Anda di halaman 1dari 23

Laporan pendahuluan

A. DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun solid,
jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2017). Kista ovarium (kista indung telur) berarti
kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium)
(Nugroho, 2011) Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi
cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung
telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama
masa kehamilan (Bilotta. K, 2012). Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong
berisi cairan di dalam jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2015)

Gambar : Rahim normal dan kiata ovarium


Sumber : http://kistaovarium.org/
B. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho (2011), klasifikasi kista ovarium adalah :
1. Tipe Kista Normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang paling banyak
ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus luteum, terjadi bersamaan
dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada masa subur,
untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap dibuahi oleh sperma. Setelah
pecah, kista fungsional akan menjadi kista folikuler dan akan hilang saat
menstruasi. Kista fungsional terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum.
Keduanya tidak mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang
sendiri dalam waktu 6 – 8 minggu.

Gambar : kista ovarium fungsional


Sumber : http://kistamioma.com/tag/kista-ovarium-fungsional

2. Tipe Kista Abnormal


a. Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur. Biasanya bersifat
jinak, namun dapat membesar dan dapat menimbulkan nyeri.
b. Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista coklat karena
berisi timbunan darah yang berwarna coklat kehitaman.
c. Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti kulit, kuku,
rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di kedua bagian indung
telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak menimbulkan gejala.
d. Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang berada
di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya lapisan
endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat, terutama saat
menstruasi dan infertilitas.
e. Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga menimbulkan
nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
f. Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein yang
sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum haematoma.

Gambar : kista corpus luteum


Sumber : http://www.ladycarehealth.com/causes-of-different-ovarian-
cysts/
g. Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan melepaskan sel
telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan. Ovarium akan membesar
karena bertumpuknya kista ini. Kista polikistik ovarium yang menetap
(persisten), operasi harus dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar
tidak menimbulkan gangguan dan rasa sakit.
Gambar : kista polikistik ovarium
Sumber : http://pcos-disease.blogspot.com/2010/11/polycystic-ovarian-
syndrome_06.html

C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2011), kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan)
hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan hormon). Kista
folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami
involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi didalam korpus
luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena tumor,
disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus
menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus
luteum, sel telur.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2011), kebanyakan wanita
yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun
beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
E. PATHOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk
secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan
dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium
karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan
membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature.
Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada
oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun
bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi
normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho, 2011).
F. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada kista ovarium
diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut.
Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas
di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta
dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan kista
membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang
minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan
terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm
atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum rotundum pada
uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi infark, peritonitis
dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma,
TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium normal.
Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi. Gejalanya meliputi
nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat
terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa
dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang, setiap kista
dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
d. Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma, seperti
jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat bersetubuh. Jika
robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan bebas
berlangsung ke uterus ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri
terus menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama
terhadap kemungkinan perubahan keganasannya. Adanya asites dalam hal ini
mencurigakan. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopause
sehingga besar kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor
inilah yang menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperolehkepastian sebelum
dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari
gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial diagnosis.
Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah
(Bilotta, 2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuahtumor berasal dari
ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal
dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat
pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
Gambar : USG kista ovarium

3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada
kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perludiperhatikan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding
kista tertusuk.

H. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1 -2
bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau
dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho,
2011).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi harus
dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi harus
dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama. Kista berukuran besar dan menetap
setelah berbulan-bulan biasanya memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu,
wanita menopause yang memiliki kista ovarium juga disarankan operasi
pengangkatan untuk meminimalisir resiko terjadinya kanker ovarium. Wanita usia
50-70 tahun memiliki resiko cukup besar terkena kenker jenis ini. Bila hanya
kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut ovarian cystectomy. Bila
pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba fallopi, maka disebut
salpingo oophorectomy. Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium
dan jenis kista. Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit
(twisted) dan menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat
pembedahan (emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut
Yatim, (2015) Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut
Yatim, (2015) yaitu:
a. Apabila kistanya kecil (misalnya, sebesar permen) dan pada pemeriksaan
sonogram tidak terlihat tanda-tanda proses keganasan, biasanya dokter melakukan
operasi dengan laparoskopi. Dengan cara ini, alat laparoskopi dimasukkan ke
dalam rongga panggul 23 dengan melakukan sayatan kecil pada dinding perut,
yaitu sayatan searah dengan garis rambut kemaluan.
b. Apabila kistanya besar, biasanya pengangkatan kista dilakukan dengan
laparatomi. Teknik ini dilakukan dengan pembiusan total. Dengan cara
laparotomi, kista bisa diperiksa apakah sudah mengalami proses keganasan
(kanker) atau tidak. Bila sudah dalam proses keganasan, operasi sekalian
mengangkat ovarium dan saluran tuba, jaringan lemak sekitar serta kelenjar limfe.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN KISTA OVARIUM

A. PENGKAJIAN
1. Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi
yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Perawat
mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang
perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen kolaborasi perawat akan
melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah
mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien.
(Muslihatun, dkk. 2019).
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru
dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya
sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan sehari-
hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
g) Alamat : Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.

2) Alasan Kunjungan Alasan apa yang mendasari ibu datang.


Tuliskan sesuai uangkapan.
a) Keluhan Utama
Dikaji dengan benar-benar apa yang dirasakan ibu untuk mengetahui
permasalahan utama yang dihadapi ibu mengenai kesehatan reproduksi.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang lalu
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang dulu pernah diderita yang dapat
mempengaruhi dan memperparah penyakit yang saat ini diderita.
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada saat ini yang berhubungan dengan gangguan reproduksi
terutama kista ovarium.
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini dikaji untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gaangguan kesehatan pasien.
c) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, berapa kali menikah, syah atau tidak,
umur berapa menikah dan lama pernikahan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus, lama menstruasi,
banyak menstruasi, sifat dan warna darah,
disminorhoe atau tidak dan flour albus atau tidak. Dikaji untuk mengetahui
ada tidaknya kelainan system reproduksi sehubungan dengan menstruasi.
e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Bertujuan untuk mengetahui apabila terdapat penyulit, maka bidan harus
menggali lebih spesifik untuk memastikan bahwa apa yang terjadi pada ibu
adalah normal atau patologis.
f) Riwayat KB
Dikaji untuk mengetahui alat kontrasepsi yang pernah dan saat ini
digunakan ibu yang kemungkinan menjadi penyebab atau berpengaruh pada
penyakit yang diderita saat ini.
g) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi
Dikaji tentang kebiasaan makan, apakah ibu suka memakan makanan
yang masih mentah dan apakah ibu suka minum minuman beralkohol
karena dapat merangsang pertumbuhan tumor dalam tubuh.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air
kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah
menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau
tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada
pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan
klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen
pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang
dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta
pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak,
bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga : Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau
tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak.
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan pembesaran
perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau
tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau
tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau
tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan
muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan
untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.

2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2019).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan menjadi diagnosa
keperawatan dan masalah.
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama ibu, umur
ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil
mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat melakukan
asuhan yang aman (Purwandari, 2008:79).
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa
data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak
segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2019).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter.
Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2019).
5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau
data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2018).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga
dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa yang akan
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi,
budaya, atau 40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana
asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan rencana
tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2018).
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi
oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya
sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu
dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2019).
7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi dalam masalah
dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain
belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum,
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses
manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut
(Purwandari, 2018).

Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang


memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta orientasi proses
klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua
langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin
manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2018).

Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2019) pendokumentasian atau catatan manajemen keperawatan
dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan singkatan dari:
1) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
2) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
3) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data
subjektif dan objektif.
4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya
kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.
B. DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium
adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik

C. INTERVENSI
Pre Operasi

RENCANA KEPERAWATAN

N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
cidera biologi selama 3x24 jam diharapkan nyeri Pain Management
pasien berkurang - Lakukan pengkajian nyeri secara
NOC : komprehensif termasuk lokasi,
 Pain Level, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Pain control, kualitas dan faktor presipitasi

 Comfort level - Observasi reaksi nonverbal dari

Kriteria Hasil : ketidaknyamanan

- Mampu mengontrol nyeri (tahu - Gunakan teknik komunikasi

penyebab nyeri, mampu terapeutik untuk mengetahui

menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien

nonfarmakologi untuk mengurangi - Kaji kultur yang mempengaruhi

nyeri, mencari bantuan) respon nyeri

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Evaluasi pengalaman nyeri masa

dengan menggunakan manajemen lampau


nyeri - Evaluasi bersama pasien dan tim
- Mampu mengenali nyeri (skala, kesehatan lain tentang
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Menyatakan rasa nyaman setelah lampau
nyeri berkurang - Bantu pasien dan keluarga untuk
- Tanda vital dalam rentang normal mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Kecemasan bd Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :
diagnosis dan selama 3x 24 jam diharapakan cemasi Anxiety Reduction (penurunan
pembedahan terkontrol kecemasan)
NOC : - Gunakan pendekatan yang
 Anxiety control menenangkan
 Coping - Nyatakan dengan jelas harapan
Kriteria Hasil : terhadap pelaku pasien
- Klien mampu mengidentifikasi dan - Jelaskan semua prosedur dan apa
mengungkapkan gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
- Mengidentifikasi, mengungkapkan - Temani pasien untuk memberikan
dan menunjukkan tehnik untuk keamanan dan mengurangi takut
mengontol cemas - Berikan informasi faktual mengenai
- Vital sign dalam batas normal diagnosis, tindakan prognosis
- Postur tubuh, ekspresi wajah, - Dorong keluarga untuk menemani
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas anak
menunjukkan berkurangnya - Lakukan back / neck rub
kecemasan - Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
- Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

Post Operasi

 RENCANA KEPERAWATAN
N DIANGOSA
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :
injuri fisik keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien - Lakukan pengkajian nyeri secara
berkurang komprehensif termasuk lokasi,
NOC : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
 Pain Level, dan faktor presipitasi
 Pain control, - Observasi reaksi nonverbal dari

 Comfort level ketidaknyamanan

Kriteria Hasil : - Gunakan teknik komunikasi terapeutik

- Mampu mengontrol nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri

(tahu penyebab nyeri, mampu pasien


menggunakan tehnik - Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nonfarmakologi untuk nyeri
mengurangi nyeri, mencari - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
bantuan) - Evaluasi bersama pasien dan tim
- Melaporkan bahwa nyeri kesehatan lain tentang ketidakefektifan
berkurang dengan kontrol nyeri masa lampau
menggunakan manajemen - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
nyeri dan menemukan dukungan
- Mampu mengenali nyeri - Kontrol lingkungan yang dapat
(skala, intensitas, frekuensi mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
dan tanda nyeri) pencahayaan dan kebisingan
- Menyatakan rasa nyaman - Kurangi faktor presipitasi nyeri
setelah nyeri berkurang - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Tanda vital dalam rentang (farmakologi, non farmakologi dan inter
normal personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan NIC :
penurunan keperawatan selama 3x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
NOC : pasien lain
 Immune Status - Pertahankan teknik isolasi
 Knowledge : Infection - Batasi pengunjung bila perlu
control - Instruksikan pada pengunjung untuk
 Risk control mencuci tangan saat berkunjung dan

Kriteria Hasil : setelah berkunjung meninggalkan pasien

- Klien bebas dari tanda dan - Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci

gejala infeksi tangan


- Mendeskripsikan proses - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
penularan penyakit, factor tindakan kperawtan
yang mempengaruhi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
penularan serta pelindung
penatalaksanaannya, - Pertahankan lingkungan aseptik selama
- Menunjukkan kemampuan pemasangan alat
untuk mencegah timbulnya - Ganti letak IV perifer dan line central dan
infeksi dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Jumlah leukosit dalam batas - Gunakan kateter intermiten untuk
normal menurunkan infeksi kandung kencing
- Menunjukkan perilaku hidup - Tingktkan intake nutrisi
sehat - Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
3. Hambatan Setelah Dilakukan Tindakan NIC :
mobilisasi fisik Keperawatan selama 3x24 jam Terapi latihan fisik : Mobilitas sendi
berhubungan diharapkan hambatan mobilitas - Monitoring vital sign sebelm/sesudah
dengan kelemahan fisik dapat teratasi. latihan dan lihat respon pasien saat
fisik NOC : Mobilitas latihan
Kriteria Hasil : - Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
1. Klien meningkat dalam lain tentang teknik ambulasi
aktivitas fisik - Kaji kemampuan pasien dalam
2. Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas - Latih pasien dalam pemenuhan
3. Memverbalisasikan perasaan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
dalam meningkatkan kemampuan
kekuatan dan kemampuan - Ajarkan pasien bagaimana merubah
berpindah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa
Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.

Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II.
Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Lowdermil, Perta. 2005.  Maternity Women’s Health Care. Seventh edit.

Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta :


Nuha Medika

Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC

Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwomo Prawirohardjo

Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai