Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

A. Pengertian

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil ( Bobak, 2011).
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm,
tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan
persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2015).
Partus spontan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan dengan ketentuan ibu atau tanpa anjuran atau
obatobatan (prawiroharjo, 2020).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan (Mohtar, 2018).

B. Anatomi Dan Fisiologi

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang
terletak di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang
menjadi matur akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak,
2005).
1. Stuktur eksterna

41
a. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia
externa. Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk
lonjong, berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir
kecil sampai ke belakang dibatasi perineum.
b. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak
subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan
jaringan ikat jarang di atas simfisis pubis. Mons pubis
mengandung banyak kelenjar sebasea dan ditumbuhi rambut
berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, mons
berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama
koitus.

c. Labia mayora

41
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung
yang menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan
mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah
bawah mengililingi labia minora, berakhir di perineum pada garis
tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius,
dan introitus vagina. Pada wanita yang belum pernah melahirkan
anak pervaginam, kedua labia mayora terletak berdekatan di garis
tengah, menutupi stuktur-struktur di bawahnya.
Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina
atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus
vagina terbuka.
Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia
mayora. Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya
memiliki pigmen lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan
ditutupi rambut yang kasar dan semakin menipis ke arah luar
perineum. Permukaan medial labia mayora licin, tebal, dan tidak
tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan,
nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf
yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama rangsangan
seksual.

d. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan
lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang ,
memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan dan menyatu
dengan fourchett. Sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora
sama dengan mukosa vagina. Pembuluh darah yang sangat banyak
membuat labia berwarna merah kemerahan dan memungkankan

41
labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau
stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga melumasi
vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora
sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
e. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang
terletak tepat di bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak
terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6x6 mm atau
kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih sensitif dari
pada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan
badan klitoris membesar.
Kelenjar sebasea klitoris menyekresi smegma, suatu
substansi lemak seperti keju yang memiliki aroma khas dan
berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari kata dalam
bahasa yunani, yang berarti ‘’kunci’’ karena klitoris dianggap
sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan
persarafan yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap
suhu, sentuhan dan sensasi tekanan.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti
perahu atau lojong, terletak di antara labia minora, klitoris dan
fourchette. Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar
parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum
yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia.
Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua kelenjar di
dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi orifisium
vagina.
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan
tipis, dan terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan

41
minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan
dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen
h. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara
introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan
perineum.

2. Struktur interna

a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan
di belakang tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada
tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang
memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira
setinggi krista iliaka anterosuperior, dan ligamentum ovarii
proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua fungsi ovarium
adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat

41
lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium
juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam
jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
fungsi wanita normal.
b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini
memanjang ke arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar
dan berlekuk-lekuk mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini
kira-kira 10 cm dengan berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi
merupakan jalan bagi ovum. Ovum didorong di sepanjang tuba,
sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh gerakan peristaltis lapisan
otot. Esterogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan
peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan fungsi sekresi
lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih,
cekung yang tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal
memiliki bentuk simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba
padat. Uterus terdiri dari tiga bagian, fudus yang merupakan
tonjolan bulat di bagian atas dan insersituba fallopi, korpus yang
merupakan bagian utama yang mengelilingi cavum uteri, dan
istmus, yakni bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan
korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen uterus bagian
bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus
menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan
persalinan.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
1) Endometrium yang mengandung banyak pembuluh darah ialah
suatu lapisan membran mukosa yang terdiri dari tiga lapisan :

41
lapisan permukaan padat, lapisan tengah jaringan ikat yang
berongga,danlapisan dalam padat yang menghubungkan
indometrium dengan miometrium.
2) Miometrum yang tebal tersusun atas lapisan – lapisan serabut
otot polos yang membentang ke tiga arah. Serabut longitudinal
membentuk lapisan luar miometrium, paling benyak ditemukan
di daerah fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk
mendorong bayi pada persalinan.
3) Peritonium perietalis
Suatu membran serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali
seperempat permukaan anterior bagian bawah, di mana
terdapat kandung kemih dan serviks. Tes diagnostik dan bedah
pada uterus dapat dilakukan tanpa perlu membuka rongga
abdomen karena peritonium perietalis tidak menutupi seluruh
korpus uteri.

d. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat
melipat dan mampu meregang secara luas. Mukosa vagina
berespon dengan cepat terhadap stimulai esterogen dan
progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus
menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil dari
mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon
seks steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau
bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina
dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas
lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir
dari vagina mempertahankan kebersihan relatif vagina.

41
C. Etiologi

Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah


cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
jalan lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala :
a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan
berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12
jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan
interval 2 sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik.
Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua
kekuatan, His dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga
kepala membuka pintu. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh
putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung kepala
dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu
belakang. Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan
sisa badan bayi yang diikuti dengan sisa air ketuban.
c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya
plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus
terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi
perdarahan.
d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi
karena

41
perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,
observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya
perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).
2. Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor
janin, dan faktor persalinan pervaginam.
a. Faktor Ibu
1) Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2013, paritas adalah jumlah
kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim
(lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan
terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah
dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya ( Oxorn, 2013).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan
kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir
selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan
berikutnya (Sarwono, 2015).

2) Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran
bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi.
Ibu harus didukung untuk meneran dengan benar pada saat ia
merasakan dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson,
2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif
pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2015).
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000
gram (Rayburn, 2011).

41
Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma
persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan
fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan
lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada
perineum (Rayburn, 2011).
2) Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan
sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul
ibu
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin
memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada
waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika
sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian
terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2013).
b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian
(pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka
yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan
penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah
adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm,
merupakan diameter antero posterior kepala janin yang
terpanjang (Oxorn, 2013).
c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan
kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub
bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan
posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi

41
empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi
bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi
bokong lutut (Oxorn, 2013).
c. Faktor Persalinan Pervaginam
1) Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin
dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif
dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya ( Mansjoer,
2012).
2) Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin
dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin
(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu
karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan
portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum,
pecahnya varices vagina (Oxorn, 2013).
3) Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan
jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur
organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang
yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi
tersebut (Syaifudin, 2012).
4) Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung
sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan
oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat,
atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya
rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya
proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2015).

41
D. Patofisiologi

1. Adaptasi Fisiologi
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di
atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di
pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat
sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu
setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu
setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu
keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan
progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca

41
partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah
plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya,
dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir
karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
3. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, adaptasi psikologis ibu post partum dibagi
menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan
dimana ibu membutuhkan perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini
dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru.
Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu
muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik
sehingga ia dapat istirahat dengan baik
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran.
Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang
baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali
dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.

41
E. Manifestasi klinik

Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil.
Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan (Bobak, 2014).
1. Sistem reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Uterus, pada waktu hamil
penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi
kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua
minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada
di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 5060gr.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi
pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam
pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler
diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta

41
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area
yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan
endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik
dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi
karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai
pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas
tempat plasenta.

d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea
rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu
setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat
dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah
uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari
setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap
ke ukuran sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae
akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.

41
2. Sistem endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek
diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun
secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan
payudara dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui
dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi
pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama
pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium
tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin
meningkat (Bowes, 2011).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hami.
4. Sistem urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum
hamil (Cunningham, dkk ; 2013).

41
5. Sistem cerna
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan.
6. Payu dara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau
keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara
teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara
teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap
selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari
puting susu.
7. Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah

41
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan
ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit
karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba
kembali ke sirkulasi umum (Bowes, 2011).
c. Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita
dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
(Bowes, 2011).
8. Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang dialami
wanita saat bersalin dan melahirkan.
9. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat
berat ibu akibat pemsaran rahim.
10. Sistem integumen

41
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan
menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan
panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang seluruhnya.
F. Klasifikasi Ruptur Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2018), derajat ruptur


perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan
adalah:
1) Vagina
a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
b Ruptur perineum derajat dua, denga jaringa yan mengala
. robekan adalah : n n g mi

1) Mukosa Vagina
a) Komisura posterior
b) Kulit perineum
c) Otot perineum

c denga jaringa yan mengala


. Ruptur perineum derajat tiga, n n g mi
robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat dua
2) Otot sfingter ani
d. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
1) Sebagaimana ruptur derajat tiga
2) Dinding depan rectum

41
G. Komplikasi

1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama
periode post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah
lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada
satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 2018).
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut
lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat
berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga penyebap utama
perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi
dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post
partum. Uterus yang sangat teregang (hidramnion, kehamilan
ganda, dengan kehamilan dengan janin besar), partus lama dan
pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya atonia
uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan
segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio

41
plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30
menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi
uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas
jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri (Wikenjosastro, 2000).
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post
partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya
kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.
Penyebap klasik adalah : streptococus dan staphylococus aureus dan
organisasi lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi
puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran
memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis (Novak, 1999).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau
pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali
dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan
pertamapost partum (Novak, 1999).
5. Infeksi saluran kemih
Insidenmencapai 2-4 % wanita post partum,
pembedahan
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak
adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis

41
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan
meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler,
akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh
darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan trombosis
(pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari
500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil
menyebapkan kematian terbanyak di Amerika (Novak. 2019).
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai
beberapa minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa
takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian
tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya.
Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala, ganguan makan,
dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan
semangat (Novak, 2019).
H. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan


kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2014).
Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan
pada mukosa vagina.

41
I. Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan


cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan
jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya
dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak
baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 2018).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir,
segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta
atau plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada
robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi
lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan
segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur
atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan
catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut
secara jelujur.

41
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada
dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan
fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga
bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum
Menurut Mochtar (2018) persalinan yang salah merupakan salah
satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal (2018) kerjasama dengan ibu dan
penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi
kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau
meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum
spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi,
stress, atau dehidrasi.
2. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan
darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan
pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan
dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.

41
4. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik,
narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini
diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.


2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan
proses persalinan.
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
6. Resiko Perdarahan berhubungan dengan komplikasi pasca partum

C. Fokus Intervensi dan Rasional

41
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil

Nyeri berhubungan Setelah diberikan MANAJEMEN NYERI (I.


dengan involusi uterus, tindakan keperawatan 08238)
nyeri setelah melahirkan. selama 3x24 jam
diharapkan tingkat 1. Observasi
nyeri menurun. o lokasi,
Dengankriteria hasil karakteristik
, durasi,
frekuensi,
1. Skala nyeri
kualitas,
berkurang
2. Tidak ada tanda
intensitas

tanda tanda nyeri nyeri


o Identifikasi
skala nyeri
o Identifikasi
respon nyeri
non verbal
o Identifikasi
faktor yang
memperbera
t dan
memperinga
n nyeri
o Identifikasi
pengetahuan

41
dan
keyakinan
tentang
nyeri
o Identifikasi
pengaruh
budaya
terhadap
respon nyeri
o Identifikasi
pengaruh
nyeri pada
kualitas
hidup
o Monitor
keberhasilan
terapi
komplement
er yang
sudah
diberikan
o Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
o Berikan

41
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
(mis. TENS,
hypnosis,
akupresur,
terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat,
aroma
terapi,
teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/ding
in, terapi
bermain)
o Control
lingkungan
yang
memperbera
t rasa nyeri
(mis. Suhu

41
ruangan,
pencahayaa
n,
kebisingan)
o Fasilitasi
istirahat dan
tidur
o Pertimbangk
an jenis dan
sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredakan
nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu
nyeri
o Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
o Anjurkan
memonitor

41
nyri secara
mandiri
o Anjurkan
menggunaka
n analgetik
secara tepat
o Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogis untuk
mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi
pemberian
analgetik, ji
ka perlu

Resiko tinggi infeksi Setelah diberikan PENCEGAHAN INFEKSI


berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.14539)
laserasi dan selama 3x24 jam
proses persalinan. diharapkan tingkat
infeksi berkurang Observasi
dengan kriteria hasil

41
a) Tanda tanda infeksi Identifikasi riwayat kesehatan dan
berkurang riwayat alergi

Identifikasi kontraindikasi
pemberian imunisasi

Identifikasi status imunisasi setiap


kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik

Berikan suntikan pada pada bayi


dibagian paha anterolateral

Dokumentasikan informasi
vaksinasi

Jadwalkan imunisasi pada interval


waktu yang tepat

Edukasi

41
Jelaskan tujuan, manfaat, resiko
yang terjadi, jadwal dan efek
samping

Informasikan imunisasi yang


diwajibkan pemerintah

Informasikan imunisasi yang


melindungiterhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah

Informasikan vaksinasi untuk


kejadian khusus

Informasikan penundaan pemberian


imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali

Informasikan penyedia layanan


pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis

Resiko menyusui tidak Setelah diberikan Konseling laktasi

41
efektif berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan kurang selama 3x24 jam 1. Observasi keadaan
pengetahuan cara diharapkan kemampuan emosional ibu, saat akan
perawatan payudara bagi memberikan asi dilaksanakan konseling
ibu menyusui. meningkat menyusui
2. Identifikasi keinginan dan
tujuan untuk menyusui
Dengan kriteria hasil 3. Identifikasi permasalahan
saat proses menyusui
Terapeutik
1. Tetesan ASI 1. Gunakan teknik mendengar
meningkat aktif
2. Hisapan bayi 2. Berikan pujian terhadap
meningkat perilaku yang bener
Edukasi
1. Ajarkan teknik menyusui
yang benar sesuai
kebutuhan ibu

Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri


berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
kelemahan selama 3x 24 jam 1. Identifikasi kebiasaan
diharapkan perawatan aktivitas perawatan sesuai
usia
2. Monitor tingkat

41
diri meningkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan Alat
bantu kebersihan diri
Dengan kriteria hasil Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang
terapeutik
1. Kemampuan 2. Siapkan keperluan pribadi
melakukan 3. Dampingi melakukan
aktivitas perawatan sampai mandiri
meningkat Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan DUKUNGAN AMBULASI
berhubungan dengan tindakan keperawatan (1.06171)
nyeri selama 3x24 jam
diharapkan tingkat Observasi
mobilitas meningkat Identifikasi adanya nyeri atau
Dengan kriteria hasil keluhan fisik lainnya
1. Tingkat Identifikasi toleransi fisik
kemandirian melakukan ambulasi
melakukan Monitor frekuensi jantung dan
aktivitas tekanan darah sebelum memulai
meningkat ambulasi
Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (mis. tongkat, kruk)
Fasilitasi melakukan mobilisasi

41
fisik, jika perlu
Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
Resiko Perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
komplikasi pasca partum diharapkan perdarahan
menurun dengan Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil: perdarahan
Monitor nilai
hematokrit/homoglobin sebelum
1. Mukosa lembab dan setelah kehilangan darah
2. Kelembaban Monitor tanda-tanda vital ortostatik
kulitu Monitor koagulasi (mis.
meningkat Prothombin time (TM), partial
thromboplastin time (PTT),
fibrinogen, degradsi fibrin dan atau
platelet)
Terapeutik
Pertahankan bed rest selama
perdarahan

41
Batasi tindakan invasif, jika perlu
Gunakan kasur pencegah dikubitus
Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
Anjurkan mengunakan kaus kaki
saat ambulasi
Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi
Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
Anjurkan meningkatkan asupan
makan dan vitamin K
Anjrkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat dan
mengontrol perdarhan, jika perlu
Kolaborasi pemberian prodok
darah, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu

D. Implementasi
No Diagnosa keperawatan Implementasi

41
1. Nyeri berhubungan 1. Mengidentifikasi lokasi, skala, tanda dan gejala
dengan involusi uterus, nyeri
nyeri setelah 2. Mengidentifikasi lingkungan memperberat nyeri
melahirkan 3. Memberikan lingkungan yg nyaman
4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam

2. Resiko tinggi infeksi 1. Mengidentifikasi riwayat alergi


berhubungan dengan 2. Memberikan edukasi pentingnya imunisasi
laserasi dan 3. Menginformasikan manfaat vaksinasi
proses persalinan.

3. Resiko menyusui tidak 1. Mengidentifikasi kondisi mental ibu untuk proses


efektif berhubungan menyusui
dengan kurang 2. Mengidentifikasi keinginan dan tujuan menyusui
pengetahuan cara 3. Mengajarkan cara menyusui dengan benar
perawatan payudara
bagi ibu menyusui.

4. Defisit perawatan diri 1. Mengidentifikasi kemampuan mandiri


berhubungan dengan 2. Mengidentifikasi tingkat kemandirian
kelemahan 3. Mengidentifikasi alat bantu aktivitas mandiri

41
5. Gangguan mobilitas 1. Mengidentifikasi skala nyeri
fisik berhubungan 2. Mengidentifikasi skala nyeri dan toleransi nyeri
dengan nyeri 3. Memonitor frekuensi jantung
4. Memonitor kondisi umum pasien

6. Resiko Perdarahan 1. Memonitor tanda tanda perdarahan


berhubungan dengan 2. Memonitor keadaan umum pasien
komplikasi pasca 3. Memonitor nilai hemaktorit
partum

E. Evaluasi

41
Diagnosa keperawatan Evaluasi

Nyeri berhubungan S: ps mengatakan masih merasakan nyeri


dengan involusi uterus, O: Skala nyeri 6, TD 130/80
nyeri setelah melahirkan A: Masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

Resiko tinggi infeksi S: ps mengatakan mengerti tentang pembahasan yang dijelaskan


berhubungan dengan O: TD 130/90 N: 89x
laserasi dan A: masalah teratasi
proses persalinan. P: intervensi dihentikan

Resiko menyusui tidak S: ps mengatakan mengerti tentang manfaat pemberian asi


efektif berhubungan O: ps paham, dan bisa menjawab pertanyaan yang diberikan
dengan kurang A: Masalah teratasi
pengetahuan cara P: intervensi dihentikan

Defisit perawatan diri S: ps mengatakan masih belum mampu melakukan aktivitas secara
berhubungan dengan mandiri
kelemahan O: aktifitas ps masih dibantu
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

41
Gangguan mobilitas S: ps mengatakan masih susah buat bermonilisasi karena masih
fisik berhubungan nyeri
dengan nyeri O: skala nyeri 7, TD 130/90
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan
Resiko Perdarahan S: ps mengatakan perdarahan tidak ada
berhubungan dengan O: tanda tanda perdarahan tidak ditemukan

41
komplikasi pasca partum A: masalah belum teratasi
P: intervensi dihentikan

41

Anda mungkin juga menyukai