Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PERSPEKTIF GENDER

“PEREMPUAN PEKERJA IMIGRAN”

DOSEN PENGAMPU : Dr. Fatmariza.M.Hum

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI (ENAM)

 Dava Pratama Putra (21052079)


 Farhan Rachma Zacky (21052086)
 Ghina Musalamah (21052004)
 Tiffara Indah Nur Fauziyah (21052121)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Alhamdulilah, segala puji bagi allah tuhan semesta alam kami panjatkan kehadiratnya

terhadapnya yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kami sehingga saya

mampu menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Sholawat

serta salam semoga tercurahkan terhadap baginda rasul nabi Muhammad SAW. Makalah

ini berisi penjelasan tentang “Perempuan Pekerja Imigran”

Kami menyadari bahwa dalam penyampaian makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun

selalu kami harapkan dari makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan dan ucapkan terima kasih atas perhatiannya yang telah

membaca makalah ini, semoga menjadi wawasan tersendiri bagi pembacanya. Dan

semoga allah swt senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin…


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………

B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………

C. TUJUAN MASALAH……………………………………………………

BAB 11 PEMBAHASAN

1. Bagaimanakah gambaran permasalahan pekerja migran perempuan?.................

2. Apakah pemahaman mengenai menjadi fenomena feminisasi migrasi pekerja migran

Indonesia, akan berdampak pada upaya penanganan permasalahan pekerja migran secara umum

dan pekerja migran perempuan secara khusus…………………………………………….

BAB 111 PENUTUP

A. KESIMPULAN……………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………....
BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembahasan mengenai pekerja Imigran selalu menarik untuk dicermati. Isu ini

terus berkembang dalam berbagai aspek seperti ketenagakerjaan, hubungan

bilateral antar mendapat bayaran dalam suatu Negara dimana ia bukan warga

negaranya. Organisasi perburuhan internasional mendefinisikan pekerja imigran

adalah seseorang yang bermigrasi, atau telah bermigrasi dari satu Negara ke

Negara lain untukn bekerja, dengan sebuah gambaran bahwa orang tersebut akan

dipekerjakan oleh seseorang yang bukan dirinya sendiri, termasuk siapapun yang

biasanya diakui sebagai seorang migran.

Pekerja migran seringkali disebut sebagai pahlawan devisa, karena setiap

tahun menghasilkan remintansi hingga Rp100 triliun. Mayoritas pekerja migran

berjenis kelamin perempuan, bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT), dan

rentan mengalami berbagai permasalahan. Tulisan ini mendeskripsikan mengenai

fenomena yang dikernal sebagai feminisasi migrasi tersebut. Keterbukaan

ekonomi dan perdagangan bebas, merupakan salah satu penyebab terjadinya arus

peningkatan pekerja migran dari Negara berkembang ke Negara maju. Negara

maju sangat pesat dengan pertumbuhan ekonominya, pastinya membutuhkan


tenaga kerja sector formal maupun informal. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi

di Negara berkembang belum memberikan kesempatan yang luas pada

masyarakatnya sendiri. Pekerja migran muncul sebagai akibat peningkatan

angkatan kerja yang tidak diiringi dengan peningkatan ketersediaan lapangan

pekerjaan. Berdsarkan data yang berkembang dari tahun ke tahun, dapat

diketahui bahwa mayoritas pekerja migran Indonesia adalah perempuan yang

dimana dari jumlah keseluruhan tersebut tersebar di berbagai Negara terdapat

78% pekerja migran perempuan. Catatan akhir tahun perlindungan pekerja

imigran yang dikeluarkan oleh International Labour Organization (ILO)

Indonesia pada Desember 2012 pun menyatakan hal yang serupa. Pekerja migran

Indonesia terbanyak berjenis kelamin perempuan yang bekerja di sector rumah

tangga sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Hasil analisis tersebut

menunjukkan bahwa feminisasi migrasi bukan sekedar melihat kuantitas, tetapi

juga komplek permasalahan spesifik yang muncul sebagai pekerja migran

perempuan. Permasalahan dan kerentanan yang dihadapi yaitu :stratifikasi di

pasar tenaga kerja . kondisi waktu yang dieksploitasi, pelecehan berbasis gender

dan kekerasan, perdagangan manusia (human tracfikking) dan kerja paksa, serta

larangan melakukan reunifikasi keluarga di Negara penempatan. Dengan

memahami akar permasalahan dan kerentanan dalam feminisasi migrasi,

kebijakan dan upaya perlindungan pekerja migran diharapkan akan lebih

berperspektif gender.

B. Rumusan Masalah
Dari, penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa telah terjadi fenomena

feminisasi migrasi pada pekerja migran Indonesia. Feminisasi migrasi terjadi

ketika kuantitas pekerja migran berjenis kelamin perempuan lebih banyak dan

menjadi mayoritas dibandingkan dengan pekerja migran laki-laki.

Meskipun demikian, pemaknaan feminisasi migrasi bukan sekedar kuantitas,

akan tetapi termasuk kedalam dominasi pekerjaan diruang domestic yang secara

stereotype selalu dilekatkan dengan perempuan. Permasalahn ini dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran permasalahan pekerja migran perempuan?

2. Apakah pemahaman mengenai menjadi fenomena feminisasi migrasi pekerja

migran Indonesia, akan berdampak pada upaya penanganan permasalahan

pekerja migran secara umum dan pekerja migran perempuan secara khusus?

C. TUJUAN MASALAH

Makalah Ini menjelaskan lebih mendalam bagaimana fenomena feminisasi

migrasi terjadi pada pekerja migran Indonesia, Termasuk komplesitas

permasalahan yang dihadapi pekerja migran perempuan. Harapannya dengan

memahami fenomena serta feminisasi migrasi tersebut, akan dapat membantu

upaya penanganan permasalahan feminisasi khususnya pekerja migran

perempuan, selain itu makalah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

anggota DPR-RI dan Tim pengawas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Tim

pengawas DPR-RI dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan terhadap

perempuan.atau perlindungan TKI


BAB 11 PEMBAHASAN

Secara umum, permasalahan pekerja migran dapat dihadapi pada masa

pra-penempatan, penempatan, dan purna penepatan, permasalahn pekerja

migran merupakan hal serius yang harus diselesaikan secara

komfrehensif. Kekerasan, ancaman hukuman penjara, eksekusi hukuman

mati, upah yang tidak dibayar, dan korban tracfikking, adalah beberapa

permasalahan pekerja migran yang seringkali terjadi. Pemetaan dan

pemahaman terhadap permasalahan pekerja migran perempuan

merupakan bagian dari fenomena feminisasi migrasi. Ada permasalahan

yang secara spesifik dialami oleh perempuan pekerja migran dikarenakan

ia berjenis kelamin perempuan. Diharapkan permasalahan ini dapat

menjadi frame work dalam penanganan permasalahan pekerja migran

perempuan.

1. Permasalahan Pekerja Migran Perempuan

Sebagai mayoritas secara jumlah, pekerja migran perempuan juga

mendominasi jumlah pekerja migran yang menghadapi berbagai

permasalahan tersebut di atas. Mulai dari overstayers, penipuan oleh

calo, dokumen illegal, hukuman pidana upah tidak dibayar,dan

berbagai bentuk kekerasan.


Adapun akar permasalahan pekerja migran yang terdapat ditelaah

yaitu;

a. Lapangan pekerjaan di Indonesia yang sangat terbatas, kondisi ini

telah menjadi permasalahan sejak lama dan menjadi catatan

penting agar harus dilakukan perbaikan, sehingga pekerja migran

lebih dapat diberdayakan di tanah air;

b. Tingkat pendidikan dan kompetensi. Umumnya pekerja imigran

asal Indonesia memiliki tingkat pendidikan dann kompetensi yang

rendah. Hal ini menjadikan mereka berada sulit berkomunikasi

dan menjalankan pekerjaan dengan baik ditempat pemberi kerja di

Negara penempatan.

c. Sistem perekrutan, pemberangkatan, dan penempatan pekerja

imigran yang belum dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan

peraturan. Hal ini menyebabkan para pekerja migran lebih

cenderung memilih untuk menjadi pekerja migran yang belum

dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan peraturan. Hal ini

menyebabkan para pekerja migran lebih cenderung memilih untuk

menjadi pekerja migran yang illegal daripada terdaftar dan

mengikuti prosedur resmi. Akibatnya, pekerja migran seringkali

menjadi korban perdagangan manusia trafikking. Trafikking untuk

dijadikan pekerja seks di Negara penempatan.

Pada tahun 2011 dengan jumlah kasus WNI 38.880 kasus dalam

jumlah kasus pekerja migran wanita 20.921 kasus.


Sedangkan pada tahun 2013, dengan jumlah kasus WNI 9.359

kasus dalam jumlah kasus pekerja migran wanita 8.287 kasus.

Lebih jauh lagi, menurut data kementrian luar negeri pada bulan

agustus 2013, setidaknya sepanjang tiga tahun terakhir, jumlah

kasus pekerja migran yang terdata semakin menurun dan tingkat

penyelesaiannya oleh pemerintah semakin meningkat

Tahun 2011 kasus WNI 80,9% dalam Kasus pekerja Migran

53,8%, dan tahun 2013 kasus WNI 64,7% dalam kasus pekerja

migran 88,5%.

Contoh kasus Pekerja migran perempuan yang Terancam

Hukuman mati:

a. Satinah asal semarang, divonis bersalah membunuh

majikannya Nura al Gharib pada 2009 . satinah terancam

hukuman pancung. Sampai saat ini pemerintah Indonesia

menyatakan belum mampu membayar uang denda sebesar 18

miliyar.

b. Tuti Tursilawati asal majalengka dituduh membunuh

majikannya suud Al-qitabi pada 2010. Tuti mengaku terpaksa

membunuh karena membela diri akan diperkosa. Persidangan

masih berjalan sampai saat ini.

c. Aminah dan darmawati asal Kalimantan Selatan dituduh

membunuh dan memutilasi seorang pekerja migran bernama

aminah. Keduanya divonis mati pada 20 juni 2010. Saat ini


sedang dalam proses pengajuan pengampunan terhadap raja

arab Saudi.

Permasalahan terjadi di Negara penempatan berkaitan erat

dengan permasalahan sejak pra penempatan atau masih dalam

negeri. Apakah karena dokumen yang tidak resmi, prosedur

yang tidak sesuai, atau persiapan latihan kerja yang tidak

memadai. Permasalahan pekerja migran di Negara penempatan

menjadi semakin sulit ditangani karena perlindungan yang

diberikan oleh pemerintah pun sangat minim. Selama ini

pekerja migran masih dilihat sebagai komoditas penghasil

devisa bagi Negara, bukan sebagai warga negarayang harus

dilindungi sepenuhnya.

2. Memahami Feminisasi migrasi untuk penanganan permasalahan

pekerja migran perempuan

Secara umum, migrasi dan pekerja migran perempuan seringkali

dipandang tidak berbeda dengan migrasi dan pekerja migran laki-laki.

Isu yang menyangkut pengiriman uang ketenagakerjaan, penempatan,

kompetensi, serta dampak social dan transfer nilai antar budaya.

Tetapi apabila dilakukan kajian mendalam terhadap akar penyebabnya

muncul permasalahan. Dan permasalahan tersebut rentan dalam

perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT),

ditambah lagi kerentanan yang harus mereka hadapi karena bekerja


sebagai pekerja domestic. Permasalahan dan kerentanan tersebut

diantaranya adalah;

a. Stratifikasi pasar tenaga kerja, kondisi ini membuat mereka rentan

karena tidak memiliki kekuatan untuk mengubah subordinasi

structural dalam ekonomi global atau tidak memiliki pilihan

pekerjaan yang lebih layak.

b. Kondisi dan waktu kerja yang eksploitatif, sebagai pekerja rumah

tangga ada sebagian waktu dan upah tidak sejalan atau semestinya

yang dibayarkan, bahkan banyak yang mendapat kekerasan, tidak

mendapat cuti atau hari libur, istirahat, bahkan hingga

pemerkosaan.

c. Keterbatasan mobilisasi dan keterbatasan komunikasi, seringkali

majikan melarang pekerja migran PRT perempuan keluar rumah,

karena takut mereka akan melarikan diri, atau kabur dan yang

lainnya.

d. Pelecehan berbasis Gender dan Kekerasan.

e. Perdagangan manusia

f. Larangan melakukan reunifikasi keluarga di Negara penempatan.

Sebagai contoh, kesepakatan antara pemerintah Malaysia dan

Indonesia tidak mengizinkan PRT Migran perempuan untuk

hamil, menikah dengan penduduk setempat,dan membawa

anggota keluarga di Malaysia.


Dengan memahami berbagai permasalahan sebagai akibat

feminisasi migrasi, maka pertlindungan dan penempatan pekerja

migran Indonesia harus dilakukan dengan mengintegrasikan

prinsip perlindungan HAM dan Hak Perempuan. Prinsip-prinsip

tersebut tidak memandang gender atau jenis kelamin.

Implementasi dari undang-undang nomor 6 tahun 2012 tentang

pengesahan konvensi internasional mengenai perlindungan hak-

hak seluruh buruh nigran dan anggota keluarganya sangat

diperlukan. Terutama dalam implementasi ini mencegah

terjadinya perdagangan manusia, kekerasan manusia hingga

pelecehan seksual berbasis gender.


BAB 111 KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai uraian mengenai berbagai permasalahan yang dialami pekerja migran

perempuan, maka dapat dipahami dengan jelas bahwa migrasi bukanlah fenomena netral

gender. Fenomena ini sangat lekat dengan permasalahan diskriminasi gender. Feminisasi

migrasi bukanlah sekedar dominasi pekerja migran perempuan secara kuantitas

saja.termasuk didalammya timbul permasalahan-serta kerentanan untuk dibahas dan

ditindaklanjuti secara kompleks. Dengan memahami feminisasi migrasi maka semakin

menegaskan pula bahwa diperlukan integrasi atau pencegahan dalam perspektif gender

untuk upaya penanganan permasalahan pekerja migran terutama pekerja perempuan .

Oleh karena itu, pembahasan revisi Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang penempatan

dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PTKILN) hendaknya dapat

dipercepat. Dan undang-undang ini harus lebih berperspektif gender. Dan mengintegrasikan

seluruh pekerja migran wanita dalam implementasi undang-undang no. 6 tahun 2012 tentang

mengenai konvensi internasional mengenai perlindungan hak-hak seluruh buruh migran dan

anggota keluarganya harus segera dilakukan dengan menyusun berbagai peraturan

operasional. Termasuk dalam mempercepat penyususnan undang-undang tentang pekerja

rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA

 Azmy, Ana Shabana. (20120. Negara dan buruh migran perempuan : menelaah

kebijakan perlindungan masa pemerintahan Susilo bambang Yudhoyono 2004-2010.

Jakarta : yayasan Obor Indonesia

 Effendi, Bahtiar.(20120. Kata pengantar dalam Buku Negara dan buruh migran
perempuan : menelaah kebijakan perlindungan masa pemerintahan Susilo bambang
Yudhoyono 2004-2010. Jakarta : yayasan Obor Indonesia
 The Female Face of Migration, background paper, Caritas Internationalis.

 Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PTKILN)

 Undang –undang Nomor 6 tahun 2012 tentang pengesahan konvensi internasional

mengenai perlindungan hak-hak seluruh buruh migran dan anggota keluarganya

 Article : FENOMENA PEKERJA MIGRAN INDONESIA : FEMINISASI

MIGRASI, Dina Martiany, 29 November 2013, disetujui 18 desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai