Anda di halaman 1dari 36

1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN RINGAN


YANG MENGANDUNG ZAT RHODAMIN B DI PASAR
TRADISIONAL KOTA SERANG DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR
18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu dari berbagai negara yang

mempunyai jumlah peduduk terbanyak di dunia dengan berbagai macam

kebutuhan untuk bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dapat diklasifikasikan

menjadi berbagai macam diantaranya kebutuhan primer, kebutuhan sekunder

dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan pokok yang

harus dipenuhi dalam kehidupan. Kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan

yang perlu dipenuhi agar kehidupan menjadi baik. Sedangkan kebutuhan tersier

merupakan kebutuhan yang dipenuhi setelah kebutuhan primer dan sekunder.

Salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditingggalkan dalam

kehidupan sehari-hari adalah pangan. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yang menyatakan bahwa

“Pangan adalah segala yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,

perkebunan, kehutanan, perikanan, pertenakan, perairan dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi manusia, termasuk bahan baku pangan, bahan tambahan pangan
2

dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan

dan/atau pembuatan makanan atau minuman”.

Pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang

dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai upaya peningkatan kualitas mutu kesehatan dan gizi masyarakat,

sehingga nantinya akan diperoleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang

mempunyai daya saing, tangguh dan unggul 1. Akibatnya di perlukan

pengawasan dan keamanan yang ketat dalam proses produksi hingga menjadi

produk makanan dan minuman yang siap diedarkan.

Produk makanan dan minuman juga harus memiliki harga yang dapat

dijangkau, mampu dibeli oleh semua lapisan konsumen, sehat, aman dan halal.

Oleh karena itu, sebelum dilakukan pemasaran perlu adanya pengujian terlebih

dahulu sebagai kegiatan pengawasan dan keamanan pangan. Kegiatan

pengawasan dan keamanan pangan dilakukan oleh pemerintah pusat maupun

daerah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan menjamin

bahwa semua produk pangan sejak produksi. Mulai dari kegiatan penanganan,

penyimpanan, pengolahan dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk

dikonsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan

telah diberi label dengan jujur, dan tepat sesuai hukum yang berlaku.

Terlebih lagi dalam era globalisasi, maka hukum harus dapat mendukung

tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beranekaragam barang


11
Mardiah and Ernawaty, "Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Produk
Makanan Impor Oleh Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM)
Di Kota Pekanbaru", Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau
2014. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020, pukul 16.35 WIB.
3

dan atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas

barang dan atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan

kerugian pada konsumen. Kerugian-kerugian yang diderita konsumen

merupakan akibat kurangnya tanggung jawab pelaku usaha terhadap

konsumen2.

Sebagaimana yang diatur dalam kebijakan pemerintah pangan olahan

harus didaftarkan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut

Pasal 6, dinyatakan bahwa pangan olahan yang akan didaftarkan harus

memenuhi kriteria keamanan, mutu, dan gizi meliputi:

1. Parameter keamanan, yaitu batas maksimum pencemaran mikroba, fisik,

dan kimia.

2. Parameter mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan standar

dan persyaratan yang berlaku serta cara produksi pangan yang baik untuk

pangan olahan produksi yang diproduksi di dalam negeri atau cara distribusi

pangan yang baik untuk pangan olahan yang dimasukan ke dalam wilayah

Indonesia.

3. Parameter gizi pangan yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, dan mineral, serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan

dan kesehatan manusia.

4. Memenuhi persyaratan label pangan yaitu keterangan yang bentuk gambar,

tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan

Adrian Sutedi, ‘Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen’,


2
Ghalia
Indonesia, Bogor, 2008, hlm. 26.
4

atau ditempatkan atau merupakan bagian dari kemasan pangan yang

menunjukan bahwa pangan olahan tersebut memenuhi standarisasi

keamanan dan kesehatan bagi konsumen.

Menurut Pasal 140 Undang-undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan

“Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan

sengaja tidak memenuhi standar keamanan pangan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 86 ayat (2) dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling

banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)3.

Sebagai pemakai barang dan jasa konsumen memiliki sebuah hak dan

kewajiban. Hak-hak konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999,

Tentang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 4 adalah:

1. Hak kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa serta

mendapatkan sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

3. Hak informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

4. Hak untuk didengarkan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya dalam

penyelesaian sengketa konsumen secara patut. Serta hak untuk mendapatkan

pembinaan dan pendidikan konsumen.


3
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, August, 2012,hlm. 32.
5

6. Hak untuk dilayani atau diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya4.

Pada kenyaatannya dilapangan masih terdapat para pemilik usaha

memproduksi olahan makanan dengan menggunakan zat yang berbahaya

seperti Rhodamin B. Produk pangan yang sering dikonsumsi konsumen setiap

harinya, yang selama ini diandalkan sebagai sumber karbohidrat namun

ternyata masyarakat sebagai konsumen tidak menyadari bahwa produk pangan

tersebut mengandung bahan berbahaya. Produk pangan yang dimaksud adalah

makanan ringan seperti kerupuk, ciki, wafer, mie lidi, keripik, permen dan lain

sebagainya yang di jual  di jual di sekitar masyarakat. Makanan ringan sangat

digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak, harganya relatif murah

dan mudah didapat.

Selain di Indonesia, minat akan makanan ringan di mancanegara relatif

tinggi dibuktikan dengan rutinnya tiap bulan Indonesia ekspor kerupuk

Palembang, keripik kentang, keripik buah dan permen jahe ke beberapa negara

walaupun sedang ada pandemi5. Minat masyarakat terhadap makanan ringan

menjadikan peluang usaha yang bagus bagi masyarakat. Kini sudah ada lebih

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, jakarta,2008,
4

hal. 13
CNBC Indonesia, ‘Di Tengah Corona, Ekspor UMKM RI Ke Luar Negeri Jalan Terus’,
5

CNBC Indonesia, 27 April 2020 <https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20200427164158-


25-154766/di-tengah-corona-ekspor-umkm-ri-ke-luar-negeri-jalan-terus>.. Diakses Pada Tanggal
23 Maret 2020. Pukul 19.15 WIB
6

dari 400 (empat ratus) produsen makanan ringan di Indonesia yang terdaftar di

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia6.

Banyaknya produsen makanan ringan di Indonesia menjadikan

persaingan usaha sangat besar, sehingga para produsen perlu memiliki strategi

produksi dan pemasaran yang inovatif. Namun strategi ini sering diwarnai

dengan perbuatan curang yang sengaja dilakukan pelaku usaha, dalam proses

pengolahan makanan ringan seringkali ditambahkan bahan berbahaya yang

tidak dibenarkan. Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang

ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,

yang dimaksudkan untuk mempertahankan mutu, lebih menarik, rasa enak,

rupa dan konsistensinya baik, memcegah rusaknya pangan dan meningkatkan

atau memperbaiki penampakan agar pangan tersebut lebih disukai konsumen7.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Serang bersama

Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (DISPERINDAGKOP) Kota

Serang, beserta Perindustrian dan Perdagangan terkait) pada 21 Mei 2019

pukul 10.30 WIB menemukan beberapa produk yang mengandung bahan

berbahaya seperti Rhodamin B di pasar Rau Blok J, I, dan K. Dari 30 (tiga

puluh) sampel yang diambil, ditemukan 4 sampel yang diduga positif

mengandung bahan berbahaya antara lain 2 sampel diduga mengandung

Boraks, yaitu sotong dan kerupuk gendar. 1 sampel teri basah diduga

6
Perusahaan Makanan Ringan’, Indonesia, Kementerian Perindustrian Republik
<https://kemenperin.go.id/direktori-perusahaan?what=makanan ringan&prov=0&hal=2>. Diakses
pada tanggal 29 Maret 2020, pukul 16.48 WIB
7
Wisnu Cahyadi, Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Bumi Aksara,
Jakarta, 2012. hal. 2-3
7

mengandung formalin, dan 1 sampel kerupuk diduga mengandung Rhodamin

B8, padahal Rhodamin B tidak termasuk bahan pangan tambahan yang

diperbolehkan. Rhodamin B merupakan zat pewarna sintesis yang biasa

digunakan industri tekstil, kertas, wool, dan sutra. Zat tersebut dilarang oleh

pemerintah jika digunakan untuk obat, makanan dan kosmetik. Konsumsi

Rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan

dapat menyebabkan gejala pembesaran hati, gangguan fungsi hati, kerusakan

hati, gangguan fisiologis tubuh, dan dapat menyebabkan munculnya kanker

hati9. Hal ini menjadi sebuah keresahan konsumen makanan ringan terutama

masyarakat kota Serang.

Sudah jelas bahwa ditemukannya makanan yang mengandung Rhodamin

B di pasar Rau menjadi permasalahan bahwa kurang efektifnya regulasi yang

mengatur bahan tambahan pangan mengenai jenis maupun jumlah yang

digunakan pada pengolahan pangan untuk zat Rhodamin B, konsumen

membeli dan mengkonsumsi makanan ringan, secara tidak sadar hak

kenyamanan, keamanan dan keselamatannya telah dilanggar. Berdasarkan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen telah menjelaskan secara rinci mengenai hak dan

kewajiban konsumen serta pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku

usaha dan lain sebagainya. Menurut hukum perlindungan konsumen dengan

8
Intensifikasi Pengawasan Keamanan Pangan Di Kota Serang’, Badan POM (Serang, 2019)
<https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/16223/Intensifikasi-Pengawasan-Keamanan-
Pangan-di-Kota-Serang.html>. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2020, pukul 19.00 WIB
9
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, ‘Informasi Pengamanan Bahan
Berbahaya: Rodamin B yang tidak boleh dikonsumsi oleh tubuh dan dapat menyebabkan gejala
pembesaran hati, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, dan dapat
menyebabkan munculnya kanker hati ’, 2012, hlm. 1–2.
8

adanya kenyataan tersebut maka membuat konsumen menjadi tidak nyaman

dan aman atas penyalahgunaan zat berbahaya dalam pembuatan makanan

ringan tersebut, karena berdasarkan Permenkes Nomor 033 Tahun 2012

Tentang Bahan Tambahan Pangan, Rhodamin B merupakan bahan tambahan

pangan yang tidak tercantum dan diizinkan dalam daftar penggunaan bahan

menarik atau bahan pengawet untuk pangan10.

Penjual makanan ringan sebagai pelaku usaha seharusnya mempunyai

tanggung jawab atas kewajiban untuk menjamin hak-hak dari konsumen

sebagai pembeli makanan ringan, seperti tercantum dalam Pasal 4 UUPK

berupa hak atau kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Disamping itu

pelaku usaha sebagai penjual bahan pangan seharusnya tunduk akan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan

Tambahan Pangan serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2001 Tentang Bahan Berbahaya dan Beracun. Pelaku usaha dalam hal

ini apabila diperhatikan dalam kenyataanya tidak menjalankan peraturan yang

sudah ada dengan apa yang seharusnya.

Berdasarkan paparan di atas, dengan faktor kurangnya pengetahuan

konsumen akan pentingnya perlindungan konsumen maka dapat dikemukakan

bahwa perlindungan hukum pada konsumen sebagai pembeli sekaligus

pemakai barang/atau jasa sangat diperlukan, karena pada perinsipnya menurut

UUPK secara global konsumen berhak untuk mendapatkan hak untuk merasa

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang
10

Tambahan Pangan’, 2012.


9

aman, hak untuk diberi informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar dan

hal untuk mendapatkan perlindungan merupakan hak mendasar yang dimiliki

oleh setiap konsumen, dan pentingnya pengawasan terhadap produk olahan

pangan yang menyangkut masalah kesehatan konsumen yang terdiri dari

sanitasi bahan baku, proses pengolahan, penyalahgunaan bahan tambahan

pangan yang dikonsumsi oleh konsumen dan pengawasan terhadap pelaku

usaha yang dilarang memperdagangkan kembali sediaan farmasi dan pangan

yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

informasi secara lengkap.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian dan

melaporkan hasil dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul

“PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN RINGAN

YANG MENGANDUNG ZAT RHODAMIN B DI PASAR

TRADISIONAL KOTA SERANG DITINJAU DARI UNDANG-

UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012

TENTANG PANGAN (STUDI KASUS DI PASAR TRADISIONAL

KOTA SERANG (PASAR RAU).’’

B. Identifikasi Masalah
10

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian skripsi ini adalah:

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran makanan

ringan yang mengandung Rhodamin B berdasarkan undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Juncto Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan?

2. Bagaimana upaya dan sanksi yang dikeluarkan oleh BPOM kepada pelaku

usaha dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan makanan

ringan yang mengandung Rhodamin B di pasar tradisonal kota Serang

berdasarkan undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang

Pangan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas ada beberapa tujuan yang

melandasi penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Perlindungan Hukum konsumen terhadap makanan

ringan yang mengandung Rhodamin B berdasarkan Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Untuk mengetahui upaya dan sanksi yang diberikan oleh BPOM kepada

pelaku usaha dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan

makanan ringan yang mengandung Rhodamin B di pasar tradisonal kota


11

Serang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat

memberikan kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu:

1. Kegunaan teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi penyusun

peraturan tentang perlindungan konsumen khususnya perlindungan

hukum dalam beredarnya makanan ringan dengan pewarna Rodamin B.

b. Dapat menambah dan memperkaya pengetahuan tentang upaya hukum

yang dapat dilakukan oleh konsumen yang merasa dirugikan atas

beredarnya makanan ringan dengan pewarna Rodamin B yang berbahaya

penelitian ini kiranya dapat menambah pengetahuan tentang

perlindungan konsumen yang lebih aman dan terlindungi dari posisi

konsumen.

2. Kegunaan Praktis

Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum

bagi peneliti khususnya mengenai beredarnya makanan ringan dengan

pewarna Rodamin B yang berbahaya:

a. Penelitian ini dapat di jadikan sarana untuk mengembangkan wacana

serta pemikiran bagi penulis sekaligus mampu memberikan jawaban

terhadap permasalahan yang sedang diteliti.


12

b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan pengetahuan

dalam perkembangan persoalan hukum bagi para praktisi hukum dan

pihak-pihak, khususnya yang terkait dengan permasalahan perlindungan

terhadap konsumen atas beredarnya makanan ringan dengan pewarna

Rodamin B berbahaya.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori memuat teori-teori yang relevan dengan penelitian

yang dikerjakan. Kemudian kerangka teori ini digunakan sebagai landasan

teori atau dasar pemikiran dalam penelitian yang dilakukan.11 Kerangka

teori diperlukan dalam setiap penelitian untuk memberikan landasan teori

bagi penulis dalam menyelesaikan masalah dalam proses penelitian.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka penulis menyusun

teori - teori yang diharapkan dapat menjadi landasan untuk memahami dan

memecahkan masalah dalam penelitian ini yaitu, Teori Perlindungan hukum

dan Teori Kepastian Hukum.

a. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo adalah memberikan

pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan

11
H. Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1995, hlm. 39.
13

perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.12

Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo menjelaskan teori

perlindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan

mengintergrasikan dan mengkoordinasikan sebagai kepentingan dalam

masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan

terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara

membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan

manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan

kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan

hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu

ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh

masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat

tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota masyarakat

dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili

kepentingan masyarakat.13

b. Teori Kepastian Hukum

Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum merupakan

sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara

12
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 20.
13
Ibid, hlm. 54.
14

yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan

hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang

berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek

yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi

sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.14.

Kepastian dalam atau dari hukum akan tercapai jika hukum

berdasarkan pada undang-undang, dalam undang-undang tersebut tidak

ada ketentuan yang saling bertentangan. Undang-undang tersebut tidak

ada istilah-istilah hukum yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.

Selain itu disebutkan, bahwa kepastian mempunyai arti bahwa dalam hal

kongkrit kedua pihak berselisih dapat menentukan kedudukan mereka.

Tugas hukum menjamin kepastian dalam hubungan-hubungan yang

kedapatan dalam pergaulan kemasyarakatan.

2. Kerangka Konseptual

Guna membahas permasalahan dalam penelitian ini menggunakan

kerangka pemikiran yang terdiri dari beberapa pengertian yang digunakan

dalam penelitian ini. Sehingga teori-teori tersebut akan menjadi landasan

berpijak bagi peneliti dalam penelitianya. Konsep memiliki fungsi sebagai

pemberi arahan kepada penelitian dalam melakukan penelitian. Untuk

mengkaji suatu permasalahan hukum secara lebih mendalam, diperlukan

teori-teori yang berupa serangkaian asumsi, konsep, definisi dan proposisi

14
Zainal asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2012, hlm. 33.
15

untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep.

a. Konsumen dan Pelaku Usaha

Menurut Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada pasal 1 menjabarkan bahwa konsumen

adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan 15. Definisi

lain dari konsumen menurut Hornby Konsumen (consumer) adalah

seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa tertentu,

seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau

menggunakan jasa tertentu, sesuatu atau seseorang yang menggunakan

suatu persediaan atau sejumlah barang, setiap orang yang menggunakan

barang atau jasa16.

Definisi konsumen berdasarkan product liability directive

(selanjutnya disebut directive) sebagai acuan di negara Masyarakat

Ekonomi Eropa (MEE) untuk menyusun ketentuan-ketentuan hukum

perlindungan konsumen. Menurut directive tersebut yang berhak

menuntut ganti kerugian adalah pihak yang menderita kerugian

(berakibat kematian maupun cedera) atau kerugian berupa kerusakan

benda selain produk yang cacat itu sendiri17.

15
Kemenkes RI, ‘Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen’, 1999, hlm. 80.
16
H.U Adil, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2013, hlm. 185.
17
Ahmad Miru, ‘Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia’ Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 21.
16

Dalam realitas bisnis seringkali dibedakan antara:18

1) Consumer (konsumen) dan Costumer (pelanggan).

2) Konsumen adalah semua orang atau masyarakat termasuk pelanggan.

3) Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu produk

yang di produksi oleh produsen tersebut19.

Sedangkan pelaku usaha dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap

orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia20.

Dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut dapat

diperinci menjadi beberapa unsur yakni:

1) Bentuk atau wujud dari pelaku usaha adalah:

a) Orang perorangan, merupakan setiap individu yang melakukan

suatu usaha dengan seorang diri.

b) Badan usaha, merupakan kumpulan individu yang secara bersama-

sama menggeluti suatu usaha. Badan usaha ini terbagi menjadi 2

kategori yaitu badan hukum (perseroan terbatas) dan bukan badan

hukum (firma yang melakukan usaha secara insidentill)

2) Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian.

3) Di dalam berbagai bidang ekonomi.

15
H.U Adil, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Mitra Waacana Media, Jakarta, 2013, hlm.186.
1820
ibid, hlm, 15.
19

20
17

Melalui penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha

bukan hanya produsen melainkan hingga pihak terakhir yang menjadi

perantara antara produsen dan konsumen21.

b. Hubungan Hukum

Hubungan hukum yang diatur oleh hukum merupakan hak dan

kewajiban, pribadi yang satu terhadap pribadi yang lain dalam hidup

bermasyarakat. Jadi, hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum

setiap warga atau pribadi dalam hidup bermasyarakat. Hak dan

kewajiban tersebut apabila tidak dapat terpenuhi dapat dikenakan sanksi

menurut hukum22.

Perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan seseorang dalam berjanji kepada seseorang

atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Adapun ketentuan umum mengenai bentuk perjanjian tersebut diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hubungan hukum timbul

dari perikatan atau perjanjian yang dilakukan pihak-pihak dalam

melakukan perjanjian yang nantinya akan menimbulkan hak dan

kewajiban bagi para pihak23. Perjanjian melahirkan sebuah kewajiban

diantara kedua pihak yang harus dilaksanakan.

c. Hubungan Hukum Konsumen dan Pelaku Usaha

21
Pengertian Pelaku Usaha’, Jurnal Hukum <https://www.jurnalhukum.com/pengertian-
pelaku-usaha/>. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2020, pukul 20.35 WIB
22
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 3.
23
Arus Akbar Silondae and Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi & Bisnis, Mitra
Wacana Media, Jakarta, 2010, hlm. 10.
18

Perjanjian jual beli menjadi penghubung antara hubungan hukum

antara konsumen dan pelaku usaha. Pada proses ini konsumen melakukan

pembelian barang atau produk pada pelaku usaha. Proses jual beli adalah

suatu kontrak antara pihak penjual yang mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu benda, sedangkan pihak pembeli yang mengikatkan

dirinya untuk membayar harga dari benda tersebut sebesar yang telah

disepakati bersama24.

Ketentuan ini pun terdapat pada pasal 1457 KUHPdt yang

mengandung empat unsur yaitu:

1) Unsur subjek terdiri atas penjual dan pembeli;

2) Unsur objek terdiri atas barang dan harga;

3) Unsur peristiwa (perbuatan) terdiri atas menjual dengan menyerahkan

barang dan membeli dengan membayar harga, masing-masing

peristiwa di dukung oleh dokumen;

4) Unsur tujuan terdiri atas pengalihan hak milik atas barang dan

memperoleh kenikmatan/keuntungan atau laba25.

Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan pejanjian

konsensual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para

pihak tersebut mengenai unsur esensial dan aksidentalia dari perjanjian

tersebut. Perjanjian jual beli dikatakan pada umumnya merupakan

perjanjian konsensual (perjanjian formal), yaitu yang dibuat dalam betuk

24
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 25.
25
Abdulkadir Muhammad, ‘Hukum Perusahaan Indonesia’,Citra Aditya Bakti, Jakarta,
2010, hlm. 457
19

tertulis yang berupa akta autentik.jual26. Dapat disimpulkan penjelasan

dalam Pasal 1457 KUHPdt bahwa jual beli merupakan suatu persetujuan

dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

dijanjikan. Pada setiap jual beli sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua)

pihak, yaitu pihak penjual yang berkewajiban menyerahkan barang objek

jual beli dan pihak pembeli yang berkewajiban membayar harga

pembelian.

d. Standarisasi Keamanan BPOM

Standarisasi keamanan Pangan BPOM terhadap keamanan dan

mutu serta gizinya dengan mengacu data-data serta literatur. Berikut ini

syarat yang harus dipenuhi antara lain, menurut BPOM yaitu:

a. Keamanan, yaitu batas maksimum cemaran mikroba, cemaran fisik,

dan cemaran kimia;

b. Mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan standar dan

persyaratan yang berlaku serta cara produksi pangan yang baik untuk

pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau cara distribusi

pangan yang baik untuk pangan olahan yang dimasukkan ke dalam

wilayah Indonesia;

c. Gizi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Seperti terpapar

dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia, pada pasal satu

menyebutkan bahwa ketentuan umum dari keamanan pangan

26
Ahmad Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2008, hlm. 127.
20

merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain

yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan

manusia.

e. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen

Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum merupakan

adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara

mengalokasikan sesuatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam

rangka kepentingan tersebut27. Pada konteks konsumen, hukum

memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang

mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut28. Cara-cara dalam

memberikan perlindungan hukum yaitu:

a. Membuat peraturan, bertujuan untuk:

1) Memberikan hak dan kewajiban;

2) Menjamin hak-hak para subyek hukum.

b. Menegakkan peraturan, melalui:

1) Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk pencegah

(preventive) terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, dengan

perizinan dan pengawasan;

2) Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive)

pelanggaran UUPK, dengan menegakkan sanksi pidana dan

hukumannya;

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, hlm. 121.
27

Philipus.M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu. Surabaya, 1987.
28

hlm. 38.
21

3) Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative;

recovery; remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti

kerugian29.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

perlindungan hukum merupakan suatu usaha demi melindungi

masyarakat untuk mendapatkan kemanfaatan, keadilan, dan kepastian

hukum oleh pemerintah secara jelas. Pada kasus penelitian ini

perlindungan hukum untuk melindungi konsumen dari makanan ringan

yang ditambahkan Rhodamin B berbahaya.

Menurut UUPK Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1, perlindungan

konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen

mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen

terhadap barang dan jasa. selain itu, pengertian perlindungan konsumen

menurut H.U. Adil Samadani Perlindungan Konsumen adalah perangkat

hukum yang diciptakan untuk melindungi hak konsumen atau bisa

disebut juga segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen30. Dari pengertian yang

telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa perlindungan konsumen

merupakan usaha untuk melindungi hak dan kewajiban kepada konsumen

agar mendapatkan kepastian hukum.

f. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


29
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Perlindungan Konsumen, UNILA, Lampung,
2007. hlm. 20.
30
Adil, ‘Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Mitra Wancana Media, Jakarta, 2016, hlm. 33
22

Menurut Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 menyatakan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga

pemerintah non-kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan pada bidang

kesehatan.31 Sehingga dalam melaksanakan tugas pengawasannya BPOM

memiliki fungsi sebagai, berikut:

a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan

Makanan;

b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan

Makanan;

c. Penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di

bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama

Beredar;

d. Pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama

Beredar;

e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan

instansi pemerintah pusat dan daerah;

f. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat

dan Makanan;

g. Pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

PERPRES RI, ‘Peraturan Presiden RI No. 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat
31

Dan Makanan, Jakarta, 2017.


23

h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan

administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;

i. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung

jawab BPOM;

j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan

k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur

organisasi di lingkungan BPOM32.

g. Makanan Ringan

Makanan ringan adalah makanan yang biasa dikonsumsi saat

menanti waktu makan pokok, juga makan yang biasa dikonsumsi untuk

selingan disela-sela makan pokok33. Makanan ringan banyak sekali di

jumpai di tengah-tengah masyarakat, seperti kue, cookies, permen,

kerupuk dan lain sebagainya. Akibatnya banyak pula akanan ringan yang

hanya mengutamakan rasa dan tekturnya tanpa memperdulikan kesehatan

para konsumen. Berikut ciri-ciri makanan ringan yang tidak baik

dikonsumsi:

a. Goreng-gorengan dan bakaran,

b. Terlalu banyak zat aditif seperti pemanis, penguat rasa, pengawet, dan

pewarna

c. Kurang mengandung serat makanan alami.


32
Ibid 15.
33
Halim Oky Zulkarnaen, ‘Analisis Strategi Pemasaran Pada Usaha Kecil Menengah
(UKM) Makanan Ringan’, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, 2012, 2015. Diakses pada tanggal 30
Agustus 2020, pukul 21.10
34
Godam, ‘Makanan Ringan/Cemilan/Snack Yang Tidak Baik/Buruk Untuk Kesehatan
Manusia’, ILMU PENGETAHUAN <http://www.organisasi.org/1970/01/makanan-ringan-cemilan-
snack-yang-tidak-baik-buruk-untuk-kesehatan-manusia.html?m=1#.XwW9Lue-lPZ>. Diakses
pada tanggal 28 Agustus 2020, pukul 19.25 WIB
24

d. Terlalu banyak mengandung gula atau garam.

e. Terlalu banyak mengandung kalori, lemak, kolesterol, kafein, dsb.

f. Sudah tidak layak dimakan karena busuk atau kadaluwarsa.

g. Dibuat dengan cara yang tidak higienis.

h. Daging berlemak, jeroan dan daging merah atau keju olahan

i. Makanan kering terbungkus dan berpengawet, awet dan tahan lama34.

h. Rodamin B

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal,

berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan

akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B

merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada

industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk

pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah Dand C Red

no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant

Pink35.

Rhodamin B merupakan bahan tambahan pangan yang dilarang

oleh pemerintah karena membahayakan bagi kesehatan jika dikonsumsi.

Ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin B dilihat dari fisiknya

yaitu:

a. Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok.

b. Terkadang warna terlihat tidak homogen


3435
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.
http://www.organisasi.org/1970/01/makanan-ringan-cemilan-snack-yang-tidak-baik-buruk-untuk-
kesehatan-manusia.html?m=1#.XwW9Lue-lPZ>. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2020, pukul
21.35
3536
Ibid 15.
25

c. Terdapat gumpalan warna pada produk

d. Rasanya pahit36.

i. Pasar Tradisional

Pasar Tradisional merupakan pasar yang berkembang di

masyarakat asli pribumi di mana kegiatan penjual dan pembeli yang

dilakukan secara langsung dalam bentuk eceran mamupun grosiran37.

Pasar tradisional biasanya muncul dari kebutuhan masyarakat umum

yang membutuhkan tempat untuk menjual barang yang dihasilkan dan

konsumen yang membutuhkan barang tertentu untuk kebutuhan hidup

sehari-hari. Pasar tradisional memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu:

a. Adanya sistem tawar-menawar antara penjual dan pembeli.

b. Pasar tradisional dimiliki, dibangun, dan dikelola oleh pemerintah

daerah.

c. Sebagian besar barang dan jasa ditawarkan adalah produksi lokal38.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Maka
36

37
Kompas, ‘Pasar Tradisional: Pengertian, Ciri Dan Jenisnya’, 2020. Diakses pada tanggal
28 Agustus 2020, pukul 20.15 WIB
<https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/28/060000169/pasar-tradisional--pengertian-ciri-
dan-jenisnya?page=all>.
38
Kompas.‘Pasar Tradisional: Pengertian, Ciri Dan Jenisnya’, 2020
<https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/28/060000169/pasar-tradisional--pengertian-ciri-
dan-jenisnya?page=all>. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2020, pukul 20.15 WIB
26

diadakan juga pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-

permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.39 Adapun untuk

mencapai sasaran yang tepat dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan

metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris.

Penelitian yuridis empiris merupakan jenis penelitian hukum sosiologis

yang biasa disebut dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan

hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya 9. Dengan

kata lain penelitian ini dilakukan dengan keadaan sebenar-benarnya atau

keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui

dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang

dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang

pada akhirnya menuju penyelesaian masalah30.

2. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Perundang-Undangan

Adapun undang-undang yang ditelaah dalam penelitian ini yaitu :

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2010,
hlm. 132.
27

3) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun

2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan.

b. Pendekatan Konseptual

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan undang-undang adalah pendekatan yang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu

hukum yang sedang ditangani40.

c. Pendekatan Kasus

Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara

melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang

dihadapi41. Adapun kasus yang di teliti berupa makanan ringan yang

mengandung Rhodamin B pada pasar Rau Kota Serang.

3. Data dan Sumber Data

Berkaitan dengan penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis-

empiris, maka data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Data Primer merupakan sumber data utama yang diperoleh

melalui studi lapangan secara langsung dengan permasalahan yang

40
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Pertama Media Group, Jakarta, 2011, hlm.
24
41
Marzuki. Metodologi Riset, BPFE UII, Yogyakarta: 2009, hal. 93
28

diteliti (object research), melalui wawancara. Sumber data primer

terdiri dari sebagai berikut:

a BPOM Serang,

b Pelaku Usaha (pedagang), diwakili oleh 3 orang pemilik toko di

Pasar Tradisional Kota Serang.

c Pembeli (konsumen), diwakili oleh 4 orang.

d Akademisi Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa, diwakili oleh 1 orang mahasiswa.

Dari pendapat para sumber diatas hanya diwakili oleh beberapa

pihak BPOM karena tugas BPOM bersifat sama, untuk pelaku Usaha dan

Konsumen juga hanya diwakili oleh beberapa sumber karena data yang

di dapatkan dari sumber bersifat sama.

2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang diperoleh melalui bahan

pustaka dengan cara mengumpulkan berbagai sumber bacaan yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.42 Data sekunder terdiri dari:

a Bahan hukum primer, merupakan bahan yang berasal dari ketentuan

perundang-undangan dan dokumen hukum.43 Bahan hukum primer

yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari:

1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.


42
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
2004. hlm. 52
43
Ibid. Hlm29
29

3) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003

Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan.

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001

Tentang Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang pembinaan

dan Pengawasan.

6) Peraturan Kapala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan

Makanan.

b Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer.44 Bahan hukum sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan kepustakaan

berupa buku ilmu hukum, bahan kuliah, maupun literatur yang berkaitan

dengan penelitian atau masalah yang dibahas.

c Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan hukum sekunder45. Bahan-bahan yang

dimaksud adalah Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, media

elektronik dan internet.

4. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang di lakukan penulis dalam penelitian ini

adalah :

44
Ibid. hlm 29
45
ibid. hlm 29
30

a. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan membaca dan mempelajari berbagai macam buku

ilmu, majalah, media, peraturan perundang-undangan, serta melalui data-

data yang di akses dari internet yang berkaitan dengan skripsi ini untuk

mendapatkan data-data yang berhubungan dengan permasalahan

Perlindungan Konsumen Terhadap Makanan Ringan Yang Mengandung

Zat Rhodamin B Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

b. Studi Lapangan

Studi Lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan

menggunakan tehnik wawancara (interview) langsung dengan responden

yang telah direncanakan sebelumnya. Wawancara dilaksanakan secara

langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk

mendapatkan keterangan atau jawaban yang bebas, sehingga data yang

diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan serta sesuai dengan

permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi. Wawancara

akan dilakukan terhadap:

a. BPOM Kota serang,

b. Pelaku Usaha (pedagang), diwakili oleh 3 orang pemilik toko di Pasar

Tradisional Kota Serang.

c. Pembeli (konsumen), diwakili oleh 4 orang.

d. Akademisi Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa, diwakili oleh 1 orang mahasiswa.

5. Analisis Data
31

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

deskriptif kualitatif. Deskriftif kualitatif merupakan penelitian yang

mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan

keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa

yang sebenarnya terjadi yang dinyatakan oleh pihak BPOM, konsumen dan

pelaku usaha, serta dengan menggunakan kerangka teori dan kerangka

konsep secara jelas, teratur logis dan efektif dengan tidak menggunakan

rumus matematika dan data statistik. Dari analisis data tersebut, dilanjutkan

dengan menarik kesimpulan dengan menggunakan motode induktif yaitu

suatu cara berfikir khusus kemudian diambil kesimpulan secara umum guna

menjawab permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami isi dan maksud dari penulisan

skripsi ini, maka penulis menyusun skripsi ini ke dalam 5 (lima) bab, yang

masing-masing bab menguraikan tentang:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari beberapa bagian, diantaranya membahas

mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, kerangka penelitian, metode

penelitian, sistematka penulisan.


32

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN TERHADAP MAKANAN RINGAN YANG

MENGANDUNG ZAT RHODAMIN B

Bab ini memaparkan tentang pengertian perlindungan konsumen,

asas dan tujuan perlindungan konsumen, pengertian konsumen,

dan pelaku usaha, tinjauan umum tentang pangan, bahan

tambahan pangan dan bahan berbahaya Rhodamin B.

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN

RINGAN YANG MENGANDUNG ZAT RHODAMIN B DI

PASAR TRADISIONAL KOTA SERANG DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-

UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN

Bab ini menguraikan menggenai Perlindungan Konsumen

Terhadap Makanan Ringan Yang Mengandung Zat Rhodamin B

Di Pasar Tradisional Kota Serang Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen .

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP

MAKANAN RINGAN YANG MENGANDUNG ZAT

RHODAMIN B DI PASAR TRADISIONAL KOTA SERANG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO

UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG


33

PANGAN (STUDI KASUS DI PASAR TRADISIONAL

KOTA SERANG (PASAR RAU)

Pada bab ini menguraikan mengenai analisis perlindungan

konsumen terhadap makanan ringan yang mengandung zat

Rhodamin B di pasar tradisional kota serang ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012

Tentang Pangan (Studi Kasus Di Pasar Tradisional Kota Serang

(Pasar Rau).

BAB V PENUTUP

Pada bab ini memuat simpulan dan saran. Simpulan merupakan

jawaban atas identifikasi masalah sedangkan saran memuat usulan

menyangkut aspek-aspek operasional, konkrit dan praktis.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen.


Ghalia Indonesia, Bogor, 2008.

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, RajaGrafindo Persada, Divisi


Rajawali Pers, Jakarta, 2008.
.
Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di
Indonesia, Raja Grafindo Persada, jakarta, 2011.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2010.

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2000.

Adil, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Mitra Wancana Media, Jakarta, 2016.


34

Ahmad Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Rajagrafindo Persada,


Jakarta, 2008.

Arus Akbar Silondae and Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi &
Bisnis, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,


Jakarta, 2008.

H.U Adil, ‘Dasar-Dasar Hukum Bisnis, Mitra Waacana Media, Jakarta,


2013.

Marzuki, Metodologi Riset, BPFE UII, Yogyakarta, 2009.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditia Bakti, Bandung,


2004.

Philipus.M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,


Surabaya, 2004.

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia, Jakarta, Kompas,


2003.

Wisnu Cahyadi, Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan


Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Zainal asikin, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan dan Ketentuan Hukum Internasional

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, August, 2012, 32.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012


Tentang Tambahan Pangan’, 2012

Kemenkes RI, Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999


Tentang Perlindungan Konsumen, 1999, 80. PERPRES RI, ‘Peraturan
Presiden RI No. 80 Tahun 2017 Tentang Badan Pengawas Obat Dan
Makanan’, Jakarta, 2017.
35

C. Jurnal, Makalah, Skripsi, dan Putusan Hakim

Halim Oky Zulkarnaen, "Analisis Strategi Pemasaran Pada Usaha Kecil


Menengah (UKM) Makanan Ringan", Fakultas Ekonomi Dan Bisnis,
2012, 2015. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2020, pukul 21.10 WIB.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, "Informasi


Pengamanan Bahan Berbahaya: Rodamin B", 2012. Diakses pada
tanggal 30 Agustus 2020, pukul 21.35 WIB.

Mardiah and Ernawaty, "Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Produk


Makanan Impor Oleh Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan
(BBPOM) Di Kota Pekanbaru", Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau 2014. Diakses pada tanggal 23 Maret 2020, pukul 16.35
WIB

D. Internet

CNBC Indonesia, "Di Tengah Corona, Ekspor UMKM RI Ke Luar Negeri


Jalan Terus’, CNBC Indonesia." 27 April 2020.
https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20200427164158-25-
154766/di-tengah-corona-ekspor-umkm-ri-ke-luar-negeri-jalan-terus>.
Diakses Pada Tanggal 23 Maret 2020. Pukul 19.15 WIB

Godam, "Makanan Ringan/Cemilan/Snack Yang Tidak Baik/Buruk Untuk


Kesehatan Manusia", ILMU PENGETAHUAN
<http://www.organisasi.org/1970/01/makanan-ringan-cemilan-snack-
yang-tidak-baik-buruk-untuk-kesehatan-manusia.html?m=1#.XwW9Lue-
lPZ>. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2020, pukul 19.25 WIB

Intensifikasi Pengawasan Keamanan Pangan Di Kota Serang’, Badan POM


(Serang, 2019)
<https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/16223/Intensifikasi-
Pengawasan-Keamanan-Pangan-di-Kota-Serang.html>. Diakses pada
tanggal 20 Agustus 2020, pukul 19.00 WIB

Kompas, ‘Pasar Tradisional: Pengertian, Ciri Dan Jenisnya’, 2020


<https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/28/060000169/pasar-
tradisional--pengertian-ciri-dan-jenisnya?page=all>. Diakses pada
tanggal 28 Agustus 2020, pukul 20.15 WIB

Perusahaan Makanan Ringan’, Indonesia, Kementerian Perindustrian Republik


<https://kemenperin.go.id/direktori-perusahaan?what=makanan
36

ringan&prov=0&hal=2>. Diakses pada tanggal 29 Maret 2020, pukul


16.48 WIB

Pengertian Pelaku Usaha’, Jurnal Hukum


https://www.jurnalhukum.com/pengertian-pelaku-usaha/>. Diakses pada
tanggal 20 Agustus 2020, pukul 20.35 WIB

Anda mungkin juga menyukai