Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kasus

Karsinoma Hepatoselular

Disusun Oleh :
Meirizka Chairani
H1AP20017

Pembimbing : dr. Zaini Dahlan, Sp PD, K-KV, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Meirizka Chairani


NPM : H1AP20017
Fakultas : Kedokteran
Judul : Karsinoma Hepatoselular
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Zaini dahlan, Sp PD, K-KV, FINASIM

Bengkulu, September 2021


Pembimbing

dr. Zaini Dahlan, Sp PD, K-KV, FINASIM

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus,
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Zaini Dahlan, Sp PD, K-KV, FINASIM sebagai


pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan
masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.

2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik


material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan


laporan kasus ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak. Penulis sangat berharap agar tinjauan pustaka ini dapat bermanfaat bagi
semua.

Bengkulu, September 2021

iii
Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................................................ii

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..............................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS.................................................................................2

2.1. Identitas.........................................................................................................2

2.2. Data Subjektif (Alloanamnesis atau Autoanamnesis)...................................2

2.2.1. Keluhan Utama.......................................................................................2

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang....................................................................2

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu.......................................................................3

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga....................................................................3

2.2.5. Riwayat Sosial........................................................................................3

2.3. Pemeriksaan Fisik..........................................................................................4

2.3.1. Status Present.........................................................................................4

2.3.2. Status Generalis......................................................................................4

2.3.3. Status Gizi...............................................................................................5

2.4. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................5

2.5. Diagnosis.......................................................................................................6

2.6. Diagnosis Banding........................................................................................6

2.7. Tatalaksana....................................................................................................7

2.7.1. Non Farmakologi....................................................................................7

2.7.2. Farmakologi............................................................................................7

iv
2.8. Follow up.......................................................................................................8

BAB III. PEMBAHASAN...................................................................................14

3.1.Karsinoma Hepatoseluler.............................................................................14

3.1.1. Definisi.................................................................................................11

3.1.2. Faktor Resiko........................................................................................11

3.1.4. Patofisiologi..........................................................................................14

3.1.5. Diagnosis..............................................................................................16

3.1.8. Tatalaksana...........................................................................................20

3.1.10. Prognosis.............................................................................................22

BAB IV. KESIMPULAN.....................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38

v
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas hati primer yang berasal
dari hepatosit. Secara maksroskopis karsinoma hepatoseluler biasanya berwarna
putih, padat, kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik. Sering ditemukan
thrombus tumor di dalam vena hepatica atau porta intra hepatik. Pada
pertumbuhan kanker hati, beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti
sakit di perut sebelah kanan atas meluas ke bagian belakang dan bahu, bloating,
berat badan, kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam, dan
ikterus. Pasien seringkali tidak mengalami gejala sampai kanker pada tahap akhir,
sehingga jarang ditemukan dini.
Sekitar 70-90% pasien dengan KSH memiliki riwayat penyakit kronis
hepar dengan faktor risiko mayor seperti virus Hepatitis B (VHB) dan C (VHC),
penyakit hepar akibat alcohol dan steatohepatitis non-alkohol. Faktor risiko
lainnya juga dapat berkontribusi pada kejadian KSH seperti, makanan yang
terkontaminasi aflatoksin, diabetes mellitus, obesitas, penyakit metabolic atau
keturunan seperti hemokromatosis.
Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma / HCC) merupakan
salah satu keganasan yang paling umum di dunia. Secara global, insidensinya
mencapai satu juta kasus, dengan perbandingan pasien pria-wanita sebanyak 4:1.
HCC umumnya mengenai pasien berusia 50-60 tahun. Kasus baru (insidensi)
HCC hampir sama dengan laju mortalitasnya, yang menandakan tingginya
mortalitas begitu pasien terdiagnosis kanker ini. Karsinoma hepatoselular (KSH)
merupakan tumor primer hepar yang paling sering berkontribusi sebesar 80% dari
seluruh tipe kanker hati, serta menduduki peringkat ke-6 kanker tersering di dunia
dan termasuk dalam 10 besar penyakit kanker terbanyak di Indonesia.

1
BAB II. LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : Tn. H
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 13 Februari 1970
Alamat : Bengkulu
No. Reg RS : 840638
Tanggal Masuk RS : 3 September 2021
Tanggal Keluar RS : 16 September 2021
Ruang Perawatan : Melati
2.2. Data Subjektif (Alloanamnesis atau Autoanamnesis)
2.2.1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian kanan 7 hari SMRS.
2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RS kaur dengan keluhan nyeri perut bagian kanan sejak
7 hari SMRS. Nyeri awalnya dirasakan hilang timbul. Nyeri muncul saat
bergerak dan membaik/berkurang saat istirahat. Nyeri tidak menjalar ke
tempat lain. Nyeri dirasakan semakin memberat 3 hari SMRS Nyeri
dirasakan semakin hebat dan terus menerus sehingga pasien di bawa ke RS
Kaur. Pasien di rawat 2 hari di RS Kaur. Pasien juga sebelumnya mengeluh
demam 10 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun. Keluhan demam
berkurang setelah diberikan obat. Demam dirasakan terutama saat malam
hari dan turun pada siang hari. Pasien juga mengeluh BAK yang berwarna
pekat, keluhan BAB dempul (-). Pasien belum BAB sejak 4 hari yang lalu.
Keluhan mual tidak ada, namun pasien muntah sebanyak 1 kali berisi
makanan dan cairan. Penurunan nafsu makan (+). Nyeri otot (-). Perut
dirasakan sedikit mengencang disebelah kanan dan sedikit membesar.

2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa disangkal

2
 Riwayat magh sejak 2 tahun lalu
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit kuning disangkal
 Riwayat penyakit ginjal disangkal
 Riwayat keganasan disangkal

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi dikeluarga (pada ayah)
 Riwayat diabetes mellitus dikeluarga disangkal
 Riwayat sakit ginjal dikeluarga disangkal
 Riwayat asma dikeluarga disangkal
 Riwayat penyakit jantung dikeluarga disangkal
2.2.5. Riwayat Sosial
 Merokok sejak 30 tahun yang lalu sebanyak 2 bungkus/hari
 Kopi 2-3gelas/hari
 Obat ampisilin ketika saat magh 1 kali/bulan

3
2.3. Pemeriksaan Fisik
2.3.1. Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7 oC
SpO2 : 97 % tanpa O2
2.3.2. Status Generalis
Habitus : Astenikus
Kepala : Normacephali
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (+/+),
strabismus (-/-), eksoftalmus (-/-)
Hidung : Deviasi (-/-), secret (-/-), napas cuping hidung (-/-), nyeri
tekan (-).
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), bibir kering (+), stomatitis (-), lidah
kotor (-), papil atrofi (-), faring hiperemis (-), jamur (-).
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid
(-).
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), sekret (-),
deformitas (-).
Thorax-Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris, gerakan dinding dada saat statis dan
dinamis kanan = kiri, retraksi dinding dada (-), deformitas
(-), sela iga melebar (-), spider nevi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri normal
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS II linea sternalis dextra
batas kanan ICS IV linea parasternalis dextra
batas kiri ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, striae (-), perut membesar (+), luka bekas operasi
(-), caput medusa(-), venektasis (-), spider nevi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan regio epigastrium dan hipocondria

4
kanan (+), hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, 2
jari dibawah proc.xyphoideus, tepi tumpul, konsistensi
lunak, permukaan rata, ballotement ginjal (-/-).
Perkusi : Timpani, shifting dullnes (+).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral : Hangat seluruh ekstremitas (+)
Edema : Pitting pada kedua kaki (-/-)
CRT : ≤ 2 detik

2.3.3. Status Gizi


Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 160 cm
BMI : 21,4 (normal)

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 03-09-2021
Hasil Nilai Rujukan
HBsAg : non reaktif Non reaktif
Protein total : 5,6 6,4-8,3g/dl
Albumin : 2,5 3,4-4,8g/dl
Globulin : 3,1 1,5-2,5 g/dl
SGOT : 601 <50
SGPT : 469 <50
Bilirubin total : 4,8 0,1-1,0
Bilirubin direk : 3,3 <0,4
Bilirubin indirek : 1,5 0,1-0,6
Ureum : 69 20-40
Creatini : 0,7 0,5-1,2
AFP : <2 <=15ng/ml

Hasil laboratorium tanggal 08-09-2021

Hasil Nilai Rujukan

Ureum : 79 20-40

5
Creatinin : 0,8 0,5-1,2

Pemeriksaan USG Upper dan Lower Abdomen


Tanggal 02-09-2021
Kesan :
- Hepatomegali dengan lesi inhomogen di kedua lobus terutama pada lobus
kanan mengarah gambaran HCC (hepatoma)
- Ascites
- Tak tampak kelainan pada gallblader, ren bilateral, lien, vesica urinaria
dan prostat.

2.5. Diagnosis
Karsinoma hepatoseluler DD/metastasis Ca Hepar

2.6. Diagnosis Banding


 Kolelitiasis
 Koledokolitiasis
 Kolesistitis

2.7. Tatalaksana
2.7.1. Non Farmakologi
 Tirah baring
 Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya

2.7.2. Farmakologi
IVFD RL xxgtt/m

Duragesic pstch

Sistenol 3x1 po

Lactulas Syr 3x1

Cefixime 2x1 po

Ranitidine 3x1 po

PCT K/P

6
2.8 Rencana
- CT Scan abdomen kontras

7
2.9. Follow up
Tabel 2.1. Catatan Perkembangan Pasien, 4 September 2021
S O A P
Nyeri perut bagian kanan KU:Tampak sakit sedang Karsinoma IFVD RL gtt
atas dan kanan tengah Kes : CM hepatoseluler Ceftriaxone 2x1amp
(+), demam (-), mual (-), TD : 130/90 mmHg DD/ Omeprazole 2x1
muntah (-), urin pekat Nadi: 78 x/min Metastasis Ca Ondansentron 2x1
(+),Belum BAB sejak 2 RR : 24 x/min Sukralfat syr 3x1
hari yang lalu, perut T : 36,7 C Zink po 1x1
membesar (+). SpO2 : 97% tanpa O2 Paracetamol 3x1
Mata : sklera ikterik (+/+) Buscopan tab 2x1
Mulut : dbn Antrain iv 3x1
Pulmo : dbn
Jntung : dbn
Abdomen
Inspeksi : simeteris, scar (-), venektasi (-), spider nevi (-).
Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium dan hipocondria kanan
(+), hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, 2 jari dibawah
proc.xyphoideus, tepi tumpul, konsistensi lunak, permukaan rata,

8
ballotement ginjal (-/-).
Perkusi : Pekak di hipokondria dextra, shifting dullnes (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : dbn

Tabel 2.2. Catatan Perkembangan Pasien, 7 September 2021


S O A P
Nyeri perut bagian KU:Tampak sakit sedang Karsinoma IFVD RL gtt
kanan atas dan kanan Kes : CM hepatoseluler Duragesic patch
Ranitidin 2x1 amp
tengah (+) berkurang, TD : 140/90 mmHg DD/
Ceftriaxone 1x1 amp
demam (-), mual (-), Nadi: 93 x/min Metastasis Ca Neurobion 1x1 drip
muntah (-), urin pekat RR : 22 x/min Sistenol tab 3x1
Lactulac syr 3x1
(+), belum BAB sejak T : 36,9 C
5 hari yang lalu, perut SpO2 : 97% tanpa O2 Ketorolac iv 1x1

membesar (+). Mata : sklera ikterik (+/+)


Mulut : dbn
Pulmo : dbn
Jntung : dbn
Abdomen

9
Inspeksi : simeteris, scar (-), venektasi (-), spider nevi (-).
Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium dan hipocondria kanan (+),
hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, 2 jari dibawah
proc.xyphoideus, tepi tumpul, konsistensi lunak, permukaan rata,
ballotement ginjal (-/-).
Perkusi : Pekak pada hipokondria dextra (+), shifting dullnes (+).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : dbn

Tabel 2.3. Catatan Perkembangan Pasien, 13 september 2021

10
S O A P
Nyeri perut kanan atas KU : Tampak sakit sedang Karsinoma IFVD RL xxgtt/m
Duragesic patch
dan tengah berkurang, Kes : Compos mentis hepatoseluler
Sistenol 3x1 po
mual (-), muntah (-), TD : 140/90 mmHg DD/ Lactulac Syr 3x1
Cefixime 2x1 po
BAB dan BAK tidak ada N : 80 x/menit Metastasis Ca
Ranitidine 3x1 po
keluhan. RR : 20 x/menit
PCT K/P
S : 36,90C
SpO2 : 97% nasal kanul 3 lpm
Mata : sklera ikterik (+/+)
Mulut : dbn
Pulmo : dbn
Jntung : dbn
Abdomen
Inspeksi : simeteris, scar (-), venektasi (-), spider nevi (-).
Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium dan hipocondria kanan
(+), hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, 2 jari dibawah
proc.xyphoideus, tepi tumpul, konsistensi lunak, permukaan
rata, ballotement ginjal (-/-).
Perkusi : Timpani (+), shifting dullnes (+) undulasi (-)

11
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : dbn

Tabel 2.4. Catatan Perkembangan Pasien, 15 september 2021


S O A P
Pasien mengeluh sedikit KU : Tampak sakit sedang Karsinoma IFVD RL xxgtt/m
Duragesic patch
sesak post CT Scan Kes : Compos mentis hepatoseluler
Sistenol 3x1 po
abdomen kontras, Nyeri TD : 140/90 mmHg DD/ Lactulac Syr 3x1
Cefixime 2x1 po
perut kanan atas dan N : 108 x/menit Metastasis Ca
Ranitidine 3x1 po
tengah (+) berkurang, RR : 24 x/menit
PCT K/P
mual (-), muntah (-), S : 37,40C
BAB dan BAK tidak ada SpO2 : 98% nasal kanul 5 lpm
keluhan. Mata : sklera ikterik (+/+)
Mulut : dbn
Pulmo : dbn
Jntung : dbn

12
Abdomen
Inspeksi : simeteris, scar (-), venektasi (-), spider nevi (-).
Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium dan hipocondria kanan
(+), hepar teraba 4 jari dibawah arcus costae, 2 jari dibawah
proc.xyphoideus, tepi tumpul, konsistensi lunak, permukaan
rata, ballotement ginjal (-/-).
Perkusi : Pekak di hipokondria dekstra (+), shifting dullnes (+).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : dbn

13
BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Karsinoma Hepatoseluler

3.1.1. Definisi

Kanker didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan sel yang yang tidak


teratur serta merupakan suatu invasi atau metastasis jaringan. Nama lain kanker
adalah neoplasma. Fenotip ganas pada kanker sering membutuhkan mutasi pada
gen berbeda yang dapat mengatur proliferasi sel. Mutasi yang menyebabkan
kanker akan mengaktifkan jaringan transduksi sinyal sehingga menimbulkan
penyimpangan proliferasi sel dan gangguan diferensiasi sel. Sel normal
mempunyai suatu mekanisme perlindungan, dimana ketika sel normal rusak,
maka sel akan mengaktifkan suicide pathway untuk mencegah kerusakan pada
organ. Pada sel kanker, mekanisme ini tidak terjadi, sehingga sel rusak tidak
mengalami apoptosis dalam jangka waktu yang lama.

Tumor hati dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas hati, yang lebih
banyak didapati daripada tumor jinak, sendiri dibagi menjadi tumor primer dan
sekunder, yang primer yakni karsinoma hepatoselular (KHS) berasal dari sel
hepatosit dan yang berasal dari sel epitel bilier disebut kolangiokarsinoma (KK),
sedangkan yang sekunder disebabkan oleh metastase tumor ganas organ lain.
Tumor ganas hati primer berasal dari sel embrional disebut hepatoblastoma dan
sering ditemukan pada anak-anak. Sebanyak 85% keganasan pada hati ialah
KHS, sedangkan sisanya merupakan Cholangiocarcinoma (CC) dan
sistoadenokarsinoma, dan yang lain.

3.1.2. Epidemiologi

Karsinoma hepatoselular meliputi 5,6% dari semua kasus kanker pada


manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada
perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari sistem
saluran setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.  Tingkat kematian (rasio
antara mortalitas dan insidens) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah

14
kanker pankreas.  Secara geografis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah
tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus
per 100.000 penduduk);  menengah (tiga hingga sepuluh kasus per 100.000
penduduk);  dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100.000 penduduk).  Tingkat
kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta di Afrika Tengah,
sedangkan yang terendah di Eropa Utara;  Amerika Tengah;  Australia dan
Selandia Baru.

3.1.3. Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya KHS, antara lain infeksi virus
hepatitis, sirosis hati, paparan karsinogen kimia, obesitas, diabetes mellitus (DM),
pecandu alkohol.

1. Infeksi virus hepatitis

Penelitian case control dan cohort menunjukkan adanya hubungan yang kuat
antara tingkat carrier hepatitis B kronis dengan peningkatan kejadian KHS. Pada
orang Taiwan, carier laki-laki yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg) positif memiliki resiko 98 kali lipat lebih besar untuk menjadi KHS
dibandingkan individu dengan HbsAg-negatif. Kejadian KHS pada orang pribumi
di Alaska meningkat secara nyata berhubungan dengan prevalensi infeksi virus
hepatitis B (HBV) yang tinggi. KHS yang disebabkan oleh HBV tidak selalu
bermula dari sirosis hati. Karsinogenitas HBV terhadap hati disebabkan
proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV
DNA ke dalam DNA sel penjamu dan aktivitas protein spesifik HBV yang
berinteraksi dengan gen hati.

Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan
secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif sebagai respon nekroinflamasi
sel hati. Proliferasi sel juga dapat dipicu oleh ekspresi berlebihan dari suatu atau
beberapa gen yang berubah akibat HBV. KHS pada orang kulit hitam di Afrika
tidak berhubungan dengan sirosis hati, namun KHS pada ras Afrika memiliki

15
diferensiasi buruk dan bersifat sangat agresif. Peningkatan angka insidensi KHS
di Jepang dalam tiga dekade terakhir diperkirakan disebabkan oleh hepatitis C.
Antibodi terhadap HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan KHS
di Jepang, Italia, dan Spanyol dan 36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan KHS
disebakan oleh HCV, KHS jarang terjadi pada carier HBV sebelum terjadi sirosis
hati. KHS yang disebabkan oleh HCV cenderung lebih cepat berkembang menjadi
sirosis dibandingkan dengan HBV.

2. Sirosis Hati

Sirosis hati merupakan faktor resiko utama KHS di dunia dan


melatarbelakangi lebih dari 80% kasus KHS. Setiap tahun tiga sampai lima persen
dari pasien sirosis hati akan menderita KHS, dan KHS merupakan penyebab
kematian pada sirosis hati. Prediktor utama KHS pada SH adalah jenis kelamin
laki-laki, peningkatan alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktivitas proliferasi sel hati.

3. Karsinogen Kimia
Karsinogen kimia alami yang paling kuat berasal dari tumbuhan, jamur, dan
bakteri, seperti pohon-pohon semak yang mengandung alkaloid pyrrollizidine
serta asam tannic dan safrol. Polutan seperti pestisida dan insektisida dikenal
karsinogen binatang pengerat. Kasinogen yang berasal dari jamur Aspergillus,
disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat ditemukan dalam biji-bijian yang
disimpan di tempat yang panas, tempat-tempat lembab, kacang dan nasi disimpan
tidak dalam lemari es. Kontaminasi aflatoksin bahan pangan berkorelasi baik
dengan tingkat insidensi di Afrika dan China. Pada daerah endemik di Cina,
bahkan hewan ternak seperti bebek telah mengidap KHS. Berdasarkan percobaan
pada binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3-
epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang
mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
karsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249
dari gen supresor tumor p53.

16
4. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun menunjukkan adanya
peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok
individu dengan berat badan tertinggi (Indeks Massa Tubuh (IMT) : 35-40 Kg/m
dibandingkan dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Obesitas
merupakan faktor resiko utama untuk non-alchoholic fatty liver disease (NAFLD),
khususnya non alchoholic steatohepatis (NASH) yang dapat berkembang menjadi
sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi KHS.

5. Diabetes Mellitus (DM)


DM merupakan faktor resiko penyakit hati kronik maupun untuk KHS melalui
terjadinya perlemakan hati dan steatohepatis non alkoholik (NASH). DM juga
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin like growth factors
(IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.

6. Alkohol
Pada dasarnya alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, namun
peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk
menderita KHS melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek
karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko
terjadinya sirosis hati dan KHS pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Pada
sirosis alkoholik terjadinya KHS juga meningkat bermakna pada pasien dengan
HBsAg-positif atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik
alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. Efek hepatotoksik alkohol
bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan
resiko terjadinya KHS.

17
7. Faktor lain
Selain yang merupakan risiko HCC, namun lebih dari faktor yang
disebutkan di atas, bahan atau kondisi jarang ditemukan/ditemukan, antara lain:
1).  penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun; PBC/sirosis bilier primer);  2). 
Penyakit hati metabolik (hemokromatosis; defisiensi antitripsin-alfa1; penyakit
Wilson): 3).  Kontrasepsi lisan;  4).  Senyawa kimia (thorotrast; vinil klorida;
nitrosamin; insektisida organoklorin; asam tanik): 5).  Tembakau.

3.1.3. Patofisiologi
Mekanisme karsinogenesis KHS belum sepenuhnya diketahui.
Transformasi maligna hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan turnover sel hati
yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi
dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik
seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen selular, inaktivasi gen supresor
tumor, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan maupun
angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan penyakit metabolik seperti
hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1 berpotensi menginflamasi sel
hati kemudian berkembang menjadi sirosis hati yang pada akhirnya
bertransformasi menjadi KHS.
Selama masa hidupnya, sel normal sering terpapar dengan berbagai
tekanan (stress) endogen maupun eksogen yang dapat menyebabkan mutasi dan
mengarah ke pembentukan neoplasma. Gen p53 merupakan suatu gen supresor
tumor yang berfungsi menghentikan siklus G1 checkpoint dan G2 checkpoint
dengan menghambat CDK (Cyclin D Kinase) serta menginduksi proses apoptosis
yang diatur secara negatif oleh mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik
yang ada pada sel normal tidak terjadi pada KHS dikarenakan inaktivasi p53 yang
disebabkan oleh kelainan kromosom, mutasi genetik dan kerusakan DNA.

Infeksi HBV dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 maupun di


lokasi yang berdekatan dengan gen p53. Pada kasus KHS, lokasi integrasi HBV
DNA di dalam kromosom sangat bervariasi, oleh karena itu, HBV mungkin

18
berperan sebagai agen mutagenik insersional non selektif. Integrasi
dapat menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya
mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan.
Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun
gen-gen seluler penting lain. Dengan analisis Southern Blot, sekuen HBV yang
telah terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor, namun tidak ditemukan di
luar jaringan tumor. Produk gen X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai
transaktivator transkripsional dari berbagai gen seluler yang berhubungan dengan
kontrol pertumbuhan. Sehingga dapat memunculkan hipotesis bahwa HBx
mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.
Di wilayah endemik HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-
dependent antara pajanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari
p53. Mutasi ini spesifik untuk KHS dan tidak memerlukan integrasi HBV ke
dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar 30% kasus KHS di dunia,
dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah geografik dan
etiologi tumornya. Infeksi kronik HCV dapat berujung pada KHS setelah
berlangsung puluhan tahun dan umumnya didahului oleh terjadinya
sirosis. Hal ini menunjukkan bahwa KHS dapat terjadi melalui proses inflamasi
hati kronik yang diikuti oleh regenerasi dan sirosis akibat infeksi HCV. Metastasis
intrahepatik KHS dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena porta
atau vena kava. Pada beberapa kasus dapat terjadi metastasis pada varises
oesophagus dan paru. Metastasis sistemik tersering ialah ke kelenjar limfoid
hingga mediastinum. Bila metastasis sampai di peritoneum, dapat
menimbulkan asites hemoragik, yang berarti sudah memasuki stadium terminal.

3.1.4. Diagnosis
Gambaran umum karsinoma hepatoselular beragam, dapat tidak bergejala
hingga adanya gejala berat berupa nyeri hebat dengan atau tanpa hepatomegali,
gejala gagal faal hati, perdarahan varises, asites hemoragik, perdarahan
intraperitoneal mendadak tanpa trauma, akut abdomen mendadak, syok

19
hipovolemik, dan metastasis jauh di tempat lain dengan atau tanpa gejala klinis.
Timbulnya KHS sering tidak terduga sampai terjadi penurunan kondisi pada
pasien sirosis yang sebelumnya stabil.

Gejala klinis KHS antara lain cachexia, nyeri perut, penurunan berat
badan, kelemahan, abdominal fullness,asites, penyakit kuning, dan mual
seringkali menyebabkan kesalahan diagnosis. Perut bengkak dan perdarahan
intra abdomen menunjukkan adanya trombosis vena porta akibat tumor atau
pendarahan dari tumor nekrotik. Asites disebabkan oleh penyakit hati kronis yang
mendasarinya atau dikarenakan tumor berkembang dengan pesat. Nekrosis atau
perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan kematian. Pada
negara yang memiliki program surveilans aktif, KHS cenderung diidentifikasi
sedini mungkin. Ikterus dapat terjadi karena gangguan pada saluran intrahepatik
oleh penyakit hati yang mendasarinya, sedangkan hematemesis disebabkan
oleh adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat
pada 3-12% pasien, namun pada beberapa pasien mungkin dapat tidak
menunjukkan gejala yang berarti.

Gejala dan tanda klinis karsinoma hepatoselular menurut Flickinger :

Gejala Tanda
Nyeri abdomen Hepatomegali
Masa abdomen Splenomegali
Penurunan berat badan Asites
Lemah Ikterus
Penurunan nafsu makan Febris
rasa penuh Bising hati
Muntah

Penegakkan diagnosis KHS memerlukan pemeriksaan klinis, laboratorium,


pencitraan, seperti ultrasonografi dan angiografi, dan petanda tumor, seperti alfa-
fetoprotein (AFP). Mengingat hubungan yang erat antara karsinoma hepatoselular,
hepatitis B dan C, dan sirosis, diperlukan pemeriksaan rutin untuk mencari
karsinoma hepatoselular pada fase dini. Akan tetapi karsinoma hepatoselular
jarang ditemukan pada tahap dini.

20
Karsinoma hepatoselular jarang ditemukan pada tahap dini karena :
1.Pertumbuhan cepat dengan waktu ganda sel 10 hari
2.Gejala dan tanda tidak nyata karena tumor tersembunyi di
dalam hati
3.Tidak menyebabkan gangguan faal hati
4.Penyebaran intrahepatik
5.Perkembangan intrahepatik
6.Perkembangan multifokal
7.Penyebaran ekstrahepatik agak lambat
8.Tanda biokimia sama-samar dan tidak khas
1.Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembesaran hati
(hepatomegali) dengan massa yang dapat di palpasi. Studi epidemiologi di Afrika
menunjukkan presentasi khas pada pasien muda berupa massa yang berkembang
pesat intra abdomen. Hepatomegali adalah tanda dari pemeriksaan fisik yang
paling umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit ditemukan pada 6-25% pasien
sedangkan asites terjadi pada 30-60% pasien. Bruit pada tumor atau friction rub
dapat terdengar melalui auskultasi ketika prosesnya telah meluas ke permukaan
hati. Splenomegali disebabkan karena hipertensi portal. Weight loss dan
penurunan massa otot disebabkan oleh tumor yang tumbuh dengan cepat. Demam
ditemukan pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda
penyakit hati kronis dapat ditemukan, seperti ikterus, dilatasi vena abdomen,
eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer.
KHS yang kecil dapat dideteksi lebih awal dengan pendekatan radiologi
yang akurasinya 70 – 95% dan melalui tumor marker alphafetoprotein yang
akurasinya 60 – 70%. Kriteria diagnosa KHS menurut PPHI Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia), yaitu :
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

21
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh
sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal.
Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60%-
70% dari pasien KHS, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau
sangat sugestif untuk KHS. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada
kehamilan. Penanda tumor lain untuk KHS adalah des-gamma carboxy
prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%
dari pasien KHS, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K,
hepatitis kronis aktif atau metastasis karsinoma.
Ada beberapa lagi penanda KHS, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi AFP),
alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas
dan spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2. Penderita sirosis atau
penderita dengan antigen HBs positif serta SGOT dan SGPT yang meningkat
dianjurkan melakukan pemeriksaan rutin AFP dan
ultrasonografi untuk mencari tumor hati yang masih kecil. Selain itu, dilakukan
pula pemeriksaan laboratorium dasar, seperti darah lengkap, transaminase,
albumin dan waktu protrombin.
Pada tingkat dini, dapat ditemukan peningkatan kadar AFP, dimana nilai
AFP di atas 500 μg/L merupakan tanda positif untuk KHS, walaupun
sensitifitasnya hanya 60%. Oleh karena itu, diperlukan petanda yang lebih
sensitif, seperti pemeriksaan soluble interleukin-2 reseptor levels, yang sangat

22
menjanjikan. Selain faktor independen, seperti status serum HbeAg, serum alanin
aminotransferase dan sirosis hati, kenaikan HBV DNA sebanyak ≥10.000
kopi/mL merupakan prediktor kuat untuk resiko karsinoma hepatoselular.

b. Gambaran Ultrasonografi (USG)


USG memberikan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. CT-scan
merupakan pemeriksaan pilihan di beberapa pusat kesehatan, dan sensitivitasnya
mencapai 88%. MRI kurang sensitif dibandingkan CT helical. USG tumor
massif unifokal menunjukkan densitas meninggi yang heterogen, sedangkan
pada jenis nodular dan jenis difus, terlihat gambaran densitas rendah yang
heterogen. USG dapat pula menentukan trombus di dalam cabang vena porta.
Keadaan ini memperlihatkan karsinoma hepatoselular lanjut sehingga
pengobatan embolisasi tidak boleh dilakukan. Hasil pemeriksaan
ultrasonografi dapat menemukan karsinoma hepatoseluler dalam stadium dini
dengan diameter kurang dari 5 cm sebanyak 60%. Dua karakteristik kelainan
vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis
oleh invasi tumor.
Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan
gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas
struktur echo jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi
lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun kelainan parenkim difus. Pada
hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang
membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan
struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal.
c. Biopsi
Biopsi jarum dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Dengan tuntunan
ultrasonografi, jarum khusus ditusukkan melalui kulit mencapai tumor kemudian
dilakukan aspirasi. Selain itu, dapat juga dilakukan penyuntikan alkohol untuk
skleroterapi.

3.1.5. Tata Laksana

23
Terapi dan prognosis bergantung pada klasifikasi Barcelona Clinic Liver
Cancer (BCLC). Pada stadium dini, bergantung pada faal hati, dapat dilakukan
terapi kuratif dengan reseksi, transplantasi hati atau ablasi perkutaneus. Ketahanan
hidup 5 tahun mencapai 50– 70%. Pada stadium intermediate, dapat dilakukan
kemo-embolisasi. Ketahanan hidup 3 tahun mencapai 50%. Pada stadium lanjut,
tidak ada terapi yang efektif. Median ketahanan hidup kurang dari 1 tahun. Pada
stadium akhir, terapi bersifat paliatif.
a.Reseksi Hati
Reseksi hati dikerjakan pada tumor tunggal, tanpa sirosis atau dengan
sirosis yang terkompensasi dengan kadar bilirubin normal dan tanpa hipertensi
portal. Ketahanan hidup 5 tahun dapat mencapai 70 %. Anjuran kemoembolisasi
atau kemoterapi tidak banyak memberi faedah. Reseksi lobus atau segmen
dilakukan berdasarkan percabangan vena porta menurut Couinaud. Menurut
sistem ini, ada 8 segmen yang dapat direseksi. Hati mempunyai daya regenerasi
besar sehingga walaupun separuh hati direseksi, regenerasi terjadi tanpa
mengurangi faal. Kriteria reseksi ialah tidak ada metastase jauh, tumor terbatas di
satu lobus atau satu segmen, dan pascalobektomi sisa jaringan hati masih dapat
memenuhi kebutuhan tubuh. Perlu dilakukan pemantauan bersinambungan
untuk mengantisipasi timbulnya kekambuhan. Menurut analisis multivariat
terhadap tingkat serum aspartat transaminase, jumlah nodul yang lebih dari satu
dan adanya trombus tumor merupakan faktor resiko kekambuhan yang nyata.

b.Tranplantasi hati
Transplantasi ditujukan pada penderita yang tidak memenuhi kriteria
reseksi, pada tumor tunggal yang berukuran kurang dari 5 cm atau tumor multipel
(2 sampai 3 tumor) dengan ukuran masing-masing tidak lebih dari 3 cm, tanpa
invasi vaskular dan penyebaran ekstrahepatik, serta tanpa kontraindikasi untuk
transplantasi. Sementara menunggu donor, dapat dilakukan terapi perkutaneus.

c. Ablasi Perkutan

24
Ablasi radio frekuensi perkutan merupakan pilihan bila penderita bukan
kandidat pembedahan. Injeksi etanol perkutan dilakukan bila terdapat
kontraindikasi tindakan ini, injeksi dilakukan subkapsuler dekat kantung empedu
atau jantung. Injeksi alkohol perkutan dilakukan bila tumor berukuran kurang dari
3 cm. Hasilnya kurang baik jika dibandingkan dengan ablasi radio frekuensi.
Ablasi perkutan memberikan hasil baik bila tumor berukuran kurang dari 2 cm
dengan nekrosis mencapai 100% pada 90% kasus. Pada penyakit lanjut (besar
atau multifokal) tanpa invasi vena porta, dengan fungsi hati baik, dapat dilakukan
kemoembolisasi transarterial.

d.Tatalaksana non bedah


Tata laksana karsinoma hepatoseluler non bedah dapat berupa pemberian
kemoterapi intraarteri, embolisasi melalui arteri, radiasi, penyuntikan alkohol 97%
alkohol intratumor, hipertermia dengan kombinasi kemoterapi. Embolisasi
dilakukan melalui arteri hepatika atau cabang arteri hepatika yang menuju tumor
dengan kombinasi pemberian sitostatik sisplatin, mitomisin, dan adriamisin.
Dengan cara paliatif ini, tumor dapat mengalami nekrosis dan mengecil.
Penyuntikan intratumor dengan bahan nekrotan dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi. Radiasi dan maupun kemoterapi merupakan terapi nonkuratif yang
hanya memberi hasil baik untuk waktu terbatas.

3.1.6 Prognosis
Prognosis KHS ialah dubia ad malam. Kemoterapi regional maupun
sistemik baik sebagai adjuvan ataupun neo-adjuvan dapat meningkatkan
kesembuhan. Faktor yang menurunkan angka harapan hidup adalah jarak antara
kolektomi dan reseksi hepar yang kurang dari 1 tahun, terdapat lebih dari 3
metastasis, metastasis kalenjar limfe yang positif pada saat kolektomi, dan tidak
adanya reseksi hepatektomi berulang.

25
BAB IV. KESIMPULAN

Pada kasus ini dari hasil anamnesis keluhan utama pasien adalah Pasien
rujukan dari RS kaur dengan keluhan nyeri perut bagian kanan sejak 7 hari
SMRS. Nyeri awalnya dirasakan hilang timbul. Nyeri muncul saat bergerak dan
berkurang saat istirahat. Nyeri menembus sampi ke punggung belakang pasien.
Dari hasil USG Upper dan Lower Abdomen didapatkan kesan berupa
Hepatomegali dengan lesi inhomogen di kedua lobus terutama pada lobus kanan
mengarah gambaran HCC (hepatoma). Hal ini dapat menjadi salah satu dasar
diagnosis karsinoma hepatoseluler.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 78 x/menit,
pernapasan 24 x/menit, suhu 36,7 °C. Dari pemeriksaan umum keadaan spesifik
yang ditemukan sklera ikterik kanan dan kiri. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan nyeri tekan regio epigastrium dan hipocondria kanan (+), hepar teraba
4 jari dibawah arcus costae, 2 jari dibawah proc.xyphoideus, tepi tumpul,
konsistensi lunak, permukaan rata, ballotement ginjal (-/-), perkusi pekak pada
regio hipokondria dekstra, serta pemeriksaan perkusi shifting dullnes (+).

Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan peningkatan kadar protein total


dan albumin menurun, bilirubin total, direk dan indirek kadarnya meningkat serta
kadar sgot dan sgpt meningkat. Pada pemeriksaan tumor marker AFP di temukan
hasil dalam batas normal sehingga dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berupa
CT Scan abdomen kontras untuk menegakan diagnosis pasien dengan susp
hepatoselular karsinoma DD/metastasis Ca.

26
Daftar Pustaka

1. Jemal, Ahmedin., Freddie Bray., Melissa M. Center., Jacques Ferlay.,


Elizabeth Ward., David Forman. 2011. Global Cancer Statistic. CA Cancer J
Clin.61:69-90
2. D. Poon, B. O. Anderson, L. T. Chen et al. 2009. Management
ofhepatocellular carcinoma in Asia: consensus statement from the Asian
Oncology Summit. The Lancet Oncology. 10; 11: 1111–1118.
3. Jones, P.A., Baylin, S.B. 2008 . Harrison’s Principlesof Internal Medicine.
(17th ed). United States of America: The McGraw-Hill Companies
4. Kumar V, Fausto N, Abbas A (editors) 20010. Robbins & Cotran
Pathologic Basis of Disease (7th ed.). Saunders
5. El-Serag., Hashem B., Howard Hampel., Fariba Javadi. 2006. The
association between diabetes and hepatocelullar carcinoma: a systemic review
of epidemiological evidence. Clinical Gastroenterology and Hepatology
(3): 369–380.
6. Tanaka, M.; Katayama, F.; Kato, H.; Tanaka, H.; Wang, J.; Qiao, Y. L.; Inoue,
M. 2011. Hepatitis B and C virus infection and hepatocellular carcinoma in
China: A review of epidemiology and control measures. Journal of
epidemiology / Japan Epidemiological Association 21 (6): 401 416.
7. T. Umemura, T. Ichijo, K. Yoshizawa, E. Tanaka, and K. Kiyosawa. 2009.
Epidemiology of hepatocellular carcinoma in Japan. Journal of
Gastroenterology. 44; 19: 102–107.
8. Twite, Kerry. (2009). Porth Pathophysiology: Concepts of Altered Health
States. New York: Lippincott Williams&Wilkins.
9. El-Serag HB, Marrero JA, Rudolph L, Reddy KR. 2008. Diagnosis and
treatment of hepatocelullar carcinoma. Gastroenterology 134 (6): 1752 63.
10. M. F.Yuen, J. L. Hou, A.Chutaputti. 2009. Hepatocellular carcinoma in the
Asia pacific region. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 24; 3: 346–
353.

27
28

Anda mungkin juga menyukai