Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Nama : Gabriela Anggraeni


NIM : 1907341035
Kelas : P2 Perpajakan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kontribusi pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahun
semakin meningkat. Hal ini menunjukkkan bahwa peranan pajak semakin besar dalam APBN.
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pajak (DJP) terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan
pajak.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, Pajak merupakan
kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk
secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan
Negara dan pembangunan Nasional.
Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara
serta masyarakatnya. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan-perbaikan dan
perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi
perpajakan dari waktu ke waktu, yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan
sistem administrasi perpajakan. Tujuannya agar basis pajak dapat semakin diperluas dan potensi
penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan
sosial serta memberikan pelayanan prima kepada Wajib Pajak.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, dan politik, disadari
bahwa perlu dilakukan perubahan Undang-Undang tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan Pajak, Pemerintah
telah melakukan reformasi terhadap sistem perpajakan Indonesia pada tahun 1983. Melalui
sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayan untuk memperhitungkan, menyetor dan melaporkan
pajaknya sendiri yang disebut dengan self assessment system.
Self Assessment System berlaku pada Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. PPh Pasal 25 adalah
salah satu PPh yang menerapkan Self Assessment System. Sistem ini dirancang dengan
mengedepankan prinsip tranparasi dan kepercayaan terhadap wajib pajak untuk aktif dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Mulai dari mendaftarkan diri, menghitung, membayar
serta melaporkan jumlah pajak terutangnya melalui SPT (Surat Pemberitahuan) dan SSP (Surat
Setoran Pajak). Sebelumnya, wajib pajak harus mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
sebagai syarat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan dituntut untuk mengetahui isi dan
maksud perpajakan dengan baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Siska dan Endra Lesmana (2020) dan Saddang (2019)
dengan judul “Pengaruh Penerapan Self Assessment System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan self assessment system,
pengetahuan Wajib Pajak, dan kualitas pelayanan secara simultan berpengaruh terhadap
kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penerapan self assessment system secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang. Hal ini berarti bahwa
semakin baik pelaksanaan self assessment system, maka kepatuhan wajib pajak orang pribadi
semakin meningkat.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa self assessment
system dirancang agar wajib pajak aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga
dapat meningkatkan penerimaan pajak. Dengan demikian, judul yang dapat diambil dalam
penelitian ini yaitu “Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan”.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah
yang diajukan yaitu bagaimana pengaruh self assessment system terhadap penerimaan Pajak
Penghasilan?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh self assessment system terhadap penerimaan Pajak
Penghasilan.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoris
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai Self
Assessment System terhadap penerimaan Pajak Penghasilan sehingga Wajib Pajak
termotivasi untuk membayar pajaknya sendiri.
2. Manfaat Praktis
Sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan, membantu memberikan kontribusi bagi Direktur Jenderal Pajak dalam
memungut pajak yang terutang dengan cara mengidentifikasi Pengaruh penerapan Self
Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan. Sehingga jumlah pajak yang
diterima bisa optimal. Dan masyarakat mempunyai kesadaran untuk membayar pajak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1. Landasan Teori
1.1.1. Pengertian Pajak
Pengertian atau definisi pajak dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan adalah konribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Pajak merupakan kontribusi wajib warga negara. Artinya warga negara yang sudah
memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif wajib untuk membayar pajak
2. Pajak bersifat memaksa untuk setiap warga negara.
3. Warga negara tidak mendapatkan imbalan secara langsung.
4. Berdasarkan Undang-Undang. Artinya pajak diatur dalam undang-undang negara.
1.1.2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara, khususnya pembangunan.
Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam membiayai seluruh pengeluaran yang
dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak mempunyai beberapa
fungsi, antara lain:
1 Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara
mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai
pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya. Dengan demikian, fungsi pajak
merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan
pengeluaran negara dengan pendapatan negara.

2 Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)


Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam
lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
● Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
● Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti
pajak ekspor barang.
● Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi
dari dalam negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
● Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu
perekonomian agar semakin produktif.
3 Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)
Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan ataran
pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
4 Fungsi Stabilitas
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian,
seperti untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan
ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar
dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
1.1.3. Jenis-Jenis Pajak
Ada beberapa jenis pajak yang dipungut pemerintah ke masyarakat atau wajib pajak,
yang dapat digolongkan berdasarkan sifat, instansi pemungut, objek pajak serta subjek pajak.
1. Jenis Pajak Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
● Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax)
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya diberikan kepada wajib
pajak bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. Sehingga pajak tidak
langsung tidak dapat dipungut secara berkala, tetapi hanya dapat dipungut bila
terjadi peristiwa atau perbuatan tertentu yang menyebabkan kewajiban membayar
pajak. Contohnya: pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), di mana pajak ini
hanya diberikan bila wajib pajak menjual barang mewah.

● Pajak Langsung (Direct Tax)


Pajak langsung merupakan pajak yang diberikan secara berkala kepada wajib
pajak berlandaskan surat ketetapan pajak yang dibuat kantor pajak. Di dalam surat
ketetapan pajak terdapat jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak. Pajak
langsung harus ditanggung seseorang yang terkena wajib pajak dan tidak dapat
dialihkan kepada pihak yang lain. Contohnya: Pajak Bumi dan Penghasilan (PBB)
dan pajak penghasilan.
2. Jenis Pajak Berdasarkan Instansi Pemungut
Berdasarkan instansi pemungutnya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:
● Pajak Daerah (Lokal)
Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut pemerintah daerah dan terbatas hanya
pada rakyat daerah itu sendiri, baik yang dipungut Pemda Tingkat II maupun
Pemda Tingkat I. Contohnya pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak
kendaraan bermotor, BPHTB, PBB (perdesaan dan perkotaan), dan pajak daerah
lainnya.
● Pajak Negara (Pusat)
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut pemerintah pusat melalui instansi
terkait, yakni DJP. Contohnya: PPN, Pajak Penghasilan (PPh), PPnBM, bea
meterai, PBB (perkebunan, perhutanan, dan pertambangan).
3. Jenis Pajak Berdasarkan Objek Pajak dan Subjek Pajak
Berdasarkan objek dan subjeknya, pajak digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu:
● Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan objeknya.
Contohnya: pajak impor, pajak kendaraan bermotor, bea meterai, dan
masih lainnya. 
● Pajak Subjektif
● Pajak subjektif adalah pajak yang pengambilannya berdasarkan subjeknya.
Contohnya pajak kekayaan dan pajak penghasilan.
1.1.4. Self Assessment System
Self Assessment terdiri dari dua kata bahasa Inggris, yakni self yang artinya sendiri, dan to
assess yang artinya menilai, menghitung, menaksir. Dengan demikian, pengertian self
assessement adalah menghitung atau menilai sendiri. Wajib pajak dapat menghitung sendiri
pajak yang terutang. Jadi, Self Assessment System adalah suatu sistem yang memberi
kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan
membayar sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Selain itu wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang
dan telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perpajakan. Contoh sistem
pemungutan dari self assessment system, yaitu jenis pajak PPn dan PPh.
Hakikat Self Assessment System adalah penetapan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak. Pada sistem ini, masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab
yang lebih besar untuk melaksanakan kewajibannya, yaitu menghitung, memperhitungkan,
membayar serta melaporkan sendiri pajak yang terutang. Dalam hal ini dikenal dengan:
1. Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak.
2. Menghitung dan/atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
3. Menyetor pajak tersebut ke bank persepso/kantor pos.
4. Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak.
5. Menentapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT dengan baik
dan benar.
Ciri-ciri self assessment system yaitu:
1. Wajib pajak menentukan besaran pajak terutang.
2. Wajib pajak memiliki peran aktif untuk menyelesaikan kewajiban pajak, mulai dari
perhitungan, pembayaran, maupun pelaporan.
3. Pemerintah tidak harus menerbitkan surat ketetapan pajak, kecuali ketika wajib pajak
telat melapor, telat membayar utang, maupun terdapat keajiban pajak yang tidak dibayar
oleh wajib pajak.
Tata cara pemungutan pajak dengan self assessment system akan berhasil dengan baik
jika masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan yang luas mengenai perpajakan
sehingga kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan dengan baik untuk meningkatkan
penerimaan Pajak Penghasilan.
Dalam sistem self assessment wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya ke Kantor Pelayanan Pajak atau
kantor penyuluhan Pajak, Pembayaran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) dan untuk pelaporan menggunakan Surat pemberitahuan (SPT). Surat Setoran Pajak
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
pajak yang terutang ke Kas Negara atau ke kas negara melalui kantor pos dan atau Bank
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Surat Setoran Pajak ini digunakan sebagai saran untuk
membayar pajak dan merupakan bukti pembayaran pajak. Mengingat batas waktu
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan adalah 3 (tiga) bulan setelah tahun pajak
terakhir, maka besarnya angsuran pajak harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebelum
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Berdasarkan
ketentuan ini, besarnya pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut adalah sama dengan angsuran pajak
untuk bulan terakhir dari pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, tetapi tidak
boleh lebih kecil dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu.
Apabila pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
yang disampaikan lebih kecil dari pada pajak yang telah dibayar, dipotong dan dipungut
selama tahun pajak yang bersangkutan, dan oleh karena wajib pajak mengajukan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan
dengan uang pajak lainm, sebelum Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan mengenai
pembelian atau perhitungan kelebihan pajak tersebut, besarnya angsuran bulanan adalah
sama dengan angsuran pajak bulan terakhir dari tahunan pajak yang lalu, tetapi tidak boleh
lebih kecil dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu. Pembayaran kekurangan
Pajak (PPh pasal 29) jatuh tempo pada tanggal 25 bulan ketiga setelah berikutnya tahun
pajak. Jika tahun pajak menggunakan tahun takwim (tahun kalender) maka jatuh temponya
adalah tanggal 25 Maret tahun berikutnya, dan apabila tanggal jatuh tempo pembayaran
bertepatan dengan hari libur maka, pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hal
lain yang mungkin terjadi dalam pembayaran pajak adalah terjadinya selisih antara jumlah
pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak.
Jika jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang maka terjadilah
selisih lebih. Atas keadaan ini, Wajib Pajak berhak meminta kembali kelebihan pembayaran
pajak dengan catatan Wajib Pajak tidak mempunyai utang pajak, karena pengembalian pajak
hanya dapat terjadi jika kelebihan pembayaran pajak sudah dikurangi terlebih dahulu dengan
seluruh utang pajaknya. Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 6 Tahun 1983, setiap wajib pajak
wajib mendaftarkan dirinya pada Ditjen Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP). NPWP di samping sebagai pengenal diri wajib pajak merupakan alat untuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
1.1.5. Penerimaan Pajak Penghasilan
Pelaksanaan kegiatan untuk mensejahterakan masyarakat memerlukan dana yang sangat
besar dan bertahap. Dalam hal ini pemerintah memerlukan sumber-sumber pembiayaan yang
berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Sumber-sumber pembiayaan tersebut dapat diperoleh dari
sektor perpajakan yang digunakan untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Oleh karena itu,
pajak sebagai sumber penerimaan negara yang paling utama (fungsi budget) di setiap negara-
negara juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-
kegiatan swasta dalam perekonomian (fungsi pengatur).
Kontribusi masyarakat dalam meningkatan pendapatan negara sangat penting. Pajak
merupakan salah satu sektor yang tergolong mayoritas dalam susunan Anggaran Pendapan dan
Belanja Negara (APBN). Penerimaan dalam negeri yang berasal dari pajak memiliki pengaruh
terhadap APBN hampir 70%, sehingga Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan usaha-usaha
nyata untuk meraih target dalam meningkatkan penerimaan negara dari bidang pajak. Salah satu
upaya pemerintah dalam mengelola pajak adalah dengan menetapkan target penerimaan pajak
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Target penerimaan pajak dalam satu
dekade masih dibawah target APBN hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi makro dan
kebijakan pemerintah dalam tahun berjalan sering tidak bisa diprediksi secara presisi. Akibat
target penerimaan pajak yang tidak tercapai, dapat membuat program pembangunan maupun
belanja pemerintah tersendat dan defisit APBN melebar. Untuk dapat meningkatkan penerimaan
negara, maka masyarakat diharapkan sangat berperan aktif dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Definisi penerimaan pajak itu sendiri menurut John Hutagaol (2007:325) adalah:
“Penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus-menerus
dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah serta kondisi masyarakat.”
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang dperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak
rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara
tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini
yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berdasarkan kepada keadilan 
sosial (Suherman, 2011).
Pengertian penerimaan pajak menurut UU Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1 Angka 3 UU Nomor
4 Tahun 2014, adalah: “Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri
atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.”
Jadi, penerimaan pajak menjadi sumber pembiayaan yang digunakan untuk kepentingan
Negara.
1.2. Pembahasan Hasil Peneltian Terdahulu
⮚ Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Siska dan I Made Endra (2020) dengan judul
penelitian “Pengaruh Self Assessment System terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi yang Mengajukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas (Studi Empiris Terhadap
Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Denpasar). Adapun yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa penerapan Self Assesment System
berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha dan pekerjaan bebas di Kota Denpasar. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui teknik kuisioner. Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistic dekskriptif dan pengujian
hipotesis menggunakan teknik analisis regresi. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa penerapan self assessment system berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan
pekerjaan bebas di kota Denpasar.
Penelitian yang dilakukan oleh Shafira Hidayah Ulya (2018) dengan judul “Pengaruh
Self Assesment System Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Timur”. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah jumlah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Setoran
Pajak (SSP) PPh Pasal 25 dan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 25 berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Timur. Metode yang digunakan peneliti yaitu dengan pendekatan
penelitian kuantitatif yang menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan
cara mempelajari catatancatatan atau dokumen-dokumen, formulir-formulir, laporan-
laporan, yang terdapat pada objek penelitian yang berhubungan dengan data yang
diperlukan dengan menggunakan regresi linier berganda, uji koefisien determinan, uji t,
dan uji F. berdasarkan hasil pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jumlah Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25 dan
jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 25 berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Timur.

Anda mungkin juga menyukai