesultanan Pasai sendiri
akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun1521 yang sebelumnya telah
menaklukan Malaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi
bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
2.      Faktor Eksteren kemunduran Kerajaan Samudra Pasai

Serangan dari Majapahit Tahun 1339

Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mengalami ancaman dari Kerajaan


Majapahit dengan Gajah Mada sebagai mahapatih. Gajah Mada diangkat sebagai patih di
Kahuripan pada periode 1319-1321 Masehi oleh Raja Majapahit yang kala itu dijabat
oleh Jayanegara. Pada 1331, Gajah Mada naik pangkat menjadi Mahapatih ketika
Majapahit dipimpin oleh Ratu Tribuana Tunggadewi. Ketika pelantikan Gajah Mada
menjadi Mahapatih Majapahit inilah keluar ucapannya yang disebut dengan Sumpah
Palapa, yaitu bahwa Gajah Mada tidak akan menikmati buah palapa sebelum seluruh
Nusantara berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Mahapatih Gajah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar tentang


kebesaran Kerajaan Samudera Pasai di seberang lautan sana. Majapahit khawatir akan
pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai. Oleh karena itu kemudian Gajah Mada
mempersiapkan rencana penyerangan Majapahit untuk menaklukkan Samudera Pasai.
Desas-desus tentang serangan tentara Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa,
terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai santer terdengar di kalangan rakyat di Aceh.
Ekspedisi Pamalayu armada perang Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih
Gajah Mada memulai aksinya pada 1350 dengan beberapa tahapan.
Serangan awal yang dilakukan Majapahit di perbatasan Perlak mengalami
kegagalan karena lokasi itu dikawal ketat oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai.
Namun, Gajah Mada tidak membatalkan serangannya. Ia mundur ke laut dan mencari
tempat lapang di pantai timur yang tidak terjaga. Di Sungai Gajah, Gajah Mada
mendaratkan pasukannya dan mendirikan benteng di atas bukit, yang hingga sekarang
dikenal dengan nama Bukit Meutan atau Bukit Gajah Mada.

Gajah Mada menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut dan
jurusan darat. Serangan lewat laut dilancarkan terhadap pesisir di Lhokseumawe dan
Jambu Air. Sedangkan penyerbuan melalui jalan darat dilakukan lewat Paya Gajah yang
terletak di antara Perlak dan Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata mengalami
kegagalan karena dihadang oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara serangan
yang dilakukan lewat jalur laut justru dapat mencapai istana.

Selain alasan faktor politis, serangan Majapahit ke Samudera Pasai dipicu juga
karena faktor kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan dan kemakmuran rakyat
Kerajaaan Samudera Pasai telah membuat Gajah Mada berkeinginan untuk dapat
menguasai kejayaan itu. Ekspansi Majapahit dalam rangka menguasai wilayah Samudera
Pasai telah dilakukan berulangkali dan Kesultanan Samudera Pasai pun masih mampu
bertahan sebelum akhirnya perlahan-lahan mulai surut seiring semakin menguatnya
pengaruh Majapahit di Selat Malaka.

Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat


mempertahankan peranannya sebagai bandar yang mempunyai kegiatan perdagangan
dengan luar negeri. Para ahli sejarah yang menumpahkan minatnya pada perkembangan
ekonomi mencatat bahwa Kerajaan Samudera Pasai pernah menempati kedudukan
sebagai sentrum kegiatan dagang internasional di nusantara semenjak peranan Kedah
berhasil dipatahkan.
Namun, kemudian peranan Kerajaan Samudera Pasai yang sebelumnya sangat
penting dalam arus perdagangan di kawasan Asia Tenggara dan dunia mengalami
kemerosotan dengan munculnya bandar perdagangan Malaka di Semenanjung Melayu
Bandar Malaka segera menjadi primadona dalam bidang perdagangan dan mulai
menggeser kedudukan Pasai. Tidak lama setelah Malaka dibangun, kota itu dalam waktu
yang singkat segera dibanjiri perantau-perantau dari Jawa.

Akibat kemajuan pesat yang diperoleh Malaka tersebut, posisi dan peranan
Kerajaan Samudera Pasai kian lama semakin tersudut, nyaris seluruh kegiatan
perniagaannya menjadi kendor dan akhirnya benar-benar patah di tangan Malaka sejak
tahun 1450. Apalagi ditambah kedatangan Portugis yang berambisi menguasai
perdagangan di Semenanjung Melayu. Orang-orang Portugis yang pada 1521 berhasil
menduduki Kesultanan Samudera Pasai
.
Berdirinya Bandar Malaka yang Letaknya Lebih Strategis

Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai
salah satu kota di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk.
Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas
ekspor utama.
Letak geografis kerajaan samudera pasai terletak di Pantai Timur Pulau Sumatera
bagian utara berdekatan dengan jalur pelayaran internasional (Selat Malaka). Letak
Kerajaan Samudera Pasai yang strategis, mendukung kreativitas mayarakat untuk terjun
langsung ke dunia maritim. Samudera pasai juga mempersiapkan bandar - bandar yang
digunakan untuk:
1)  Menambah perbekalan pelayaran selanjutnya
2)  Mengurus masalah – masalah perkapalan
3)  Mengumpulkan barang – barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri
4)  Menyimpan barang – barang dagangan sebelum diantar ke beberapa daerah di Indonesia.
Namun Setelah kerajaan Samudra Pasai dikuasai oleh Kerajaan Malaka pusat
perdagangan dipindahkan ke Bandar Malaka. Dengan beralihnya  pusat perdagangan ke
Bandar Malaka maka perekonomian di Bandar Malaka menjadi ramai karena letaknya
yang lebih strategis dibanding bandar-bandar di Samudra Pasai.

 Serangan Portugis

Orang-orang Portugis memanfaatkan keadaan kerajaan Samudra Pasai yang


sedang lemah ini karena adanya berbagai perpecahan (kemungkinan karena politik /
kekuasaan) dengan menyerang kerajaan Samudra Pasai hingga akhirnya kerajaan
Samudra Pasai runtuh. Sebelumnya memang orang-orang Portugis telah menaklukan
kerajaan Malaka, yang merupakan kerajaan yang sering membantu kerajaan Samudra
Pasai dan menjalin hubungan dengan kerajaan Samudra Pasai.

Orang-orang Portugis datang ke Malaka, karena telah mengetahui bahwa


pelabuhan Malaka merupakan pelabuhan transito yang banyak didatangi pedagang dari
segala penjuru angin. Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Julukan itu
diberikan mengingat peranannya sebagai jalan lalu lintas bagi pedagang-pedagang asing
yang hendak masuk dan keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Malaka pada akhir abad
ke-15 dikunjungi oleh para saudagar yang datang dari Arab, India, Asia Tenggara dan
saudagar-saudagar Indonesia. Hal ini sangat menarik perhatian orang-orang Portugis.

Maksud Portugis untuk menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan


melalui selat Malaka.Kedatangan orang-orang Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez
de Squeira ke Malaka atas perintah raja Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-
perjanjian dengan penguasa-penguasa di Malaka. Perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan
Untuk memperoleh suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua belah
pihak. Jadi semboyan orang-orang Portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya tidak
hanya bermotif penyebaran agama akan tetapi terutama motif ekonomi.

BAB III 

PENUTUP

A. Simpulan

Kerajaan Samudra Pasai muncul pada abad ke 13 Masehi ketika Kerajaan Sriwijaya
hancur. Kota Kerajaan di sebut Pasai, sekarang ini letaknya di Desa Beuringen Kec.
Samudera Geudong Kab. Aceh Utara Provinsi Aceh. Wilayah Kekuasaan Kesultanan
Pase (Pasai) pada masa kejayaannya sekitar abad ke 14
terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh,
yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah
daerah aliran sungai yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab.
Aceh Tengah daerah yang pertama kali disinggahi oleh orang-orang Islam adalah pesisir
Samudera.

Penyebabnya terdiri dari para mubaligh dan saudagar Islam yang datang dari Arab,
Mesir, Persia dan Gujarat. Para saudagar ini banyak dijumpai di beberapa pelabuhan di
Sumatera yaitu di Barus yang terletak di pesisir Barat Sumatera, Lamuri di pesisir Timur
Sumatera dan di pesisir lainnya seperti di Perlak,yaitu  sekitar tahun 674 Masehi.

Kehadiran agama Islam di Pasai mendapat tanggapan yang cukup berarti di kalangan
masyarakat. Di Pasai agama Islam tidak hanya diterima oleh lapisan masyarakat pedesaan
atau pedalaman malainkan juga merambah lapisan masyarakat perkotaan.

Anda mungkin juga menyukai