Anda di halaman 1dari 7

Bangkit

Cerpen Karangan : Alfred Pandie


Kategori : Cerpen Inspiratif, Cerpen Kehidupan, Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 14 Juni 2013

Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Pandanganku pada langit tua. Cahaya
bintang berkelap kelip mulai hilang oleh kesunyian malam. Cahaya bulan malam ini begitu
indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan? Konflik dengan orang tua karena tidak
lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan? Dan hadiah sepeda motor yang
terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang menyebalkan?
Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?

Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedasAngin malam berhembus menebarkan senyumku
walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang jatuh tanpa
permisi. Sakit memang putus cinta. Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar
kata-kata terakhirnya yang tergiang-ngiang merobek otak ku.

“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah
caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.” Beberapa
kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan karena kesal atau
muak.

Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.

“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..” seorang
pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan, Ia mengeluarkan
sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak berkata, membuatnya sedikit
binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan padanya.

“ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku melemparkan tas
ke hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan ia pun menghilang di gelapnya
malam. Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai yang
mengalir airnya deras. Sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku.
Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku
sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata
dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh.

Aku perlahan mengangkat kaki kananku dan…?

Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan
menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya “ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..!
Aku lebih baik mati kelaparan dari pada melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku
turun dan melemparkan tasku di atas tanah Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas
ku kembali menyusuri tangga turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran
denganku, di sekujur tubuhnya penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung
pada tangga jalan. Sesekali menatap langit dan menghapus air matanya.

“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam membisu”.
Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi dari sini.
“kenapa kamu menamparku..?
Kenapa kamu menolongku?
Aku sudah tak berarti lagi.. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakkanku dengan
tuduhan yang tak jelas”, aku memulai pembicaraan. Dengan sesekali menghapus air mata
akibat dari gejolak di hatiku.

“apa kamu akan terdiam atau aku telah mengusik mu?”. Aku melihatnya dan ia balik
menatapku tajam. Aroma alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..?
Sungguh aku minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti
untuk bangkit, bukankah setiap hari kita merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari
mengulurkan tangannya yang ternyata Cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena
sedikit takut. Sehingga aku tak membalas uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang
lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat
dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur saja itu sulit, Harus rela kedinginan, Di
gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh
gembel lain, terpaksa aku harus mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku
mengambil tas mu. Aku butuh makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan di tong
sampah sudah membusuk karena hujan kemarin, Biasanya aku mencari secerca kenikmatan
disana yang masih bisa layak ku telan, rasa lapar tak akan bisa membuatmu jijik.

Setiap hari saat membuka mata yang anda ingat hanya perut dan pejijik Ia terdiam dan
mengalihkan pandanganya luas menembus angkasa, langit malam ini. Aku hanya terdiam
terpaku dengan mulut terbuka, betapa aku tak percaya setengah mati. Bagaimna mungkin
seandainya sekarang aku berada di posisi ini?

Aku yang terlahir dari keluar sederhana namun penuh kehangatan, uang bukan masalah, aku
hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup,
tapi ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi
tidak dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati. Terutama
pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan menjabat tangannya kuat-kuat
yang tinggal dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku. Aku memberinya sedikit
pelukan hangat.

Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol dan bau wc umum. Aku menyerahkan
tas ku padanya. “ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak alasan hari
ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku sekarang dan nanti, bukankah hidup harus
tetap di jalani Aku sadar masih punya segalanya, bodoh sekali Cuma karena cinta
semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama,
rasa sakit ku”.

Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap kembali
langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip dengan jenaka, seakan hari ini
tak akan berlalu. Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku
dengan bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan
adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai
“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilai mu, makasih ya?, sudah membuat
hidupku lebih berharga karena ini”. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang
punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis
menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini.
Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi malam,
sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku menaiki tangga
untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal. Khususnya arti
bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari namun sosok itu
hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua dan adik ku untuk
merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti kehangatan ini
harus berakhir.

Tamat

UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN “ BANGKIT “


1.TEMA : kehidupan
2.PENOKOHAN :
-Aku (kata ganti orang pertama tunggal) : mudah putus asa, selalu mengeluh dan kurang
bersyukur
Bukti :
(1) “Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku
sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata
dan tinggal beberapa senti lagi aku akan terjatuh”
(2) “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!”
(3) “Kenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi”
-Pria pemabuk : Agak kasar, peduli, kuat dan pemberani.
Bukti :
(1) “Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku tadi, menarik baju ku dan
menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya”
(2) “ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada
melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di atas tanah.
Dan ia berlalu pergi.
(3) “kaget ya mbak?. Jari ku yang lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di
jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur saja
itu sulit, harus rela kedinginan, di gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di emperan
toko, dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus mencari tempat lain yang
menurutku layak”
-Sang kekasih : suka mengambil keputusan sendiri tanpa memikirkan konsekuensinya, egois,
plin-plan
Bukti :
(1)“sudah sana... kejarlah keinginanmu itu! Kamu kira aku tidak laku, jadi begini saja kah
caramu, oke aku ikuti”
(2)“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya? Sudah membuat
hidupku lebih berharga karena ini”.
3.LATAR :
 Waktu : Malam hari
Bukti :
- “aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap”
- “cahaya bulan malam ini begitu indahnya”
 Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan
Bukti :
-“aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit”
-“di sini ini di atas jembatan tua ini”
 Suasana : Sunyi, sepi, menegangkan, dan haru
Bukti :
-“cahaya Bintang berkelap-kelip mulai hilang oleh kesunyian malam”
-“aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap”
-“seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku”
-“Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam diiringi tangis dan canda menghiasi
malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang”
4. ALUR : Maju
Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah sampai
ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
5. SUDUT PANDANG : orang pertama sebagai pelaku utama
Karena kita sebagai pembaca seakan-akan menjadi tokoh dalam cerita tersebut dan
menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama yang mengisahkan dirinya sendiri.
6. GAYA BAHASA : Litotes
Menggunakan gaya bahasa atau majas litotes dengan mengungkapkan sesuatu yang
berlawanan dengan kenyataan dengan cara mengecilkan dan mengurangi yang bertujuan
untuk merendahkan diri.
7. AMANAT :
a. Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.
b. Kita harus berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.
c. Kita seharusnya bersyukur dengan apa yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu
karna di luar sana masih banyak orang yang kekurangan.
d. Jangan lari dari permasalahan.
e. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
f. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit.

UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK CERPEN


1. Latar Belakang Masyarakat : Faktor lingkungan masyarakat yang mempengaruhi penulis
dalam membuat cerpen tersebut. Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di
masyarakat. Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa, maka penulis
menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.
2. Latar Belakang Penulis : penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakat saat mereka
gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin menginspirasi atau memotivasi
orang-orang dalam menghadapi kerasnya hidup melalui ceritanya.
3. Nilai yang terkandung di dalam cerpen
 Nilai Moral : Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini hanya meminta tanpa pernah tahu
bagaimana orang tuanya mendapatkannya. Kita seharusnya bersyukur dengan apa yang
telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karena di luar sana masih banyak orang
yang kekurangan.
 Nilai Kemanusiaan : Saat pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan terjun dari
jembatan. Disini kita diajarkan untuk saling tolong menolong. Banyak orang yang
membutuhkan bantuan kita saat menghadapi masalah kita seharusnya membantu mereka
dan tidak membiarkannya begitu saja.
 Nilai Sosial : Cerpen ini mengajarkan untuk tidak menilai orang hanya dari penampilan
luarnya saja. Di dalam pertemanan ataupun persahabatan seharusnya kita tidak menilai
seseorang dari penampilan luarnya saja tetapi kenali dengan baik bagaimana sifat atau
sikap orang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai