Anda di halaman 1dari 3

NOTULENSI Sesi Tanya Jawab​ Webinar PAPDI ​“Variasi Gambaran Klinis COVID-19:

update diagnosis dan tata laksana”


Oleh: Joy
/////////////

1. Apakah semua PDP harus di CT-scan?


dr. Adit: ​akan membantu dalam mendefine viral pneumonia,
pada penentuan PDP, klinis yg utama.
infiltrat tipis [?] ditambah data lab, dan khas limfopenia, CRP meningkat -> cukup tools
untuk mencurigai PDP COVID-19
jawab: tidak
dr. Martin: ​pneumonia sudah jelas = tidak perlu
jika klinis tidak jelas -> perlu, terutama bila ada leukopeni

2. Pasien 5 (tn. E) hanya mengeluh demam saja, kalau mendapat pasien seperti ini, kapan
perlu dievaluasi ke arah respiratorik (min.rontgen thorax)?
dr. Adit: ​demam persisten 7 hari, lalu kami evaluasi awal dan hasil lab konsisten dgn
viral. pd saat kami melihat gambar viral ini yg pertama dipikirkan DBD atau bukan
(Setting indo). sudah dilakukan serial DPL 2x, kinetika tidak sesuai dengue. diffcount
tidak sesuai, limfosit rendah. ini bukan pasien pertama covid, jd ada
perasaan/clinicalsense akan covid.
CRP >150 dan gambaran lab viral -> sgt curiga covid, lalu di CT dan hasilnya
groundglass.
sesuai dengan hasil laporan di china, saat belum bergejala, blm sakit, gambaran GGO
(groundglass) adalah yg terbanyak.
jika setting primer tidak ada CT -> lakukan serial rontgen thorax!
tidak ada panduan yg baku, tapi secara logika saat xray seria per 2 hari dengan pantau
klinis, bs terlihat perubahan rontgen mencurigakan.
hasil rontgen infiltrat covid tipis2 dan di pinggir, sehingga spt groundglass, tidak sejelas
pada TB dimana infiltratnya jelas sekali.
dr. martin: biasanya kalo viral pada pemeriksaan serial bisa terlihat perubahan pada
xray paru (walaupun tanpa CT). tp semuanya kembali ke klinis, kalo memburuk sangat,
lakukanlah serial per hari (jgn per 2 hari!!)

3. utk saat ini apakah ODP bisa pemeriksaan spesimen?


dr. aditya: ​ODP tidak datang ke RS. fasyankes yg jemput bola ke pasien di rumah. ODP
= pasien yg dirumahkan. kenapa ODP di-swab? krn kita hrs meningkatkan deteksi
kasus. deteksi kasus meningkat akan mengurangkan CFR kita (mortality rate?). saat ini
nilainya tinggi krn deteksi kasus kita rendah.
dr. Martin: ​sudah ada tempat pemeriksaan selain litbangkes utk pemeriksaan, spt
eijkman. ODP mungkin bs lgsg ke eijkman, namun kalau positif harus dilaporkan ke
litbangkes.
4. rapid testgimana dok?
dr. martin: melihat Ig. belum disarankan oleh kemenkes & WHO. belum diteliti juga oleh
kita. tp RDT jg bs membantu. PCR = molekuler. IgG dan IgM bisa positif/negatif palsu.
rapid test baru bisa positif setelah 7-8 hari setelah sakit. bisa tidak kedetek. pasien
imunokompromais bisa ga kedetek. harus berhati-hati.
dr. aditya: ​serologi + --> jejak ada, belum tentu disebabkan patogen tersebut. terakhir
ditemukan cross antara dengue dan sars-cov-2. virus corona punya variasi banyak
sekali. dengan variasi ini bisa menimbulkan positif palsu, belum tentu sars-cov-2. pada
saat berbicara ttg serologi -> respon serologi yg lambat, bukan buat deteksi awal. saya
kira untuk RDT harus lebih berhati-hati.

5. limfopeni,leukopeni,rontgen thorax infiltrat, tp ga ada riw paparan. dapat dipikirkan PDP?


dr. Aditya: jelas bisa dikatakan sbg PDP. saat ini indo sudah diakui sbg locally
transmitted. perlu untuk menjaring kasus sebanyak-banaknya. spt perang, bila kita tau
jumlah musuh kita, strategi kita bs diperbaiki. semua orang akan lebih berhati-hati.
metode deteksi akan lebih priority. priority adalah = PDP. pasien ini untuk saat ini bisa
dikatakan sbg PDP
dr. martin: indo bukan imported cases lagi. leukopeni, limfopeni, infiltrat paru -> sgt kuat
covid

6. vitamin C, apakah diberikan pada semua kasus atau kasus berat saja? apakah bisa
untuk pencegahan?
dr. martin: di China 2000 pasien meninggal tidak mendapat vit.C. menurut penelitian tsb
vit.C dosis tinggi membantu perbaikan. untuk pencegahan = 50 kg 2,5 g per hari
[confirm?]

7. Bagaimana dgn indikasi steroid?


dr. martin: ​ARDS = sitokin meningkat. steroid pilihan terakhir bila cairan, vasopressor
diberikan masih perburukan. dosis diberikan kecil dengan catatan disertai pemberian
antibiotik.
dr. Aditya: inflamasi = clearance virus. steroid pd dasarnya tdk diberikan pd semua
infeksi, termasuk covid. namun bila terjadi cytokine storm = tdk terkontrol = dmage luas
-> clinical judgement klinisi sbg penentu dlm pemberian steroid.
saat ini kita dalam kondisi ketidaktahuan, tanya relasi, baca literatur2 luar negeri, terapin
ke pasien kita

8. bisa diberikan antibiotik, selama menunggu hasil penunjang & swab?


dr. martin: p​emberian antibiotik silakan diberikan, namun harus waspada terhadap
kemungkinan lain. antibiotik disarankan, namun tetap dipastikan apakah pneumonia viral
atau tidak. pemberian antibiotik tidak merugikan pada kasus pneumonia viral.

9. di luar jawa, sulit mengirimkan spesimen. apa yg harus kami lakukan?


dr. Martin: ​harus ada kerjasama dengan labkesda, dengan litbangkes, khususnya untuk
center di daerah.
dr. Aditya: PCR memeriksa protein. kalau protein tidak dijaga dengan baik = risiko
denaturasi. salahs atu upaya mencaga kestabilannya = membekukan spesimen
pemeriksaan. VTM [viral transport media] = kunci penting untuk sejawat melakukan
pengiriman -> mempengaruhi akurasi uji yg dilakukan. VTM jumlahnya tidak banyak, jd
menghambat pengiriman sampel. jika tidak ada VTM saya kira sgt mustahil untuk
pemeriksaan ini. barangnya ada juga org yg mengirim harus dilatih, terkait suhu dsb.

10. pasien kriteria pulang, bila sudah negatif apa edukasi?


dr. martin: ​PCR 2x berturut negatif = sembuh
dr. Aditya: ​kriteria klinis selain swab 2x negatif + dari literatur2 luar negeri: bebas
demam min 2 hari, radiologis & pf negatif. kenapa swab pengting --> epithelial shading
dari sars-cov-2 masih bisa terjadi meskipun klinis membaik -> masih ada risiko
menularkan ke org lain. sehingga harus ada 2x pemeriksaan pcr 2x -> shading
diharapkan mudah2an sudah tidak ada. pasien belum boleh beraktivitas bebas di luar.
pasien harus memantau mandiri. saat ini kita belum ada pengalaman. belum ada yg
sembuh dsb.

11. pasien datang sebagian besar dengan keluhan demam. apa yang harus kita cermati,
apakah pola tidak lazim, atau lab tidak sesuai apa yg harus kami waspadai?
dr. martin: ​bila tidak ada kecapean, makanan bagus, tiba2 demam tinggi [tdk ada
trigger physically] -> musti dipikirkan kemungkinan covid. musti curiga covid, sampai
terbukti bukan. kita harus lebih aware.
dr. Aditya: ​dari beberapa kasus yg kita curigai, ada pola demam yg agak siklikal,
berlangsung dlm beberapa hari, dan kemudian menunjukkan gejala respiratorik. perlu
aware akan covid. lihat klinis dan periksa rontgen bila kecurigaan semakin kuat.

12. dr. Sally​ [penutup]


covid punya banyak dd, dengue misal. semoga kita lebih waspada dengan era
sekarang, khususnya covid ini, dan kita sbg tenaga kesehatan hrs juga tetap melindungi
diri kita.

Anda mungkin juga menyukai