Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP NYERI

PADA PASIEN POST OP APENDISITIS DI RSUD SLEMAN


EFFECT SLOW DEEP BREATHING OF PAIN IN POST OP APENDISITIS IN
RSUD SLEMAN

Ike Nurjana Tamrin¹, Elsye Maria Rosa¹, Dianita Subagyo¹

1. Program Studi Magister Keperawatan, Program Pasca Sarjana, Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta. Email ikhetamrin26@gmail.com

ABSTRAC

Background: Slow Deep Breathing (SDB) is a breathing technique that can be


used below 10 times per minute with a long phase of breathing. Objective: Effects
of Slow Respiratory In the decrease of pain level in RSUD Sleman Method:
Experimental design with pre-post test type without control group design.
Samples of 30 respondents with Acidental Sampling Result: There is effect of
Slow Deep Breathing on the pain decrease p 0,001@ 0,05 where P <0,05 can be
concluded that there is significant difference. Conclusion: Slow Respiratory
Exercise Slowly Reduces Pain Rate in Post-Appendicitis Patients at RSUD
Sleman

Keywords : Appendicitis, pain and Slow Deep Breathing


ABSTRAK

Latar Belakang : Slow Deep Breathing (SDB) yaitu teknik pernapasan dimana
frekuensi pernapasan bagian dalam berada di bawah 10 kali per menit dengan fase
panjang pernafasan. Tujuan: Pengaruh Slow Deep Breathing terhadap penurunan
tingkat nyeri di RSUD Sleman. Metode: Desain quasy-experiment dengan tipe
pre-post test tanpa desain control group. Sampel 30 responden dengan Acidental
Sampling Hasil: Ada pengaruh Slow Deep Breathing terhadap penurunan nyeri p
0,001 @ 0,05 dimana P <0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan. Kesimpulan: Latihan Slow Deep Breathing secara signifikan
mengurangi tingkat Nyeri pada pasien pasca-apendisitis di RSUD Sleman

Kata kunci:,Slow Deep Breathing, Nyeri

Ike nurjana Tamrin.1 Magister Keperawatan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta


alan Brawijaya, Kasihan, Geblagan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55183, Email: Ikhetamrin26@gmail.com
PENDAHULUAN

Sistemgastrointestinal besar dibandingkan dengan


merupakan suatu penyakit yang perempuan (Eylin. 2015).
sebagian besar penderita mencari
Pada kasus Apendisitis paling
pertolongan secara medis. Salah
banyak dilakukan pembedahan
satu penyebab kasus rawat inap di
(operasi) dengan perkembangan
Amerika Serikat salah satunya
teknologi yang semakin maju dalam
yaitu Apendisitis. ). Insiden terjadi
hal pembedahan kususnya pada
pada Apendisitis akut dinegara
prosedur tindakan bedah yang
maju lebih tinggi dibandingan
mengalami kemajuan pesat. Setiap
dengan negara berkembang.
pembedahan selalu berhubungan
Insiden ini menurun sekitar 25
dengan adanya insisi ataupun sayatan
tahun terakhir namun pada negara
hal ini merupakan trauma pada
berkembang justru semakin
penderita yang dapat menyebabkan
meningkat hal ini kemungkinan
berbagai keluhan dan gejala dimana
disebabkan oleh perubahan
salah satu dikeluhakan oleh berbagai
ekonomi dan pola hidup seseorang
penderita yang merasakan adanya
(Lowrence,.2010). menurut World
nyeri.
Health Organization (WHO)
menunjukan bahwa insiden Sesuai dengan realita yang terjadi
Apendistis pada tahun 2014 bahwa hal ini banyak ditemukan
mencapai 8 % dari populasi dilapangan bahwa pasien yang
penduduk dunia. Data yang dirilis mengalami nyeri akibat proses
kementrian kesehatan RI pada pembedahan sebanyak 80 %
tahun 2013 jumlah penderita mengeluh nyeri nyeri merupakan
Apendisitis di Indonesia sebesar suatu keluhan yang sering terjadi
591.819 orang dan meningkat pada ataupun dialami oleh penderita post
tahun 2013 sebesar 604.438 orang. operasi adalah nyeri akut yang
Kelompok usia antara 10- 30 tahun diakibatkan oleh luka insisi post
dimana insiden laki laki lebih operasi(Potter&Perry,.2009).. Dalam
penanganan nyeri biasanya hanya
diberikan pengobatan saja sedangkan ventilisasi paru dan meningkatkan
pemberian non farmakologi tidak oksigenasi darah. Selain itu
diperhatikan dalam keperawatan mempengaruhi pasien yang
padahal salah satu penangnan mengalami nyeri kronis. Relaksasi
perawat yang perlu diperhatikan yaitu sempurna dapat mengurangi
pemberian terapi non farmakologis ketegangan otot, rasa jenuh dan
(Long, B. C.2008). Terapi non kecemasan yang dapat menghambat
farmakologi belum banyak stimulus nyeri. Hal ini sesuai dengan
diterapkan oleh perawat dirumah penelitian yang dialakukan
sakit padahal perawat banyak (Kusumawati. 2010). .
mendapat kesempatan dibandingkan METODE
oleh tenaga kesehatan dalam PENELITIAN
penangnan nyeri. Perawat dengan Penelitian ini menggunakan quasy-
mengunakan pengetahuannya dapat experiment dengan tipe pre –post test
mengatasi masalah nyeri post operasi without control group design
bedah baik secara mandiri maupun (Nursalam. 2013).. Teknik sampling
berkoloborasi dalam pemberian obat yang digunakan dalam penelitian ini
sehingga dapat mengatasi masalah adalah Acidental Sampling
nyeri salah satunya dengan (Notoatmodjo. 2012). Sesuai dengan
menggunakan terapi non farmakologi kriteria inklusi didapatkan sebanyak
yaitu slow deep breathing Slow deep 30 Responden Penelitian dilakukan
breathing merupakan salah satu selama 2 bulan di rawat inap bedah.
bentuk asuhan keperawatan yang Instrumen yang digunakan dalam
dalam hal ini perawat mengajarkan penilaian nyeri dengan menggunakan
pasien bagaimana cara melakukan VAS (Visual Analog Scale) yang
napas dalam, napas lambat (menahan terdiri dari nyeri ringan, sedang dan
inspirasi secara maksimal) dan berat.penelitian ini dilakukan dengan
bagaimana menghembuskan napas pre intervensi dengan memberikan
secara perlahan, selain dapat Skala VAS kemudian dilakukan
menurunkan intesitas nyeri tehnik intervensi sebanyak 6 kali perlakuan.
napas dalam dapat meningkatkan Satu perlakuan selama 15 menit yang
dialakukan sesuai dengan prosedur Berdasarkan tabel 1 karakteristik
pelaksanan Slow Deep Breathing responden yang terdiri dari jenis
sebanyak 7 langkah. Diberikan kelamin, sebagian besar responden
setelah paruh waktu obat 4 jam berjenis kelamin perempuan 63,3 %.
setalah itu dilakukan post intervensi Berdasarkan pendidikan, sebagaian
dengan mengunakan skala VAS. besar responden berpendidikan SMA
50 %. Semua responden menggunkan
HASIL DAN PEMBAHASAN
jenis analgesik ketorolac 100 % dan
Dari hasil pelaksanaan kegiatan, juga jenis operasi yang digunakan
Berikut ini disajikan karakteristik yaitu open apendektomi yaitu 100 %.
responden berdasarakan jenis kelamin, Apendisitis biasanya terjadi pada usia
jenis obat, jenis operasi, usia dan lama rentang 19-30 tahun dimana masa
perawatan. Pada pasien post op pubertas, hal ini berhubungan dengan
apendisitis di RSUD Sleman hiperplasi karena jariangan limfoid
Yogyakarta mencapai puncak pada usia dewasa.
Penelitian ini didukung teori yang
Tabel 1 Karakteristik Responden
(n=30) mengatakan bahwa usia mempunyai
Karakteri Frekue Present peranan yang sangat penting dalam
stik nsi ase
mempersepsikan dan mengekspresikan
Jenis rasa nyeri. Pasien
kelamin 11 36,7%
Laki laki 19 63,3 % dewasa memiliki presepsi yang
Perempuan berbeda dibandingkan lansia dalam
Pendidika mempresepsikan nyeri. dimana tingkat
n 8 26,7 %
SD 4 13,3 % pendidikan tidak ada hubungan dalam
SMP 15 50,0 % mempengaruhi nyeri dan kecemasan,
SMA 3 10,0 %
SARJANA hal ini sesuai dengan penelitian yang

Jenis dilakukan oleh (Faucett. 2009). yang


Analgesik 30 100 % bertujuan untuk melihat intensitas
Ketorolac
nyeri pasca bedah 543 sampel. Hasil
Jenis
penelitian menunjukan bahwa tidak
Operasi 30 100 %
Open
Apendekto
mi
ada hubungan intensitas nyeri dan tahun. Hasil analisis didapatkan rata
tingkat pendidikan. rata lama rawat 2,27 hari dengan
Adapun teori yang mengatakan standar deviasi ,450. Lama rawat 2
bahwa tingkat pendidikan merupakan hari sampai 3 hari.
salah satu faktor yang menunjukan Tabel 3 Distribusi Responden nilai
terjadinya perilaku, dimana semakin Nyeri post Apendsitis (n=30)

tinggi tingkat pendidikan seseorang, Nyeri Mean ±SD Min- 95 %


maka seseorang telah mengalami Max CI
proses belajar yang lebih sering Pre 8,30±0,877 7-10 7,97-
dengan kata lain tingkat pendidikan Intervensi 8,63

mencerminkan proses belajar Post 3,13±0,681 2-4 2,88-


Intervensi 3,39
(Notoatmodjo, 2012).
Sumber : Data Primer 2018
Tabel 2. Distribusi responden (n=30)
Sumber : Data Primer 2018 Berdasarkan tabel 3 didapatkan
Rata SD Min 95%C
nilai rata rata nyeri 8,30 dengan
rata - 1
standar deviasi 0,877. Nyeri pada pre
Max

Usia 30,2 6,03 18- 27,95-


intervensi anatara 7 sampai 10 yang
0 1 41 32,45 tergolong nyeri sedang dan berat. Dan
Lam 2,27 ,450 2-3 2,10- pada post intervensi nila rata rata nyeri
a 2,43 3,13 dengan standar deviasi 0,681
rawa diamana nyeri dengan post intervensi
t
yaitu antara 2-4 yang tergolong nyeri
ringan.
Berdasarkan tabel 2 diatas
Dari hasil uji normalitas didapatkan
menunjukan bahwa rata rata usia
data nyeri dan kecemasan berdistribusi
responden 30,20 tahun dengan standar
tidak normal sehingga dilakukan
deviasi 6,031. Usia termuda 18 tahun
analisis menggunakan non parametrik
dan tertua 41 tahun. Dari hasil estimasi
dengan uji wilcoxon.
interval dapat disimpulkan bahwa 95
% diyakini usia responden diantara
27,95 tahun sampai dengan 32,45
Tabel 4 Pengaruh Latihan Slow hiperplasi karena jariangan limfoid
Deep Breathing terhadap Nyeri mencapai puncak pada usia dewasa.
(n=30) Penelitian ini didukung teori yang
mengatakan bahwa usia mempunyai
Variabel Mean sum Z P
peranan yang sangat penting dalam
rank rank value

Intervensi Negativer an
15,50 465,00 4,789 O,001
mempersepsikan dan mengekspresikan
(SDB) positive ,00 ,00 rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki
rank
presepsi yang berbeda dibandingkan
lansia dalam mempresepsikan nyeri.
Sumber Data 2018
Nyeri pada lansia dianggap sebagai
Berdasarkan tabel 4 sebelum dan kondisi alami dari suatu proses
sesudah intervensi didapatkan p value penuaan. Cara menafsirkan nyeri ada
0,001<0,05, sehingga dapat dua, pertama, rasa sakit adalah normal
diinterpretasikan bahwa terdapat dari proses penuaan, kedua sebagai
perbedaan yang signifikan nilai nyeri tanda penuaan menurut Smelzer
sebelum dan sesudah intervenasi pada dalam⁹ usia dewaasa secara verbal
kelompok. lebih mudah mengungkapkan rasa
PEMBAHASAN ketidaknyaman.
Karakteristik Responden Hasil penelitian tentang
Berdasarkan hasil penelitian pendidikan responden sangat beragam
bahwa usia responden berada pada yaitu SD sebanyak 8 orang (26,7),
nilai rata rata (mean) 27 tahun. SMP 7 orang (23,3), SMA 15 orang
Menurut asumsi peneliti, hal tersebut (50%), dan Sarjana 3 orang (10%) .
dapat terjadi karena ada proses dimana tingkat pendidikan tidak ada
degenerasi dan penurunan fungsi hubungan dalam mempengaruhi nyeri
organ yang sering terjadi dengan dan kecemasan, hal ini sesuai dengan
bertambahnya usia seseorang. penelitian yang dilakukan oleh
Apendisitis biasanya terjadi pada usia (Faucett. 2009) yang bertujuan untuk
rentang 19-30 tahun dimana masa melihat intensitas nyeri pasca bedah
pubertas, hal ini berhubungan dengan 543 sampel. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tidak ada
hubungan intensitas nyeri dan tingkat dengan dua jenis operasi yaitu open
pendidikan. apendektomi yang manual dan
Adapun teori yang mengatakan appendektomi laparaskopik. Tehnik
bahwa tingkat pendidikan merupakan sayatan atau tehnik pembedahan
salah satu faktor yang menunjukan seperti apendektomi laparaskopik yang
terjadinya perilaku, dimana semakin menggunakn alat, tingkat nyerinya
tinggi tingkat pendidikan seseorang, berkurang dikarenakan sayatannya
maka seseorang telah mengalami lebih kecil.
proses belajar yang lebih sering Hasil pengukuran Nyeri pada pasien
dengan kata lain tingkat pendidikan post op Apendisitis di RSUD Sleman
mencerminkan proses belajar⁷ Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian
bahwa semua responden menggunakan didapatkan nilai nyeri sebelum
jenis operasi open apendektomi yang dilakukan intervensi terdiri dari nyeri
berjumlah 30 orang (100 %) dan jenis sedang dengan rentang 6-7 yaitu 16,7
obat menggunkan analgesik ketorolac % dan nyeri berat dengan rentang 8-10
30 responden diberikan 3 kali per yaitu 83,3 % dan pada post intervensi
hari. Jenis open apendektomi yang terjadi penurunan penurunan nyeri
memiliki insisi oblik lebih tinggi, letak dengan skala tidak nyeri 16,.7% ,nyeri
insisi vertikel dan tranversal. Sesuai ringan 76,7 % dan nyeri sedang 6,7 %.
dengan penelitian yang dilakukan Nyeri yang dirasakan oleh pasien
oleh¹⁰ Hal ini menunjukan bahwa post op Apendisitis mengalami
pasien pasca bedah abdomen penurunan nyeri saat dilakukan
merasakan nyeri lebih ringan pada pengukuran dengan menggunakan
letak insisi tranversal (insisi oblik ) Visual Analog Scale (VAS). Menurut
dibandingkan insisi midline dan insisi penelitian(Ayudianningsih.2009) nyeri
vertikel. pasca pembedahan merupakan
Adapun penyebab perbedaan hasil diakibatkan karena adanya poroses
penelitian dengan beberapa teori yaitu perlukaan. Sesuai dengan penelitian
sudah berkembang, didunia (Kisner, C & Colby, L.A. 2009).
pembedahan apendektomi dilakukan reflex muscle contraction
menimbulkan restricted movement, Ada pengaruh signifikan antara
akan mengakibatkan circulatory satis sebelum dan sesudah dilakukan Slow
dimana akan terjadi iskemia jaringan Deep Breathing (SDB) terhadap skala
dan terhambatnya suatu proses nyeri pada pasien post op Apendisitis
metabolisme. Prostaglandin dalam di RSUD Sleman Yogyakarta. Adapun
tubuh akan dikeluarkan sebagai saran dalam penelitian ini yakni
kompensasi adanya proses sayatan Perawat harus menerapkan Slow Deep
pasca pembedahan. Adanya Breathing setelah waktu paruh obat
peningkatan nyeri dan penurunan analgetik berkurang, untuk membantu
nyeri yang subjektif dipersepsikan menurunkan intensitas nyeri pada
oleh setiap pasien post op operasi pasien post op Apendisitis sebagai
apendisitis. Berdasarakan dari intervensi mandiri perawat.
penellitian dari (Yuliawati. 2010). Diharapkan Pasien post op Apendisitis
Nyeri merupakan pengalaman diharapkan juga mampu menerapkan
emosional yang bersifat subjektif yang Slow Deep Breathing secara berkala.
setiap pasien dengan intensitas nyeri Adapun hasil penelitian ini diharapkan
setiap individu yang berbeda beda dan menambah wawasan dan pengetahuan
segera ditangani karena akan mahasiswa keperawatan tentang terapi
berdampak dalam psikologis pasien itu non farmakologi yaitu Slow Deep
sendiri. Selama periode pasca operatif, Breathing terhadap penurunan
proses keperawatan diarahkan pada intensitas nyeri pada pasien post op.
menstabilkan kembali equilibrium Peneliti selanjutnya agar dapat
fisiologi pasien, menghilangkan rasa melakukan penelitian Slow Deep
nyeri dan pencegahan komplikasi. Breathing yang dikembangkan lebih
Pengkajian yang cermat dan intervensi lanjut dengan jumlah sampel yang
segera membantu pasien kembali pada lebih besar dan dalan jangka waktu
fungsi yang optimal dengan cepat, yang lebih lama dalam pasien post
aman, dan senyaman mungkin. operasi atau tindakan invasive lain
(Smeltzer&Bare C.Suzanne. 2008). yang mempunyai waktu masa rawat
KESIMPULAN inap yang lebih panjang (minimal satu
minggu), dengan lebih memperhatikan
faktor faktor lainnya yang dapat Surgery Problems, Diagnosis
mempengaruhi nyeri, serta variabel & Management. Fourth
yang berhubungan dengan nyeri harus Edition London: Elsevier
dikendalikan supaya hasil penelitian Eylin. (2015). Karakteristik Pasien
lebih bermakna. dan Histologi Diagnosis Pada
TERIMA KASIH Kasus apendisitis Berdasarkan
1. dr. Joko Hastaryo,. M.kes, Data Registrasi di Departemen
Direktur Rumah sakit Umum Patologi Anatomi Fakultas
Daerah sleman Yogyakarta, Kedokteran Universitas
email: Indonesia Rumah Sakit Umum
2. Fitri arofiati, S.kep., Ns., Ph.D, Pusat Nasional Cipto
Ketua program Studi Magister Mangunkusumo pada tahun
Keperawatan Universitas 2003-2007. Jakarta: Fakultas
Muhammadiyah Yogyakarta, Kedokteran Universitas
Email: arofiati@umy.ac.id Indonesia.
KEPUSTAKAAN Faucett, J., Gordon, N., & Levine, J.
(2009). Differences in
Ayudianningsih. 2009. Pengaruh
postoperative pain severity
Teknik Relaksasi Nafas Dalam
among four ethnic groups.
TerhadapPenurunan Tingkat
Pain Management. Di unduh
Nyeri Pada Pasien Pasca
28 Mei 2018.
Operasi Fraktur Femur
Kisner, C & Colby, L.A. 2009.
DiRumah Sakit Karima Utama
Therapeutic Exercise:
Surakarta. Surakarta : UMS
Foundations and Techniques
Brunner & Suddarth: BukuAjar
5th Edition. Philadelphia: F.A.
keperawatan.Medikal Bedah,
Davis Company.
Alih Bahasa: Waluyo Agung,
Kusumawati,I. (2010). Hubungan
dkk, Editor Monika Ester.
antara status merokok anggota
Jakarta : EGC.
keluarga dengan lama
Burkitt, H. G., Quick, C. R. G., and
pengobatan ispa balita di
Reed, J. B., 2007.
kecamatan jenawi (Doctoral
Appendicitis. In: Essential
dissertation, Universitas penelitian kesehatan, edisi PT.
Sebelas Maret). penelitian Asdi Mahasatya.
kesehatan, edisi PT. Asdi Smeltzer& Bare C.Suzanne. (2008).
Mahasatya. BukuAjarkeperawatan.Medika
Lowrence, G. (2006). Appendiksitis Bedah, Alih Bahasa: Waluyo
dan Insidennya. Diunduh Agung, dkk, Editor Monika
pada tanggal 20 Juli 2018 Ester. Jakarta : EGC
Long, B. C.(2008). Keperawatan Yuliawati, S. (2010). Pengaruh
Medika Bedah :Suatu Kombinasi Teknik Relaksasi
Pendekatan Proses Sistematik dan Analgesic
Keperawatan. Bandung: Terhadap Rasa Nyeri Pasien
YIAPK. Pasca Bedah Abdomen. Tesis.
Nursalam. (2013). Konsep dan FIK-UI
penerapan metodologi
penelitian ilmu
keperawatanPedoman skripsi,
tesis dan instrumen penelitian
keperawatan. Edisi 4 . Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2012). Metode
penelitian kesehatan, edisi PT.
Asdi Mahasatya.
Potter&Perry,.(2009). Fundamental
keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktek. Edisi 4,Volume 2.
Jakarta: EGC Konsep, Proses
dan Praktik, Edisi 4,Volume 2,
Alih Bahasa Renata Komalasari,
Editor Monica Ester, dkk,
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai