Anda di halaman 1dari 35

7

aliran-aliran dalam filsafat hukum

1. Aliran Hukum Alam / Aliran Hukum Kodrat


2. Idealisme Jerman
3. Positivisme Hukum
4. Utilitarianisme (Utilisme)
5. Mazhab Sejarah
6. Sociological Jurisprudence
7. Realisme Hukum
8. Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas)
9. Neo-positivism
10. Economic Jurisprudence School (Mazhab Hukum Ekonomi)
11. Mazhab Political Jurisprudence (School of Political
Jurisprudence)
12. (Pemikiran) Critical Legal Studies (Crits / CLS)
Aliran Hukum Alam / Aliran Hukum Kodrat
• Aliran Hukum Alam meyakini bahwa hukum yang baik adalah hukum yang dapat berlaku universal dan abadi. Aliran ini muncul
sebagai reaksi atas kegagalan umat manusia mencari keadilan yang absolut. Dengan demikian keadilan merupakan nilai utama dari
hukum yang ingin dicapai oleh penganut aliran ini.

• Aliran Hukum Alam tidak memisahkan antara hukum dan moral. Ini berarti semua hukum harus mengandung moral, yaitu keadilan
yang dijunjung tinggi oleh semua bangsa beradab dan berlaku kekal sepanjang masa.

• Inti pandangan Hukum Alam tentang hukum:


i. Bersumber pada Tuhan dan/atau akal budi manusia yang berlaku universal dan valid secara abadi, tidak
dapat berubah;
ii. Memahami bahwa hukum sebagai asas-asas keadilan dan moral, sehingga hukum yang tidak adil atau
juga hukum yang immoral bukan hukum, karena itu tidak patut untuk ditaati;
iii. Bertitik tolak pada fiksi-rasional, bahwa hukum sebagai produk dari perjanjian masyarakat/kontrak sosial
merupakan syarat fundamental bagi kehidupan manusia yang tertib dan adil;
iv. Hukum Alam sebagai metoda dan substansi mengandung meta-norma, yakni asas-asas bagaimana
membuat aturan yang valid, antara lain asas-asas non-retroaktif, asas non-diskriminasi, dan substansi
perlindungan HAM;
v. Hukum Alam berkedudukan superlatif, dalam arti: asas-asasnya menjadi sumber bagi hukum positif dan
bersamaan pula menjadi batu uji bagi adil/tidak adilnya hukum positif. Jika adil, harus ditaati, jika tidak
adil secara moral, boleh dilanggar (civil-disobedience atau pembangkangan masyarakat sipil).

• Pelopornya: THOMAS AQUINAS (1226-1274) [Rasionalis], THOMAS HOBBES (1588-1679) [Voluntaris], LON FULLER (abad ke-20)
[Teknologi].
Aliran Hukum Alam / Aliran Hukum Kodrat
• Ketiga pelopor yang merupakan wakil dari aliran hukum alam mempunyai persamaan dalam memandang hukum, yaitu:
esensi dari ‘alam’ (dalam hukum alam) adalah ‘alam pikiran manusia’. Hakekat manusia sebagai pemikir yang dianugerahi
akal oleh Sang Pencipta.

• THOMAS AQUINAS (1226 - 1274) [Rasionalis]:


1. Memadukan pikiran Aristoteles dan theologi-kristiani dari Gereja Katholik. Sisthesis rasionalitas Ilmu Pengetahuan
dan Agama menghasilkan pemikiran hukum yang dinamakan lex.
2. Lex tersebut terdiri dari:
Ø Lex Aeterna (hukum abadi/eternal law) = kebijaksanaan Ilahi yang tidak dapat ditangkap rasio pikiran manusia.
Lex Aeterna memberikan ide ‘keadilan absolut’ (absoulute justice) yang dikemukakan Cicero (filsuf Romawi).
Ø Lex Devina = hukum yang berasal dari wahyu Tuhan yang dapat dipahami akal manusia, mana yang baik – jahat.
Dinamakan ’hukum Ilahi positif’ (ius divinum positivum), bentuknya norma-norma moral agama.
Ø Lex Naturalis = hukum alam yang berisi asas-asas yang bersumber pada akal manusia.
Ø Lex Humana = hukum manusia / hukum positif (ius positivum humanum). Merupakan penjelmaan hukum alam,
yangmana hukum positif tersebut harus adil secara moral, jika tidak, maka tidak perlu ditaati. Ukuran keadilannya
adalah ‘kesetaraan proporsional’, baik dalam keadilan distributif, keadilan komutatif dan keadilan legalis.
3. Hukum tertinggi adalah hukum ketuhanan. Alasannya karena seluruh alam semesta diatur oleh nalar ketuhanan. Jadi
hukum alam lebih tinggi dari hukum manusia.
4. Hukum positif yang bertentangan dengan hukum alam bukan hukum, melainkan penyimpangan hukum (legis
corrupty), karenanya tidak pantas ditaati.
5. Ada 3 metode / cara menderivasi hukum alam:
v Conclusio = diderivasi langsung
v Determinatio = diderivasi tidak langsung
v Additio = analogi
Aliran Hukum Alam / Aliran Hukum Kodrat

• THOMAS HOBBES (1588-1679) [Voluntaris]:

1. Memandang hukum alam terdiri atas: kepatutan, keadilan, kebijakan susila lain yang
merupakan asas-asas moral.
2. Sesudah terbentuk negara, maka melalui ‘perjanjian masyarakat’ (factum subyectionis) rakyat
menyerahkan kekuasaan sepenuhnya kepada negara.
3. Thomas Hobbes, dalam bukunya Leviathan (1651), karena pengalaman hidupnya melihat pada
hakikatnya homo homini lupus (L: manusia adalah serigala bagi manusia lainnya) yang
mengakibatkan bellum omnium contra omnes (L: keadaan perang permanen antara semua
lawan semua).
4. Untuk mengatasinya, manusia harus mengadakan perjanjian, di mana mereka menyerahkan
semua kekuasaan (hak) alamiah mereka kepada negara à akibatnya: negara berkuasa secara
mutlak dan dengan kedaulatan yang tidak terbagi (Monarki absolut).
5. Hukum yang dibentuk atas dasar keadaulatan negara berdampingan dengan hukum alam.
6. Hukum yang dibentuk oleh negara bentuknya tertulis, sedangkan hukum alam bentuknya tidak
tertulis.
7. Hukum alam dapat dihapuskan oleh kehendak negara à para voluntaris ini dapat dikatakan
lebih dekat dengan positivisme hukum.
Aliran Hukum Alam / Aliran Hukum Kodrat
• LON FULLER (abad ke-20) [Teknologi].

1. Mewakili pandangan hukum alam abad ke-20 (Revival of Nature Law).


2. Memandang hukum alam sebagai metode yang mengandung prinsip-prinsip moral = inner morality
of law. Sebagai ‘metode’, karena merupakan cara membuat aturan yang memiliki legalitas sesuai
prinsip-prinsip perundang-undangan yang baik / cara membuat peraturan yang legal.
3. Hukum terikat pada prinsip-prinsip moral yang disebutnya sebagai inner morality.
4. Ada 8 pedoman agar peraturan memiliki legalitas:
i. Peraturan bersifat umum
ii. Peraturan harus diumumkan / diundangkan
iii. Peraturan tidak boleh berlaku surut
iv. Peraturan harus jelas dan mudah dimengerti serta tidak memiliki multi tafsir
v. Peraturan tidak boleh bertentangan secara batiniah
vi. Peraturan tidak boleh memuat persyaratan yang tidak mungkin dipenuhi
vii. Peraturan tidak boleh terlalu sering diubah / direvisi
viii. Peraturan berlaku baik bagi pencari keadilan (justifiable) maupun pemerintah
(administration/official)
5. “just est ars” = hukum adalah suatu keterampilan / seni membentuk peraturan
IDEALISME JERMAN

• Sebelum ke aliran Positivisme Hukum, perlu dipahami aliran Idealisme Jerman.

• Pelopor & Alirannya: IMMANUEL KANT (Idealisme Transendental Jerman) dan


HEGEL (Idealisme Absolute) [à Keduanya disebut IDEALISME JERMAN].

• Karakteristik pemikiran IDEALISME JERMAN:


1. Dasar kepercayaan kepada Tuhan atau alam atau akal-budi berpegang pada
nilai-nilai dasar absolut, seperti nilai kebebasan normatif-etis manusia dan nilai
humanistis.
2. Akal-budi manusia dapat dipahami melalui pengkajian kritis bersifat ilmiah-
teoritis.
3. Akal-budi teoritislah yang membentuk hukum, sedangkan akal-budi praktis
merupakan wilayah moralitas.

• Pemikiran IDEALISME JERMAN inilah yang menjembatani pemikiran filsafat hukum


di permulaan abad ke-20 yang tergolong positivisme hukum
Positivisme Hukum

• Awalnya “Positivisme Naif” atau legisme = memandang bahwa


aturan hukum yang dibuat berdasarkan kekuasaan negara
yang diakui sebagai sumber dan berlakunya hukum positif à
karenanya disebut juga “positivisme undang-undang” atau
ajaran LEGISME atau LEGALISME.

• Beberapa paham dalam POSITIVISME HUKUM:


1. Positivisme Imperative (Analytical Jurisprudence),
2. Begriffen Jurisprudence / Kontrukstionsjurisprudenz,
3. Algemeine Rechtslehre, dan
4. Neo-kantian.
Positivisme Hukum
(POSITIVISME IMPERATIVE yang dikenal sebagai aliran Analytical Jurisprudence)

• Dipelopori oleh: JOHN AUSTIN


• Menurut JOHN AUSTIN, hukum adalah perintah yang berdaulat ditujukan kepada masyarakat
yang diperintah, diwajibkan melakukan perilaku menurut hukum dan jika tidak menaatinya
diancam sanksi.

• Pemikiran Positivisme Imperatif mencakup:


1. Unsur-unsur hukum terdiri atas: perintah yang berkuasa, kewajiban, sanksi;
2. Hukum positif bebas dari moral (morality-neutral), bebas pula dari keadilan;
3. Hukum positif tidak mengikat yang berdaulat/ berkuasa, karena hukum positif dibuat dan
dipaksakan oleh pihak yang berkuasa yang memiliki superioritas politik;
4. Penelitian hukum positif harus dibedakan dari penyelidikan sejarah dan kebijakan-
kebijakan sosial;
5. Hukum positif dibuat oleh penguasa.

• Pandangan JOHN AUSTIN terhadap jurisprudence hanyalah mengenai hukum positif yang dibagi:
1. Hukum yang sebenarnya (law strictly so called), mencakup: Hukum Tuhan, Hukum Manusia
yang dibedakan: dibentuk oleh penguasa dan dibuat dalam hubungan antar individu;
2. Hukum yang tidak sebenarnya (law No. strictly so callde) yang ditegakkan semata-mata
karena opini, seperti peraturan yang mengandung kewajiban moral, ditetapkan
berdasarkan kebiasaan, beraspek moral positif.
Positivisme Hukum
(Pemikiran Begriffen Jurisprudence / Kontrukstionsjurisprudenz)
• Tokoh lain: RUDOLF VON JHERING:

1. Corak pemikirannya rasionalistis-utilaristis dan berpusat pada pengertian hukum


(rechtsbegriff).

2. Metode yang digunakan:


a. Metode simplifikasi (penyederhanaan) kuantitatif à Membedakan antara norma
abstrak-umum dengan norma konkret-khusus dan cara konsetrasi logis, yakni:
meringkas dari sekian banyak peraturan menjadi asas-asas pokok,
mensistematisasi dan membakukan terminologi hukum.
b. Metode simplifikasi kualitatif à Mencari aturan, Mencari keseimbangan pada
materi atau substansi hukum, Mengolah tata hukum tersebut menjadi kesatuan
sistem hukum

3. Begriffsjurisprudenz yang terpusat pada “logis-pengertian hukum” masuk ke aliran


positivisme dengan pemikiran interssensjurisprudence, yang penekanannya ada pada
fokus ke pemikiran kegunaan kemasyarakatan, dengan metode ‘historis-alamiah’
Positivisme Hukum
(Ajaran Hukum Umum – Algemeine Rechtslehre)

• Dipelopori: ADOLF MERKEL

1. Fokusnya pada pengkajian landasan-landasan dasar dan pengertian-


pengertian dasar hukum positif.

2. Pendekatannya: abstraksi dari aturan-aturan khusus ke pengertian


umum yang menjadi landasan hukum positif.

3. Isi/substansi hukum berkaitan dengan faktor-faktor non-hukum (etika-


moral), sedangkan cita hukum keadilan, tolok ukurnya harus dicari dari
hukum positif itu sendiri dan bentuk hukumnya ditentukan oleh
negara.

4. Ajaran hukum umum + = ajaran ontologi hukum

5. Ajaran hukum umum menganalisis secara sistematis sifat-sifat esensial


hukum positif yang memiliki kesamaan dengan semua sistem hukum.
Positivisme Hukum
(Pemikiran Neo-Kantian)

• Dipelopori: RUDOLF STEMLER


• Pokok-pokok pemikirannya (yang menengahi ‘hukum alam’ dan ‘positivisme hukum’):
1. Semua hukum positif menuju pada hukum yang adil;
2. Hukum Alam membuat metode untuk menentukan kebenaran hukum yang relatif
pada setiap situasi;
3. Hukum suatu sistem yang harmonis dan teratur;
4. Melalui analisis-logis ditemukan asas-asas hukum untuk mengevaluasi hukum
yang sah, yang layak memperoleh pengakuan hukum serta keterkaitan tujuan
hukum yang satu dengan yang lain.

• Mengenai tujuan hukum, STEMLER mengemukakan 2 asas umum:


1. Asas Penghargaan (grundsatze des achten): kehendak seseorang tidak boleh
dipaksa dan diperintah sewenang-wenang, serta orang dalam mempertahankan
hak-haknya baik sebagai penggugat atau tergugat maupun tertuduh mempunyai
upaya hukum untuk membela diri;
2. Asas Partisipasi (grundsatze des teilnehmens): setiap manusia sebagai anggota
masyarakat tidak boleh dikucilkan atau diasingkan secara sewenang-wenang, dan
kekuasaan yang legal disediakan upaya untuk melindungi hak-haknya.
Positivisme Hukum
(Pemikiran Neo-Kantian)
• Dipelopori: HANS KELSEN
Dalam pengasingannya di Amerika Serikat selama Perang Dunia II, Hans Kelsen
telah membangun pengaruh besar terhadap perkembangan teori hukum.
Politik Adolf Hitler merisaukan Kelsen yang mantan Hakim Agung dan Guru
Besar Hukum Tata Negara di Wina – Austria. Kelsen menyaksikan Hitler
menjalankan suatu politik hukum dengan memanfaatkan hukum demi politik
dan kekuasaan dan bukannya menegakkan keadilan. Padahal, Sokrates
mengajarkan bahwa kekuasaan adalah alat untuk menegakkan hukum, dan
bukan sebaliknya. Karena itu Kelsen berusaha untuk membersihkan hukum dari
anasir-anasir politik dan kekuasaan.

• Hukum identik dengan hukum positif, tiada hukum lain selain hukum positif;
• Hukum positif berlaku bukan karena kenyataan (das Sein) bahwa hukum tersebut memang berlaku
di dalam masyarakat, tetapi memang seharusnya (das Sollen) berlaku;
• Dasar berlakunya hukum adalah hukum lain yang lebih tinggi peringkatnya (Stufen bau des Recht
Theorie);
• Usaha mencari hukum yang lebih tinggi pada akhirnya harus sampai pada suatu batas, yaitu
hukum yang tertinggi atau terakhir;
• Hukum yang tertinggi tersebut tidak ditetapkan (gesetzt) oleh suatu kekuasaan atau hukum
tertentu; tetapi dengan sendirinya (vorausgezetzt), yang disebut sebagai Grundnorm.
• Kelsen menolak tuduhan bahwa dirinya hendak membangun positivisme hukum; tetapi lebih tepat
: membangun hukum positif yang bersumber pada hukum yang murni.
Positivisme Hukum
(Pemikiran Neo-Kantian)
• Dipelopori: GUSTAV RADBRUCH (1878 - 1949)

Politikus dan yuris Jerman, mazhab Marburg yang dipengaruhi


mazhab Baden.

• Dalam pengertian hukum ada 3 aspek nilai:


1. Nilai keadilan dalam arti sempit yakni kesamaan hak setiap orang di muka
pengadilan (equality before the law);
2. Nilai finalitas dalam arti tujuan hukum;
3. Nilai kepastian hukum atau legalitas.
• Baginya, nilai finalitas yang menentukan isi / substansi hukum yang ditentukan oleh
nilai etis yang menumbuhkan kebaikan diantara orang-orang dan mendapat bentuknya
dalam sikap manusia bertingkah laku sesuai dengan kewajibannya.
• Persamaannya dengan Hans Kelsen adalah pemikirannya tentang hukum sama-sama
berkarakter positivisme, tidak terlepas dari otoritas negara. Begitu pula realisasi nilai
finalitas yakni tujuan hukum; jika terjadi pertentangan antara keadilan, kemanfaatan,
dan kepastian hukum, maka yang harus diutamakan adalah ‘kepastian hukum’.
Utilitarianisme (Utilisme)
• Utilitarianisme (Utilisme) berpendapat bahwa nilai yang paling penting dalam
hukum adalah kemanfaatan.

• Tidak ada gunanya kita membuat hukum yang di atas kertas sangat adil dan pasti,
apabila dalam praktiknya tidak bermanfaat bagi masyarakat.

• Jadi ukuran hukum yang baik adalah kemanfaatan, dan kemanfaatan itu harus diuji
melalui pengalaman (empiris).

• Tokohnya : JEREMY BENTHAM

• “The said truth is that it is the greatest happiness of the greatest number
that is the measure of right and wrong.”
Mazhab Sejarah

§ Pelopornya : GUSTAV HUGO (1768 - 1844)

§ Ia menyerang pandangan yang berkembang di abad ke-19


bahwa hukum itu hanyalah produk yang berasal dari legislator
berupa legislasi yaitu undang-undang.

§ Ia berpendapat bahwa hukum dibentuk di luar legislasi, di


semua negara khususnya di Inggris dan Romawi, kita
menemukan hukum berkembang bebas dari otoritas badan
legislatif
Mazhab Sejarah
• Pelopornya : FRIEDRICH CARL VON SAVIGNY

• Hukum yang baik menurut aliran Mazhab Sejarah adalah hukum yang sesuai dengan jiwa
bangsa (Volkgeist) yang bersangkutan. Setiap bangsa memiliki kesadaran hukum (baca: budaya
hukum) sendiri-sendiri, dan nilai yang menjadi sumber utama dalam hukum. Tentu saja
kesadaran hukum tersebut berangkat dari pengalaman (empiris) juga, yang telah dipraktikkan
secara turun temurun (karena diyakini paling baik dan adil) dan telah mempunyai daya berlaku
secara sosiologis, sehingga tidak perlu diragukan efektifitasnya di masyarakat.
• Cara berpikirnya adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, harus diperhatikan dan
diakomodasikan dalam undang-undang yang dibuat.

• Pokok-pokok ajaran von Savigny adalah:


1. Das Recht wird nicht gemacht, aber es ist und wird mit dem volke (Hukum
tidak dibuat, melainkan tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat);
2. Hukum adalah pencerminan jiwa bangsa (Volksgeist);
3. Landasan suatu tata hukum adalah kesadaran masyarakat secara umum yang
mencerminkan perasaan yang sama tentang keadilan;
4. Hukum berkembang tanpa disadari
Sociological Jurisprudence
§ Pelopor: MAX WEBER (1864 - 1920); sosiolog

§ Inti pemikirannya:
1. Memandang hukum dari aspek psikologis; karenanya suatu peraturan
hukum yang sudah ditentukan sebagai kenyataan, menjadi motif
kejiwaan manusia bertingkah laku sesuai dengan aturan, aspek
normatif dinafikan.
2. Mengemukakan tipologi perkembangan hukum dari irrasional ke
rasional.

§ Mengemukakan hubungan antara hukum dan kapitalisme, bahwa:


”kapitaslime modern secara rasional tidak hanya membutuhkan teknik-
teknik alat reproduksi, tetapi juga tergantung pada sistem hukum”. à
Sedangkan Karl Marx berpendapat (><) bahwa hukum tidak otonom, tetapi
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi (dalam hal ini kapitalis).
Sedangkan bagi Weber, hukum relatif otonom.
Sociological Jurisprudence
• Sosiological Jurisprudence dilahirkan dalam sistem Common Law, yang menempatkan
yurisprudensi (putusan hakim) sebagai sumber yang sangat berperan. Apa yang adil, harus
sesuai dengan gagasan-gagasan yang hidup dalam masyarakat.

• Cara berpikir Sosiological Jurisprudence merupakan sintesis dari konsep yang dikembangkan
oleh Positivisme Hukum dan Mazhab Sejarah.

• Pelopor: EUGEN EHRLICH (murid dari von Savigny, yuris Austria);

• Menurut Eugen Ehrlich, perkembangan hukum bukan pada perundang-undangan ataupun


pada ilmu hukum, melainkan di dalam masyarakat sendiri.

• Pokok-pokok ajaran Eugen Ehrlich adalah:


1. Hukum yang hidup atau yang digunakan sekarang, tidak ditemukan di dalam
peraturan perundang-undangan formal, melainkan di luarnya, yaitu dalam
masyarakat.
2. Hukum yang hidup adalah hukum formal yang ditaati, dibentuk kembali oleh
masyarakat.
Sociological Jurisprudence

• Pelopor: TALCOT PARSONS (1943); Sosiolog Amerika Serikat, penganut


aliran Sosiologi Fungsional.

• Pemikiran Pasonion dalam hukum:


1. Fungsi utama dari hukum (Fungsi Interatif) = mengendalikan perilaku
masyarakat. Kelak dikembangkan oleh BREDEMIER sebagai social
integrative, yaitu untuk menyelesaikan konflik atau sengketa;
2. Memisahkan sistem hukum dan sistem politik. Karya-karya
interpretatif pengadilan = ciri utama tatanan hukum (legal order);
karya-karya legislatif = pusat sistem politik (political system);

• Mengemukakan mengenai “gerak sibernetika hukum dalam proses


fungsional” à berfungsinya 4 subsistem dari suatu sistem sosial, yaitu: sub
sistem budaya, sub sitem hukum, subsistem politik, dan subsistem ekonomi
Sociological Jurisprudence
• Pelopor lain adalah: ROSCOE POUND (1870 - 1964)

• Memandang hukum sebagai institusi sosial dan eksistensi hukum diperlukan untuk memajukan
kepentingan umum dan mendamaikan konflik.

• Beberapa pemikiran hukum dari ROSCOE POUND:


1. Tugas Sociological Jurisprudence: menentukan bahwa sumber hukum mencakup: usage
(adat istiadat), religion (agama), moral (moral), philosophical ideas (ide-ide filosifis),
adjudication (putusan hakim), scientific discussion (diskusi ilmiah), legislation (legislasi)
à Tujuannya u/ membantu yuris menganalisis fakta sosial dengan langkah tertentu.
2. Pemikiran tentang evolusi hukum. Ada 5 model perkembangan: hukum primitive / kuno
(primitive or ancient law) à hukum positif (strict law) à equitas / hukum alam (natural
law) à hukum modern (maturity law) à sosialisasi hukum (socialization law).
3. Ajaran social engineering (rekayasa sosial). Hukum digunakan untuk mengarahkan
perilaku masyarakat. Hukum sebagai agent of development = law as a tool of social
engineering. Legislator melalui legislasi / peraturan perundang-undangan, yudikatif
melalui yurisprudensi. Di Indonesia dipelopori oleh Mochtar Kusama-atmadja.
4. Teori kepentingan (interst theory) à Hukum berperan mendamaikan konflik-konflik
kepentingan (individu, publik, dan sosial).
Realisme Hukum / Hukum Realis / Legal Realist

• Menekankan arti penting pengalaman


sebagai sumber dan kemanfaatan
sebagai nilai utama dalam hukum.
Fungsi hakim lebih diberikan perhatian.

• Hakim memiliki kebebasan untuk


menafsirkan hukum, bahkan kalau perlu
berseberangan dengan ketentuan
undang-undang yang dibuat penguasa.
Realisme Hukum / Hukum Realis / Legal Realist
• Dibedakan antara aliran REALISME HUKUM AMERIKA dan aliran REALISME HUKUM SKANDINAVIA.
• Nama REALISME HUKUM = PRAGMATIC LEGAL REALISM, karena berakar pada filsafat pragmatism.
• REALISME HUKUM merupakan kelanjutan dari SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE.
• REALISME HUKUM adalah studi tentang law in action yang berfokus pada perilaku hakim dalam
memutus perkara.

REALISME HUKUM AMERIKA:


• Tokoh pendiri aliran REALISME HUKUM AMERIKA: OLIVER WENDELL HOLMES Jr. (1841-1935),
seorang Hakim Agung Amerika Serikat. Inti pemikirannya: “the life of law has been not logic but
experience” = hukum tidak ditentukan oleh logika undang-undang, tetapi merupakan prediksi apa
yang akan diputus oleh pengadilan. Argumennya: Pembentuk UU mati, hakim hidup sepanjang
zaman, hakim mempunyai kewenangan judicial review dan menafsirkan konstitusi.

• Tokoh lain: BENJAMIN NATHAN CARDOZO. Dipengaruhi oleh pandangan HOLMES, tetapi
memaknainya dengan menyatakan: “…but Holmes did not tell us that logic is to be ignored when
experience is silent” = intinya bila pengalaman yang diputuskan sebagai hukum oleh hakim, tidak
jelas, tidak ditemukan (silent); maka logika hukum pembentuk undang-undang yang diatur dalam
“statute law” (peraturan perundang-undangan) merupakan hukum.
Realisme Hukum / Hukum Realis / Legal Realist
REALISME HUKUM SKANDINAVIA:

• Persamaan REALIST AMERIKA dan SKANDINAVIA adalah pada sikap mental: menolak
pandangan bahwa “studi hukum” itu mengenai “hukum yang seharusnya” (ought to be) dan
penolakan terhadap filsafat metafisika yang berfokus pada “perilaku pengadilan” (behavioral
aspect of court).

• REALIST SKANDINAVIA menekankan aspek psikologi, yaitu: ekspresi verbal terhadap fakta dan
keadaan.

• Tokohnya:
1. HAGERSTORM, pemikirannya: hak milik tidak mempunyai arti jika dipisahkan dari ganti
rugi dan penegakan hukum, keadilan bersifat personal, patuh hukum karena kondisi
psikologis bukan karena kualitas hukumnya, ritual sangat fundamental bagi hukum.
2. LUNSTED, pemikirannya: hak dan kewajiban adalah hasil dari bekerjanya hukum,
perasaan keadilan bukan berasal langsung dari hukum, tetapi reaksi dari kepentingan
ekonomi, dalam perkembangan budaya, peraturan perundang-undangan dan peradilan
tidak dapat dispisahkan dari aspirasi masyarakat.
3. OLIVER CONA, pemikirannya: sistem aturan hukum bukanlah sistem tertutup;
mengikatkan hukum lahir dari validitas hukum; aturan hukum adalah pola perilaku yang
mengendalikan kekuasaan.
Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas)

• Pada Freirechtslehre, ketidak percayaan pada undang-undang


lebih tinggi lagi gradasinya.

• Hakim dapat secara bebas memutuskan sendiri menurut hati


nuraninya.
Neopositivisme
• Berakar pada aliran positivisme, tetapi menolak pemikiran John Austin yang
dipandang berat sebelah karena pandangannya tentang hukum bersifat eksternal.
Eksternal karena hukum hanya dipandang sebagai perintah yang berkuasa
(berdaulat), bersifat memaksa dan harus ditaati pihak yang diperintah, dan tidak
memperhatikan elemen-elemen internal hukum (seperti: moral, kebebasan, dan
fenomena sosial)

• Tokohnya: HERBERT LIONEL ADOLPHUS HART (1907)

• Inti pemikirannya:
1. Ada 3 isu hukum: coercion (isu paksaan), authority (isu norma yang terkait
dengan otoritas), dan moral duty (isu moral).
2. Mengembangkan konsep aturan hukum dalam konsep elemen eksternal dan
internal hukum.
3. Hukum sebagai aturan merupakan kesatuan antara norma primer (primary
rules) yang merupakan kebiasaan masyarakat yang menekankan pada
kewajiban seseorang dan norma sekunder (secondary rules) yangmana
kebiasaan masyarakat dapat menjadi norma hukum dan suatu sistem hukum.
Neopositivisme
• Tokoh lainnya: JULIUS STONE

• Menggunakan metode penelitian yang digunakan oleh John Austin (y/ Analytical
Jurisprudence / metoda analitis-logis), yang kemudian mengembangkan ajarannya
sendiri yang dinamakan “ajaran keadilan” sebagai ukuran bagi “tata hukum”.

• Inti pemikirannya:
1. Ilmu hukum mendapatkan pengetahuan yang berasal dari pengetahuan lain
(logika, ilmu sejarah, psikologi, dan sosiologi) untuk dapat memecahkan
persoalan hukum;
2. Memandang hukum erat dengan moral (vide Positivisme hukum: hukum positif
tetap berlaku meskipun bertentangan dengan moral);
3. Mencari norma hukum pada ‘rasa keadilan’ yang bersifat sosial-psikologis
(bukan sosial-etis), yangmana merupakan hasil dari interaksi antara orang
dengan orang lain dalam masyarakat yang ditentukan oleh keadaan kejiwaan
masyarakat.
4. Mengemukakan mengenai 7 sifat khas hukum: kesatuan yang kompleks,
terdapat norma-norma sebagai pedoman pengambilan keputusan, terdapat
norma sosial, aturan hukum meruapakn tertib hukum, bersifat memaksa,
paksaannya bersifat institusional, dan norma harus efektif.
Economic Jurisprudence School (Mazhab Hukum Ekonomi)
• Mempelajari tentang pengaruh fenomena ekonomi kontemporer, contoh: hak milik pribadi dan
monopoli, yang berkaitan dengan putusan pengadilan.

• Tokohnya: KARL MARX (1818 - 1883), yang membedakan antara ‘struktur ekonomi masyarakat’
sebagai basis / infrastruktur dari suprastruktur yang posisinya ditentukan oleh struktur ekonomi
sebagai pondasinya.
• Inti pemikirannya:
1. Wujud / karakter hukum sebagai ‘suprastruktur masyarakat’ ditentukan oleh struktur ekonomi
masyarakat sebagai basisnya;
2. Fungsi hukum menjadi alat politik suatu kelas yang menguasai struktur ekonomi untuk
melenyapkan kelas lain;
3. Perkembangan hukum berdasarkan metoda dialektika dan pencerminan penguasaan ekonomi,
yaitu dari hukum feodal (tese), hukum kapitalis (antitese), dan akhirnya hukum
sosialis/komunis (sintesa).

• FREDERICH ENGELS (1820 - 1895): dalam negara komunis tidak ada lagi konflik / pertentangan kelas
dan terjadi negasi terhadap eksistensi hukum dalam peringkat suprastruktur dari organisasi sosial,
hukum akan mati, dan digantikan dengan “administration of things” – administrasi kebendaan.
• RICHARD POSNER: Fungsi hukum dalam pembangunan ekonomi memberikan makna yang bernilai
tinggi bagi hukum dalam mensejahterakan masyarakat; karena melalui hukum yang efektif dalam
mendistribusikan sumber daya ekonomi kepada masyarakat akan dapat menjamin pembagian
sandang, pangan , dan papan yang layak.
Mazhab Political Jurisprudence
(school of political jurisprudence)
• SHAPIRO: SoPJ merupakan kelanjutan dari aliran Sociological Jurisprudence dan Judicial Realism
(Realisme Hukum) yang dikombinasikan / dilengkapi pengetahuan substantive dan metodologi Ilmu
Politik.
• Realisme Hukum = essensi hukum adalah putusan pengadilan; dalam SoPJ ditambahkan argumen
baru: bahwa pertimbangan2 pada putusan pengadilan itu bagian dari proses politik.
• Tokohnya: RONALD DWORKIN
• Inti pemikiran Political Jurisprudence:
1. Putusan pengadilan berpengaruh pada realisasi dari nilai-nilai kemasyarakatan;
2. Hakim dalam menafsirkan UU mengkombinasikan pertimbangan politik, budaya, dan hukum;
3. Hakim dalam memutus perkara wajib mengembangakan teorinya secara mandiri;
4. Dalam mengadili hard cases hakim menggunakan pertimbangan2 asas-asas, teori politik, dan
norma-norma budaya;
5. Hakim melakukan diskresi untuk melindungi hak-hak individu dari kekuasaan negara melalui
putusan-putusannya.
• Otoritas hakim memasuki ranah politik melalui wewenang judicial review.
• Pemikiran mazhab Political Jurisprudence fokus pada analisis problem bahasa dan kekuasaan
dengan menggunakan kombinasi: semiologi, phenomenolog, dan Marxisme yang dipengaruhi: Levi-
Strauss, Jurgen Habermas, Barthes dan Althusser.
• Kelak analisis semiologi melahirkan kajian “Semiotika Hukum”: kajian simbol atau tanda dalam
bahasa hukum untuk mencari arti atau makna hukum.
(Pemikiran) Critical Legal Studies (Crits / CLS)

Prakash Surya Sinha (1983) : ada 4 cabang CLS:

1. Critical Legal Studies Movement;

2. Critical Legal Race Theory (CRT);

3. Feminist Jurisprudence;

4. Policentry Legal Study.


Critical Legal Studies Movement;

• Akar filosofi Studi Hukum Kritis tumbuh dari pemikiran Teori Kritis Mazhab Frankfurt, Epistemologi Relativist dan
pemikiran hukum aliran Realisme Hukum Amerika.
• CLS tetap mengakui pentingnya norma-norma hukum baik dalam proses pembentukan hukum (in abstracto),
maupun dalam penyelesaian sengketa (law inconcreto);
• Alur pikir CLS berbeda dalam memaknai hukum sebagai norma atau kaidah-kaidah yang dianut aliran positivisme
hukum yang berkutat pada dokumen / teks-teks hukum; yang dikenal sebagai alur pikir “normologik”;
• Alur pikir CLS dikenal menggunakan alur pikir “nomologik”, memaknai hukum lebih fokus pada realitas sosial,
politik, ekonomi, dan budaya daripada memahami teks-teks yuridikal;
• Inti pemikiran CLS adalah:
1. Menolak paham liberalisme yang hanya berorientasi pada kepentingan kaum kapitalis (pemilik
modal);
2. Hukum positif baik peraturan perundang-undangan (in abstracto) maupun dalam penerapannya
(in concreto) merupakan produk politik, karena itu hukum tidak obyektif dan tidak pernah netral
dari kepentingan politik;
3. Doktrin Rule of Law dengan prinsip “equality before the law” hanyalah ilusi yang tidak pernah
menjadi realitas dalam masyarakat, karena sejatinya masyarakat modern berada dalam
kesenjangan sosial-ekonomi-politik, ada kaum miskin, minoritas, elit-penguasa, sehingga
praktek menunjukan bahwa hukum hanya menguntungkan elit dan kapitalis;
4. Analisis-analisis paradigm legalisme liberal mengaburkan realitas dan lebih mengutamakan
prosedur formal, sehingga melahirkan keputusan-keputusan yang seolah-olah adil (keadilan
prosedural);
5. Tidak ada interpretasi atau penafsiran terhadap doktrin hukum, tetapi penafsiran paradigma
legalisme liberal selalu bersifat subyektif dan kental muatan politik.
Critical Legal Race Theory (CRT)

• Teori kritis mengenai ras dengan melakukan pendekatan kritis terhadap isu-isu ras
dan hukum yang berkenaan dengan “diskriminasi hukum” kulit putih terhadap
kulit hitam;

• Idenya berasal dari pemimpin “Black Power movement” di Amerika, Martin Luther
King;

• Inti pemikirannya:
1. Legislasi dan regulasi yang menempatkan ras kulit berwarna (Black’s)
yang minoritas di bawah subordinasi dominasi kulit putih
bertentangan dengan Hak-Hak Sipil dan Politik (Civil and Political
Rights);
2. Hukum seyogyanya memberikan keadilan substantive bagi ras
minoritas dan bukan keadilan prosedural;
3. Demi mencapai keadilan substantive, CRT dibenarkan untuk
mengabaikan “the rule of law” yang mengutamakan keadilan
prosedural;
Feminist Jurisprudence

• Embrionya berakar pada “gerakan wanita liberal” di Amerika Serikat yang


tumbuh pada akhir tahun 1960 dan aktivitas hukum feminist dimulai
tahun 1973, puncaknya dalam kasus aborsi yang diputus US Supreme
Court dalma perkara Roe v. Wade;

• Pendekatan Feminist Jurisprudence terhadap struktur hukum adalah


menganalisis kontribusi hukum dalam membangun dukungan untuk
memperkuat mengakhiri patriakhi dan dipandang bahwa dengan cara
demikian budaya patriakhi dapat menjadi lemah dan pasti tereliminasi !

• Di Indonesia dikenal sebagai “bias gender”.


Policentry Legal Study (Legal Polycentry Movement).

• Legal polycentricity adalah nama gerakan pemikiran hukum yang diperkenalkan


pada tahun 1990 di Institute Legal Science, University of Copenhagen.

• Legal polycentry Movement memperjuangkan nilai-nilai lokal untuk dapat


memenuhi pembentukan hukum dalam memenuhi kebutuhan hukum yang
beragam dari berbagai kelompok sosial untuk membangun hubungan yang
harmonis sesuai nilai-nilai moral masyarakat pluralis.

• Dasar-dasar pikiran yang melandasinya:


1. Hukum tidak berlaku universal, karena setiap sistem hukum memiliki pijakan
nilai-nilai yang berbeda-beda;
2. Setiap sistem hukum responsif terhadap pluralisme hukum;
3. Melalui pendekatan pluralisme nilai-nilai moral melakukan reformasi
terhadap peraturan perundang-undangan (state law) agar mengakui
pluralisme sistem hukum;
4. Memperjuangkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan, karena selama ini negara mengabaikan nilai-nilai
kearifan lokal dalam penerapan hukum (administration of law) dalam
merespon tuntutan nilai-nilai pluralistik.
Critical Legal Studies

Meskipun CLS lebih bersifat reaktif-kritikal terhadap hukum

moderen dengan paradigma legisme liberal sebagai ciri dari

positivisme dan belum menghasilkan teori hukum baru yang

mapan, tetapi setidaknya dapat dijadikan refleksi untuk

membongkar tujuan-tujuan politik yang tersembunyi di

belakang konsep-konsep, doktrin, dan proses-proses hukum

yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai