Nim : 20.11.256P
BAB XI
Disadari atau tidak, setiap warga selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi
pemerintah, sehingga keberadaannya menjadi suatu yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi. Pelayanan birokrasi akan menyentuh ke berbagai segi kehidupan masyarakat,
demikian luasnya cakupan pelayanan masyarakat yang harus dilaksanakan
pemerintah maka mau tidak mau pemerintah harus berupaya semaksimal mungkin
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan public.
Fungsi pelayanan yang dijalankan oleh pemerintah modern saat ini terkait erat
dengan tujuan dibentuknya pemerintah, seperti yang dikemukakan oleh Rasyid
(1997:11) bahwa: Tujuan utama dibentuknya pemerintah adalah untuk menjaga
suatu system ketertiban di mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara
wajar.
Lebih lanjut Rasyid (1997:48) mengemukakan bahwa pelayanan pada hakekatnya
adalah:
“salah satu dari tiga fungsi hakiki pemerintah, disamping fungsi pemberdayaan dan
pembangunan. Keberhasilan seseorang dalam menjalankan misi pemerintahan
dapat dilihat dari kemampuannya mengemban tiga fungsi tersebut”.
Tugas mengorganisasi pekerjaan ini dilakuka oleh birokrasi. Menurut Parson (dalam
Supriatna, 1996: 58) mengatakan bahwa: “Birokrasi adalah instrument yang terbaik
untuk dapat mencapai tujuan Negara kesejahteraan yaitu dengan memberikan
pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat”.
Hal ini sejalan dengan konsep Ilmu Pemerintahan Modern (dalam Kybernan No.3,
1998: 6) yang menyatakan bahwa:
“Ilmu pemerintahan modern adalah ilmu yang mempelajari bagaimana struktur
puncak unit kerja public/pemerintahan (eksekutif) bekerja dalam rangka memenuhi
(memproduksi, mentransfer, mendistribusikan) sebagai shareholder dan consumer,
akan jasa public dan layanan civil, dalam hubungan pemerintahan”.
Berbeda dengan jasa public yang dapat diperjualbeli dan diprivatisasikan, maka
layanan civil dimonopoli oleh pemerintahan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa:
Layanan civil tidak dijual beli, dimonopoli oleh badan-badan public (Pemerintah,
Negara) dan tidak boleh diprivatisasikan (diswastakan), sedangkan layanan public
dapat dijual beli di bawah control legislative.
Dari hasil penelitian Ulbert Silalahi (dalam Zulkarnaen, 1996: 55) terungkap bahwa:
Pelayanan yang diberikan oleh aparatur Negara masih berada dalam peringkat
present and accounted, artinya organisasi atau pegawai menyadari dan mengetahui
kedudukan mereka untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, namun untuk
usaha kearah yang sampai pada kualitas pelayanan belum serius untuk
dilaksanakan. Berkaitan dengan hal tersebut, Hidayat dan Sucherly (1956: 87)
mengemukakan bahwa: Pada umumnya organisasi pemerintah sering menghadapi
tiga masalah yang meliputi kurang efektif, kurang efisien dan mutu pelayanan yang
kurang. Budaya yang berorientasi kepada pencapaian target merupakan salah satu
ciri dari organisasi birokrasi.
Menurut Miftah Thoha, Pelayanan public dapat dipahami sebagai suatu usaha oleh
seorang/kelompok orang, atau institusi tertentu untuk memberi kemudahan dan
bantuan kepada masyarakat, dalam rangka mencapai tujuan tertentu (1991).
Lain halnya di Indonesia, aroma otoriterianisme sangat kental terasa pada masa
pemerintahan orde baru. Penataan gerakan buruh Indonesia pada masa orde baru
dibagi ke dalam 3 fase.
Fase pertama, fase 1966 hingga 1970-an sebagai fase pelarangan terhadap segala
bentuk pengorganisasian serikat buruh karena hampir semua serikat buruh adalah
produk afiliasi partai politik sayap kiri atau yang beraliran komunis.
Fase kedua yang terjadi pada awal 1970-an hingga 1990-an adalah
pengambilalihan terhadap seluruh kekuatan serikat buruh di bawah kendali Golkar
dan militer.
Fase ketiga berlangsung tahun 1990 hingga 1998 dimana kebijakan ekonomi pasar
menjadi kedok pemerintah untuk melanjutkan eksploitasi atas buruh dengan
memperkenalkan konsep hubungan industrial Pancasila.
Berakhirnya orde baru pada tahun 1998 yang kemudian digantikan ole horde
reformasi, menyebabkan lahirnya banyak organisasi buruh yang menampung
kepentingan buruh. Hal ini didukung oleh berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintahan Habibie maupun Gus Dur melalui produk perundang-undangan.
Keberadaan organisasi-organisasi buruh inilah yang selanjutnya bisa diartikan
sebagai salah satu elemen swasta (non government) yang berdiri secara
independen untuk mewujudkan kesejahteraan kaum buruh dan pekerja melalui
kemampuan mengakses pelayanan public yang ada.
Sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang dan jasa yang bersifat privat.
Situasi persaingan selalu timbul dalam penyelenggaraan penyediaan barang dan
jasa oleh sector swasta. Ada kalanya pemerintah juga menyediakan layanan barang
privat. Untuk menghindari crowding out effect, dimana pemerintah lebih berperan
sebagai competitor pemain pasar lainnya, perlu diatur secara jelas, mana barang
dan jasa yang harus diserahkan ke swasta, mana yang dapat dikerjakan secara
bersama-sama, dan mana yang murni dikerjakan oleh pemerintah.
Ada lima karakteristik yang membedakan jenis pelayanan public dengan pelayanan
lainnya, yaitu:
1. Adaptif
2. Derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta
oleh pengguna.
3. Posisi tawar pengguna/konsumen
4. Semakin tinggi posisi tawar pengguna maka akan semakin tinggi pula
peluang untuk permintaan pelayanan yang lebih.
5. Tipe pasar
6. Menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada dan
hubungannya dengan pengguna lain.
7. Lokus control
8. Menjelaskan siapa yang memegang control atas transaksi, apakah pengguna
atau penyelenggara pelayanan.
9. Sifat pelayanan
10. Menunjukan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang
lebih dominan.
TERIMA KASIH