Anda di halaman 1dari 165

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN


TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KECAMATAN
TAMBORA TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh :
MUAZZA FAZA ELMUNA
NIM 201431121

Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan


Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Esa Unggul
Jakarta
2019
UNIVERSITAS ESA UNGGUL

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN


TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KECAMATAN
TAMBORA TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat dalam Memperoleh Gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :
MUAZZA FAZA ELMUNA
NIM 201431121

Program Studi Kesehatan Masyarakat


Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul
Jakarta
2019
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya:


Nama : Muazza Faza Elmuna
NIM : 2014 31 121
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu-ilmu Kesehatan

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul :

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN TUBERKULOSIS


PARU DI PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA TAHUN 2018

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menerima sanksi yang akan ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 23 Februari 2019

Muazza Faza Elmuna

ii
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Data Pribadi :
Nama : Muazza Faza Elmuna
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 27 April 1996
Alamat : Jl. Marwah No. C32A Perumahan Qoryah
Thayyibah (PQT)
Srengseng, Jakarta 11630
Nomor Hp : 08119004027

Data Pendidikan :
2000 – 2001 : TKIT Al-Marjan Bekasi
2001 - 2008 : SDIT Al-Marjan Bekasi
2008 - 2010 : SMPIT Al-Marjan Bekasi
2010 – 2011 : SMPN 229 Jakarta
2011 - 2014 : SMAN 85 Jakarta
2014 - 2019 : Universitas Esa Unggul - Kesehatan Masyarakat

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Aprilita Rina Yanti Eff., M.Biomed, Apt., selaku Dekan Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
2. Ibu Putri Handayani, SKM, M.KKK., selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
3. Bapak Ade Heryana, S.St, M.KM., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dukungan, semangat dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Deasy Febriyanty, S.KM, M.KM dan Ibu Nayla Kamilia Fithri, S.KM,
M.PH selaku penguji.
5. Ibu Dian, selaku perawat pelasana Poli TB di Puskesmas Kecamatan Tambora
yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya
perlukan.
6. Alm Ibu Feria Ishak, Bapak Macky Sullam, Ibu Munyati Sullam, Bapak Wasis
Susetio, Lidya, Kak Fahmi, Lulu, Nabila, Nadina, Bude Anis, Bule Ninil, Bude
Anis, Mama Aris, dan Mak Ipah selaku keluarga penulis yang selalu
memberikan doa dan segala macam bentuk dukungan, hingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
7. Rezha, Irene, Cindy, Alfiyah, Esti, Elsa, Umay, Inya, Ami, Ike, Kak Caca, Dara,
Nimey, Fia, Rere, Whisnu, Giri, dan Rizki selaku kerabat penulis yang tak
henti-henti nya membantu dan memberi dukungan agar dapat menyelesaikan
skripsi ini.
v
8. Rekan-rekan Kesehatan Masyarakat 2014 serta Semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian laporan skripsi
ini.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, Februari 2019

Penulis

vi
vii
ABSTRAK

Judul : Analisis Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis Paru di


Puskesmas Kecamatan Tambora Tahun 2018
Nama : Muazza Faza Elmuna
Program Studi : Kesehatan Masyarakat

WHO menyatakan bahwa kasus TB di Indonesia adalah nomor tiga terbesar di


dunia setelah Cina dan India. Jumlah pasien TB Paru yang mengalami kekambuhan
di Puskesmas Kecamatan Tambora mengalami peningkatan pada tahun 2017, dari
9 orang pada tahun 2016 menjadi 16 orang. Pada semester I 2018 jumlah pasien
yang mengalami kekambuhan sudah mencapai 8 orang. Penelitian ini menggunakan
jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menguji keabsahan data dengan
triangulasi sumber dan metode. Data diambil menggunakan wawancara mendalam
dan observasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kurangnya pengetahuan
pasien kambuh mengenai TB Paru yang diduga karena rendahnya tingkat
pendidikan, tidak ada pasien kambuh yang merokok namun ada satu pasien yang
memiliki riwayat merokok terdahulu serta mendapat pajanan debu/rokok dari
tempat kerja, riwayat minum obat pasien kambuh umumnya baik, salah satu pasien
kambuh yang memiliki penyakit penyerta yaitu DM (Diabetus Melitus), dan status
gizi pasien kambuh cenderung membaik namun ada yang memiliki pola makan
kurang baik sehingga mengakibatkan penurunan berat badan pada saat masa
pengobatan. Sebaiknya dalam pencegahan kekambuhan TB Paru, pasien dapat
meningkatkan pengetahuan serta menjaga kesehatan. Rekomendasi untuk pihak
Puskesmas Kecamatan Tambora agar memperhatikan aspek fisik individu dan
lingkungan sosial dari pasien dengan mengadakan penyuluhan mengenai faktor
yang dapat memicu TB Paru.

Kata Kunci : TB Paru, kekambuhan, Analisis Kualitatif


xvi + 78 halaman ; 1 gambar; 13 tabel Daftar
Pustaka : 34 (1989-2017)

viii
ABSTRACT

Title : Analysis of the Causes of Lung Tuberculosis Recurrence in


Tambora District Health Center in 2018
Name : Muazza Faza Elmuna
Study Program : Public Health

WHO states that TB cases in Indonesia are the third largest in the world after China
and India. The number of patients with pulmonary TB who experienced recurrence
in the Tambora District Health Center experienced an increase in 2017, from 9
people in 2016 to 16 people. In the first semester of 2018 the number of patients
who experienced recurrence had reached 8 people. This study uses descriptive type
with a qualitative approach and tests the validity of the data by triangulating
sources and methods. Data was taken using in-depth interviews and observations.
The results revealed that the patient's lack of knowledge relapsed on pulmonary TB
which was thought to be due to low education levels, no relapsing patients who
smoked but one patient who had a previous smoking history and got dust / cigarette
exposure from the workplace, generally good recurrence history , one of the
relapsed patients who had comorbidities, namely DM (Diabetus Melitus), and
nutritional status of relapsed patients tended to improve but there were those who
had a poor diet which resulted in a decrease in body weight during the treatment
period. It is best to prevent recurrence of pulmonary TB, patients can increase
knowledge and maintain health. Recommendations for the Tambora District Health
Center to pay attention to the physical aspects of the individual and the social
environment of the patient by conducting counseling on factors that can trigger
pulmonary TB.

Keywords : Pulmonary TB, relapse, Qualitative Analysis


xvi + 78 pages : 1 picture; 13 tables
Bibliography : 34 (1989-2017)

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………...v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.....................vii
ABSTRAK.......................................................................................................viii
ABSTRACT…………………………………………………………………...ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………....xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….…...xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...xvi

BAB I .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................. 6
1.4.1 Tujuan Umum........................................................................ 6
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 6
1.5 Manfaat ............................................................................................ 7
1.6 Ruang Lingkup ................................................................................. 7

BAB II ............................................................................................................ 9
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9
2.1 Landasan Teori ................................................................................. 9
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis......................................................... 9
2.1.1.1 Perjalanan Alamiah Tuberkulosis ............................. 9
2.1.1.2 Cara Penularan......................................................... 11
x
2.1.1.3 Klasifikasi dan Tipe Pasien TB ................................ 12
2.1.1.4 Pengobatan Pasien TB .............................................. 16
2.1.1.5 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) ................................ 17
2.1.2 Kekambuhan Tuberkulosis Paru ......................................... 21
2.1.3 Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis Paru ............ 22
2.1.3.1 Riwayat Minum Obat ............................................... 22
2.1.3.2 Pengetahuan .............................................................. 23
2.1.3.3 Sikap.......................................................................... 24
2.1.3.4 Kebiasaan Merokok.................................................. 25
2.1.3.5 Status Gizi ................................................................. 26
2.1.3.6 Sumber Penular ........................................................ 27
2.1.3.7 Umur ......................................................................... 27
2.1.3.8 Jenis Kelamin............................................................ 28
2.1.3.9 Pendidikan ................................................................ 28
2.1.3.10 Penyakit Penyerta ................................................... 29
2.2 Kerangka Teori ............................................................................... 31
2.3 Penelitian Terkait ........................................................................... 32

BAB III ......................................................................................................... 36


METODE PENELITIAN ............................................................................ 36
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 36
3.2 Definisi Istilah ....................................................................................... 37
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 38
3.4 Jenis Penelitian ...................................................................................... 38
3.5 Sumber Data.......................................................................................... 38
3.5.1 Data Primer ................................................................................. 38
3.5.2 Data Sekunder ............................................................................. 39
3.6 Pengumpulan Data ................................................................................ 39
3.6.1 Wawancara Mendalam ............................................................... 39
3.6.2 Telaah Dokumen ......................................................................... 39
3.6.3 Observasi ..................................................................................... 39
3.7 Informan Penelitian .............................................................................. 39
xi
3.7.1 Informan Kunci ........................................................................... 40
3.7.2 Informan Utama .......................................................................... 40
3.7.3 Informan Pendukung .................................................................. 40
3.8 Instrumen Penlitian .............................................................................. 40
3.8.1 Pengetahuan ................................................................................ 40
3.8.2 Kebiasaan Merokok .................................................................... 41
3.8.3 Riwayat Pengobatan .................................................................... 41
3.8.4 Penyakit Penyerta........................................................................ 41
3.8.5 Status Gizi .................................................................................... 41
3.9 Uji Validitas Triangulasi ....................................................................... 41
3.9.1 Triangulasi Metode ..................................................................... 41
3.9.2 Triangulasi Sumber ..................................................................... 42
3.9.3 Triangulasi Data .......................................................................... 42
3.10 Analisis data ........................................................................................ 42
3.10.1 Pengumpulan data ..................................................................... 42
3.10.2 Reduksi Data.............................................................................. 43
3.10.3 Penyajian Data........................................................................... 43
3.10.4 Penarikan Kesimpulan .............................................................. 43
BAB IV ......................................................................................................... 44
HASIL PENELITIAN ................................................................................. 44
4.1 Gambaran Lokasi dan Informan Penelitian ........................................ 44
4.1.1 Gambaran Karakteristik Informan............................................ 44
4.1.2 Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................... 45
4.2 Gambaran Pengetahuan Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan
Tambora Tahun 2018............................................................................ 45
4.3 Gambaran Kebiasaan Merokok Pasien Kambuh di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018 ........................................................ 51
4.4 Gambaran Riwayat Pengobatan Pasien Kambuh di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018 ........................................................ 55
4.5 Gambaran Penyakit Penyerta Pasien Kambuh di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018 ....................................................... 57
4.6 Gambaran Status Gizi Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan
xii
Tambora Tahun 2018............................................................................ 58

BAB V........................................................................................................... 63
PEMBAHASAN ........................................................................................... 63
5.1 Gambaran Pengetahuan Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan
Tambora Tahun 2018........................................................................... 63
5.2 Gambaran Kebiasaan Merokok Pasien Kambuh di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018 ....................................................... 65
5.3 Gambaran Riwayat Pengobatan Pasien Kambuh di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018 ........................................................ 67
5.4 Gambaran Penyakit Penyerta Pasien Kambuh di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018 ........................................................ 69
5.5 Gambaran Status Gizi Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan
Tambora Tahun 2018............................................................................ 70
BAB VI ......................................................................................................... 73
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 73
6.1 Kesimpulan............................................................................................ 73
6.2 Saran...................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 76
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Oat Lini Pertama ........................................................................ 17


Tabel 2.2 Oat yang Digunakan Dalam Pengobatan MDR......................... 18
Tabel 2.3 Ringkasan Paduan Obat ............................................................. 21
Tabel 2.4 Penelitian Terkait ....................................................................... 32
Tabel 3.1 Definisi Istilah ............................................................................. 37
Tabel 4.1 Karakteristik Informan .............................................................. 44
Tabel 4.2 Lokasi Penelitian......................................................................... 45
Tabel 4.3 Lembar Checklist Pengetahuan .................................................. 50
Tabel 4.4 Lembar Checklist Kebiasaan Merokok…………………………54
Tabel 4.5 Dokumen Riwayat Minum Obat yang Dibutuhkan…………....57
Tabel 4.6 Dokumen Penyakit Penyerta yang Dibutuhkan………………..58
Tabel 4.7 Dokumen Status Gizi yang Dibutuhkan………………………...59
Tabel 4.8 IMT Pasien………………………………………………………..60

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ...................................................................... 31

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Consent

Lampiran 2. Pedoman Wawancara

Lampiran 3. Lembar Checklist

Lampiran 4. Dokumen yang Dibutuhkan

Lampiran 5. Matriks Wawancara

Lampiran 6. Foto Telaah Dokumen

Lampiran 7. Foto Hasil Observasi

Lampiran 8. Dokumentasi

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO menyatakan bahwa kasus TB di Indonesia nomor tiga terbesar di dunia
setelah Cina dan India. WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi
di dunia 50%-nya berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika
(Brasil). Dari seluruh kasus di dunia, India menyumbang 35%, China 15 % dan
Indonesia 10%. Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapi
70,03% dari 85% yang ditargetkan (WHO, 2013).
Menurut Profil Kesehatan DKI Jakarta Tahun 2016, jumlah penderita TB Paru
Klinis (Suspek ditemukan) di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 sebanyak
55.503 penderita. Dari jumlah tersebut 7.032 diantaranya merupakan pasien baru
TB positif, terjadi peningkatan penderita TB dibanding tahun 2015 sebesar 5.574
orang. Jakarta Timur, Barat, dan Selatan merupakan wilayah dengan jumlah TB
Paru BTA+ tertinggi di Provinsi DKI Jakarta, yaitu rata-rata sebanyak 2.000
penderita (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2016).
Berdasarkan laporan hasil survei yang dilakukan oleh WHO dari tahun 2008
sampai dengan 2012 di negara-negara di dunia, bahwa penggunaan Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) dan strategi stop TB mampu
menurunkan beban TB setiap tahunnya. Strategi yang mampu menurunkan beban
TB setiap tahunnya adalah penggunaan Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) dan strategi stop TB. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia.
Penanggulangan TB Paru di Indonesia mengalami banyak kemajuan, bahkan
hampir mendekati target MDGs karena prevalensi penderita TB Paru di Indonesia
menunjukkan angka keberhasilan pengobatan dengan penggunaan DOTS dan
strategi stop TB. Persentase untuk keberhasilan pengobatan tersebut dari tahun
2003 sampai dengan tahun 2008 yaitu, tahun 2003 (87%), tahun 2004 (90%),
tahun 2005 sampai 2013 semuanya sama (91%) dengan prevalensi beban TB Paru

1
2

297 kasus per 100.000 populasi penduduk Indonesia. Secara keseluruhan kasus TB
di Indonesia saat ini sebanyak 331.424 kasus (WHO, 2013).
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya. Di samping rasa
bosan karena harus menelan obat dalam waktu yang lama seseorang penderita
kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai. Hal
ini dikarenakan penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya
dalam waktu yang telah ditentukan, sehingga akan mempengaruhi kepatuhan untuk
minum obat secara tuntas (Depkes RI, 2009)
Rendahnya angka kesembuhan penderita yang berdampak pada tingginya
penularan. Hasil surveilans mengenai resistensi kuman TB sebesar 12,6% terjadi
karena ketidak patuhan pasien dalam mengkonsumsi obat selama masa pengobatan
(WHO, 2013)
Berdasarkan paduan pemberian OAT, penderita TB paru, penderita TB Paru
dibedikan menjadi 4 kategori. Kategori 1 adalah untuk pasien yang belum pernah
mengkonsumsi OAT (Obat Anti Tuberkulosis), kategori 2 adalah untuk pasien
yang sudah pernah berobat namun gagal atau pasien yang sudah menyelsaikan
pengobatan dan dinyatakan sembuh namun kambuh lagi atau pasien yang sudah
pernah mengkonsumsi OAT, kategori 3 ada lah untuk TB diluar Paru kasus ringan,
dan kategori 4 adalah untuk pasien yang sudah resisten atau MDR(Multi Drug
Resistent) (PDPI, 2011)
Akibat ketidakpatuhan pasien dalam mengkonusmsi obat akan mengakibatkan
kekambuhan yang termasuk pada kategori 2. Penderita kambuh (relaps) adalah
pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur) (Depkes RI, 2009).
Kasus relaps terjadi di beberapa negara di dunia, antara lain di India dengan
jumlah kasus relaps sebanyak 106.463 kasus, Korea dengan jumlah kasus relaps
sebanyak 6.701 kasus, Myanmar dengan jumlah kasus relaps sebanyak 4.558
kasus, dan Bangladesh dengan jumlah kasus relaps sebanyak 3.065 kasus (WHO,

2
3

2013). Sementara jumlah kasus pengobatan ulang di Indonesia adalah sebanyak


8.542 kasus, dan 70% diantaranya merupakan kasus relaps (WHO, 2012).
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kekambuhan TB Paru Relaps
,yaitu harus ada infeksi, jumlah basil penyebab infeksi harus cukup, virulensi yang
tinggi dari basil tuberculosis, daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil
berkembang biak dan keadaan ini menyebabkan timbulnya kembali penyakit TB
paru, perilaku kebiasaan merokok, pengobatan terlalu pendek dan kemungkinan
resistensi obat (Depkes RI, 2006).
Puskesmas Kecamatan Tambora membawahi 9 Puskesmas kelurahan dibawah
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tambora yang terdiri dari Puskesmas Pekojan
I, Puskesmas Pekojan II, Puskesmas Tambora, Puskesmas Angke, Puskesmas Roa,
Puskesmas Jembatan Besi, Puskesmas Duri Utara, Puskesmas Kalianyar, dan
Puskesmas Tanah Sereal.
Menurut Puskesmas Kecamatan Tambora (2016) Jumlah penderita TB Paru
BTA positif yang diobati pada tahun 2016 di seluruh Puskesmas di wilayah kerja
Puskesmas Kecamatan Tambora adalah sebanyak 263 orang. Sedangkan pada
tahun 2017 terjadi penurunan yaitu 262 kasus (Puskesmas Kecamatan Tambora,
2017). Selain itu angka keberhasilan pengobatan di kecamatan Tambora
mengalami penurunan, dimana pada tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan
mencapai angka 128.79 sedangkan pada tahun 2017 menurun menjadi 123.91.
Selain angka keberhasilan pengobatan yang menurun, angka kesembuhan pun
mengalami penurunan dari 62.16% pada tahun 2016 lalu menurun menjadi 58.70%
pada tahun 2017 Namun jika dilihat dari Standar Pelayanan Minimal berdasarkan
Peraturan Menteri Nomor 43 tahun 2016 yang salah satu indikatornya adalah orang
dengan TB mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar yang memiliki target
yaitu 100% sedangkan Puskesmas Kecamatan Tambora baru mencapai angka
74.1% yang berarti belum memenuhi target. Jumlah pasien TB Paru yang
mengalami kekambuhan mengalami peningkatan pada tahun 2017, dari 9 orang
pada tahun 2016 menjadi 16 orang. Pada semester I 2018 jumlah pasien yang
mengalami kekambuhan sudah mencapai 8 orang.

3
4

Pihak Puskesmas Kecamatan Tambora sudah melakukan upaya untuk


mencegah terjadinya kekambuhan dengan memberitahu gaya hidup sehat dan
lingkungan rumah yang bersih. Namun demikian angka kekambuhan setiap tahun
tetap ada. Selain itu pihak Puskesmas juga telah melakukan promosi kesehatan
berupa penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat yang dimana didalam nya
terdapat materi bahwa TB paru ini dapat terulang atau terinfeksi kembali maka dari
itu pasien yang sedang menjalankan pengobatan atau yang telah selesai
menjalankan pengobatan agar harap tetap menjaga kesehatan dan menjaga gaya
hidup sehat agar TB Paru tidak meninfeksi kembali. Penyuluhan dilakukan 5 kali
dalam setahun yang biasanya dilakukan di awal tahun, tengah tahun dan akhir
tahun.
Selanjutnya berdasarkan pada data penelitian terdahulu yang serupa mengenai
faktor terjadinya kekambuhan TB Paru di Wilayah Kecamatan Pontianak Utara
tahun 2015. Diketahui hasil penelitian mengenai analisis faktor kejadian
kekambuhan TB Paru yakni, usia lanjut (>50 tahun) dan jenis kelamin laki-laki
dapat memungkinkan terjadinya kekambuhan TB Paru. Lalu kurangnya
penyuluhan kesehatan tentang TB Paru serta kekambuhan TB Paru dari petugas
kesehatan. Paparan asap rokok dari lingkungan sekitar juga dapat mengganggu
pertahanan jalan napas yang dapat menyebabkna kekambuhan TB Paru. Lalu
riwayat pengobatan juga penting untuk dilihat karena kegagalan menyelesaikan
masa pengobatan merupakan penyebab dari kekambuhan TB paru. Riwayat
pengobatan juga penting untuk dilihat Penderita TB Paru terutama dengan diebetes
yang memungkinkan mengalami kekambuhan (Agustin & Hafizah, 2016).
Menurut hasil penelitian Wahyuni, dkk (2013) Kejadian relaps TB paru di
Puskesmas Sidomulyo Tahun 2011-2012 terjadi pada usia antara 19-55 tahun, 2
orang berjenis kelamin perempuan dan 5 orang berjenis kelamin laki-laki, serta 3
orang berpendidikan SD, 1 orang berpendidikan SMP, 2 orang berpendidikan SMA
dan 1 orang berpendidikan S1. Pekerjaan para responden rata-rata berasal dari
sektor informal, seperti buruh bangunan, petani dan supir truk. Sebagian responden
mempunyai kebiasaan merokok, 3 responden mengatakan kalau tidak merokok dan

4
5

1 responden diantaranya merupakan perokok pasif. Tingkat sosial ekonomi para


responden sebagian besar sosial ekonomi rendah. Penyakit penyerta lain yang
diderita beberapa responden adalah diabetes melitus (DM). Sumber penularan lain,
3 responden mengatakan kalau mereka mengetahui adanya orang terdekat mereka
yang terdiagnosis TB paru pada saat mereka telah sembuh TB paru. Sedangkan 4
responden lainnya mengatakan kalau tidak ada penderita TB lain yang berkontak
dengan mereka.
Kekambuhan TB paru akan menimbulkan masalah baru, hal tersebut
memungkinkan resistensi obat anti tuberkulosis. Kambuhnya TB setelah
pengobatan dapat disebabkan oleh kekambuhan infeksi dengan strain yang sama.
Infeksi dengan strain yang sama didefinisikan bahwa penderita sudah mengalami
resistensi terhadap obat anti tuberkulosis atau yang dikenal dengan kasus MDR
(Erlina, 2010).
Dari uraian yang sudah dijelaskan maka penulis tertarik untuk meneliti
mengenai Analisis Faktor Penyebab Kekambuhan TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Tambora.

1.2 Rumusan Masalah


Jumlah pasien TB Paru yang mengalami kekambuhan mengalami
peningkatan pada tahun 2017, dari 9 menjadi 16. Pada semester I 2018 jumlah
pasien yang mengalami kekambuhan sudah mencapai 8 orang. Kondisi ini
menyebabkan angka keberhasilan pengobatan di kecamatan Tambora mengalami
penurunan, dimana pada tahun 2016 angka keberhasilan pengobatan mencapai
angka 128.79 sedangkan pada tahun 2017 menurun menjadi 123.91. Selain angka
keberhasilan pengobatan yang menurun, angka kesembuhan pun mengalami
penurunan dari 62.16% pada tahun 2016 lalu menurun menjadi 58.70% pada tahun
2017. Ditambah Standar Pelayanan Minimal berdasarkan Peraturan Menteri Nomor
43 tahun 2016 yang salah satu indikatornya adalah orang dengan TB mendapatkan
pelayanan sesuai dengan standar yang memiliki target yaitu 100% sedangkan

5
6

Puskesmas Kecamatan Tambora baru mencapai angka 74.1% yang berarti belum
memenuhi target.
Berdasarkan masalah diatas maka harus ditemukan faktor yang
menyebabkan terjadinya kekambuhan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Tambora. Karena jika masalah ini terus berlangsung maka akan dapat timbul
kekebalan (resistence) kuman tuberkulosis terhadap Obat Anti tuberkulosis (OAT)
secara meluas atau disebut dengan Multi Drugs Resistence (MDR). Maka dari itu
penulis merumuskan masalah penelitian ini dalam judul “Analisis Faktor Penyebab
Kekambuhan tuberculosis paru di Puskesmas kecamatan Tambora tahun 2018”.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Apa faktor penyebab kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan
Tambora pada tahun 2018?
2. Apakah pengetahuan menyebabkan kekambuhan tuberkulosis paru di
Puskesmas Kecamatan Tambora tahun 2018?
3. Apakah kebiasaan merokok menyebabkan kekambuhan tuberkulosis paru di
Puskesmas Kecamatan Tambora tahun 2018?
4. Apakah riwayat pengobatan menyebabkan kekambuhan tuberkulosis paru di
Puskesmas Kecamatan Tambora tahun 2018?
5. Apakah penyakit penyerta menyebabkan kekambuhan tuberkulosis paru di
Puskesmas Kecamatan Tambora tahun 2018?
6. Apakah status gizi menyebabkan kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora tahun 2018?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor penyebab yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan
tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Tambora pada tahun 2018

6
7

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui penyebab kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora pada tahun 2018 dari aspek pengetahuan.
2. Mengetahui penyebab kekambuhan tuberculosis paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora pada tahun 2018 dari aspek kebiasaan merokok.
3. Mengetahui penyebab kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora pada tahun 2018 dari aspek riwayat pengobatan.
4. Mengetahui pengaruh kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora pada tahun 2018 dari aspek penyakit penyerta.
5. Mengetahui penyebab kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora pada tahun 2018 dari aspek status gizi.

1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
Dapat memperoleh ilmu pengetahuan, wawasan serta informasi yang
digunakan dalam penulisan penelitian ini.
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas Kecamatan Tambora
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dan saran untuk
menurunkan angka kekambuhan tuberculosis paru di Puskesmas Kecamatan
Tambora.
1.5.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi terkait faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian kekambuhan tuberculosis paru di
Puskesmas Kecamatan Tambora.

1.6 Ruang Lingkup


Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas Kecamatan Tambora. Penelitian ini
dilakukan karena angka keberhasilan pengobatan di kecamatan Tambora
mengalami penurunan pada tahun 2017, dari 128.79 menjadi 123.91. Selain angka

7
8

keberhasilan pengobatan juga menurun pada tahun 2017, dari 62.16% menjadi
58.70%.
Namun jika dilihat dari Standar Pelayanan Minimal berdasarkan Peraturan
Menteri Nomor 43 tahun 2016 yang salah satu indikatornya adalah orang dengan
TB mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar yang memiliki target yaitu 100%
sedangkan Puskesmas Kecamatan Tambora baru mencapai angka 74.1% yang
berarti belum memenuhi target. Lalu jumlah pasien yang tergolong kategori 2
mengalami peningkatan pada tahun 2017, dari 9 menjadi 16. Pada semester I 2018
jumlah pasien yang mengalami kekambuhan sudah mencapai 8 orang. Penelitian
ini dilakukan pada bulan November-Desember 2018. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif. Informan pada penelitian ini meliputi pasien kambuh
TB Paru, pasien yang telah sembuh dari TB Paru, dan Perawat pelaksana TB Paru
di Puskesmas KecamatanTambora.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Terdapat beberapa spesies Mycobacteriumm antara lain: M. tuberculosis, M.
africanum, M. bovis, M. leprae dsb. Yang dikenal juga sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium dan Mycobacterium
tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal
sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu
pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap
Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB
(Depkes, 2011).
Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan
Asam (BTA). Bakteri ini ditemukan oleh Robert Koch tanggal 24 Maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama basil Koch.
Bahkan Penyakit TBC pada paru-paru disebut sebagai Koch Pulmonum (KP)
(Prasetyono, Dwi, & Sunar, 2012).

2.1.1.1 Perjalanan Alamiah Tuberkulosis


Menurut Departemen Kesehatan (2011) terdapat 4 tahapan
perjalanan alamiah penyakit. Tahapan tersebut meliputi tahap paparan,
infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat pada
tabel berikut:
a. Paparan

9
10

Peluang peningkatan paparan terkait dengan:


1. Jumlah kasus menular di masyarakat
2. Peluang kontak dengan kasus menular
3. Tingkat daya tular dahak sumber penularan
4. Intensitas batuk sumber penularan
5. Kedekatan kontak dengan sumber penularan
6. Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan
7. Faktor lingkungan: konsentrasi kuman diudara (ventilasi,
sinar ultra violet, penyaringan adalah faktor yang dapat
menurunkan konsentrasi)
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah
infeksi yang terdiri dari:
1. Reaksi immunologi (lokal)
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag
dan kemudian berlangsung reaksi antigen – antibody.
2. Reaksi immunologi (umum)
Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi
positif)
3. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap
hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif
kembali.
4. Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat
terjadi sebelum penyembuhan lesi.
c. Sakit Tuberkulosis
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari :
1. Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
2. Lamanya waktu sejak terinfeksi
3. Usia seseorang yang terinfeksi

10
11

4. Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya


tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya
TB aktif (sakit TB). Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
d. Meninggal Dunia
Faktor risiko kematian karena TB :
1. Akibat dari keterlambatan diagnosis
2. Pengobatan tidak adekuat
3. Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta.

2.1.1.2 Cara Penularan


Menurut (Depkes, 2011) cara penularan tuberculosis adalah
sebagai berikut :
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA + melalui percik renik
dahakyang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB
dengan hasil pemeriksaan BTA – tidak mengandung kuman dalam
dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman
yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung.
b. Pasien TB dengan BTA – juga maish memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA +
adalah 65%, pasien TB BTA – dengan hasil kultur + adalah 26%,
sedangkan pasien TB dengan hasil kultur – dan foto toraks + adalah
17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.

11
12

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara


dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

2.1.1.3 Klasifikasi dan Tipe Pasien TB


Menurut Kemenkes RI (2014) Diagnosis TB adalah upaya
untuk menegakan atau mentapkan seseorang sebagai pasien TB sesuai
dengan keluhan dan gejala penyakit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Selanjutnya untuk kepentingan
pengobatan dan survailan penyakit, pasien harus dibedakan
berdasarkan klasifikasi dan tipe penyakitnya dengan maksud:
a. Pencatatan dan pelaporan pasien yang tepat
b. Penetapan paduan pengobatan yang tepat.
c. Standarisasi proses pengumpulan data untuk pengendalian TB
d. Evaluasi proporsi kasus sesuai lokasi penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologis dan riwayat pengobatan
e. Analisis kohort hasil pengobatan
Pemantauan kemajuan dan evaluasi efektifitas program TB secara
tepat baik dalam maupun antar

Terduga TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan atau


gejala klinis mendukung TB.

a. Definisi Pasien TB:


1. Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan
bakteriologis adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan
berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biloginya dengan
pemeriksaan mikroksopis langsung, biakan atau tes diagnostic
cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya:
GeneXpert). Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a) Pasien TB paru BTA +

12
13

b) Pasien TB paru hasil biakan M.TB +


c) Pasien TB paru hasil tes cepat M.TB +
d) Pasien TB ektra paru terkonfirmasi secara bakteriologis,
baik dengan BTA biakan maupun tes cepat dari contoh uji
jaringan yang terkena.
e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan
bakteriologis.

Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas


harus dicatat tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah
dimulai ataukah belum.

2. Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak


memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi
didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan
diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam
kelompok pasien ini adalah :
a) Pasien TB paru BTA – dengan hasil pemeriksaan foto
toraks mendukung TB.
b) Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c) TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.

Catatan : pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan


kemudian terkonfirmasi secara bakteriologis positif (baik
sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi
bakteriologis.

b. Klasifikasi Pasien TB
Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut
diatas, pasien juga di klasifikasikan menurut :

13
14

1. Lokasi anatomi dari penyakit.


Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
Tuberkolosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim
(jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena
adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB di rongga
dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa
terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB eksta paru.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya.
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a) Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah
mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau sudaah
pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (< dari
28 dosis).
b) Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang
sebelumnya pernah menelan OAT selama 1 bulan atau
lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir,
a) Pasien kambuh : adalah pasien TB yang pernah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini
di diagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar
kambuh atau karena reinfeksi)
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien
TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
c) Lain-lain : adalah pasien TB yang pernah diobati namun
hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat.

14
15

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan


obat Pengelomppokan pasien disini berdasarkan hasil uji
kepekaan contoh uji dari mycobacterium tuberculosis
terhadap OAT dan dapat berupa :
a) Mono resisten (TB MR) : resisten terhadap salah satu
jenis OAT lini pertama saja.
b) Poli resisten (TB PR): resiten terhadap lebih dari satu
jenis OAT lini pertama selain isoniazid (H) dan
Rifampisi (R) secara bersamaan.
c) Multi drug resistan (TB MDR) : resistan terhadap
isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
d) Extensive drug resistan (TB XDR) : adalah TB MDR
yang sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT
golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreonisin,
dan Amikasin).
e) Resistan Rihampisin (TB RR) : Resistan terhadap
Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT
lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).
4. Status HIV
Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV
a) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi
TB/HIV) adalah pasien dengan hasil tes HIV positif
sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau hasil tes
HIV positif pada saat diagnosis TB.
b) Pasien TB dengan HIV negative adalah pasien TB
dengan hasil tes HIV negative sebelumnya atau hasil tes
HIV negative pada saat diagnosis TB. Apabila pada
pemeriksaan selanjutnya terntara hasil tes HIV menjadi

15
16

positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya


sebagai TB dengan HIV positif.
c) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah
pasien TB tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat
diagnosis TB ditetapkan. Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya dapat diperoleh hasil tes HIV pasien, pasien
harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan
hasil tes HIV terakhir.

2.1.1.4 Pengobatan Pasien TB


Menurut Kemenkes RI ( 2014) tujuan pengobatan TB adalah :
a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta
kualitas hidup
b. Menegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
d. Menurunkan penularan TB
e. Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam


pengobatan TB. Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya
paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat


mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Minum Obat) sampai selesaipengobatam

16
17

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi


dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

Selain itu pengobatan TB juga harus selalu meliputi pengobatan


tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud :

a. Tahap Awal : pengobatan diberikan setiap haro. Paduan pengobatan


pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif
menurunkan jumah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagaian kecil kuman yang mungkin
sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
sellama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatann secara teratur
dantanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu.
b. Tahap Lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang
penting umtuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
danmencegah terjadinya kekambuhan.

2.1.1.5 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Obat Anti Tuberkulosis (OAT) merupakan obat-obat yang
diberikan kepada pasien tuberculosis. Berikut adalah jenis, sifat, dan
efek samping nya.

Tabel 2.1
OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek Samping
Neuropati perifer, psikosis toksik,
Isoniazid (H) Bakterisidal
gangguan fungsi hati, kejang
Flue syndrome, gangguan
Rifampisin (R) Baktersidal gastrointestinal,urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,

17
18

Jenis Sifat Efek Samping


trombositopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik

Gangguan gastrointestinal,
Pirazinamid (Z) Bakterisidal
gangguan fungsi hati, gout artritis

Nyeri ditempat suntikan, gangguan


keseimbangan dan pendengaran,
Streptomisin (S) Bakterisidal
renjatan anaflaktik, anemia,
agranulositosis
Gangguan penglihatan, buta warna,
Etambutanol (E) Bakterisidal
neuritis perifer

Tabel 2.2
OAT yang Digunakan Dalam Pengobatan MDR
Jenis Sifat Efek Samping
Golongan 1 : OAT lini
pertama oral

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,


gangguan fungsi hati, gout artritis.
Gangguan penglihatan, buta
Etambutanol (E) Bakterisidal warna, neuritis perifer

Golongan 2 : OAT
suntikan

Kanamycin (Km) Baktersidal Km, Am, dan Cmmemberikan efek


Amikacin (Am) Bakterisidal samping seperti pada penggunaan
Capreomycin (Cm) Bakterisidal Streptomycin
Golongan 4 : OAT lini
kedua oral

Para-aminosalicylic acid Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,


(PAS) gangguan fungsi hati dan
pembekuan darah (jarang),
hipotirodisme yang reversible

18
19

Jenis Sifat Efek Samping


Cycloserine (Cs) Bakterisidal Gangguan sistem saraf pusat : sulit
konsentrasi dan lemah, depresi,
bunuh diri, psikosis, gangguan lain
adalah neuropati perifer, Stevens
Johnson syndrome

Ethionamide (Etio) Baktersidal Gangguan gastrointestinal,


anoreksia, gangguan fungsi hati,
jerawatan, rambut rontok,
gineomasti, impotensi, gangguan
siklus menstruasi, hipotiroidisme
yang reversible
Golongan 5 : obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan TB
resistan obat.

Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicillin/Clavulanate (Amx/Clv),


Thiocetazone (Thz), Imipenem/Cliastatin (Ipm/Cln), Isoniazid dosis tinggi (H),
Clarithromycin (Clr), Bedaquilin (Bdq).

Menurut PDPI (2011) paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dibagi


menjadi :

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas


Paduan obat yang diberikan : 2RHZE/4RH. Alternatif :
2RHZE/4R3H3 atau 2RHZE/6HE (program P2TB). Paduan ini
dianjurkan untuk TB paru BTA + kasus baru, TB paru BTA –
dengan gambaran radiologic lesi luas, dan TB diluar paru kasus
berat. Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan
selama 7 bulan, dengan paduan 2HRZE/7 RH, dan alternative
2HRZE/7R3H3, seperti pada keadaan :
1. TB dengan lesi luas
2. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian
obat imunosupresi/kortikosteroid)
3. TB kasus berat (milier, dll)

19
20

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan


dengan hasil uji resistensi.

b. TB paru (kasus baru) BTA negative


Paduan obat yang diberikan : 2RHZ/4RH. Alternatif : 2 RHZ/
4RH3 atau 6 RHE. Paduan ini dianjurkan untuk :
1. TB paru BTA – dengan gambaran radiologic lesi minimal
2. TB diluar paru kasus
c. TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam
OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada uji resistensi
dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan
fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama daripengobatan sebelumnya,
sehingga paduan obat yang diberikan : 3RHZE/6H. Bila tidak
ada/tidak dilakukan uji resistensi, maka alternative diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB).

d. TB Paru kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi,
dengan minimal menggunakan 4 – 5 OAT dengan minimal 2 OAT
yang masih sensitive (seandainya H resisten, tetap diberikan).
Dengan lama pengobatan minimal selama 1-2 tahun. Menunggu
hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES, untuk
kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi. Bila tidak ada /tidak
dilakukan uji resitensi, maka alternative diberikan paduan obat :
2RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB). Dapat pula
dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.
e. TB Paru kasus lalai berobat

20
21

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai


pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
1. Penderita yang menghentikan pengobatannya , 2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual
2. Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu
a) Berobat ≥ 4 bulan, BTA – dan klinik, radiologic
negative, pengobatan OAT STOP
b) Berobat ≥ 4 bulan, BTA + : pengobatandimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama
c) Berobat < 4 bulan, BTA + : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama.
d) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA -
akan tetapi klinik dan atau radiologic positif : pengobatan
dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama.
e) Berobat < 4 bulan, BTA – berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

Tabel 2.3
Ringkasan Paduan Obat
Paduan Obat yang
Kategori Kasus Keterangan
Dianjurkan
I 1. TB paru BTA 2RHZE / 4RH atau
+, BTA -, lesi 2RHZE/6HE atau
luas
2. TB diluar paru 2RHZE / 4R3H3
kasus berat
II 1. Kasus kambuh 1. 3 RHZE / 6 RH Bila
2. Gagal 2. 2 RHZES lalu sesuai streptomisin
pengobatan hasil uji resistensi atau 2 alergi, dapat
RHZES / 1 RHZE / 5 diganti
R2H3E3 kanamisin

21
22

Paduan Obat yang


Kategori Kasus Keterangan
Dianjurkan
II TB paru lalai Sesuai lama pengobatan
berobat sebelumnya,lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinik, bakteriologik dan
radiologic saat ini (lihat
uraiannya) atau 2RHZES / 1
RHZE / 5 R3H3E3

III 1. TB paru BTA – 2RHZ/4RH atau 6 RHE atau


lesi minimal 2RHZ / 4R3H3
2. TB diluar paru
kasus ringan

IV Kronik Sesuai uji resistensi atau H


seumur hidup

IV MDR TB Sesuai uji resistensi +


kumolon atau H seumur
hidup

2.1.2 Kekambuhan Tuberkulosis Paru


Penderita kambuh tuberkulosis (Tb) adalah pasien Tb yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan Tb dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap,didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur). Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kekambuhan Tb paru
yaitu harus ada infeksi, jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup,
virulensi yang tinggi dari basil tuberkulosis, daya tahan tubuh yang
menurun memungkinkan basil berkembang biak dan keadaan ini
menyebabkan timbulnya kembali penyakit TB paru, perilaku kebiasaan
merokok, pengobatan yang terlalu pendek, dan kemungkinan resitensi obat
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Dampak kekambuhan Tb paru akan menimbulkan masalah baru yang
kemungkinan resistensi obat anti tuberkulosis. Kambuhnya tuberkulosis
setelah pengobatan dapat disebabkan oleh infeksi dengan strain yang sama.

22
23

Hal ini memungkinkan terjadi resistensi obat karna penyakit ini kembali
dengan lebih kuat, lebih sulit di obati, pengobatannya sangat mahal dan
keberhasilannya rendah, selain itu adanya kejadian kambuh pada penderita
tuberkulosis paru akan meningkatkan penularan tuberkulosis paru di
masyarakat (Robert, 2004).

2.1.3 Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis Paru


Penderita tuberkulosis paru yang sudah sembuh dapat kambuh lagi
karena adanya kuman eksogen maupun kuman endogen. Keradangan
tuberkulosis paru post primer dapat secara keradangan endogen yaitu basil
berada dalam proses lama yang telahtenang (dormant) oleh satu keadaan
menjadi aktif dan atau adanya infeksi baru dari luar (eksogen) (Amin &
Alsegaf, 1989).
2.1.3.1 Riwayat Minum Obat
Riwayat pengobatan terdahulu pada partisipan dapat menjadikan
salah satu resiko penyebab kekambuhan TB Paru, apabila pengobatan
yang dilakukan tidak tuntas. Pada umumnya pemberian obat anti
tuberculosis diberikan dalam waktu 6 bulan dan harus diminum secara
teratur. Pemberian obat secara teratur dalam waktu 6 bulan tersebut
harus dituntaskan agar kuman TB menjadi negative. Jika penderita
tidak teratur dalam meminum obat maka akan menyebabkan resiko
terjadinya resistensi obat oleh kuman TB. Sehingga penderita
mengalami kekambuhan TB Paru dan juga dapat mengalami resistensi
obat TB (Agustin & Hafizah, 2016).
Ada beberapa kemungkinan penyebab pasien mengalami
kegagalan pengobatan. Salah satu faktor yang menyebabkan
ketidakpatuhan penderita terhadap pengobatan adalah adanya kejadian
mengalami efek samping obat saat pengobatan. Jenis efek samping
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang terjadi dalam pengobatan TB paru
ada dua jenis yaitu efek samping ringan dan efek samping berat OAT.

23
24

Jenis efek samping ringan OAT yang terjadi sebagian besar berupa
rasa kesemutan, kemudian diikuti oleh mual dan tidak nafsu makan
serta nyeri. Untuk jenis efek samping berat OAT yang terjadi sebagian
besar berupa gatal dan kemerahan kulit, gangguan penglihatan dan
gangguan keseimbangan serta ikterus tanpa penyebab. Setiap jenis
efek samping baik ringan ataupun berat yang timbul dapat
mengganggu kehidupan penderita sehingga akhirnya dapat
menyebabkan putusnya berobat dan dapat meningkatkan risiko
kekambuhan TB paru (Fitri, Siti, & Suryanto, 2014)
Menurut Jaya & Mediarti (2017) Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa ada hubungan antara kepatuhan berobat dengan kejadian TB
Paru Relaps. Responden yang patuh pada pengobatan mempunyai
peluang 7,5 kali untuk terkena TB Paru Relaps dibandingkan
responden yang tidak patuh pada pengobatan.

2.1.3.2 Pengetahuan
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan khususnya tentang TB
paru. Seseorang yang mendapatkan informasi lebih banyak akan
menambah pengetahuan yang lebih luas (Lestari, 2014). Menurut
Aditama, (2005) Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan penderita menerima informasi tentang penyakit, terutama
TB Paru. Kurang Informasi tentang penyakit TB Paru menyebabkan
kurang pengertian penderita terhadap penyakit dan bahayanya
sehingga menyebabkan berkurangnya kepatuhan penderita terhadap
pengobatan atau berhenti berobat bila gejala penyakit tidak dirasakan
lagi.
Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan perubahan
persepsi dan kebiasaan seseorang. Pengalaman dan penelitian ternyata
prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama

24
25

daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).


Tingkat pendidikan formal merupakan landasan seseorang dalam
berbuat sesuatu, membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau
menerima dan menolak sesuatu (Imelda, 2009). Hasil penelitian
Triman, (2003) menyatakan bahwa orang yang pendidikan rendah
lebih memiliki risiko untuk mengalami kekambuhan. Hal tersebut
karena orang yang tingkat pendidikannya rendah masih sulit untuk
mengambil keputusan dalam hal pengobatan. Orang yang
pendidikannya rendah lebih berisiko untuk tidak patuh minum obat.
Menurut penelitian Sianturi (2013) seseorang yang mempunyai
pengetahuan TB paru yang kurang akan berpeluang 17 kali lebih besar
mengalami kekambuhan TB paru dibandingkan dengan orang yang
berpengetahuan cukup dan baik.
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang diantaranya mengenai kesehatan rumah dan
perilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu, pasien cenderung
tidak bisa menjaga kondisi tubuh mereka, kondisi tubuh yang lemah
akan meningkatkan kecendrungan untuk relaps TB (Wahyuni dkk,
2013).

2.1.3.3 Sikap
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang sudah mellibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkut. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau
penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan. Seperti sikap terhadap penyakit menular dan
tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan, sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan, dan sikap untuk
menghindari kecelakaan (Notoatmodjo, 2014).

25
26

Sikap penderita paru terhadap jalannya proses pengobatan akan


berpengaruh terhadap kekambuhan atau ketidakkambuhan penderita
TB paru tersebut pada akhir pengobatannya. Maka seseorang yang
mempunyai sikap yang kurang terhadap TB paru akan berpeluang
mengalami kekambuhan TB paru 7,5 kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang memiliki sikap cukup dan baik. (Sianturi, 2013).

2.1.3.4 Kebiasaan Merokok


Merokok merupakan salah satu faktor risiko TB paru. Merokok
adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada
sebatang rokok yang dibakar adalah 9000C untuk ujung rokok yang
dibakar dan 300C utnuk ujung rokok yang terselip diantara bibir
perokok. Asap panas yang berhembus terus menerus masuk ke dalam
rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan
perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya
rongga mulut menjadi kering sehingga dapat mengakibatkan perokok
berisiko lebih besar terinfeksi bakteri (Kemenkes RI, 2012).
Penderita TB paru yang mempunyai kebiasaan merokok
berpengaruh pada kekambuhan. Kebiasaan merokok meningkatkan
risiko untuk terkena TB paru berulang sebanyak 5-6 kali (Triman,
2003). Sejalan pula dengan penelitian Jaya & Mediarti (2017) hasil
penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan antara merokok
dengan kejadian TB Paru Relaps. Responden yang merokok
mempunyai peluang 3,2 kali untuk terkena TB Paru Relaps
dibandingkan responden yang tidak merokok, hal ini karena merokok
dapat merusak saluran pernafasan yang dapat memudahkan invasi
kuman TB Paru.
Di Indonesia sebagian besar rokok yang beredar berupa rokok
kretek, yang diperkirakan mendistribusikan zat-zat didalam rokok

26
27

dalam jumlah lebih besar sehingga dapat merusak saluran pernafasan


yang dapat memudahkan invasi kuman TB (Susanna, Hartono, &
Fauzan, 2003).
Menurut Hassmiller (2006) perokok aktif maupun perokok pasif
dapat meningkatkan risiko terinfeksi Mycobacterium tuberculosis,
risiko terjadinya TB, risiko terjadinya TB yang lebih berat, dan risiko
kematian akibat TB. Merokok dapat menyebabkan kelainan fungsi
paru obstruktif, pneumonia, influenza dan penyakit infeksi
akut(Eisner, 2008).
Perokok aktif dan perokok pasif efeknya akan sama. Pada pasien
TB yang merokok efeknya akan lebih parah daripada pasien TB yang
tidak merokok. Pada perokok, imunisasi makrofag menjadi tidak aktif.
Silia yang rusak di saluran pernafasan akan memudahkan invasi TB
dan terjadinya kekambuhan atau relaps TB (Wahyuni, dkk 2013).

2.1.3.5 Status Gizi


Status gizi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian
tuberkulosis paru, kekurangan kalori, protein, dan zat besi dapat
meningkatkan risiko tuberkulosis paru, pengukurannya dilakukan
dengan membandingkan berat badan dengan tinggi badan (Triman,
2003).
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap
penyakit. Status gizi, ini merupakan faktor yang penting dalam
timbulnya penyakit tuberculosis (Isselbacher, 2009).
Status gizi kurang pada orang dewasa mengakibatkan kelemahan
fisik dan daya tahan tubuh, sehingga meningkatkan kepekaan terhadap
infeksi dan lain-lain penyakit. Kekurangan kalori dan protein serta
kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko TB paru (Triman,
2003).

27
28

Menurut penelitian Daryatno (2003) status gizi penderita


tuberkulosis paru dengan IMT , 18.5 mempunyai risiko untuk kambuh
19 kali dibandingkan dengan nilai IMT ≥ 18.5. Status gizi pada
penelitia ini diambil pada saat pasien telah diyatakan sembuh hingga
pasien terinfeksi kembali.

2.1.3.6 Sumber Penular


Kontak langsung dengan penderita TB aktif lainnya dapat
membuat partisipan terpapar ulang oleh kuman TB, karena kuman TB
dapat menular melalui droplet pada waktu batuk, bersin atau berbicara.
Sehingga seringnya kontak langsung dengan penderita TB Paru
lainnya dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan TB Paru pada
penderita yang sudah sembuh (Agustin & Hafizah, 2016).
Riwayat kontak merupakan hal yang penting dalam penelitian
penyakit tuberkulosis paru. Di dalam etiologi penyakit tuberkulosis,
kuman mycobacterium tuberculosis berukuran sangat kecil,
bersifat aerob, dapat bertahan hidup lama dalam sputum kering,
dengan mudah dapat dieksresikan melalui inhalasi butir sputum lewat
bersin, batuk maupun saat berbicara (droplet infection). Sehingga
kontak yang sering dengan penderita tuberkulosis aktif akan
menyebabkan infeksi atau paparan paparan terhadapa orang yang sehat
(Supriyono, Baequny, Hidayati, Hartono, & Harnany, 2012).

2.1.3.7 Umur
Kelompok usia produktif setiap orang akan cenderung
beraktivitas tinggi, sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman
Mycobacterium tuberculosis lebih besar, selain itu reaktifan andogen
(aktif kembali basil yang telah ada dalam tubuh) cenderung terjadi
pada usia produktif. Orang yang berusia produktif memiliki risiko 5-6
kali untuk mengalami kekambuhan TB paru (Triman, 2003).

28
29

Selaras dengan penelitian Wahyuni, Saad, & suyanto (2013) yang


menyebutkan bahwa kejadian relaps TB paru terjadi pada kisaran
umur 19-55 tahun. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Agustin & Hafizah (2016) yang menyebutkan bahwa usia lanjut
(>50 tahun) yang mengalami kekambuhan, karena ketahanan tubuh
mulai menurun setelah umur 45 tahun sehingga rentan terkena
penyakit.

2.1.3.8 Jenis Kelamin


Menurut penelitian Agustin & Hafizah (2016) jenis kelamin laki-
laki memungkinkan terjadinya kekambuhan TB paru. Hal ini
dikarenakan Dikarenakan ketahanan tubuh mulai menurun setelah
umur 45 tahun sehingga rentan terkena penyakit. Interaksi sosial dan
aktivitas kerja yang tinggi dibandingkan perempuan yang mungkin
menyebabkan meningkatnya kemungkinan untuk kambuh pada laki-
laki lebih tinggi.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianturi (2013)
yang menyatakan bahwa kekambuhan TB paru lebih banyak pada
perempuan (53,9%) dibandingkan dengan laki-laki (46,1%). Hal ini
mungkin karena aktivitas di luar rumah sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk terkena paparan luar yang sama antara laki-laki
dan perempuan.

2.1.3.9 Pekerjaan
Menurut penelitian Khurram, dkk (2009) juga menunjukkan
bahwa pekerja yang bekerja di lingkungan kerja yang sering terpapar
oleh partikel debu akan mempengaruhi terjadinya gangguan saluran
pernafasan dan dapat meningkatkan morbiditas dan pada umumnya
TB Paru. pekerja konstruksi rentan terkena TB paru karena sebagian

29
30

besar sebagian besar subjek penelitian yang terpajan debu merupakan


pekerja konstruksi (Diandini dkk, 2009).

2.1.3.10 Penyakit Penyerta


Penyakit penyeerta seperti Diabetes Melitus (DM), infeksi HIV,
gagal ginjal. Hepatitis akut, dan lain-lain merupakan salah satu faktor
risiko yang dapat menyebabkan kambuhnya penyakit TB paru.
Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding non DM.
Penderita TB paru yang juga mengidap HIV merupakan penularan
kuman tuberkulosis tertitinggi (Prabu, 2008).
Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM) akan cenderung untuk
menjadi relaps. DM dapat meningkatkan resiko TB Paru laten menjadi
TB Paru aktif. Hal tersebut diduga akibat adanya gangguan sistem
imun pada penderita DM. Paru-paru pada penderita DM mengalami
perubahan- perubahan patologi seperti kerusakan epitel pernapasan,
motilitas silia, dan gangguan dari sel-sel imun pada paru yang secara
normal berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi bakteri TB.
Penderita TB dengan DM juga memiliki risiko peningkatan terjadinya
kekambuhan setelah pengobatan selesai (Fitri, Siti, & Suryanto, 2014).
Pada DM terjadi Hiperglikemia yang dapat menyebabkan
menurunnya aktifitas sel fagosit untuk membunuh mikroorganisme
dalam leukosit. TB paru pada DM cenderung lebih berat dan kronis
dibandingkan dengan penderita TB paru non DM. Hal ini dikarenakan
kepekaan terhadap kuman TB meningkat, menyebabkan reaktivitas
fokus infeksi yang lama sehingga mempunyai kecenderungan lebih
banyak kavitas pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak yang
positif (Wahyuni, dkk 2013).
Orang yang memiliki penyakit penyerta memiliki perbedaan
dalam hal pengobatan TB paru. Prinsip pengobatan TB-HIV adalah
dengan mendahulukan pengobatan TB parudan untuk TB-DM

30
31

menggunakan Rifampisin, dimana rifampisin dapat mengurangi


efektifitas obat oral anti diabetes sehingga dosis obat anti diabetes
perlu ditingkatkan (Depkes RI, 2009).
Orang yang memiliki penyakit penyerta memiliki risiko 5 kali
untuk mengalami kekambuhan TB paru dibanding orang yang tidak
memiliki penyakit penyerta (Triman, 2003).

31
32

2.2 Kerangkat Teori

Faktor KekambuhanTuberkulosis Paru :

Riwayat Minum Obat


Pengetahuan
Sikap
Kebiasaan Merokok
Status Gizi
Sumber Penular
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Penyakit Penyerta

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Agustin & Hafizah, 2016; Wahyuni, dkk 2013; Sianturi, 2013

32
33

2.3 Penelitian Terkait

Tabel 2.4
Penelitian Terkait
No Nama Judul Variabel Hasil Metode
1 Agustin Studi 1. Kurangnya umur yang metode
& Fenomenologi: sumber tua berkisar kualitatif
Hafizah Faktor Terjadinya informasi > 50 tahun dengan
(2016) Kekambuhan TB 2. sumber dan jenis pendekata
Paru di Wilayah penularan lain kelamin n
Kecamatan 3. riwayat laki-laki, fenomeno
Pontianak Utara kegagalan pengetahuan logi
Tahun 2015 pengobatan yang kurang
terdahulu tentang TB
4. penyakit yang Paru,
Menyertai sumber
Selain TB penular lain
Paru seperti
keluarga
ataupun
tetangga di
lingkungan
sekitar yang
juga
menderita
TB Paru
yang dapat
menularkan
kuman TB,
paparan asap
rokok dari
lingkungan
sekitar,
kegagalan
pengobatan
terdahulu,
serta
penyakit
penyerta
seperti DM
juga dapat
mempengar
uhi
terjadinya

33
34

No Nama Judul Variabel Hasil Metode


kekambuhan
TB Paru.

2 Wahyuni Analisis Kualitatif Umue, jenis Kejadian Metode


, dkk ( Kejadian Relaps kelamin, relaps TB Deskriptif
2013) Tuberkulosis Paru pendidikan, paru di kualitatif,
di Puskesmas pekerjaan, Puskesmas penelitian
Sidomukyo Pekan kebiasaan Sidomulyo survei
Baru Tahun 2011- merokok, sosial Tahun 2011-
2012. ekonomi, 2012 terjadi
penyakit yang pada usia
meyertai, sumber antara 19-55
penularan lain tahun,
didominasi
oleh laki-
laki, untuk
pendidikan
disominasi
oleh
pendidikan
SD,
pekerjaan
rata-rata dari
sector
informal,
sebagian
responden
memiliki
kebiasaan
merokok,
didominasi
oleh
responden
dengan
penghasilan
rendah,
penyakit
penyerta lain
yang
diderita
beberapa
responden
adalah

34
35

No Nama Judul Variabel Hasil Metode


Diabetes
Melitus,
didominasi
oleh
beberapa
responden
yang tidak
berkontak
langsung
dengan
penderita
TB setelah
mereka
sembuh,
3 Jaya & Faktor-Faktor Usia, Jenis Tidak ada Metode
Mediarti yang Kelamin, hubungan Kuantitati
(2017) Berhubungan Pendidikan, antara usia f, Cross
dengan Pekerjaan, dengan Sectional
Tuberkulosis Paru Riwayat merook, kejadian TB
Relaps Pada Penyakit Paru Relaps,
Pasien di Rumah Penyerta, tidak ada
Sakit Khusus Paru Kepatuhan hubungan
Provinsi Sumatera Berobat. antara jenis
Selatan Tahun kelamin
2015-2016 dengan
kejadian TB
Paru Relaps,
Tingkat
pendidikan
SMA dan
PT
mempunyai
peluang 4.2
kali untuk
terkena TB
Paru Relaps
dibanding
tingkat
pendidikan
s/d SMP,
tidak ada
hubungan
antara

35
36

No Nama Judul Variabel Hasil Metode


pekerjaan
dengan
kejadian TB
Paru Relaps,
ada
hubungan
antara
merokok
dengan
kejadian TB
Paru Relaps,
tidak ada
hubungan
antara
penyakit
penyerta
dengan
kejadian TB
Paru Relaps,
ada
hubungan
antara
kepatuhan
berobat
dengan
kejadian TB
Paru Relaps.

36
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka kondep ini mengacu pada faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kekambuhan TB paru yang meliputi pengetahuan, kebiasaan merokok, riwayat
minum obat, penyakit penyerta, dan status gizi.

Faktor KekambuhanTuberkulosis Paru :

1. Pengetahuan
2. Kebiasaan Merokok
3. Riwayat Minum Obat
4. Penyakit Penyerta
5. Status Gizi

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

36
37

3.2 Definisi Istilah (Tabel)


Tabel 3.1
Definisi Istilah
No Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Alat Ukur
1 Pengetahuan Pemahaman pasien 1. Wawancara 1. Pedoman
mengenai tuberkulosis mendalam Wawancara
paru 2. Observasi
2. Lembar
Ceklis
2 Kebiasaan Perilaku merokok 1. Wawancara 1. Pedoman
Merokok pasien yang dialami mendalam Wawancara
sedari dahulu hingga 2. Observasi 2. Lembar
sekarang. Ceklis
3 Riwayat Riwayat minum obat 1. Wawancara 1. Pedoman
Minum Obat terdahulu pasien mendalam wawancara
2. Telaah 2. Lembar
Dokumen Dokuman
4 Penyakit Penyakit lain yang 1. Wawancara 1. Pedoman
Penyerta dideruta oleh pasien mendalam wawancara
selain tuberkulosis paru. 2. Telaah 2. Lembar
Dokumen Dokumen
5 Status Gizi Hasil perhitunan dan 1. Wawancara 1. Pedoman
interpretasi Indeks Mendalam wawancara
Massa Tubuh (IMT) 2. Telaah 2. Lembar
pasien. Dokumen dokumen

37
38

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada Bulan November - Desember 2018 di
Puskesmas Kecamatan Tambora yang berlokasi di Jalan Krendang Utara No. 04
RT. 01/RW.04, Krendang, Tambora, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta 11260.
3.4 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yang bertujuan untuk menjabarkan uraian penjelasan mengenai penyebab
kekamuhan TB paru.
Metode penelitian deskriptif dilakukan terhadap sekumpulan objek yang
biasanya bertujuan untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi di dalam
populasi tertentu. Pada umumnya metode ini digunakan untuk membuat penilaian
terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang,
kemudian hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program
tersebut (Notoatmodjo, 2010).

3.5 Sumber Data


Penelitian ini menggunakan data primer yang meliputi observasi serta
wawancara mendalam dan data sekunder seperti menelaah dokumen yang terkait
didalam penelitian mengenai Analisis Faktor Penyebab Kekambuhan di
Puskesmas Kecamatan Tambora Tahun 2018.
3.5.1 Data Primer
Penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dengan melakukan
wawancara kepada informan yang telah ditentukan sebelumnya dengan
menggunakan pedoman wawancara. Wawancara mendalam dilakukan untuk
mengetahui informasi yang lengkap. Dalam pelaksanaan wawancara
mendalam, peneliti menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara, alat
perekam dan lembar catatan wawancara mendalam, serta menggunakan jenis
pertanyaan terbuka. Data primer dalam penelitian ini meliputi hasil
wawancara mendalam serta hasil observasi.

38
39

3.5.2 Data Sekunder


Selain data primer peneliti juga menggunakan data sekunder yang
merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang
dilaksanakan. Data sekunder ini diperoleh melalui telaah data kartu
pengobatan pasien di poli TB Puskesmas Kecamatan Tambora, data status gizi
pasien, data riwayat penyakit terdahulu, serta data riwayat minum obat pasien
dan Peraturan Menteri Nomor 43 tahun 2016 serta Profil Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2016 dan 2017.

3.6 Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini terdapat dalam beberapa cara yaitu:
3.6.1 Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan kepada perawat pelaksana Poli TB,
pasien kambuh TB paru, dan pasien TB paru yang sudah sembuh
3.6.2 Telaah Dokumen
Telaah dokumen dilakukan terhadap dokumen yang berada di Puskesmas
Kecamatan Tambora dengan melihat data penyakit penyerta pasien, data
riwayat pengobatan data status gizi pasien dan data pasien kambuh yaitu
berupa kartu medical record pasien.
3.6.3 Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati kondisi sebenarnya dan
kesesuaian antara jawaban yang diberikan informan dengan keadaan yang
sesungguhnya.
3.7 Informan Penelitian
Pemilihan informan sebagai sumber informasi pada kegiatan wawancara di
penelitian ini adalah didasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan,
memiliki data dan bersedia untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat.
3.7.1 Informan Kunci
Informan kunci dalah informan yang berpengalaman bidang TB paru
yang berjumlah 3 (tiga) orang. Informan kunci disini adalah seorang pasien

39
40

TB paru yang telah berobat di Puskesmas Kecamatan Tambora dan


dinyatakan sembuh.
3.7.2 Informan Utama
Informan utama adalah informan yang memahami permasalahan yang
diteliti yang berjumlah 3 (tiga) orang. Informan utama disini adalah pasien
yang mengalami kekambuhan TB Paru yang berobat di Poli TB Puskesmas
Kecamatan Tambora.
3.7.3 Informan Pendukung
Informan pendukung adalah informan yang mendukung dalam
pengumpulan data permasalahan yang berjumlah 1 (satu) orang. Informan
pendukung disini adalah perawat pelaksana di Poli TB di Puskesmas
Kecamatan Tambora.
3.8 Instrumen Penelitian
Penelitian ini peneliti menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen
dan dokumentasi pengamatan secara langsung kepada infroman untuk meneliti
mengenai Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini
antara lain :
3.8.1 Pengetahuan
Instrumen yang digunakan pada variabel ini adalah pedoman wawancara
dan lembar ceklis yang berisi beberapa pertanyaan mengenai gambaran
pengetahuan pasien mengenai tuberkulosis paru yang mempengaruhi
kekambuhan yang akan diberikan kepada informan utama yaitu pasien TB
Paru yang tergolong kategori dan kepada informan kunci yaitu pasien TB
paru yang sudah sembuh.
3.8.2 Kebiasaan Merokok
Instrumen yang digunakan pada variabel ini adalah pedoman wawancara
yang berisi beberapa pertanyaan mengenai gambaran kebiasaan merokok
pasien serta lembar observasi untuk mencocokkan data hasil wawancara
mendalam dengan keadaan yang sesungguhnya.

40
41

3.8.3 Riwayat Pengobatan


Instrumen yang digunakan pada variabel ini adalah pedoman wawancara
yang berisi beberapa pertanyaan mengenai gambaran riwayat minum obat
terdahulu pasien. Selain pedoman wawancara, peniliti juga menggunakan
telaah dokumen dengan melihat status/kartu rekam kesehatan pasien untuk
melihat status pengobatan nya.
3.8.4 Penyakit Penyerta
Instrumen yang digunakan pada variabel ini adalah pedoman wawancara
yang berisi beberapa pertanyaan mengenai apakah informan memiliki
penyakit lain selain TB paru. Selain pedoman wawancara, peniliti juga
menggunakan telaah dokumen dengan melihat status/kartu rekam kesehatan
pasien untuk melihat apakah informan memiliki penyakit lain atau tidak.
3.8.5 Status Gizi
Instrumen yang digunakan pada variabel ini adalah pedoman wawancara
yang berisi beberapa pertanyaan mengenai gambaran status gizi . Selain
pedoman wawancara, peniliti juga menggunakan telaah dokumen dengan
melihat status/kartu rekam kesehatan pasien untuk melihat berat, dan tinggi
badan informan.
3.9 Uji Validitas Triangulasi
Pada penelitian ini, dilakukan tiga jenis triangulasi antara lain triangulasi
metode, triangulasi sumber dan triangulasi data. Berikut masing-masing
penjelasan dari jenis triangulasi tersebut :
3.9.1 Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data melalui lebih
dari satu cara. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan
gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan
metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti
menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang
berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Pada penelitian ini

41
42

menggunakan metode wawancara pedoman, telaah dokumen, dan observasi.


Telaah dokumen dan observasi dilakukan untuk mendukung hasil wawancara
mendalam.
3.9.2 Triangulasi Sumber
Triangulasi Sumber ini yakni Menggali kebenaran informai tertentu
melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Pada penilitian ini,
penilit melakukan pemeriksaan terhadap beberapa hasil wawancara mendalam
dengan informan yang berbeda yaitu penanggung jawab Poli TB,pasien TB
paru yang sudah sembuh dan pasien TB paru kategori 2 di Puskesmas
Kecamatan Tambora.
3.9.3 Triangulasi Data
Triangulasi data dilakukan melalui perbandingan antara data primer
yang didapat oleh peneliti melalui proses observasi serta wawancara dan
dibandingkan dengan data sekunder yang didapatkan peneliti melalui proses
telaah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan faktor penyebab
kekambuhan TB paru.

3.10 Analisis Data


Langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analysis Interactive yang membagi langkah-langkah dalam kegiatan analisis data
dengan beberapa bagian yaitu pengumpulan data (data collection), reduksi data
(data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi (conclutions) (Miles & Huberman, 1992).
3.10.1 Pengumpulan Data
Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data hasil
wawancara, hasil observasi, dan berbagai dokumen berdasarkan
kategorisasi yang sesuai dengan masalah penelitian yang kemudian
dikembangkan penajaman data melalui pencarian data selanjutnya (Miles
& Huberman, 1992).

42
43

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara membuat


transkrip data yaitu mencatat kembali hasil wawancara mendalam dengan
informan, dan mengumpulkan data-data lain dari telaah dokumen.
3.10.2 Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan final
dapat ditarik dan diverifikasi (Miles & Huberman, 1992).
Pada penelitian ini reduksi data beruapa pembuatan matriks data untuk
mendapatkan data melalui informan yang di targetkan oleh peneliti sebagai
informan utama, informan kunci dan informan pendukung. Hal tersebut
dilakukan melalui wawancara mendalam, telaah dokumen dan
dokumentasi lapangan secara observasional.
3.10.3 Penyajian Data
Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian data
dimaksudkan intuk menemukan pola-pola yang bermakna serta
memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta memberikan
tindakan (Miles & Huberman, 1992).
Pada penelitian ini penyajian data berupa pembuatan konten analisis
dengan membandingkan hasil wawancara mendalam, telaah dokumen, dan
observasi dengan teori yang ada.
3.10.4 Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari sutu kegiatan
konfigurasi yang utuh. Pada penilitian ini penarikan kesimpukan berupa
kesimpulan dari seluruh data yang diambil dari beberapa metode yang
berbeda serta dapat memberikan solusi yang tepat dari masalah yang
diambil.

43
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi dan Informan Penelitian

4.1.1 Gambaran Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini dipilih dari petugas, pasien yang masih
berobat dan pasien yang sudah dinyatakan sembuh yang melakukan
pengobatan TB Paru di Puskesmas Kecamatan Tambora. Adapun gambaran
informan disajikan pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1 Karakteristik Informan


No Inisial Jenis Pendidikan Pekerjaan Keterangan
Kelamin/Usia
1 IK1 Perempuan/44 SMA Pekerja di Pasien
Konveksi Sembuh
2 IK2 Perempuan/40 SMA Pekerja di Pasien
Konveksi Sembuh
3 IK3 Laki-laki/42 SMA Satpam di Pasien
tempat Sembuh
laundry
4 IU1 Perempuan/34 SMP Pekerja di Pasien Sakit
Konveksi
5 IU2 Perempuan/46 SMP Pekerja Pasien Sakit
Konveksi
6 IU3 Laki-laki/61 SMA Pekerja Pasien Sakit
Kontraktor
7 IP Perempuan/32 D3 Petugas Perawat
Keperawatan Puskesmas Pelaksana
Poli TB di
Puskesmas
Kecamatan
Tambora

Berdasarkan tabel 4.1 informan berjenis kelamin perempuan berjumlah


5 orang dan laki-laki 2 orang. Usia informan berkisar dari 34 tahun hingga
61 tahun, pendidikan yang dimiliki oleh informan yang terendah adalah SMP
dan tertinggi SMA.

44
45

4.1.2 Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Puskesmas Kecamatan Tambora yang


beralamatkan di Jl. Krendang Utara No.04, RT.1/RW.3, Krendang,
Tambora, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11260 dan
untuk pasien sembuh penelitian dilakukan di kediaman masing-masing yang
masih dalam lingkup Kelurahan Krendang dan Kelurahan Jembatan Lima.
Berikut adalah tabel lokasi penelitian masing-masing informan :

Tabel 4.2 Lokasi Penelitian


No Inisial Informan Lokasi Pengambilan Data
1 IK1 Jl. Krendang Barat RT 12/RW 04 No. 35
Kelurahan Krendang, Jakarta
2 IK2 Jl. Krendang Barat RT 06/RW 04 No. 21
Kelurahan Krendang, Jakarta
3 IK3 Jl. Terate 7 RT 03/RW 04 No. 2 Kelurahan
Jembatan Lima
4 IU1 Di Puskesmas Kecamatan Tambora
5 IU2 Di Puskesmas Kecamatan Tambora
6 IU3 Di Puskesmas Kecamatan Tambora
7 IP Di Puskesmas Kecamatan Tambora

Berdasarkan tabel 4.2 terdapat 2 orang informan kunci yang bertempat


di dalam lingkup Kelurahan Krendang dan 1 orang informan kunci yang
berlokasi di Kelurahan Jembatan Lima.

4.2 Gambaran Pengetahuan Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan

Tambora Tahun 2018


Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pasien kambuh, diperoleh
informasi bahwa pengetahuan tentang TB paru masih kurang baik. Rata-rata
informan hanya bisa menjelaskan gejala yang mereka alami saja, namun untuk
informasi mengenai TB yang lain mereka tidak bisa menjelaskan, padahal dari

45
46

pihak Puskesmas telat memberi tahu mengenai seluruh informasi TB Paru kepada
pasien.

Dari ketiga informan utama ini yang disini adalah pasien kambuh 2
diantaranya merasa belum memiliki pengetahuan mengenai TB yang baik.
Sedangkan 1 diantaranya mengaku memiliki pengetahuan yang cukup baik. Sama
hal nya dengan pasien TB yang sudah sembuh, mereka pun masih merasa belum
memiliki pengetahuan mengenai TB paru yang baik Berikut adalah hasil kutipan
wawancara mendalam terhadap seluruh informan tentang pengetahuan TB Paru :

“Masih kurang..” (IU1)


“Saya belum.. belum… paham” (IU2)
“Baik, cukup baik. Soalnya saya udah yang lanjutan ya”
(IU3)
“masih kurang sih, belum begitu ini” (IK1)
“Kurang paham juga” (IK2)
“Belom ini juga ya belom sejauh banget ya maksudnya
mengetahui tentang itu ya tentang TB itu cuma kan saya
focus nya kan kebadan kita aja badan sendiri” (IK3)
Hal tersebut didukung oleh Perawat Pelaksana Poli TB (IP) mengatakan
bahwa memang pengetahuan pasien masih tergolong rendah seperti kutipan
berikut :

“Rata-rata sih.. pengetahuan nya yaa.. dibawah lah ya..


maksudnya ee pengetahuan nya bener-bener kita harus
pake bahasa awam. Ngejelasin nya harus bener-bener
harus bahasa awam” (IP)
“Masih tetep sama, tetep ngga tau. Dia hanya tau bahwa
saya kena sakit flek lagi, harus minum obat lagi iyaa.. dan
ee.. paling efek samping sih yang dia inget “ (IP)
Selaras dengan pernyataan Informan Pendukung, saat informan kunci dan
informan utama diminta untuk menjelaskan apa saja yang mereka tahu mengenai
TB paru rata-rata mereka hanya nisa menjelaskan mengenai efek samping atau

46
47

gejala yang mereka rasakan saja seperti batuk. Berikut merupakan kutipan
wawancara :

“gejalanya batuk gitu terus ini nafsu makan kurang terus


langsung saya periksa ke itu katanya Apa ada flek Ya
udah…….Setahu saya yang parah itu yang muntah darah
itu, tapi gejalanya yang istilah nya baru-baru gitu belum
tahu” (IK1)
“Kurang tahu, paling juga batuk gitu…terus habis saja
badan, gitu” (IK2)
“Tentang TB ya penyakit istilahnya ya, penyakit menular
juga ya…… ya batuk gitukan, batuk terus-terusan ya
walaupun pake obat tapi gak sembuh, badan drastis turun”
(IK3)
“ya batuk aja gitu yang saya alamin. Kan seperti orang
katanya ngilu, panas dingin, saya enggak, Cuma batuuk
aja…..badan turun, yang saya rasain badan turun, berat
badan, sama batuk udah” (IU1)
“Penyakit berbahaya apa engga sih?..... Katanya gejalanya
dari debu kalo saya kan gak ada turunan TBc gak ada”
(IU2)
“TB itu ya penyakit tuberkulosa jadi dia biasanya dia itu
tertular secara gak sadar ya makanya kita musti pake
masker kalo udah TB. Saya ini udah yang kedua kali ya,
kekambuhan….Ya TB itu kalo kita ngga obatin, dia bisa
naik ke kelenjar bening, terus bisa TB tulang juga” (IU3)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, mereka baru mengetahui
mengenai TB Paru sejak pertama kali mereka sakit. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan informan pendukung yang mengatakan bahwa awal mereka mengetahui
mengenai TB Paru itu sejak mereka sakit. Berikut merupakan kutipan wawancara
dengan informan :

“ya udah.. udah.. udah lapan bulanan lah pertama kali


berobatlah pertama berobat aja…tahu jelasnya dari
situ…semenjak kerja tadinya mah (sakitnya)….di konpeksi
lah daerah sini. nama ibu-ibu ya di rumah anak pada
sekolah nganggur tidur pagi-pagi gitu ya udah nyari

47
48

kesibukan di luar gitu. dari situ tadinya mah nggak sih”


(IK1)
“Sebelum sakit juga kan, warga saya kan banyak yang
kena..terus bapaknya juga (suami)” (IK2)
“Yaa sejak.. saya kena itu…Saya semenjak kerja disini sih
ini..Laundry di Muara Karang, jadi ya saya saya pikir-pikir
gitu kan saya kan security kena debu terus kedua dimana..
di dalemnya pun kalo kita kedalam itukan pakaian-pakaian
kotor orang-orang dia kan orang cina kan pergi keluar
negeri, korea apa kemana gitu takutnya ada kunan, virus
kata bu Dian saya konsul sama Bu Dian bisa juga pak
kesitu, iya makanya saya diluar pun mobil-mobil kan
debunya ampun, apa anginnya” (IK3)
“Awal sakit ya saya ya..” (IU1)
“Sejak ibu diperiksa itu dahak…saya kerja lagi kerja
konveksi” (IU2)
“Tahun.. 70.. eh 89. Karena kan saya pekerja di kontraktor,
tempat kotor, debu, nah yang kemarin itu. Nah itu jadi
awalnya ya batuk batuk aja bukan batuk flu ya, batuknya
ya kadang kadang aja tapi batuknya gabisa sembuh dengan
obat lain gabisa sembuh” (IU3)
“Saat biasanya awal pengobatan, kita kan ngejelasin. Kalo
awal pengobatan kita langsung Tanya dulu sih namanya
penkes kan dasarnya kita kan menggali dulu seberapa
banyak pengetahuan dia, kalo dia udah banyak ya kita ngga
usah yang detail-detail banget, kalo dia awam ngga tau
sama sekali baru kita jelasin pake ya alat sederhana
misalkan pake leaflet “ (IP)
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, menurut penuturan informan
pendukung mengatakan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya-upaya untuk
memberikan informasi-informasi mengenai TB kepada para pasien seperti kutipan
berikut :

“Hm paling yang satu itu tadi yang konselor itu, karena
satu alasan utama dia putus adalah efek samping. Tidak
kuat saya udah stop aja. Satu itu, kedua konseling berulang,
jadi saat dia datang kita Tanya lagi kalo misalkan emang
ada keluhan bisa cepet dateng atau kalo maupindah atau
mau pulang kampung bilang, rata-rata kalau tidak

48
49

ngomong dia kabur gitu aja dan edukasi tentang kalo


kambuh, lebih berat lagi. Itu aja sih,pemahaman mereka
masih berfikir “ah TBC gampang nanti juga diobatin ulang
lagi ulang lagi “ (IP)
“Edukasi kalo didalem gedung kita udah pake media siar
ya, jadi dimana-dimana tuh kana da TV itu, nah dia
promkes nya ada disitu, terus banner-banner biasa lah,
banyak segala macem, kalo diluar gedung ya paling
kegiatan-kegiatan kayak penyuluhan di sekolah, di
Posyandu, di Posbindu, di kantor kelurahan” (IP)
“Semuanya kita kasih tau, pokoknya istilahnya dari TBC
apa, cara penularan nya bagaimana, terus pengobatan nya
seperti apa, pada saat pengobatan itulah kita kasih tau
bahwa dalam pengobatan tidak boleh sampe stop di tengah
jalan karena akan seperti apa, seperti apa” (IP)
“Ada, saya suka dikasih lembaran… abis itu langsung
dikasih informasi sama Bu Dian langsung, perinci….
Ngaruh! ngaruh banget sih dari pengalaman kita jadi lebih
tau gitu, Tadi nya nggak tau sama sekali jadi tau….. Kalo
menurut ibu udah bagus sih, udah cukup baik” (IK1)
“Dikasih arahan-arahan, jangan lupa lepas masker,
olahraga, menghirup pagi-pagi gitu…
Banyak(pengaruhnya)….Bagus sih..Perhatiannya benar,
kedua sering nganter-nganter” (IK2)
“Ya teori-teori…Ya itu pas kita lagi berobat, pas kita
konsul, ya paling teori-teori lewat ucapan aja…. Ngaruuh,
soalnya emang kita orang awam yakan kita bicara sam
ayang ahlinya, itu masukan juga buat kita….. Udah bagus
sih, Cuma perlu ditingkatkan lagi” (IK3)
“Ya ngobrol tiap lagi meriksa gini, dikasih tau gitu.
Bahasanya bagus, saya kan orang awam ya….. Iya, nanti
kalo gangerti dia jelasin lagi gitu. Terus dia menyarankan
ada pendamping gitu buat kitanya…. Baik, sopan, jelas,
bahasanya yang nyangkut gitu dikita” (IU1)
“Dikasih tau penyakitnya ini gini gini terus periksa
dahak,periksa, semua diperiksa, periksa darah, terus itu..
dikasih tau ini gula segala macem semua diperiksa…. Ya
ngaruh…. Menurut ibu juga udah bagus” (IU2)
"“Yaaa berupa konsultasi…. Ngaruhh… Adaa (upaya
Puskesmas)” (IU3)

49
50

Berdasarkan hasil wawancara diatas bentuk upaya Puskesmas untuk


memberikan informasi-informasi mengenai TB adalah saat konsultasi dengan
informan pendukung, kebanyakan mereka merasa puas dengan hasil konsultasi
tersebut. Namun seperti kegiatan konselor, atau informasi lewat media banner,
atau promosi kesehatan seperti penyuluhan mengenai TB sepertinya tidak
dirasakan oleh pasien sembuh maupun pasien kambuh yang sedang berobat.

Berdasarkan hasil observasi kepada informan didapatkan bahwa informan


dapat menjawab pertanyaan dengan cepat, namun untuk beberapa informan
mereka tidak bisa menjawab pertanyaan dari peneliti. Beberapa diantara informan
juga tidak dapat mengerti maksud dari peneliti, terdapat beberapa jawaban yang
diberikan informan tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Kemudian di Puskesmas Kecamatan Tambora telah ada leaflet serta poster
mengenai TB Paru. Berikut merupakan hasil dari lembar checklist yang dilakukan
pada saat wawancara dan pengamatan di Puskesmas Kecamatan Tambora :

Tabel 4.3 Lembar Checklist Pengetahuan


No Pertanyaan Ya Tidak Ket
Pengetahuan
1 Apakah informan menjawab √ Informan tidak
pertanyaan degan cepat? memerlukan
waktu yang
lama dalam
menjawab
pertanyaan
2 Apakah informan bisa menjawab √ Beberapa
semua pertanyaan? informan ada
yang tidak dapat
menjawab
pertanyaan
karena tidak
paham
3 Apakah informan dapat mengerti √ Informan perlu
semua pertanyaan? diarahkan untuk
dapat mengerti
pertanyaan yang
diajukan

50
51

No Pertanyaan Ya Tidak Ket


4 Apakah jawaban informan sesuai √ Beberapa
dengan pertanyaan yang diberikan? jawaban
informan tidak
sesuai dengan
pertanyaan yang
diberikan
sehingga harus
diarahkan lagi
pertanyaan nya.
5 Apakah di Puskesmas Kecamatan √ Terdapat leaflet
Tambora terdapat dan poster
pamphlet/poster/leaflet atau media
lain untuk memberikan informasi
mengenai TB Paru kepada pasien?

Menurut hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung,


pengetahuan pasien yang rendah bisa disebabkan oleh pendidikan informan yang
rendah. Berikut merupakan kutipan hasil wawancara :

“Satu mungkin ya karena latar belakang pendidikan


ya….hmm dibawah SMA (Pendidikan nya)” (IP)
Hal ini juga selaras dengan hasil yang didapatkan bahwa informan utama
yang memiliki latar belakang pendidikan SMA kebawah. Diantara 3 informan
utama terdapat 2 informan yang berlatar belakang pendidikan SMP dan 1
diantaranya berlatar belakang pendidikan SMA. Sedangkan untuk latar belakang
informan kunci ketiganya memiliki latar belakang pendidikan SMA.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pasien kambuh di


Puskesmas Kecamatan Tambora merasa belum memiliki pengetahuan yang baik
mengenai TB Paru. Ketika ditanyakan mengenai TB Paru rata-rata mereka hanya
menjelaskan mengenai gejalanya yaitu batuk. Beberapa informan tidak dapat

51
52

menjawab pertanyaan peneliti, tidak sesuai dalam memberikan jawaban dengan


pertanyaan yang diajukan. Serta pendidikan para informan juga masih rendah.

4.3 Gambaran Kebiasaan Merokok Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, seluruh informan bahwa mereka tidak


ada yang merokok. Namun 2 diantaranya memiliki riwayat merokok terdahulu dan
sudah tidak merokok lagi. Sama halnya dengan penuturan informan pendukung,
pasien kambuh jika ditanya mereka sudah tidak ada yang memiliki kebiasaan
merokok lagi. Berikut kutipan wawancara dengan informan kunci dan informan
utama :

“saya ngga ngerokok, ya emang dulu sih ngerok saya, udah


berenti sekitar 7 tahunanlah” (IK3)
“Tidak…. (kalau dulu?) Perokok” (IU3)
“Kalo saya Tanya sih nggak ngerkok lagi, kalo kita Tanya,
masih merokok pak? Enggak kok bu udah saya setop” (IP)
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, riwayat merokok yang dimiliki
pasien kambuh (IU3) sudah cukup lama dibanding dengan riwayat merokok pasien
sembuh (IK3). Menurut Informan pendukung ini bisa menjadi salah satu pemicu
kekambuhan TB Paru pasien kambuh. Berikut merupakan kutipan wawancara
dengan informan :

“Kapan ya SMA, terus kerja waktu itu dihotel karena


pergaulan ya kan. Saya sebenernya dari dulu kan saya suka
olahraga, saya nggak mau dulu kan satu cuman itu dari
pergaulan kan….. Lingkungan, kalo disini sih nggak
masalah kalo lingkungan diluar sih kayak di kerja-kerjaan
kan suka kalo dihotel kan…sekolah masih.. cuman gak
terlalu.. paling sampe kerja dihotel itu 2002 ya setahun lah,
setahun 2 tahunan lah” (IK3)
“(Konsumsi rokoknya) Kayaknya rendah bener sih gak
terlalu banyak, saya sehari dulu aja paling kalo lagi mau
aja ngerokok gak terlalu perokok juga…. Paling ini waktu
itu, abis makan, kadang itu aja abis makan, terus kalo kita

52
53

mau ketoilet, teru lagi ngumpul sama temen, paling kita


jeglekin gitu aja paling abis sama dia dia orang gitu” (IK3)
“Ngerokok sih dari muda sih.. dari umur.. dua puluh….
Empat tahun…Berenti.. 4 tahun itu.. Ngerokok lagi karena
temen-temen lagi…2012…..berenti”(IU3)
“Yaa sehari sebungkus lah…. Kadang-kadang lebih kalo
lagi mancing” (IU3)
“rokok itu bukan sebagai penyebab dia sakit TBc tapi itu
pemicunya yang bikin dia sakit TBc.. Karena di paru-
parunya tuh udah ada kumannya, makin dia kasih pemicu
kayak rokok, debu konveksi atau apapun itu yang
memperberat paru-paru ya bisa jadi gangguan ya pasti
nanti lama kelamaan kuman yang tadinya tidur akan
bangun lagi akan terjangkit lagi, akan infeksi lagi. Itu
sudah dijelaskan seperti itu dan untuk pencegahan ya
hindari merokok kalau pengobatan ya jangan ngerokok
karena kita kasih obat tapi dia kasih racun kan percuma aja
mendingan tidak usah diobati, rokok aja seterusnya. Iyasih
dia iyaa.. oke bu.. tapi balik lagi ke pemahaman nya si
pasien dan ngerti apa enggak gitu bahwa itu emang oh iya
memang tidak boleh” (IP)
Menurut penuturan pasien sembuh (IK3) informan terpengaruh untuk
merokok salah staunya karena lingkungan pekerjaan nya. Jika dilihat pada tabel
4.1 rata-rata informan bekerja sebagai pekerja konveksi, satpam laundry, serta
pekerja kontraktor. Lingkungan mereka bekerja adalah tempat yang sering
terpapar oleh partikel debu. Hal ini mungkin bisa menjadi salah satu faktor
kekambuhan TB Paru yang dialami pasien. Informan kunci pun menyatakan
bahwa lingkungan kerja informan dapat berpengaruh terhadap kesehatan paru-
paru mereka seperti pada kutipan wawancara berikut :

“Konveksi itu sedikit banyak ngaruh.. karena kan namanya


konveksi debu konveksinya itu lho.. dari bahannya itukan kita
kan nggak keliatan ya namanya debu banyaaak numpuk-
numpuk diparu-paru akhirnya paru-parunya lemah, padahal
diparu-parunya dia tau banyak kuman tbc, yang dulunya
pernah sakit.. pernah.. istilahnya pernah menginfeksi dia gitu.
Mungkin re-aktif lagi” (IP)

53
54

“debu konveksi atau apapun itu yang memperberat paru-paru


ya bisa jadi gangguan ya pasti nanti lama kelamaan kuman
yang tadinya tidur akan bangun lagi akan terjangkit lagi, akan
infeksi lagi” (IP)

Berdasarkan hasil observasi pada saat wawancara, tidak terlihat ada rokok di
dekat informan, tidak tercium aroma rokok dari tubuh informan, namun pada IU3
terlihat bibir yang agak gelap kemungkinan karena riwayat merokok nya
terdahulu. Kemudian di Puskesmas Kecamatan Tambora pun sudah ditempeli
poster mengenai bahaya rokok. Namun untuk penyuluhan khusus mengenai
bahaya rokok, puskesmas memang belum mengadakan program khusus untuk itu.
Berikut merupakan hasil dari observasi dengan menggunakan lembar checklist :

Tabel 4.4 Lembar Checklist Kebiasaan Merokok


No Pertanyaan Ya Tidak Ket
Kebiasaan Merokok
1 Apakah informan terlihat membawa √ Tidak terlihat
rokok? ada rokok di
dekat informan
2 Apakah tercium bau rokok dari tubuh √ Tidak tercium
informan? aroma rokok dari
tubuh informan
3 Apakah informan merokok saat √ Tidak ada
wawancara berlangsung? informan yang
merokok selama
wawancara
berlangsung
4 Apakah ada tanda-tanda fisik yang √ Ada satu
mencirikan bahwa informan adalah informan yang
seorang perokok? bibirnya
berwarna gelap
diduga ini
dikarnakan
riwayat merokok
nya terdahulu
5 Apakah di Puskesmas Kecamatan √ Terdapat poster
Tambora terdapat mengenai
pamphlet/poster/leaflet atau media lain bahaya rokok

54
55

No Pertanyaan Ya Tidak Ket


nya untuk memberi tahukan pasien
mengenai bahaya merokok?

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat beberapa informan yang merupakan


perokok pasif. Mereka memang tidak merokok menghirup asap rokok yang ada di
sekitar mereka. Berikut kutipan wawancara dengan informan :

“Alhamdulillah bapaknya enggak…..berhenti, udah


berhenti. Dulu mah begitu bapaknya tapi tadinya ngerokok
begitu apa Terusan berhenti merokok dianya udah lama sih
ada 10 tahun lebih” (IK1)
“Ngerokok, suami merokok” (IK2)
“Banyak, kayak mertua kan. Kadang mertua kalo ngerokok
suka didalem yakan…” (IK3)
“Di jalanan atau ditempat kerja gitu pada ngerokok, saya
sih pake masker tapi kadang ya suka kesedot juga asepnya
sama kita gituu” (IU1)
(IU2 hanya tinggal dengan kedua cucunya yang masih
kecil)
” Dulu ada istri saya. Tapi dia iseng-iseng aja, berenti
lagi” (IU3)
Berdasarkan hasil penelitian, informan utama tidak ada yang memiliki kebiasaan
merokok dan memang tidak terlihat membawa rokok ataupun bau rokok dari tubuh
informan. sehingga sepertinya hal ini tidak berpengaruh terhadap kekambuhan TB
Paru pasien. Namun 1 pasien kambuh memiliki riwayat merokok terdahulu. Meskipun
informan bukan merupakan perokok aktif tapi informan sering terpapar debu dan asap,
terutama di tempat kerjanya. Informan rata-rata bertempat kerja di konveksi dan
kontraktor yang sering terpapar pasrtikel debu dan asap.

55
56

4.4 Gambaran Riwayat Pengobatan Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan didapatkan


informasi bahwa riwayat pengobatan yang dimiliki para informan adalah baik.
Informan tidak pernah melewatkan satu hari untuk tidak meminum obat. Berikut
merupakan kutipan wawancara dengan informan :

“Enggak, ngga pernah” (IK1)


“Rutin” (IK2)
“Enggak…Teruus(minum obat)” (IK3)
“Ngga pernah, selalu rutin” (IU1)
“Enggak pernah” (IU2)
“Enggak..ngga berani saya” (IU3)
“kalau yang kambuh biasanya ya sesuai dengan
aturan….Kalo dia sakit lagi ya itu dia, re-aktivasi lagi kah
atau re-infeksi lagikah” (IP)
“kalo kambuh kan artinya mereka minum semuanya sampe
tuntas gitu Cuma sialnya kuman nya ini aktif lagi, dari dia
sendiri atau dia terinfeksi atau terinfeksi dari orang lain
tuh bisa. Cuma kalo yang kambuh saya Tanya ya sampe
tuntas, obat tuh sampe tuntas, atau dia muncul kembali
karena ada penyakit yang lain misalkan 10 tahun yg lalu
udah selesai tiba- tiba dia pengobatan lagi plus dia ada
diabet, plus ada hipertensi plus ada apa gitu biasanya,
biasanya ada pemberatnya yang memicu si kuman itu untuk
balik lagi. Seperti itu sih, Cuma kalo untuk riwayat
pengobatan nya bagaimana rata-rata mereka sudah lulus,
maksudnya sudah sampai 6 bulan gitu” (IP).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, informan
pendukung dan informan utama meminum obat sesuai dengan waktu yang
dianjurkan oleh informan pendukung yaitu dipagi hari saat baru bangun tidur.
Berikut adalah kutipan wawancara yang diperoleh :

56
57

“Bangun tidur langsung kan diminumnya sebelom makan,


bangun tidur langsung….Iya melek langsung minum obat
biar nggak lupa” (IK1)
“bangun tidur, sebelum makan apa-apa” (IK2)
“Pagi sebelom makan, iya pagi” (IK3)
“Pasti pagi, selalu pagi” (IU1)
“Ya sebelum makan, kadang saya abis sholat subuh tuh
minum obat” (IU2)
“Sebelum makan, Jam enem” (IU3)
“Cuma sekali sehari pagi pagi sebelum makan gitu,
mengindari dia lupa sih biasanya saya nganjurinnya itu
bangun tidur melek mata langsung minum” (IP)
Berdasarkan hasil telaah dokumen didapatkan bahwa pasien kambuh memang
patuh dalam melakukan pengobatan sesuai dengan hasil wawancara mendalam
sehingga hal ini tidak mempengaruhi kekambuhan TB Paru pasien. Pasien
mengambil obat setiap seminggu sekali, obat yang pasien ambil hanya cukup
untuk satu minggu, setelah satu minggu pasien harus datang kembali ke puskesmas
untuk mengambil obatnya kembali untuk satu minggu kedepan. Berikut
merupakan tabel dokumen yang dibutuhkan :

Tabel 4.5 Dokumen Riwayat Minum Obat yang Dibutuhkan


No Variabel Dokumen Subyek yang Keterangan
diteliti
1 Riwayat Kartu Kelengkapan Ada
Minum Obat Pengobatan pengobatan

Berdasarkan hasil penelitian, pasien kambuh Puskesmas Kecamatan Tambora


memiliki riwayat minum obat yang baik dengan rutin meminum obat dengan
waktu yang tepat seperti yang dianjurkan oleh petugas. Jika dilihat dari telaah
dokumen berupa kartu pengobatan, pasien kambuh secara rutin meminum dan

57
58

mengambil obat untuk satu minggu kedepan dan jika sudah habis akan datang
kembali.

4.5 Gambaran Penyakit Penyerta Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para informan di dapatkan


hasil bahwa diantara informan kunci dan informan utama hanya 1 orang yang
memiliki penyakit penyerta DM (Diabetus Melitus), 3 diantara nya memiliki
penyakit saluran pencernaan (maag), dan 2 diantaranya mengeluhkan pusing
kepala. Berikut adalah kutipan wawancara dengan para informan :

“maag” (IK1)
“Nggak ada sakit-sakitan, cuma pikiran aja… Maag biasa
ada, kalo lagi puasa, mungkin lagi perut kosong, ada
maag” (IK2)
“Saya kan waktu itu diiniiin katanya ada DM kan” (IK3)
“ngga ada sih saya, saya sakit ini aja, paling saya suka
sakit kepala gitu minum obat warung udah sembuh” (IU1)
“Dulu mah iyaa.. sebelum kena TB mah itu saya kena
tipes… Maag” (IU2)
“Nggak ada saya, paling pusing-pusing doang” (IU3)
“Hmm rata-rata sih kayak diabet lah ya” (IP)
Namun berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pasien kambuh, tidak
ada yang memiliki riwayat penyakit penyerta. Berdasarkan hasil wawancara
mendalam dan telaah dokumen didapatkan bahwa 3 orang tidak memiliki penyakit
penyerta.

58
59

4.6 Gambaran Status Gizi Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan Tambora


Tahun 2018

Berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen serta perhitungan IMT dengan


para informan bahwa mereka tidak merasa memiliki status gizi yang kurang,
namun salah satu informan utama merasa status gizinya kurang. Berikut
merupakan kutipan dari wawancara dengan informan :

“Oh.. ya biasa-biasa aja gitu… ya biasa ajaaa gitu ya


normal gt makan nya” (IU1)
“Status gizinya buruk, nggak ada gizinya…soalnya
makannya gitu sedanya , seketemunya” (IU2)
“Kalau gizi sih saya rasanya cukup… iya cukup kalo gizi
mah” (IU3)
“Kurang sih.. kuranglah orang kurus kan ya” (IP)
Berdasarkan telaah dokumen, didalam kartu pengobatan hanya tertera berat badan
pasien sedangkan untuk tinggi badan serta IMT (Indeks Massa Tubuh) tidak ada. Oleh
karena itu, untuk tinggi badan peneliti mengukur sendiri kepada pasien kamuh.
Kemudian peneliti melakukan perhitungan sendiri untuk mendapatkan angka IMT
pasien. Berikut merupakan hasil telaah dokumen berupa tabel dokumen yang
dibutuhkan untuk status gizi :

Tabel 4.7 Dokumen Status Gizi yang Dibutuhkan


No Variabel Dokumen Subyek yang Keterangan
diteliti
1 Status Gizi Kartu 1. Tinggi Badan 1. Tidak ada
Pengobatan 2. Berat Badan 2. Ada
3. IMT 3. Tidak ada

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan didapatkan bahwa rata-


rata informan memang mengalami penurunan berat badan, namun ada satu
informan kunci yang tidak ingat perubahan berat badan nya dahulu. Hal serupa
juga disampaikan oleh informan pendukung bahwa rata-rata pasien memang

59
60

mengalami penurunan berat badan sehingga status gizi nya cenderung kurang.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan :

“Sebelom sakit kan waktu itu 48 gitu ya itu kemaren saya


sampe 42” (IK1)
“Belum timbang lagi” (IK2)
"80 ke 56 (waktu sakit)” (IK3)
“Sebelom sakit 48…. (waktu sakit) 40” (IU1)
“Sekarang 30….(waktu sudah sehat) 37 kayaknya mah”
(IU2)
“56..tadinya 53” (IU3)
“Hmm biasanya sih turun yaa.. tapi nggak sampe kurus
banget, ada sih beberapa yang kurus banget…. yaa satu
memang karena penyakitnya, penyakit TB kan salah satu
gejalanya dia tidak napsu makan sehingga berat adan
turun,terlebih juga karena ya ekonominya merekalah.. kita
selalu bilang bu.. makan yang bagus gini gini gini
yanamnaya mereka tidak punya dapur kan apapun yang dia
temuin gitu lah istilahnya, kadang malah ada yang bu saya
kadang ya kalo ada makanan saya makan kalo nggak ada
makanan saya nggak makan gitu. Itu sihh” (IP)
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan bahwa
didapatkan 2 orang dari 3 informan memiliki IMT yang kurang. Berikut adalah
hasil perhitungan IMT informan utama :

Tabel 4.8 IMT Pasien


No Inisial BB (Di TB IMT Ket
rekam (Hasil
medis) pengukur
an)
1 IU1 41 kg 158 cm 16.4 Kurang
2 IU2 35 kg 136 cm 19.7 Normal

3 IU3 53 kg 170 cm 18.3 Kurang

60
61

Namun seiring berjalannya waktu dan mereka menjalani pengobatan TB Paru


dengan rutin, berat badan pasien kambuh ini perlahan-lahan naik. Namun ada satu
pasien kambuh yang malah mengalami penurunan. Berikut adalah hasil
wawancara dengan informan :

“Iya 44 (sekarang)” (IU1)


“Sekarang 30” (IU2)
“56..tadinya 53” (IU3)
Kemudian berikut adalah jawaban para informan ketika ditanyakan mengenai
makanan apa saja yang mereka makan sehari-hari :

“(sehari-hari) Ikan, sayur udah. (buah) Enggak, jarang”


(IU1)
“makannya gitu sedanya , seketemunya. Makan nasi nasi
sama garem, paling sama mie ya” (IU2)
“Saya perbanyak ya tahu tempe aja… yaa kalo ada hahah,
kalo dibikinin. Kalo ngga ya gamau beli (Sayur)…Tiap
hari (buah)” (IU3)
“Makan.. ya biasalah.. makan ya tahu tempe kadang ikan
kadang ayam, gitu aja…. kalo sayur sih setiap hari
mesti….kalo buah ya.. istilahnya ya 2 hari ya pasti ada
jeruk kek apa paya” (IK1)
“Yah ikan asin…kalo misalkan masak-masak daging,
makan….seketemunya aja….Buah, makan” (IK2)
“waktu itukan saya makannya yang kurangin karbohidrat,
ya ini nya sayur, susu ya, kita pantang lah makanan-
makanan yang istilahnya yang takutnya di TB atau di DM
nya itukan, ya kayak telor paling, makan ikan gitu aja, kita
coba yang direbus, itu yang dikukus….Goreng-gorengan
udah waktu itu gak makan…Es es aja udah jauh bener,
waktu itu udah, sebelom sakit udah nggak minum es saya”
(IK3)
“Karena satu kebanyakan mereka namanya di Tambora
rumahnya kecil Cuma satu kamar, mereka kesulitan untuk
punya dapur, ngga banyak yang punya dapur sehingga
kadang mereka beli lauk, kalo nasi bisa pakai rice cooker
kan, kalo sayur kan dia harus masak gitu pake kompor rata-

61
62

rata jarang, dia pasti pada bilang saya makanan mah beli
diluar bu mmisalkan sayur apa sayur apa. Paling ini ya
paling indomie sih bu gitu…. kita selalu bilang TBc itu
makan yang harus proteinnya tinggi ayam ikan telor daging
susu pasti mereka itu makan gitu kalo pun mereka beli beli
model junkfood yang seperti itu pasti mereka makan dia
piker ya memang dibolehkan. Tapi kalo kayak indomie kita
selalu bilang sih boleh makan indomie tapi harus tau
sebulan hanya 2x makan atau gimana gitu dan biasanya
makan indomie tambahin apa tambahin apa” (IP)
Berdasarkan hasil penelitian, seluruh informan rata-rata memiliki pola makan
yang cukup baik karena makanan sehar-hari sudah terdiri dari karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral. Namun salah satu pasien kambuh (IU2) memiliki
pola makan yang kurang baik. Kemudian untuk status gizi pasien 2 diantara nya
memiliki IMT yang kurang. Namun seiring dengan berjalannya pengobatan berat
badan informan perlahan-lahan akan naik, kecuali salah satu informan yang
memiliki pola makan yang kurang baik, informan tersebut malah mengalami
penurunan berat badan.

62
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Pengetahuan Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan Tambora


Tahun 2018

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pasien kambuh di


Puskesmas Kecamatan Tambora merasa belum memiliki pengetahuan yang baik
mengenai TB Paru. Ketika ditanyakan mengenai TB Paru rata-rata mereka hanya
menjelaskan mengenai gejalanya yaitu batuk. Beberapa informan tidak dapat
menjawab pertanyaan peneliti, tidak sesuai dalam memberikan jawaban dengan
pertanyaan yang diajukan. Serta pendidikan informan juga masih rendah.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin dkk, (2016) bahwa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh partisipan tidak mengetahui
tentang penyakit TB Paru yang diderita mereka. Menurut Meirtha, (2009)
Kurangnya informasi tentang penyakit TB paru menyebabkan kurangnya
pengertian penderita terhadap penyakit serta bahayanya sehingga dapat
menyebabkan berkurangnya kepatuhan penderita terhadap pengobatan ataupun
berhenti berobat bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sianturi (2013), menunjukkan bahwa


seseorang yang mempunyai pengetahuan TB paru yang kurang akan beresiko lebih
besar mengalami kekambuhan TB paru dibandingkan dengan orang yang
berpengetahuan cukup dan baik. Menurut Notoatmodjo (2014), meningkatnya
pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian, ternyata prilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh
pengetahuan.

Berdasarkan tingkat pendidikan pasien kambuh, 2 orang berpendidikan SMP,


dan 1 orang berpendidikan SMA. Tingkat pendidikan sebagian responden pada
penelitian ini masih rendah, berarti masih banyak informan utama yang memiliki

63
64

pengetahuan rendah. Berbeda dengan tingkat pendidikan pasien kambuh atau


informan kunci yang ketiga nya memiliki latar belakang pendidikan SMA. Hal ini
mungkin akan berpengaruh pada pengetahuan dan informasi yang dimiliki
informan.

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang


diantaranya mengenai kesehatan rumah dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Pasien cenderung tidak bisa menjaga kondisi tubuh mereka, kondisi tubuh yang
lemah akan meningkatkan kecendrungan untuk relaps TB (Wahyuni, dkk 2013).
Sejalan dengan penelitian Aditama (2005), Tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan penderita menerima informasi tentang
penyakit, terutama TB Paru.Kurang Informasi tentang penyakit TB Paru
menyebabkan kurang pengertian penderita terhadap penyakit dan bahayanya
sehingga menyebabkan berkurangnya kepatuhan penderita terhadap pengobatan
atau berhenti berobat bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung didapatkan bahwa


Puskesmas telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan pengetahuan
pasien yang berada diluar dan didalam gedung. Upaya Puskesmas untuk
meningkatkan pengetahuan pasien didalam gedung yaitu berupa media siar yaitu
berupa video-video yang ditayangkan di televise-televisi yang berada didalam
gedung dan banner-banner. Sementara untuk upaya diluar gedung yaitu berupa
penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan di Posyandu, Posbindu, sekolah, dan
kantor kelurahan. Tahun 2018 Poli TB Puskesmas Kecamatan Tambora memiliki
program baru yang kegiatan nya berupa berbincang-bincang bersama dengan
pasien yang sudah sembuh dengan pasien yang masih sakit. Disitu mereka bisa
saling berbagi informasi dan berbagi keluh kesah mengenai penyakit TB yang
mereka alami. Jadi para pasien yang masih sakit bisa mengambil ilmu mengenai
TB Paru dari pasien yang sudah sembuh.

Dalam hasil observasi langsung peneliti juga meliihat upaya promosi


kesehatan dalam bentuk leaflet-leaflet yang ditaruh dimeja periksa di ruangan Poli

64
65

TB untuk dibagikan kepada tiap pasien. Ada pula poster yang ditempel didalam
ruangan serta diluar ruangan. Meskipun pihak Puskesmas telah melakukan upaya
untuk meningkatkan pengetahuan pasien, namun pengetahuan pasien kambuh
masih kurang baik.

Berdasarkan pembahasan diatas, sebaiknya pasien kambuh dapat


meningkatkan pengetahuan nya dengan sering mencari tahu mengenai informasi-
informasi yang berkaitan dengan TB Paru. Media yang diakses cukup banyak, bisa
dengan poster atau membaca leaflet yang terdapat di Puskesmas, membaca di
Koran, menonton berita kesehatan di televisi, atau dengan mengakses artkel-artikel
atau berita mengenai TB Paru di internet sehingga pasien akan lebih memahami
mengenai penyakitnya. Kemudian Pihak Puskesmas Kecamatan Tambora
diharapkan dapat melakukan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan dan
mengumpulkan secara berkala pasien yang telah dinyatakan sembuh untuk
berkonsultasi kepada pasien yang sedang menjalani pengobatan untuk refreshing
penyuluhan agar dapat menjalankan hidup sehat sehingga dapat menghindari
kekambuhan TB Paru.

5.2 Gambaran Kebiasaan Merokok Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018

Berdasarkan kebiasaan merokok, informan tidak ada yang memiliki kebiasaan


merokok dan memang tidak terlihat membawa rokok ataupun bau rokok dari tubuh
informan. sehingga sepertinya hal ini tidak berpengaruh terhadap kekambuhan TB
Paru pasien. Namun terdapat satu pasien kambuh memiliki riwayat merokok
terdahulu. Meskipun mereka bukan merupakan perokok aktif tapi mereka sering
terpapar debu dan asap, terutama di tempat kerjanya. Mereka rata-rata bertempat
kerja di konveksi dan kontraktor yang sering terpapar pasrtikel debu dan asap.

Menurut penelitian Daryatno (2003), penderita TB paru yang mempunyai


kebiasaan merokok berpengaruh pada kekambuhan. Menurut Hassmiller (2006)
perokok aktif maupun perokok pasif dapat meningkatkan risiko terinfeksi

65
66

Mycobacterium tuberculosis, risiko terjadinya TB, risiko terjadinya TB yang lebih


berat, dan risiko kematian akibat TB. Merokok dapat menyebabkan kelainan
fungsi paru obstruktif, pneumonia, influenza dan penyakit infeksi akut (Eisner,
2008).

Pekerjaan yang dimiliki ketiga responden pasien kambuh adalah 2 orang


merupakan pekerja konveksi, dan 1 orang merupakan pekerja kontraktor. Saat
bekerja mereka rentan terpapar oleh debu dan asap, salah satunya asap rokok. Hal
ini mungkin yang dapat meyebabkan kekambuhan TB Paru pada informan utama.
Aktivitas yang rentan terpapar oleh asap dan debu serta lamanya paparan mungkin
akan mempengaruhi saluran pernafasan sehingga akan lebih mudah untuk terpapar
kembali oleh TB. Hasil ini sesuai dengan penelitian Diandini dkk (2009), pekerja
konstruksi rentan terkena TB paru karena sebagian besar sebagian besar subjek
penelitian yang terpajan debu merupakan pekerja konstruksi. Menurut Khurram
dkk (2009) juga menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja di lingkungan kerja
yang sering terpapar oleh partikel debu akan mempengaruhi terjadinya gangguan
saluran pernafasan dan dapat meningkatkan morbiditas dan pada umumnya TB
Paru. Menurut informan pendukung, pelerjaan konveksi berpengaruh terhadap
kekambuhan TB Paru pasien. Debu yang mereka hirup sehari-hari yang berasal
dari barang-barang konveksi akan menumpuk di paru-paru yang akhirnya paru-
paru nya akan lemah. Sedangkan diparu-paru mereka sudah banyak kuman TB
yang sedang dorman yang dapat re-aktivasi kembali.

Menurut informan pendukung, rokok itu bukan sebagai penyebab pasien


menjadi sakit TB paru namun rokok adalah sebagai pemicu yang membuat pasien
terkena TB Paru. Karena pada paru-paru pasien telah ada kuman-kuman TB yang
mengendap dan bersifat dormant, semakin diberi pemicu seperti rokok atau debu
yang dapat memperberat paru-paru yang mengakibatkan gangguan dan lama
kelamaan kuman yang semula dormant atau tidur akan bangun kembali, akan
terjangkit lagi dan akan re-infeksi kembali.

66
67

Untuk upaya mengatasi kebiasaan merokok ini, upaya yang dirasakan pasien
adalah berupa imbauan dan poster. Hal yang sama juga diutarakan oleh informan
pendukung bahwa upaya yang sudah diberikan puskesmas adalah berupa
penjelasan dari petugas setiap para pasien konsultasi dan berupa pamphlet dan
poster.

Berdasarkan pembahasan diatas, diharapkan pasien dapat menghindar dari


tempat-tempat yang banyak terpapar asap rokok atau debu dan sangat disarankan
untuk memakai masker saat berpergian keluar rumah terlebih saat berada di rempat
umum dan tempat kerja. Kemudian puskesmas perlu turun ke masyarakat untuk
melakukan penyuluhan mengenai bahaya rokok dan akibat apa yang akan terjadi
agar masyarakat di lingkungannya tersebut juga bebas dari asap rokok. Kemudian
Puskesmas Kecamatan Tambora disarankan untuk melakukan upaya promosi
kesehatan terhadap seluruh tempat kerja yang berada di lingkup wilayah
Puskesmas Kecamatan Tambora agar memberitahukan bahaya debu-debu itu
dapat membahayakan kesehatan pekerja dan diwajibkan untuk memakai masker.

5.3 Gambaran Riwayat Pengobatan Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan informasi bahwa riwayat pengobatan


yang dimiliki para informan adalah baik. Karena baik informan kunci maupun
utama memiliki riwayat pengobatan atau minum obat yang baik, informan pun
tidak pernah melewatkan satu hari untuk tidak meminum obat. Informan
mengambil obat setiap seminggu sekali, obat yang diambil hanya cukup untuk satu
minggu, setelah satu minggu informan harus datang kembali ke puskesmas untuk
mengambil obatnya untuk satu minggu kedepan.

Hal serupa juga disampaikan oleh informan pendukung bahwa untuk pasien
kambuh mereka meminum obat sampai tuntas, tetapi kuman-kuman dalam
tubuhnya itu aktif kembali. Biasanya mereka yang terpapar kembali karena ada
penyakit lain yang menyertai nya atau terinfeksi kembali dari orang lain.

67
68

Menurut Jaya & Mediarti (2017) Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada
hubungan antara kepatuhan berobat dengan kejadian TB Paru Relaps. Ada
beberapa kemungkinan penyebab pasien mengalami kegagalan pengobatan. Salah
satu faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan penderita terhadap pengobatan
adalah adanya kejadian mengalami efek samping obat saat pengobatan. Jenis efek
samping OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang terjadi dalam pengobatan TB paru
ada dua jenis yaitu efek samping ringan dan efek samping berat OAT. Jenis efek
samping ringan OAT yang terjadi sebagian besar berupa rasa kesemutan,
kemudian diikuti oleh mual dan tidak nafsu makan serta nyeri. Untuk jenis efek
samping berat OAT yang terjadi sebagian besar berupa gatal dan kemerahan kulit,
gangguan penglihatan dan gangguan keseimbangan serta ikterus tanpa penyebab.
Setiap jenis efek samping baik ringan ataupun berat yang timbul dapat
mengganggu kehidupan penderita sehingga akhirnya dapat menyebabkan
putusnya berobat dan dapat meningkatkan risiko kekambuhan TB paru (Fitri dkk,
2014). Riwayat pengobatan terdahulu pada partisipan dapat menjadikan salah satu
resiko penyebab kekambuhan TB Paru, apabila pengobatan yang dilakukan tidak
tuntas. Pada umumnya pemberian obat anti tuberculosis diberikan dalam waktu 6
bulan dan harus diminum secara teratur. Pemberian obat secara teratur dalam
waktu 6 bulan tersebut harus dituntaskan agar kuman TB menjadi negative. Jika
penderita tidak teratur dalam meminum obat maka akan menyebabkan resiko
terjadinya resistensi obat oleh kuman TB. Sehingga penderita mengalami
kekambuhan TB Paru dan juga dapat mengalami resistensi obat TB (Agustin dkk,
2016).

Berdasarkan pembahasan diatas, diharapkan pasien agar selalu tepat waktu


untuk meminun obat yang telah dianjurkan oleh Pihak Puskesmas.dalam
meminum obat dengan cara membuat buku atau lembar chechlist yang dibuat
sendiri yang diisi setiap selesai meminum obat. Kemudian Puskesmas perlu
menjalankan kegiatan pemantauan secara berkala untuk pasien yang sudah sembuh
agar tetap terus dipantau dalam jangka waktu 17 bulan setelah pasien dinyatakan

68
69

sembuh, memberikan penyuluhan mengenai bahaya dan akibat jika putus berobat
TB Paru kepada masyarakat luas agar mereka lebih menjaga kesehatan nya agar
tidak terkena TB, dan Puskesmas disarankan untuk mengupayakan adanya
pemberian vitamin kepada pasien yang telah sembuh berobat agar daya tahan
tubuh nya baik dan terhindar dari kekambuhan TB Paru.

5.4 Gambaran Penyakit Penyerta Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018

Berdasarkan penyakit penyerta, sebagian besar informan tidak memiliki


penyakit penyerta, hanya satu orang informan yang mempunya penyakit penyerta
yaitu DM (Diabetus Melitus). Untuk pasien kambuh sendiri tidak ada yang
memiliki penyakit penyerta. Hal ini mungkin juga disebabkan oleh jumlah
informan yang sedikit, sehingga tidak dapat menggambarkan secara keselurahan.

Menurut penuturan informan pendukung, di Puskesmas Kecamatan Tambora


rata-rata informan memiliki penyakit penyertanya ialah DM. Lalu dengan adanya
penyakit penyerta ini dapat memicu kembali kuman-kuman TB yang sedang tidur
di tubuh pasien yang telah sembuh untuk aktif kembali sehingga terjadinya
kekambuhan.

Hasil penelitian Daryatno (2003), juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu
sebagian besar tidak memiliki penyakit penyerta, penyakitnya adalah DM. Hal ini
kemungkinan karena adanya faktor-faktor penyebab lain yang juga dapat
mempengaruhi kekambuhan TB Paru. Selain itu, Orang yang memiliki penyakit
penyerta memiliki risiko untuk mengalami kekambuhan TB paru dibanding orang
yang tidak memiliki penyakit penyerta.

Pasien TB dengan Diabetes Melitus (DM) akan cenderung untuk menjadi


relaps. DM dapat meningkatkan resiko TB Paru laten menjadi TB Paru aktif. Hal
tersebut diduga akibat adanya gangguan sistem imun pada penderita DM. Paru-
paru pada penderita DM mengalami perubahan- perubahan patologi seperti
kerusakan epitel pernapasan, motilitas silia, dan gangguan dari sel-sel imun pada

69
70

paru yang secara normal berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi bakteri TB.
Penderita TB dengan DM juga memiliki risiko peningkatan terjadinya
kekambuhan setelah pengobatan selesai (Fitri dkk, 2014).

Pada DM terjadi Hiperglikemia yang dapat menyebabkan menurunnya aktifitas


sel fagosit untuk membunuh mikroorganisme dalam leukosit. TB paru pada DM
cenderung lebih berat dan kronis dibandingkan dengan penderita TB paru non DM.
Hal ini dikarenakan kepekaan terhadap kuman TB meningkat, menyebabkan
reaktivitas fokus infeksi yang lama sehingga mempunyai kecenderungan lebih
banyak kavitas pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak yang positif
(Wahyuni dkk, 2013).

Berdasarkan pembahasan diatas, diharapkan pasien yang tidak memiliki


penyakit penyerta bisa menjaga kesehatan nya dengan pola makan yang baik dan
hidup sehat serta berolahraga secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu agar
tubuh teteap sehat dan terhindar dari penyakit penyerta. Untuk pasien yang telah
memiliki penyakit penyerta agar secara rutin mengobati penyakitnya dengan rajin
meminum obat serta menjaga pola makan dengan tidak mengkonsumsi makanan-
makanan yang dapat memicu keparahan penyakit penyerta tersebut. Kemudian
sebaiknya Puskesmas bisa memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas
mengenai penyakit penyerta dari TB Paru seperti penyuluhan mengenai DM, HIV
atau Hipertensi dengan membagikan leaflet dan menayangkan video mengenai
penyakit tersebut agar mudah dimengerti. Sehingga masyarakat dapat lebih
menjaga kesehatan dan terhindar dari salah satu faktor resiko TB Paru.

5.5 Gambaran Status Gizi Pasien Kambuh di Puskesmas Kecamatan Tambora


Tahun 2018

Berdasarkan status gizi, seluruh informan rata-rata memiliki pola makan yang
cukup baik karena makanan sehar-hari nya sudah terdiri dari karbohidrat, protein,
vitamin dan mineral. Namun salah satu pasien kambuh (IU2) memiliki pola makan
yang kurang baik. Kemudian untuk IMT pasien 2 diantara nya memiliki IMT yang

70
71

kurang, namun seiring dengan mereka menjalankan pengobatan berat badan


mereka perlahan-lahan meningkatkan kecuali salah satu informan yang memiliki
pola makan yang kurang baik, informan tersebut malah mengalami penurunan
berat badan. Informan dengan IMT < 18.5 berjumlah 2 orang sedangkan status gizi
dengan IMT > 18.5 berjumlah 1 orang.

Menurut penelitian Daryatno (2003) status gizi penderita tuberkulosis paru


dengan IMT , 18.5 mempunyai risiko untuk kambuh 19 kali dibandingkan dengan
nilai IMT ≥ 18.5. Status gizi pada penelitia ini diambil pada saat pasien telah
diyatakan sembuh hingga pasien terinfeksi kembali.

Namun seiring dengan berjalan nya waktu dan para pasien menjalani
pengobatan, rata-rata berat badan mereka cenderung mengalami kenaikan. Tetapi
ada satu pasien yang malah mengalami penurunan berat badan yaitu IU2. Setelah
ditanyakan makanan apa yang dikonsumsinya sehari-hari informan IU2
mengkonsumsi makanan seadanya yang ada dirumah dan biasanya informan
tersebut mengkonsumsi nasi dengan garam atau mie.

Menurut informan pendukung, biasanya berat badan pasien saat menjalani


pengobatan akan naik kecuali dia memiliki penyakit penyerta yang sulit diobati.
Selain itu konsumsi makanan juga berpengaruh terhadap berat badannya. Karena
semakin banyak asupan yang kita makan maka akan semakin bertambah pula berat
badan kita.

Status gizi juga merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis


paru, kekurangan kalori, protein, dan zat besi dapat meningkatkan risiko
tuberkulosis paru, pengukurannya dilakukan dengan membandingkan berat badan
dengan tinggi badan. Status gizi kurang pada orang dewasa mengakibatkan
kelemahan fisik dan daya tahan tubuh, sehingga meningkatkan kepekaan terhadap
infeksi dan lain-lain penyakit. Kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat
besi dapat meningkatkan risiko TB paru (Triman, 2003).

71
72

Berdasarkan penjelasan diatas, diharapkan pasien bisa selalu menjaga pola


makan nya dengan memakan makanan sehat yang cukup protein, nutrisi, vitamin,
karbohidrat serta zat besi yaitu dengan porsi makan setengah dari pring terdiri dari
sayur dan buah, satu per empat nya diisi dengan ayam, ikan atau kacamg-
kacangan. Lalu satu per empat lagi dari piring terdiri dari nasi atau gandum.
Selanjutnya lengkap dengan minyak sehat dan konsumsi air putih yang banyak
serta susu dan jus secukupnya. Kemudian sebaiknya pihak Puskesmas dapat
bekerjasama dengan Pemerintah untuk merancang program khusus untuk
meningkatkan gizi pasien TB Paru yang sudah sembuh yang tidak mampu dengan
mencukupi asupan gizi yang dibutuhkan.

72
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Kecamatan


Tambora Tahun 2018, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Masih kurangnya pengetahuan pasien kambuh mengenai TB Paru yang


kemungkinan disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan
2. Tidak ada pasien kambuh yang memiliki kebiasaan merokok, namun
terdapat satu pasien yang memiliki riwayat merokok. Kemudian lingkungan
kerja juga merupakan salah satu tempat dimana pasien dapat terpapar debu
atau asap.
3. Pasien kambuh memiliki riwayat pengobatan yang baik dan tidak pernah
melewati jadwal minum obat.
4. Tidak ada pasien kambuh yang memiliki penyakit penyerta.
5. Status gizi pasien kambuh cenderung baik, namun terdapat satu pasien yang
mengalami penurunan berat badan pada saat masa pengobatan dikarenakan
pola makan pasien yang kurang baik.

6.2 Saran

6.2.1 Saran Untuk Pasien

1. Pasien kambuh disarankan agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang


TB Paru dengan sering mencari tahu mengenai informasi-informasi yang
berkaitan dengan penyakit tersebut.

2. Diharapkan pasien yang dinyatakan sembuh dapat menghindari tempat-


tempat yang banyak terpapar asap rokok atau debu dan sangat disarankan
untuk memakai masker saat berpergian keluar rumah terlebih saat berada
di rempat umum dan tempat kerja.

73
74

3. Diharapkan pasien kambuh agar selalu tepat waktu untuk meminun obat
yang telah dianjurkan oleh pihak puskesmas dalam meminum obat
dengan cara membuat buku atau lembar checklist yang dibuat sendiri
yang diisi setiap selesai meminum obat.

4. Diharapkan pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta bisa menjaga


kesehatan dengan pola makan yang baik dan hidup sehat serta berolahraga
3-4 kali dalam seminggu agar tubuh teteap sehat dan terhindar dari
penyakit penyerta. Untuk pasien yang telah memiliki penyakit penyerta
agar secara rutin mengobati penyakitnya dengan rajin meminum obat
serta menjaga pola makan dengan tidak mengkonsumsi makanan-
makanan yang dapat memicu keparahan penyakit penyerta tersebut.

5. Diharapkan pasien bisa selalu menjaga pola makan dengan memakan


makanan sehat yang cukup protein, nutrisi, vitamin, karbohidrat serta zat
besi yaitu dengan porsi makan setengah dari pring terdiri dari sayur dan
buah, satu per empat nya diisi dengan ayam, ikan atau kacamg-kacangan.
Lalu satu per empat lagi dari piring terdiri dari nasi atau gandum.
Selanjutnya lengkap dengan minyak sehat dan konsumsi air putih yang
banyak serta susu dan jus secukupnya.

6.2.2 Saran Untuk Puskesmas

1. Diharapkan pihak Puskesmas Kecamatan Tambora diharapkan dapat


melakukan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan dan
mengumpulkan secara berkala pasien yang telah dinyatakan sembuh
untuk berkonsultasi kepada pasien yang sedang menjalani pengobatan
untuk refreshing penyuluhan agar dapat menjalankan hidup sehat
sehingga dapat menghindari kekambuhan TB Paru.

2. Diharapkan Puskesmas Kecamatan Tambora Puskesmas perlu turun ke


masyarakat untuk melakukan penyuluhan khusus memberitahukan
mengenai bahaya merokok dan akibat apa yang akan terjadi agar

74
75

masyarakat di lingkungannya tersebut juga bebas dari asap rokok.


Kemudian Puskesmas disarankan untuk melakukan upaya promosi
kesehatan terhadap seluruh tempat kerja yang berada di lingkup wilayah
Puskesmas Kecamatan Tambora agar memberitahukan bahaya debu-debu
itu dapat membahayakan kesehatan pekerja dan diwajibkan untuk
memakai masker.

3. Diharapkan Pihak Puskesmas Kecamatan Tambora dapat


memberitahukan bahaya dan akibat jika putus berobat TB Paru kepada
masyarakat luas agar mereka lebih menjaga kesehatan nya agar tidak
terkena tb. Kemudian Puskesmas disarankan untuk mengupayakan
adanya pemberian vitamin kepada pasien yang telah sembuh berobat agar
daya tahan tubuh nya baik dan terhindar dari kekambuhan TB Paru.

4. Diharapkan pihak Puskesmas Kecamatan Tambora bisa memberikan


penyuluhan kepada masyarakat luas mengenai penyakit penyerta dari TB
Paru mengenai DM, HIV atau Hipertensi dengan membagikan leaflet dan
menayangkan video mengenai penyakit tersebut.

5. Diharapkan pihak pihak Puskesmas dapat bekerjasama dengan


Pemerintah untuk merancang program khusus untuk meningkatkan gizi
pasien TB Paru yang sudah sembuh yang tidak mampu dengan
mencukupi asupan gizi yang dibutuhkan.

75
76

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. (2005). Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Jakarta:


Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.

Agustin, Y., & Hafizah, R. (2016). Studi Fenomenologi: Faktor Terjadinya


Kekambuhan TB Paru di Wilayah Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2015.
Studi Fenomenologi: Faktor Terjadinya Kekambuhan TB Paru Di Wilayah
Kecamatan Pontianak Utara Tahun 2015.

Amin, & Alsegaf. (1989). Pengantar Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University
Press.

Depkes, R. (2011). Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jurnal Kesehatan


Masyarakat. https://doi.org/614.542 Ind p

Depkes RI. (2009). Buku Saku Program Penaggulangan TB. Direktorat jenderal
pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI
(2009th ed.). Jaka: Depkes RI.

Diandini, R., Roestan, A., & Yunus, F. (2009). Pengaruh Pekerjaan dengan Pajanan
Debu Silika terhadap Resiko Tuberkulosis Paru. Majalah Kedokteran Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2016). Profil Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta 2016.

Eisner, M. (2008). Biology and Mechanusm dor Tobacco-attributable Respiratory


Disease, Including TB, Bacterial Pneumonia and other Respiratory Disease. The
International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, 12.

Erlina. (2010). Tuberculosis Multi Drug Resistance (TB-MDR). Tuberculosis Multi


Drug Resistance (TB-MDR), 60, 535–536.

Fitri, W. ., Siti, M. ., & Suryanto. (2014). Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru


Relaps Yang Berobat Di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Daerah Arifin

76
77

Achmad Provinsi Riau Tahun 2012-2013. Jom Fk, 1(2).

Hassmiller, K. (2006). The Association Between Smoking and Tuberculosis. Publica


Mex, 48(1), 201–2156.

Imelda. (2009). Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan


Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita
TB Paru dalam Pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan Tahun
2009. Universitas Sumatera Utara.

Isselbacher, K. (2009). Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. (S. P.-K.


Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Ed.) (13th ed.). Jakarta.

Jaya, H., & Mediarti, D. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Tuberkulosis Paru Relaps Pada Pasien di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2015-2016. Jurnal Kesehatan, 12(1), 1–12.

Kemenkes RI. Penggunaan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau
Bagi Kesehatan, Pub. L. No. 19 (2012). Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (2014th ed.).


Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Khurram, M., Yong, I., Arsyad, M., & Khar, H. (2009). Factors Affecting Relaps of
Tuberculosis. Journal of Rawalpindi Medical Collage, 13, 44–47.

Meirtha, sitepu yolanda. (2009). Karakteristik Penderita TB Paru Relapse Yang


Berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-
2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Universitas Sumatera Utara.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009.

Miles, B. M., & Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber

77
78

Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.

Notoatmodjo. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.

PDPI. (2011). Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Perhimpunan Dokter


Paru Indonesia. https://doi.org/10.5860/CHOICE.41-4081

Prabu, A. A. . (2008). Faktor Risiko TBC. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Prasetyono, Dwi, & Sunar. (2012). Daftar Tanda dan Gejala Ragam Penyakit.
Yogyakarta: Flash Books.

Puskesmas Kecamatan Tambora. (2016). Profil Puskesmas Kecamatan Tambora


Tahun 2016. Jakarta.

Puskesmas Kecamatan Tambora. (2017). Profil Puskesmas Kecamatan Tambora


Tahun 2017. Jakarta.

Robert. (2004). Reccurent Tuberculosis in The United States and Canada.

Sianturi, R. (2013). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan TB


Paru (Studi Kasus di BPKM Semarang Tahun 2013).

Supriyono, Baequny, A., Hidayati, S., Hartono, M., & Harnany, A. S. (2012).
Pengaruh perilaku dan status gizi terhadap kejadian TB paru di kota Pekalongan.
Prodi Keperawatan Pekalongan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang, 5.

Susanna, D., Hartono, B., & Fauzan, H. (2003). Penentuan Kadar Nikotin Pada Asap
Rokok. Kesehatan, 7(2).

Triman, D. (2003). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan Penderita


Tuberkulosis Paru Strategi DOTS di Puskesmas dan BP4 di Surakarta dan
Wilayah Sekitarnya. Universitas Diponegoro.

Wahyuni, Y., Saad, A., & suyanto. (2013). Analisis Kualitatif Kejadian Relaps
Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru Tahun 2011-2012.

78
79

Universitas Riau, (1), 1–9.

WHO. (2012). Global Tuberculosis Report. Global Tuberculosis Report 2012.


https://doi.org/978 92 4 156450 2

WHO. (2013). Global Tuberculosis Report 2013. World Health Organization.


https://doi.org/10.3917/spub.092.0139

79
Lampiran
PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN

Kepada
Yth informan
Di tempat

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor penyebab


kekambuhan tuberkulosis paru di Puskesmas kecamatan Tambora dengan melakukan
wawancara mendalam dengan peneliti. Hasil penelitian ini akan dijadikan bahan
masukan bagi pihak Puskesmas untuk dapat dijadikan pertimbangan pihak Puskesmas
didalam pengambilan keputusan pembuatan kebijakan baru untuk kedepannya.

Penelitian ini tidak akan memberikan dampak negatif dikemudian hari karena
peneliti berjanji akan menghargai hak informan dengan cara identitas pribadi bapak/ibu
dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan
untuk penelitian ini.. Selanjutnya saya mohon kesediaan bapak/ibu menjawab
pertanyaan dalam wawancara mendalam dengan jujur dan apa adanya. Waktu yang
digunakan dalam melakukan wawancara berkisar 30menit.

Oleh karena itu, melalui penjelasan yang singkat ini, peneliti sangat
mengharapkan partisipasi informan dalam peneliti ini. Partisipasi dalam penelitian ini
bersifat sukarela, sehingga bapak/ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa
adanya sanksi apapun. Apabila Bapak/Ibu memerlukan penjelasan lebih lanjut
mengenai penelitian ini, dapat menghubungi Muazza Faza Elmuna selaku peneliti
dengan nomor telepon 08119004027.
Lampiran

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini bersedia untuk menjadi responden
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi S1 jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Esa Unggul Jakarta dengan judul
“Analisis Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Kecamatan Tambora Tahun 2018”.

Saya memahami bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi


yang lebih mendalam serta menggali gagasan atau ide atas permasalahan yang diteliti
dan tidak akan berakibat negatif terhadap saya, oleh karena itu saya bersedia menjadi
informan pada penelitian ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan
dari pihak manapun.

Jakarta,...........................2018

Saksi Informan

( ) ( )

Peneliti

( )
Lampiran

PEDOMAN WAWANCARA

INFORMAN KUNCI DAN UTAMA

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN TUBERKULOSIS PARU


DI PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA TAHUN 2018

Tanggal wawancara :

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Alamat :

Jenis Kelamin :

Pendidikan terakhir :

Umur :

PENGETAHUAN

1. Bagaimana menurut anda mengenai pengetahuan tentang tuberkulosis paru yang


anda miliki?
2. Apa yang anda ketahui mengenai tuberkulosis paru?
3. Dimana anda mendapatkan informasi mengenai tuberkulosis paru yang anda
ketahui?
4. Sejak kapan anda mulai mengetahui mengenai informasi-informasi tentang
tuberkulosis paru?
5. Siapa yang memberitahu anda mengenai informasi tentang tuberkulosis paru?
6. Apa upaya anda selama ini untuk menjaga kesehatan anda?
7. Bagaimana menurut anda mengenai upaya Puskesmas dalam meningkatkan
pengetahuan pasien?
8. Apa saja upaya yang dilakukan Puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan
pasien?
9. Bagaimana pengaruh upaya Puskesmas terhadap tingkat pengetahuan anda?

KEBIASAAN MEROKOK

1. Apakah anda seorang perokok? Atau pernah merokok?


2. Bagaimana menurut anda mengenai kebiasaan merokok anda?
3. Menurut anda, apa yang menyebabkan kebiasaan merokok anda?
4. Apa yang ada ketahui mengenai kebiasaan merokok dengan tuberkulosis paru?
5. Dimana biasanya anda merokok?
6. Kapan anda biasanya anda merokok?
7. Dengan siapa anda merokok?
8. Seberapa sering anda merokok dalam sehari?
9. Sudah berapa lama anda merokok?
10. Apakah keluarga atau orang disekitar anda ada yang merokok? Kalau ada siapa?
Dan seberapa intens anda bertemu dengan dia?
11. Bagaimana menurut anda mengenai upaya Puskesmas dalam menangani
kebiasaan merokok pasien?

RIWAYAT PENGOBATAN

1. Bagaimana menurut anda mengenai riwayat minum obat anda terdahulu?


2. Apa yang anda ketahui mengenai tata cara pengobatan TB paru?
3. Dimana anda biasanya meminum obat?
4. Adakah yang mengingatkan anda untuk meminum obat? Kalau ada siapa?
5. Kapan biasanya anda meminum obat?
6. Apakah anda pernah melewati jadwal minum obat?
7. Bagaimana upaya Puskesmas dalam menangani riwayat pengobatan pasien?
PENYAKIT PENYERTA

1. Selain TB paru apakah anda mengidap penyakit lain?


2. Bagaimana menurut anda mengenai penyakit penyerta yang anda miliki?
3. Mengapa anda bisa terkena penyakit tersebut?
4. Apakah anda sedang menjalani pengobatan terhadap penyakit anda ini? Atau
pernah melakukan pengobatan atau tidak?
5. Dimana anda biasanya melakukan pengobatan terhadap penyakit penyerta anda
ini?
6. Adakah anggota keluarga yang memiliki penyakit penyerta yang sama dengan
anda?
7. Sudah berapa lama anda mengidap penyakit tersebut?
8. Apakah penyakit anda ini pernah kambuh berbarengan dengan TB paru?
9. Apakah penyakit anda cukup mengganggu kegiatan anda sehari-hari?
10. Bagaimana upaya Puskesmas dalam menangani penyakit penyerta pasien?

STATUS GIZI

1. Bagaimana menurut anda mengenai status gizi anda? Dan alasan nya mengapa?
2. Kalau kemarin makan apa saja?
3. Berat badan anda berapa?
4. Tinggi badan anda berapa?
5. Bagaimana pandangan anda mengenai junkfood?
6. Apakah yang anda ketahui mengenai makanan sehat?
7. Bagaimana upaya Puskesmas yang anda rasakan dalam menangani status gizi?
PEDOMAN WAWANCARA

INFORMAN PENDUKUNG

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KEKAMBUHAN TUBERKULOSIS PARU


DI PUSKESMAS KECAMATAN TAMBORA TAHUN 2018

Tanggal wawancara :

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Alamat :

Jenis Kelamin :

Pendidikan terakhir :

Umur :

PENGETAHUAN

1. Bagaimana menurut ibu mengenai pengetahuan mengenai TB paru pasien?


2. Menurut ibu, kenapa hal itu bisa terjadi?
3. Apa saja usaha Puskesmas dalam memberikan edukasi tuberkulosis paru
terhadap pasien tb?
4. Biasanya dimana saja Puskesmas memberikan edukasi terhadap masyarakat
danpasien tb?
5. Apa saja materi yang disampaikan dalam pengedukasian tuberkulosis paru?
6. Siapa yang biasanya memberikan materi saat pengedukasian terhadap pasien?
7. Kapan biasanya diadakan peng edukasian terhadap pasien?
8. Apa upaya Puskesmas dalam menekan angka kekambuhan ini?
9. Apakah pasien memiliki inisiatif dengan menanyakan penyakitnya terhadap ibu?
10. Apakah pasien telah mengetahui bahaya dari penyakitnya tersebut?
KEBIASAAN MEROKOK

1. Menurut ibu, bagaimana kebiasaan merokok yang dimiliki pasien?


2. Apa yang menyebabkan mereka merokok?
3. Apakah ibu mengetahui dimana dan kapan biasanya mereka merokok?
4. Apakah ibu pernah memberitahu mereka mengenai bahaya merokok terhadap
kesehatannya?
5. Menurut Ibu bagaimana pengendalian terhadap pasien yang pecandu merokok?

RIWAYAT MINUM OBAT

1. Menurut ibu, bagaimana riwayat minum obat yang dimiliki pasien?


2. Biasanya apa alasan pasien malas meminum obat?
3. Apakah pasien tau akibat dari tidak meminum obatnya?
4. Dimana biasanya pasien meminum obat mereka?
5. Apakah mereka memiliki PMO?
6. Siapakah PMO mereka?
7. Kapan biasanya mereka mulai malas untuk meminum obat?
8. Menurut ibu, apakah riwayat minum obat pasien terdahulu mereka dapat
mempengaruhi kekambuhan TB paru mereka?
9. Bagaimana menurut Ibu pengimplementasian pasien setelah diberi edukasi
mengenai minum obat?

PENYAKIT PENYERTA

1. Apakah pasien memiliki penyakit penyerta lain selain TB paru?


2. Biasanya disebabkan oleh apa penyakit penyerta pasien?
3. Apakah mereka melakukan pengobatan terhadap penyakit penyerta nya?
4. Apakah ada dari anggota keluarga mereka yang memiliki penyakit penyerta yang
sama?
5. Apakah mereka mengobati penyakit penyerta mereka?
6. Dimana biasanya mereka mengobati penyakit penyerta mereka?
7. Apakah mereka pernah mengalamai kekambuhan penyakit penyerta mereka
berbarengan dengan kambuhnya TB paru mereka?
8. Menurut anda, apakah penyakit penyerta mereka ada kaitannya dengan
kekambuhan TB paru mereka?

STATUS GIZI

1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan?


2. Menurut anda, bagaimana status gizi mereka?
3. Biasanya apa yang menyebabkan status gizi mereka?
4. Bagaimana gambaran IMT mereka?
5. Apakah mereka mengalami penurunan napsu makan?
6. Menurut Ibu adakah cara untuk meningkatkan status gizi pasien?
Lembar Checklist Analilis Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis
Paru di Puseksmas Kecamatan Tambora Tahun 2018

No Pertanyaan Ya Tidak Ket


Pengetahuan
1 Apakah informan menjawab pertanyaan √ Informan tidak
degan cepat? memerlukan
waktu yang lama
dalam menjawab
pertanyaan
2 Apakah informan bisa menjawab semua √ Beberapa
pertanyaan? informan ada
yang tidak dapat
menjawab
pertanyaan
karena tidak
paham
3 Apakah informan dapat mengerti semua √ Informan perlu
pertanyaan? diarahkan untuk
dapat mengerti
pertanyaan yang
diajukan
4 Apakah jawaban informan sesuai √ Beberapa
dengan pertanyaan yang diberikan? jawaban
informan tidak
sesuai dengan
pertanyaan yang
diberikan
sehingga harus
diarahkan lagi
pertanyaan nya.
5 Apakah di Puskesmas Kecamatan √ Terdapat leaflet
Tambora terdapat dan poster
pamphlet/poster/leaflet atau media lain
untuk memberikan informasi mengenai
TB Paru kepada pasien?
No Pertanyaan Ya Tidak Ket
Kebiasaan Merokok

6 Apakah informan terlihat membawa √ Tidak terlihat


rokok? ada rokok di
dekat informan
7 Apakah tercium bau rokok dari tubuh √ Tidak tercium
informan? aroma rokok dari
tubuh informan
8 Apakah informan merokok saat √ Tidak ada
wawancara berlangsung? informan yang
merokok selama
wawancara
berlangsung
9 Apakah ada tanda-tanda fisik yang √ Ada satu
mencirikan bahwa informan adalah informan yang
seorang perokok? bibirnya
berwarna gelap
diduga ini
dikarnakan
riwayat merokok
nya terdahulu
10 Apakah di Puskesmas Kecamatan √ Terdapat poster
Tambora terdapat mengenai
pamphlet/poster/leaflet atau media lain bahaya rokok
nya untuk memberi tahukan pasien
mengenai bahaya merokok?

74
Tabel Dokumen yang Dibutuhkan

No Variabel Dokumen Subyek yang Keterangan


diteliti
1 Riwayat Kartu Kelengkapan Ada
Minum Obat Pengobatan pengobatan
2 Status Gizi Kartu 4. Tinggi Badan 4. Tidak ada
Pengobatan 5. Berat Badan 5. Ada
6. IMT 6. Tidak ada
3 Penyakit Kartu Riwayat Penyakit Tidak Ada
Penyerta Pengobatan pasien

75
Lembar Checklist Analilis Faktor Penyebab Kekambuhan Tuberkulosis
Paru di Puseksmas Kecamatan Tambora Tahun 2018

No Pertanyaan Ya Tidak Ket


Pengetahuan
1 Apakah informan menjawab pertanyaan
degan cepat?

2 Apakah informan bisa menjawab semua


pertanyaan?

3 Apakah informan dapat mengerti semua


pertanyaan?
4 Apakah jawaban informan sesuai
dengan pertanyaan yang diberikan?
5 Apakah di Puskesmas Kecamatan
Tambora terdapat
pamphlet/poster/leaflet atau media lain
untuk memberikan informasi mengenai
TB Paru kepada pasien?
Kebiasaan Merokok

6 Apakah informan terlihat membawa


rokok?

7 Apakah tercium bau rokok dari tubuh


informan?
8 Apakah informan merokok saat
wawancara berlangsung?

9 Apakah ada tanda-tanda fisik yang


mencirikan bahwa informan adalah
seorang perokok?
10 Apakah di Puskesmas Kecamatan
Tambora terdapat
pamphlet/poster/leaflet atau media lain
nya untuk memberi tahukan pasien
mengenai bahaya merokok?

76
Tabel Dokumen yang Dibutuhkan

No Variabel Dokumen Subyek yang Keterangan


diteliti
1 Riwayat Kartu Kelengkapan
Minum Obat Pengobatan pengobatan
2 Status Gizi Kartu 7. Tinggi Badan
Pengobatan 8. Berat Badan
9. IMT
3 Penyakit Kartu Riwayat Penyakit
Penyerta Pengobatan pasien

77
Lampiran Foto

Telaah Dokumen

Kartu Pengobatan Pasien Sembuh (IK1)

78
Kartu Pengobatan Pasien Sembuh (IK2)

79
Kartu Pengobatan Pasien Sembuh (IK3)

80
Kartu Pengobatan Pasien Kambuh (IU1)

81
Kartu Pengobatan Pasien Kambuh (IU2)

82
Kartu Pengobatan Pasien Kambuh (IU3)

83
Hasil Observasi
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan

84
Hasil Observasi
Kebiasaan merokok

85
Dokumentasi
Wawancara dengan Pasien Sembuh

86
Wawancara mendalam dengan pasien kambuh

87
Wawancara mendalam dengan Informan Pendukung

88
Tabel 1. Matriks Wawancara
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
Variabel: Pengetahuan (Informan Kunci dan Informan Utama)
1 Bagaimana menurut “masih “Kurang “Belom ini “Masih kurang..” “Saya “Baik, cukup “Rata-rata sih.. pengetahuan nya
anda mengenai kurang sih, paham juga” juga ya belom belum.. baik. Soalnya yaa.. dibawah lah ya..
pengetahuan tentang belum begitu sejauh banget belum… saya udah yang maksudnya ee pengetahuan nya
tuberkulosis paru yang ini” ya maksudnya paham” lanjutan ya” bener-bener kita harus pake
anda miliki? mengetahui bahasa awam. Ngejelasin nya
tentang itu ya harus bener-bener harus bahasa
tentang tb itu awam”
cuma kan saya
focus nya kan “Masih tetep sama, tetep ngga
kebadan kita tau. Dia hanya tau bahwa saya
aja badan kena sakit flek lagi, harus minum
sendiri” obat lagi iyaa.. da ee paling efek
samping sih yang dia inget “

“kita kan udah bilangin waktu


dari awal, bahwa kalo tbc nya
berulang-berulang terus pasti
akan masukke yang namanya
resisten obat. Atau kebal obat
atau tidak mempan obat, udah
kita bilangin. Dan kalo misalnya
tidak diobati makin lama badan
makin habis, batuk bisa batuk

lxxxix
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
darah, bisa sesak nafas dan bisa
menimbulkan kematian, mereka
sudah tau”

2 Apa yang anda ketahui “tadinya ya “Yah gitu, “Tentang tb ya “ya batuk aja gitu “Penyakit “TB itu ya “Ngga bisa yang tbc penyakit
mengenai tuberkulosis belum tahu batuk paling, penyakit yang saya alamin. berbahaya penyakit begini-begini.. ini harus pake
paru? gitu ya kan diatas istilahnya ya.. Kan seperti orang apa engga tuberkulosa jadi yang awam banget deh kalo
Tadinya juga ada, yang penyakit katanya ngilu, sih?” dia biasanya dia mereka rata-rata. Gitu sih. Jadi
gejalanya ngontrak menular juga panas dingin, itu tertular dan penjelasannya pun tidak
batuk gitu katanya kena ya.. heeh.. buat saya enggak, “Katanya secara gak sadar boleh dikasih sekaligus brek..
terus ini TB, mau keluarga kan Cuma batuuk gejalanya ya makanya kita satu hari ee jadi kita harus
nafsu makan diantar ke terutama saya aja” dari debu musti pake berkala. Untuk hari ini, awal
kurang terus Puskesmas dia anak, istri kalo saya kan masker kalo masuk yang penting sih, dia tau
langsung nggak mau, kan..kayak “Yaitu.. badan gak ada udah TB. Saya sakitnya, pencegahan nya harus
saya periksa lagi berobat di makanan ya turun, yang saya turunan tbc ini udah yang bagaimana, dia minum obatnya
ke itu …. katanya..“ kan gelap rasain badan gak ada, kedua kali ya, kayak gimana dan efek samping,
katanya Apa untuk minum turun, berat Cuma saya kekambuhan” itu dulu. Tapi saat pertemuan
ada flek Ya “Kurang tahu, atau piring badan, sama kan kerja yang kedua baru kita jelasin
udah paling juga saya “ batuk udah” konpeksi “Ya TB itu..kalo gejala nya apa,pemeriksaan nya
Gimana batuk gitu“ bertahun- kita ngga obatin, apa, melakukan apa”
baiknya aja “Ya cuman ya tahun jadi dia bisa naik ke
Ya udah “terus habis batuk gitukan, mungkin kelenjar bening, “(Pengetahuan pasien kambuh)
saya berobat saja badan, batuk terus- mengendap terus bisa TB Masih tetep sama, tetep ngga tau.
selama 6 gitu” terusan ya disini jadi tulang juga. Jadi Dia hanya tau bahwa saya kena
bulan rutin walaupun pake kumanjadi kemana-mana. sakit flek lagi, harus minum obat
saya berobat obat tapi gak pas diperiksa Jadi orang kena lagi iyaa.. da ee paling efek

xc
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
Selama 2 sembuh, badan kata bu sakit tb itu harus samping sih yang dia inget
bulan di tes drastis turun” dokter disna bisa memvonis bahwa kencing nya merah paling
katanya coba deh bu diri bisa sembuh itu doang”
udah bersih “Ya sejauh katanya di gitu dan rutin “Satu mungkin ya karena latar
tapi tetep” saya terima sih apa tuh.. di.. berobat. Saya belakang pendidikan yaa”
ya badan itu katanya di juga dulu
“Setahu kadang suka cek itu tb” pertama sembuh, “hmm dibawah SMA (Pendidikan
saya yang lemes ya, tapi ya.. nya)”
parah itu badan” lingkungan kali
yang muntah yah (ehem).. (Kalau kekambuhan biasanya
darah itu, namanya di karena apa?) “Rata-rata itu dia
tapi proyek di ada penyakit penyerta. Kan ada
gejalanya basecamp, ada dia diabet, berulang karena ada
yang istilah yang tb ada yang diabetnya”
nya baru- apa kita kanga “Kalo dia sakit lagi ya itu dia,
baru gitu paham ya” re-aktivasi lagi kah atau re-
belum tahu” infeksi lagikah “ “Karena
memang dulunya atau yang
kambuh-kambuh ini dirumah ada
yang sakit lagi, akirnya dia kena
lagi”

3 Dimana anda “ya “Waktu dulu “Ya dari Bu “Dari sini “Ibu.. ibu “Dari.. Bu Dian. “Edukasi kalo didalem gedung
mendapatkan informasi semenjak pas kemarin Dian, dari Bu (Puskesmas)” yang sana.. Ya kadang- kita udah pake media siar ya,
mengenai tuberkulosis saya berobat kemarin juga, Dian teru sa (Ibu kadang dari jadi dimana-dimana tuh kana da
paru yang anda kemarin di dokter-dokter sama kita “iyaaa.. ya yang Penanggung anak saya juga “ TV itu, nah dia promkes nya ada
ketahui? Puskes itu itu sering searching- lebih jelasnya Jawab Poli disitu, terus banner-banner biasa
seaching aja di dari sini. Kalo Paru)” lah, banyak segala macem, kalo

xci
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
dari Bu kesini survei, google sejauh disini kan dikasih diluar gedung ya paling
Dian” gitu” apa” taunya lebih “ (Dari kegiatan-kegiatan kayak
detil” Puskesmas?) penyuluhan di sekolah, di
“Iya dari “Ya dari Iya.. “ Posyandu, di Posbindu, di kantor
Puskes” dokter, kelurahan”
Puskesmas”
“Di jadwalin kalo Posyandu
Posbindu setahun 5 kali. Ke
sekolah kita 2 kali, ke kelurahan
kalo misalnya ada acara
misalnya hari TB sedunia kita
ngadain dikelurahan manaa,
atau serentak disemua kelurahan
kita masukin”

“(Sasaran) Mau yang udah kena,


belum kena, pokoknya
masyarakat lah biar tau tbc tuh
gimana sih, secara teknis nya
seperti apa”

4 Sejak kapan anda mulai “ya “Sebelum “Yaa sejak.. “Awal sakit ya “Sejak ibu “Tahun.. 70.. eh “Saat biasanya awal
mengetahui mengenai udah.. udah. sakit juga kan, saya kena itu” saya ya..” diperiksa itu 89. Karena kan pengobatan, kita kan ngejelasin.
informasi-informasi . udah lapan warga saya dahak” saya pekerja di Kalo awal pengobatan kita
tentang tuberkulosis bulanan lah kan banyak “…Saya kontraktor, langsung Tanya dulu sih
paru? pertama kali yang kena” semenjak kerja “saya kerja tempat kotor, namanya penkes kan dasarnya
berobatlah disini sih ini “ lagi kerja debu, nah yang kita kan menggali dulu seberapa
konveksi” kemarin itu. Nah banyak pengetahuan dia, kalo dia

xcii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
pertama “terus “Laundry di itu jadi awalnya udah banyak ya kita ngga usah
berobat aja” bapaknya juga Muara Karang, ya batyk batuk yang detail-detail banget, kalo
(suami)” jadi ya saya aja bkn batuk flu dia awam ngga tau sama sekali
“.. tahu saya pikir-pikir ya, batuknya ya baru kita jelasin pake ya alat
jelasnya dari gitu kan saya kadang kadang sederhana misalkan pake leaflet
situ” kan security aja tapi “
kena debu terus batuknya gabisa
“Heeh.. sem kedua dimana.. sembuh dengan
enjak kerja di dalemnya obat lain gabisa
tadinya mah pun kalo kita sembuh”
(sakitnya)” kedalam itukan
pakaian-
“di konpeksi pakaian kotor
lah daerah orang-orang
sini. nama dia kan orang
ibu-ibu ya cina kan pergi
di rumah keluar negeri,
anak pada korea apa
sekolah kemana gitu
nganggur takutnya ada
tidur pagi- kunan, virus
pagi gitu ya kata bu Dian
udah nyari saya konsul
kesibukan di sama Bu Dian
luar bisajuga pak
gitu. dari kesitu, iya
situ tadinya makanya saya
diluar pun

xciii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
mah nggak mobil-mobil
sih” kan debunya
ampun, apa
(ada yang tn anginnya”
atau tidak di
lingkungan
kerja)
“nggak tahu
ya Katanya
kan dari
debu bisa
Mungkin
dari ini
keluar dari
ini juga bisa
gitu
kalau ada
yang sakit
atau
enggaknya
kurang
tahu”
5 Siapa yang “ya “Ya dari ” Ya dari Bu “Ibu itu.. “Ibu.. ibu “Ya anak saya” “Kita sih biasanya petugasnya,
memberitahu anda semenjak dokter, Dian, dari Bu (Penanggung yang sana.. entah bisa dokter, bisa
mengenai informasi saya berobat Puskesmas” Dian teru sa Jawab Poli (Penanggung perawatnya juga”
tentang tuberkulosis kemarin di sama kita Paru)” Jawab Poli
paru? Puskes itu searching- Paru)” “Kalo kader dia biasanya
seaching aja di mandiri, gitu biasanya kalo

xciv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
dari Bu google sejauh misalkan kan disini kan banyak
Dian” apa” pasien ininya kita ngga mungkin
semua pasien kita yang turun,
“kadang ya kita Cuma pick misalnya di
omongan Posyandu ini, nanti kalo
omongan Posyandu yang disana ibu kader
gitu nya sendiri bisa”
doang, Kad
ang suami “Ada beberapa kader yang sudah
gitu kayak terlatih TB dan banyak juga yang
jaga-jaga sudah ee penyuluhan gitu baik
takut gitu dia diacar kayak pengajian,
gitu diacara kayak
makanya Posyandu,Posbindu, ada
buru-buru misalkan pertemuan RT, RW, itu
periksa dia udah masuk”
gitu”
“Adaa, kita memang ada
pelatihan kader, peningkatan
wawasan sih sebenernya bukan
pelatihan, eee.. setahun dua kali”

“Iya setahun dua kali, tapi


dengan kader-kader yang
berbeda. Misalkan dari wilayah
mana dulu sekarang, nanti..
beda”

xcv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
6 Apa upaya anda selama “pertama Ya “…saya kerja, “Ya itu aja “Istirahat yang “Ya biasa “Ya.. pokoknya “kalo dia nanya-nanya sih
ini untuk menjaga saya kerja yang namanya jaga makan cukup, minum begitu aja kita jaga, kebanyakan nanya ya yang tadi
kesehatan anda? pakai konveksi, kan aja” obat jangan Cuma dikasih sekarang udah saya bilang, efek samping sih.
masker, ked kotor yah, sampai telat, susu sama lansia, jaga pola Karena efek samping yang
ua bangun haruslah, “Ya makna makanan dijaga. ibu, minum makan yang kategori 2 itu , kalo kambuhkan
tidur minum masker juga makan yang Nggak boleh susu ya emang nyakan masuknya kategori 2 yah.. itu
air putih, butuh… “ sehat-sehat aja makan gorengan, seadanya saya udah akan lebih berat daripada yang
kalau di bisa dah, kayak kan mencegah makan juga lansia, yaa.. pertama”
gitu ya susu kan, batuk” terus kadang ngga boleh
menghindari waktu itu ketemu enak-enak lah “Cuma kalo yang kambuh saya
lah dikasihkan dari kadang pokoknya” Tanya ya sampe tuntas, obat tuh
istilahnya Bu Dian kan, enggak” sampe tuntas”
kayak ini Cuma sayan “Jangan terlalu
Asap ggak kena susu kenyang, makan “Pengen sembuh mereka tinggi,
rokok gitu, itukan soalnya seperlunya aja, Cuma efek samping”
Tapi kan nggak enak” itu aja. Hindari
kalau gitu begadang,
kan kita “Susu yang olahraga kalo
nggak bisa kayak.. memang bisa.
ya namanya menutrisi itu Semampunya aja
hidup khusus nuutrisi olahraga. Ya
bermasyarak yang warna ijo, karena kan
at di cuman saya lansia beda.
lingkungan pernah makan Napasnya
ada yang sekali dua kali udah..tersengal-
ngerokok cuman saya sengal”
gitu ya kayaknya ini
berusahalah nggak enak

xcvi
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
kita ini apa gitukan di
hidup bersih badan,
gitu” akhirnya saya
kembali lagi
kayak dulu
yang waktu itu
saya batuk kan
Alhamdulillah
nggak sampe
dibikang saya
kena apa gitu,
itu minum susu
dancow itu
yang sachetan”

“Ya itu rutin


sehari bisa..
kalo emang ini
bisa 3 kali”

“Pagi..
paginya itu jam
9 selesai
makan jeda 2
jam ntar jam 3
sama malem
mau tidur gitu
aja dirutinin”

xcvii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP

7 Bagaimana menurut “Kalo “Bagus sih” “Udah bagus “Baik, sopan, “Menurut ibu “Adaa (upaya “kalo selama ini sih tepat
anda mengenai upaya menurut ibu sih, Cuma jelas, bahasanya juga udah Puskesmas)” sasaran sih ya menurut saya ya.
Puskesmas dalam udah bagus “Perhatiannya perlu yang nyangkut bagus” Karena satu, masyarakat pun kita
meningkatkan sih, udah benar, kedua ditingkatkan gitu dikita” udah turun gitu dati yang
pengetahuan pasien? cukup baik. sering lagi, maksunya Posbindu, kalo di Posbindu kita
Soalnya nganter- ya kita kan kan bisa dapet pasien-pasien
disitu saya nganter” ngga tau nih, lansia pasien-pasien dengan
udah liat kalo di akan penyakit diabet, penyakit
langsung lebih tau hipertensi, itu kita dapet disitu,
banyak sih maksutnya dia plus kadernya juga. Kalo di
pasien, tapi harus cari cari Posyandu kita edukasi orang tua
Alhamdulilla ya gimana lagi ee.. balitaa yang berhubungan
h gitu” supaya gimana dengan tb pada anak, gizi nya
lagi ifu, waktu juga kan. Di Posyandu kan ada
itu sih dateng kan, kalo untuk siswa remaja
Bu Dian di karena mereka resiko tinggi
mari, ibu-ibu merokok segala macem pada
dia ngeliat remaja juga kita ikut masuk di
saya gini aja, sekolah-sekolah, dan kalo untuk
oh iyaa bu yang dikelurahan ya namanya
gitu” kelurahan pekerja nya banyakan
yang laki-laki tetep sama-sama
ngerekok resiko tb juga makanya
kita ambil juga”

xcviii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP

8 Apa saja upaya yang “Ada, saya “Dikasih “Ya teori- “Ya ngobrol tiap “Dikasih tau “Yaaa.. berupa “Hm paling yang satu ittu tadi
dilakukan Puskesmas suka dikasih arahan- teori” lagi meriksa gini, penyakitnya konsultasi” yang konselor itu, karena satu
untuk meningkatkan lembaran” arahan, dikasih tau gitu. ini gini gini alasan utama dia putus adalah
pengetahuan pasien? jangan lupa “Ya itu pas kita Bahasanya terus periksa efek samping. Tidak kuat saya
“ntar kalo lepas masker, lagi berobat, bagus, saya kan dahak,periks udah stop aja. Satu itu, kedua
dikasih olahraga, pas kita konsul, orang awam ya” a, semua konseling berulang, jadi saat dia
lembaran menghirup ya paling teori- diperiksa, datang kita Tanya lagi kalo
kalo nggak pagi-pagi teori lewat periksa mmisalkan emang ada keluhan
kan itu gitu,, ucapan aja” darah, terus bisa cepet dateng atau kalo
dibimbing itu.. dikasih maupindah atau mau pulang
dibimbing tau ini gula kampung bilang, rata-rata kalau
abis itu segala tidak ngomong dia kabur gitu aja
dikasih macem dan edukasi tentang kalo
lembaran semua kambuh, lebih berat lagi. Itu aja
juga sih” diperiksa” sih,pemahaman mereka masih
berfikir “ah TBC gampang nanti
“abis itu juga diobatin ulang lagi ulang
langsung lagi “
dikasih
informasi “Edukasi kalo didalem gedung
sama Bu kita udah pake media siar ya,
Dian jadi dimana-dimana tuh kana da
langsung, TV itu, nah dia promkes nya ada
perinci” disitu, terus banner-banner biasa
lah, banyak segala macem, kalo

xcix
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
diluar gedung ya paling
kegiatan-kegiatan kayak
penyuluhan di sekolah, di
Posyandu, di Posbindu, di kantor
kelurahan”

“Semuanya kita kasih tau,


pokoknya istilahnya dari TBC
apa, cara penularan nya
bagaimana, terus pengobatan
nya seperti apa, pada saat
pengobatan itulah kita kasih tau
bahwa dalam pengobatan tidak
boleh sampe stop di tengah jalan
karena akan seperti apa, seperti
apa”

9 Bagaimana pengaruh “Ngaruh! “Banyak” “Ngaruuh, “ Iya, nanti kalo “Ya ngaruh.. “Ngaruhh” “Oh biasanya dia kan
upaya Puskesmas ngaruh soalnya emang gangerti dia he’e ngaruh” pertanyaan misalkan ada
terhadap tingkat banget sih kita orang jelasin lagi gitu. pertanyaan ya langsung kita
pengetahuan anda? dari awam yakan Terus dia jawab saat itu juga terus
pengalaman kita bicara sam menyarankan ada misalkan kalo dia minta apa, bu
kita jadi ayang ahlinya, pendamping gitu tolong adain ini yaa nanti kita
lebih tau itu masukan buat kitanya. Kan evaluasi lagi”
gitu, Tadi juga buat kita” kalo kita lagi
nya nggak sakit ada orang “Kan awalnya kita kalo penkes
tau sama yang ngasih tau kan biasa ya Tanya dulu sejauh

c
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
sekali jadi “Ya dimengerti kita ngasih apa dia tau baru kita jelaskan,
tau” lah saran” setelah kita jelaskan ada
(Bahasanya)” pertanyaan atau tidak, kalo dia
tidak nanya ya kita yang balik
apa yang udah di sampaikan
Di review kembali. Nah itu..
Kebanyakan kalo brek kita kasih
semuanya, nggak nggak ngerti.
Walaupun pas penjelasan dia
ngangguk ngangguk”

. Kebiasaan Merokok
1 Apakah anda seorang “Nggak” “Nggak” “Udah lama “Nggak” “Nggak” “Tidak” “Kalo saya Tanya sih nggak
perokok? Atau pernah sih cuman ngga ngerkok lagi, kalo kita Tanya,
merokok? perokok juga” (Kalo dulu?) masih merokok pak? Enggak kok
“Perokok..” bu udah saya setop”
“….saya ngga “Kambuh
ngerokok, ya pertama nggak
emang dulu sih ngerokok lama”
ngerok saya, “Lama.. satu
udah berenti tahun, abis itu
sekitar 7 ikut-ikutan
tahunanlah…” ngerokok,
“Kapan ya kambuuh
SMA, terus lagi..Kambuh
kerja waktu itu lagi.. 2012..”
dihotel karena
pergaulan ya

ci
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
kan. Saya “Ngerokok sih
sebenernya dari muda sih..
dari dulu kan dari umur.. dua
saya suka puluh…. Empat
olahraga, saya tahun.”
nggak mau
dulu kan satu “Berenti.. 4
cuman itu dari tahun itu..
pergaulan Ngerokok lagi
kan” karena temen-
temen lagi..”
“Lingkungan,
kalo disini sih
nggak masalah
kalo
lingkungan
diluar sih
kayak di kerja-
kerjaan kan
suka kalo
dihotel kan”
2 Bagaimana menurut Tidak Tidak “Kayaknya Tidak Merokok Tidak “Ya… sehari “.. kita biasanya kebanyakan
anda mengenai Merokok Merokok rendah bener Merokok sebungkus lah..” riwayat merokok, dan kalo
kebiasaan merokok sih gak terlalu ditanya pasti yang yang yang
anda? banyak, saya sakit tidak akan jawab, yang
sehari dulu aja jawab keluarga nya, oh ini dulu
paling kalo lagi udah ngga ngerokok bu eh udah
mau aja sembuhan dia ngerokok lagi bu

cii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
ngerokok gak eh sakit lagi. Rata-rata pada
terlalu perokok bilang kayak gitu keluarga nya,
juga” keluarga nya yang ngomong sih”

3 Menurut anda, apa Tidak Tidak “…terus kerja Tidak Merokok Tidak “Ngerokok lagi “Ya mungkin pergaulan yaa.. ya
yang menyebabkan Merokok Merokok waktu itu Merokok karena temen- namanya.. kan rata-rata yang
kebiasaan merokok dihotel karena temen lagi” kayak gitu bapak-bapak, terus
anda? pergaulan ya kebanyakan disini itu kayak
kan. Saya petugas kayak konveksi lah,
sebenernya kayak tukang dagang apa, jadi
dari dulu kan mereka ya kumpul sama temen-
saya suka temennya akhirnya ikut ngerokok
olahraga, saya lagi”
nggak mau
dulu kan satu
cuman itu dari
pergaulan
kan… “

“Lingkungan,
kalo disini sih
nggak masalah
kalo
lingkungan
diluar sih
kayak di kerja-
kerjaan kan

ciii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
suka kalo
dihotel kan”

“abis kita
selesai kan
kemana dulu,
kemana dulu
tau gitu aja”

4 Apa yang ada ketahui Tidak Tidak “Nyambung Tidak Merokok Tidak “Ngaruhh.. “rokok itu bukan sebagai
mengenai kebiasaan Merokok Merokok sih, ya perokok Merokok karena dia itu penyebab dia sakit tbc tapi itu
merokok dengan ya itumah gatal yaa.. pemicunya yang bikin dia sakit
tuberkulosis paru? penyakit nya memicu batuk. tbc.. Karena di paru-parunya tuh
ada disitu nanti Yang jelas udah ada kumannya, makin dia
kan di tb itu, ngerokok itu gak kasih pemicu kayak rokok, debu
bisa dijantung baik. Gitu aja” konveksi atau apapun itu yang
juga kan gitu” memperberat paru-paru ya bisa
“Ya kambuh jadi gangguan ya pasti nanti
ngga karena lama kelamaan kuman yang
ngerokok juga tadinya tidur akan bangun lagi
sih.. sebetulnya akan terjangkit lagi, akan infeksi
TB itu.. lagi. Itu sudah dijelaskan seperti
biasanya.. apa.. itu dan untuk pencegahan ya
menular. hindari merokok kalau
Apalagi pengobatan ya jangan ngerokok
limgkungan yang karena kita kasih obat tapi dia
kumuh, yang kasih racun kan percuma aja

civ
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
sempit, tanpa mendingan tidak usah diobati,
ventilasi. Ya rokok aja seterusnya. Iyasih dia
kadang-kadang iyaa.. oke bu.. tapi balik lagi ke
di basecamp kan pemahaman nya si pasien dan
tanpa ventilasi. ngerti apa enggak gitu bahwa itu
Kita ngga tau isi emang oh iya memang tidak
basecamp boleh”
orang-orang
nya”

5 Dimana biasanya anda Tidak Tidak “kalo dirumah Tidak Merokok Tidak “yaa dimana aja “Ya mungkin tempat kerja atau
merokok? Merokok Merokok enggak karena Merokok yang penting dirumah”
kan ada saya ngerokok
keluarga apa ga ditempat
gimana, paling umum. Di bis
kayak di gitu ga pernah.
ngonkrong- Diluaran nya
nongkrong gitu ngerokok. Gak
aja” pernah di ruang
tamu pun ya..
sepia pa enggak,
ada anak kecil
apa enggak, kalo
bebas baru saya
merokok. Kalo
wah kayanya
gak
memungkinkan

cv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
nih.. ya ngga
ngerokok saya”

6 Kapan anda biasanya Tidak Tidak “Paling ini Tidak Mrokok Tidak “Kadang- “mereka ya kumpul sama temen-
anda merokok? Merokok Merokok waktu itu, abis Merokok kadang lebih temennya akhirnya ikut ngerokok
makan, kadang kalo lagi lagi”
itu aja abis mincing”
makan, terus
kalo kita mau
ketoilet, teru
lagi ngumpul
sama temen,
paling kita
jeglekin gitu
aja paling abis
sama dia dia
orang gitu”

7 Dengan siapa anda Tidak Tidak “paling kayak Tidak Merokok Tidak “Yaa.. se “mereka ya kumpul sama temen-
merokok? Merokok Merokok di ngonkrong- Merokok sempet- temennya”
nongkrong gitu sempetnya”
aja (dengan
teman-teman)” (Sama temen
temen atau
kadang sendiri?)
“ He’eh
(mengiyakan)”

cvi
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
8 Seberapa sering anda Tidak Tidak “Paling ini Tidak Merokok Tidak “Ya… sehari
merokok dalam sehari? Merokok Merokok waktu itu, abis Merokok sebungkus lah..”
makan, kadang
itu aja abis “Kadang-
makan, terus kadang lebih
kalo kita mau kalo lagi
ketoilet, teru mincing”
lagi ngumpul
sama temen, “Iya lagi asik..
paling kita padahal
jeglekin gitu rokoknya juga
aja paling abis ngga tau
sama dia dia kemana. Diisep,
orang gitu” kalo pancing nya
lagi ditarik,
mana rokoknya
nih.. bakar
lagi..”

9 Sudah berapa lama Tidak Tidak “sekolah Tidak Merokok Tidak “Ngerokok sih
anda merokok? Merokok Merokok masih.. cuman Merokok dari muda sih..
gak terlalu.. dari umur.. dua
paling sampe puluh…. Empat
kerja dihotel tahun”
itu 2002 ya
setahun lah, “Berenti.. 4
setahun 2 tahun itu..
tahunan lah” Ngerokok lagi

cvii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
karena temen-
temen lagi..”

“…2012…..bere
nti”
10 Apakah keluarga atau “Alhamdulill “Ngerokok, “Banyak, “Di jalanan atau Tidak, karena ” Dulu ada istri “kan rata-rata yang kayak gitu
orang disekitar anda ah bapaknya suami kayak mertua ditempat kerja PSK2 tinggal saya. Tapi dia bapak-bapak, terus kebanyakan
ada yang merokok? enggak. bap merokok” kan. Kadang gitu pada hanya dengan iseng-iseng aja, disini itu kayak petugas kayak
Kalau ada siapa? Dan aknya mertua kalo ngerokok, saya cucu nya. berenti lagi” konveksi lah, kayak tukang
seberapa intens anda semenjak” “Udah ngerokok suka sih pake masker dagang apa, jadi mereka ya
bertemu dengan dia? sembuh mah, diddlem yakan, tapi kadang ya kumpul sama temen-temennya
“berhenti, u tapi dia makanya saya suka kesedot juga akhirnya ikut ngerokok lagi”
dah ngerokok lagi, kadang ya asepnya sama
berhenti. du pas ibu sakit anak-anak kita gituu” “Konveksi itu sedikit banyak
lu mah ngerokok, ibu yang masih ngaruh.. karena kan namanya
begitu kan sakit, kecil saya konveksi debu konveksinya itu
bapaknya cerai, tersiksa Tarik-tarikin lho.. dari bahannya itukan kita
tapi tadinya batin” kedepan aja, kan nggak keliatan ya namanya
ngerokok kalo debu banyaaak numpuk-numpuk
begitu apa “Paling di ngomomngin diparu-paru akhirnya paru-
Terusan mobil,, di yang lebih tua, parunya lemah, padahal diparu-
berhenti tempat kerja, harus yang parunya dia tau banyak kuman
merokok kebanyakan lebih tua lebih tbc, yang dulunya pernah sakit..
dianya udah debu” ngerti” pernah.. istilahnya pernah
lama sih ada menginfeksi dia gitu. Mungkin re-
10 tahun aktif lagi”
lebih”

cviii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
(kalau “Atau.. pemicunya dari si debu-
diluar) debu konveksi itu. Kalo
“tetep ya ditanyain, rata-rata mereka pake
namanya ya maskernya jarang.”
namanya
nggak bisa
kita hisap
barang
orang lain
gitu”

11 Bagaimana menurut Tidak Tidak “Ada, da kan Tidak Merokok Tidak “Nggak ada, “hmm.. awal sih saya pasti akan
anda mengenai upaya Merokok Merokok selalu di Merokok cuman yaa.. bicara bahwa e.. kemungkinan,,
Puskesmas dalam Puskes kan imbauan aja ee yang saya jelasin gini rokok
menangani kebiasaan selalu pasang bahwa perokok itu bukan sebagai penyebab dia
merokok pasien? spanduk kan ya tuh ngga baik. skait tbc tapi itu pemicunya yang
kadang gitu Nih badan bikin dia sakit tbc. Karena di
orang berenti perokok begini, paru-parunya tuh udah ada
ngerokok nih badan yang kumannya, makin dia kasih
itukan kalo tidak merokok pemicu kayak rokok, debu
udah tau kena begini” konveksi atau apapun itu yang
penyakit, itu memperberat paru-paru ya bisa
yang saya tau jadi gangguan ya pasti nanti
sih ya termasuk lama kelamaan kuman yang
saya Cuma tadinya tidur akan bangun lagi
saya akan terjangkit lagi, akan infeksi

cix
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
emangngga lagi. Itu sudah dijelaskan seperti
terlalu perkok, itu dan untuk pencegahan ya
cumaa ya tau hindari merokok kalau
gitu akibatnya, pengobatan ya jangan ngerokok
ya biasanya karena kita kasih obat tapi dia
orang begitu, kasih racun kan percuma aja
berenti mendingan tidak usah diobati,
ngerokok kalo rokok aja seterusnya. Iyasih dia
udah tau kena iyaa.. oke bu.. tapi balik lagi ke
sakit” pemahaman nya si pasien dan
ngerti apa enggak gitu bahwa itu
emang oh iya memang tidak
boleh”

“kalo untuk promkes berhenti


ngerokok kita udah pampang
dimana mana itu ya “

” Iyaa pamphlet segala macem


Cuma kalo misalkan untuk ee..
kita turun ke lapangan sweeping
yang merokok sih enggak”

. Riwayat Minum Obat (Informan Kunci dan Informan Utama)


1 Bagaimana menurut “Tadinya “Nangis” “Baik, enggak, “Ya sama” “Lancar “Ngga boleh ” Kalo yang pertama, kalo
anda mengenai riwayat kita ngeliat “Lihat saya rutin” “Pokoknya setiap hari kalo udah kambuh kan artinya mereka
minum obat anda obatnya obatnya gede- bangun tidur minum obat kelewat” minum semuanya sampe tuntas
terdahulu? segede gitu gede, berjuang gapernah ngapa- ngga pernah gitu Cuma sialnya kuman nya ini

cx
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
sebenrnya ni banget, ngapain langsung telat, saya aktif lagi, dari dia sendiri atau
gimana ya berhubung minum obat” inget terus dia terinfeksi atau terinfeksi dari
udah engap kita lihat mata sekaarang orang lain tuh bisa. Cuma kalo
duluan, tapi anak aja Ya juga iya, saya yang kambuh saya Tanya ya
gimana ya Allah” juga pengen sampe tuntas, obat tuh sampe
kitaharus sembuh tuntas, atau dia muncul kembali
sembuh soalnya saya karena ada penyakit yang lain
beggitu yay jaga anak- misalkan 10 t ahun yglalu udah
a, dijalanin anak dua , selesai tiba- tiba dia pengobatan
ajah, justru pengen lagi plus dia ada diabet, plus ada
kalo nggak sembuh saya hipertensi plus ada apa gitu
minum, kalo juga setiap biasanya, biasanya ada
yang setiap hari saya pemberatnya yang memicu si
hari ini gak ingetin hari kuman itu untuk balik lagi.
minum kita ini hari ini Seperti itu sih, Cuma kalo untuk
ngak enak, gitu” riwayat pengobatan nya
jadi bangun bagaimana rata-rata mereka
tidur sudah lulus, maksudnya sudah
langsung sampai 6 bulan gitu”
minum, yang “Kalo dia minumnya gini..
udah lanjut lengkap lengkaap gitu, tapi
yang udah minumnya kadang lupa, kadang
lewat dr 2 siang, mungkin ajasih bisa aja
bulan itu namanya kuman yaa gitu, Cuma
seminggu 3 kalo misalkan beda sama yang
kali itu suka DO kalo DO kan udah ketauan”
lupa itu”

cxi
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
2 Apa yang anda ketahui “Nggak bole “Sebelum “Ya sebelum “Ya sebelum “Hmm.. “laen dengan “Sudah tau. Dari awal-awal tuh
mengenai tata cara ditunda, bangun tidur sih ya kalo mau makan kita harus harus obat yang laen sudah menjelaskan ploting
pengobatan TB paru? harus rutin, kan, eh minum kan minum obat, sebelum dia seperti obat pengobatan tbc”
kalo maksudnya, sebelum maka” pokoknya perut makan nggak tensi, jadi musti
terlambat ya sebelum kosong bangun boleh minum seumur “Dengan setop atau putus di
itu harus makan apa- “jangan sampe tidur aja saya sesudah idup, tapi kalo tb tengah jalan.. lanjut yang 8 bulan
diulang lagi. apa, bangun bolong ya kan, langsung minum makan kalo hanya batas pake suntikan. Stop lagi ditengah
Takutnya tidur, sebelum yaudah saya obat” kalo udah waktu aja, jalan, lanjut lagi yang dua tahun
kalo lebih makan apa- perhatiin, makan sekian bulan, dan itu bisanya dirumah sakit,
parah kan apa, itu yang emang ya.. minum sekian bulan, masuk ke fase yang sudah kebal
ada yang bikin kita saya mau obatnya sekian bulan” obat. Kita udah bilangin itu
berobat neknya, belum sembuh gitu nggak “Waktunya kita terus-terusan, kalom asih ada
sampe makan apa- kan, intinya mempan mengulang lagi.. yangbandel ya berarti memang
setahun, apa sudah ngeliat dari katanya” dari kelas dia tidak paham atau mungkin
terus udah minum obat, keluarga gitu 1,kelas 2, kelas dia memang gak bisa.. gak
yang segede balok juga kan, ya 3, balik lagi nembus gitu”
ngeluarin tiga yah” masasih kelas 1. Ya
darah kan “Sebelumnya, istilahnya kita itulah intinya itu “saya nganjurinnya itu bangun
sampe setiap jangan makan ya kalo aja” tidur melek mata langsung
2 bulan eh 2 apa apa, dibilang minum”
bulan itu sesudahnya maunya Allah
harus minum juga 2 jam kan sampe disitu ya
obat sama nggak usah akan kalo inget
suntik kan makan apa- istri sama anak
setiap hari” apa juga gitu” ya kan ya mau
(Kalo gak sembuh ya mau
minum sehari) ngga mau kita
“Ngulang” harus korbanin

cxii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
mau begimana
juga”

“kalo saya
kemaren itu
saya mikirnya
gini kalo saya
ngga mnum
saya harus
ngulang, nah
saya nggak
mau gitu ya
kan, bukannya
saya istilahnya
minumitu mau
sembuh
maksudnya
kalo sembuh itu
secara
otomatis kalo
kita minum tiap
hari, cuman
yang saya iniin
itu saya nggak
mau ngulang
gitu kan dan
saya mau
sembuh, itu”

cxiii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
3 Dimana anda biasanya “Dirumah” “Di rumah, “Dirumah” “Dirumah, “Obat.. “Minum ya di.. “untuk yang pertama kali
meminum obat? “Iya, sebelum pokoknya saya Dirumah” rumahlahh..” biasanya didepan kita, besoknya
dirumah makan yah, bangun tidur akan minum dirumah, kalo
saya kalo sebelum langsung minum ditempat kerja sih saya
minum, sarapan” obat, obat saya sebenernya selalu bilang, minum
itukan sehari selalu obat melek mata bangun tidur
sekali disamping” melek mata langsung minum,
doang” karena kalo udah dibawa-bawa
ketempat kerja lupa nanti malah
jadi tidak terminum”

“Padahal obat yang dari


pemerintah Cuma sekali sehari
pagi pagi sebelum makan gitu,
mengindari dia lupa sih biasanya
saya nganjurinnya itu bangun
tidur melek mata langsung
minum”

4 Adakah yang “Ada, “Nggak usah, “Nggak ada, “Ya saya inget “Ngga” “Ada, anak ” Ada PMO nya… harus itu
mengingatkan anda bapaknya sendiri lah, saya aja” sendiri atau ya “Inget saya” harus”
untuk meminum obat? (suami)” saya tanggung paling suami” sendiri”
Kalau ada siapa? jawab sendiri” “Famili..yang serumah”
“Anak juga ya
Allah, bener- “Karena kita mau dia liat yang
benar bertatapan langsung ya baru
memperjuangk kalau tidak ada saya misalkan
ketemu pasien yang, bu saya

cxiv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
an banget, ngontrak dirumah sendirian
masakan air misalkan ada temen ya temen
iya, nyiapin- nya yang kita minta tolong untuk
nyiapain, susu kontek dia udah minum obat apa
semacamnya, belum aatau kalau sendirian
ibu minum disini ya saya titip-titip sama
susu yah, kader kita”
begini begini
begini, airnya,
cuci dia
segala macam
yah”

5 Kapan biasanya anda “Bangun “bangun tidur, “Pagi sebelom “Pasti pagi, “Ya sebelum “Sebelum “…Cuma sekali sehari pagi pagi
meminum obat? tidur sebelum makan, iya selalu pagi” makan, makan..Jam sebelum makan gitu, mengindari
langsung makan apa- pagi” kadang saya enem..” dia lupa sih biasanya saya
kan apa” abis sholat nganjurinnya itu bangun tidur
diminumnya subuh tuh melek mata langsung minum”
sebelom minum obat”
makan, (Kapan pasien mulai malas
bangun tidur minum obat)
langsung” “Setelah masuk fase lanjutan,
karena kalau sudah masuk fase
“Iya melek lanjutan itu batuk sudah nggak
langsung ada, berat badan sudah naik,
minum obat rasanya sehat mulai nakal deh”
biar nggak
lupa”

cxv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
“Saat fase intensif udah
lewatilah, fasefase terakhir-
terakhir, duh bu masa masih
minum obat aja sih bu kan saya
udah bagus udah ngga batuk”

6 Apakah anda pernah “Enggak, “Rutin” “Enggak” “Ngga pernah, “Emggak “Enggak..ngga “kalau yang kambuh biasanya ya
melewati jadwal ngga “Teruus” selalu rutin” pernah” berani saya” sesuai dengan aturan,”
minum obat? pernah”
“Enggak.. “Kalo dia sakit lagi ya itu dia,
saya selalu re-aktivasi lagi kah atau re-
inget saya infeksi lagikah”
juga pengen
sembuh, yang “kalo kambuh kan artinya
ngurus anak- mereka minum semuanya sampe
anak” tuntas gitu Cuma sialnya kuman
nya ini aktif lagi, dari dia sendiri
atau dia terinfeksi atau terinfeksi
dari orang lain tuh bisa. Cuma
kalo yang kambuh saya Tanya ya
sampe tuntas, obat tuh sampe
tuntas, atau dia muncul kembali
karena ada penyakit yang lain
misalkan 10 t ahun yglalu udah
selesai tiba- tiba dia pengobatan
lagi plus dia ada diabet, plus ada
hipertensi plus ada apa gitu

cxvi
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
biasanya, biasanya ada
pemberatnya yang memicu si
kuman itu untuk balik lagi.
Seperti itu sih, Cuma kalo untuk
riwayat pengobatan nya
bagaimana rata-rata mereka
sudah lulus, maksudnya sudah
sampai 6 bulan gitu”

7 Bagaimana upaya “Cukup baik “Ada, ada “Ya bagus “Ya ngasih tau “Ya gitu.. “Iya dikasih “Kita udah bilangin itu terus-
Puskesmas dalam Alhamdulilla bagus” sihh.. Cuma sih, ngasih saran baik banget tauu, kalo kita terusan, kalo masih ada yang
menangani riwayat h nya mah, kalo di Puskes gitu.. bu.. yang ibu nya mah” ngga minum bandel ya berarti memang dia
pengobatan pasien? seneng ya gitu aja kalo bener minum obat itu tidak paham atau mungkin dia
banget sih rame ya akan obatnya harus berbahaya. memang gak bisa.. gak nembus
sama Bu agak lama, itu teratur ngga Nanti kita gitu”
Dian” aja sih” boleh telat, mengulang-
Alhamdulillah sih mengulang lagi ,
“Ada…ya, bagus dokternya. kapan kelarnya”
misalnya Puas gitu saya
kayak ini dikasih taunya”
dijelasin,
apa yang
istilahnya
yang udah
parah atau

cxvii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
yang baru
gitu
istilahnya itu
dikasih ini
secara
merinci sih
sama Bu
Dian…dikasi
h tau
semuanya
yangbaru-
baru, cara
minum
obatnya,
supaya ntar
akibatnya,
itu efek
samping
nya, dikasih
tau gitu,
dijelasin”

. Penyakit Penyerta (Informan Kunci dan Informan Utama)


1 Selain TB paru apakah “magh” “Nggak ada “Saya kan “ngga ada sih “Dulu mah “Nggak ada “Hmm rata-rata sih kayak diabet
anda mengidap sakit-sakitan, waktu itu saya, saya sakit iyaa.. saya, paling lah ya”
penyakit lain? ini aja, paling sebelum kena

cxviii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
cuma pikiran diiniiin katanya saya suka sakit tb mah itu pusing-pusing
aja” ada DM kan” kepala gitu saya kena doang”
minum obat tipes.. panas..
“Magh biasa warung udah turun..
ada, kalo lagi sembuh” panas..
puasa, turun..”
mungkin lagi
perut kosong, “seminggu”
ada magh”
“Magh”

2 Bagaimana menurut “Kalo dulu, “Biasa aja, “Nggak sih, “Ya sakit kepala “”Kronis” “Nggak parah- “Oh penyakit penyertanya.
anda mengenai ya termasuk nggak parah nggak terlalu biasa aja“ parah banget, Biasanya kalo ketauan ada saya
penyakit penyerta yang parah juga gitu, nggak ini juga, nanti juga ilang konsulin, entah saya dapet dari
anda miliki? ini ya, dulu menggangu” minumobat aja, sendiri” PTM, dari yang diabet atau yang
sampe iniin minum obat hipertensi duluan ke saya apa
darah udah selesai dari saya, saya skrining ketemu
jugasih” kita nggak ini saya kirim. Makanya kita
lagi cuman kita istilahnya udah kolaborasi
jaga aja” dengan poli lainlah, kalo ada ya
kita kirim langsung”

3 Mengapa anda bisa “Dulu “Dari “Nahitu “Ya kadang- “Ya.. kalo “Ya paling “Kalo diabet kan udah ini.. apa..
terkena penyakit awalnya.. pesantren, makanya saya kadang aja makan asem, karena kecapean turunan kek atau pola makan gitu
tersebut? terlambat jarang makan, belum tau tuh, sekarang kalo pedes aja itu” “
makan kalo kan puasa, kayaknya saya lagi pusing yap langsung
gak salah .. kalo maulid kena nya using, kalo lagi sakit”
eh enggak, kan, suka 40 bagaimana

cxix
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
gak cocok hari nggak cumannya enggak ya “itu kalo
kali yah jadi boleh makan beriringan,kay engga” kerja kan
kambuh gitu” aknya saya suka
terus kesini beriringan telat makan,
sini saya deh” jadi males
suka makan makan tuh ya
yang “Saya kaget jadi keenakan
namanya kan kalo emang kerja jadikan
santen- saya kena gula bertarget kan
santenan itu kan, karena ya jadi
saya nggak saya terus makan tuh
cocok” terang aja saya males
olahraga, saya sekalinya
apa gitu kan, mau makan
kalo diliat dari udah gak
pola makan enak gitu dari
nggak terlalu situ kena
ini juga, tapi nya”
Alhamdulillah
sih nggak
ngga terlalu
ini”

“Bingung juga,
emangsih
empok ada,
empok sakit

cxx
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
kakak saya
cewek”
4 Apakah anda sedang “yaa.. “Obatin, “Jalanin” “saya diemin aja “Iya..masih “Enggak sih, “Harus diobatin. Saya selalu
menjalani pengobatan berobat nya suntik, kalo gitu kalo ngga tapi dikasih ilang sendiri bilang kalau misalkan ada dua
terhadap penyakit anda ya kalo dah parah, tahan baru obatnya sama paling pusing penyakit, dua-duanya harus
ini? Atau pernah kambuh untuk minum obat” ibu kalo sakit nya” diobatin. DM, Hipertensi, HIV,
melakukan pengobatan doang aja sementara saya buru- itu harus diobatin”
atau tidak? paling” milanta, kalo buru minum
sembuh pake obat” “Gakbisa kit jalan sendiri,
milanta, ya misalkan satu-satu deh bu
udah, milanta, selesaikan yang ini dulu tbc nya
tapi kalo baru nanti ee gulanya saya
parah banget, obatin atau HIV nya saya obatin,
di suntik, ngga bisa. Jadi harus dua-dua
seringnya nya masuk hitu. Kalo mislakna
disuntik” hanya dm nya doang tbc nya
ngga diobatin percuma. Kalo tbc
nyadiobatin dm nya gak diobatin,
kuman tbc nya gak akan mati.
Karena diabet itu memper apa
menurunkan kekebalann dr si
paru juga”
5 Dimana anda biasanya “Sementara “Klinik “Check up nya “Obat warung “Tipesnya itu “Istirahat aja” “Disini, kalo yang saya dapet
melakukan pengobatan ngambil puspita itu, sih waktu itu di aja gitu, abis itu dii.. tambora disini, disini disini. Kalo
terhadap penyakit diobat yang gang …, sumber Waras ilang” Cuma pernah misalkan memang dia udah tau
penyerta anda ini? warung aja dari tapi kan sekali doang dia sakit diabet, dan dia punya
kalo Puskesmas sekraang udah itu juga dokter sendiri misalkan saya
misalnya itu enggak” dianjurin beli

cxxi
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
Kalo itu lurus, pil kapsul itu biasnaya diabetnya dirumah sakit
baru, nyebrang” “di apotik- apa namanya ini ya silahkaan aja”
mungkin ke apotik apotik cacing itu”
Puskesmas roxy gitukan”
kali ya” “… kalo
magh saya
mah ke
dokter
umum”
6 Adakah anggota “Bapak iya, “Nggak” “Iya kakak” “Nggak sih” “Nggak ada “Rata-rata.Kalo kita kaji, siapa
keluarga yang memiliki ini anak juga sihh” nya dulu pernah sakit. Jadi sakit
penyakit penyerta yang iya, yang “kakak saya tbc itu kan nggak mungkin eee..
sama dengan anda? gede. tuh ada satu, bapaknya sekarang tbc, belom
Apalagi itu Cuma ya salah tentu bulan depan anaknya
anak segitu bilang itu langsung tbc, belom.
senengnya keturunan Kemungkinan bisa aja 10 tahun
makan yang kanitu kakak yang akan datang anaknya tbc,
pedes-pedes, bukan pas kita kajidulu dirumah ada
minumnya orangtua, yang sakit? Oh iya dulu bapak
dingin, cuman saya saya, itu makanya yang namanya
susaah. Ini iniin kuman nya dorman seperti itu.
juga tadinya Alhamdulillah Jadi.. dulu bapaaknya sakit
mau dibawa dari orangtua interaksi sama dia bapaknya
ke Puskes nggak ada” tidak pake masker, sedangkan
dia nya penyebaran nya kan dari udara
males, takut dia”
disuntik.
Ntar kata

cxxii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
saya, ntar
bulan besok
kan udah
PKL kata
saya,
gimana kalo
sakit kata
saya gitu”

7 Sudah berapa lama “pas SMA “18 tahun, “.. setengah “Oh gatau yaa… “Udah lama “Pas sakit ini sih
anda mengidap tahun 93 an rumah tangga tahun lebih” dari udah lama sih” paling
penyakit tersebut? kalo nggak 18 tahun, 20 sih gak inget” seringnya”
salah” an lah”

8 Apakah penyakit anda “Enggak” “Nggak sih” “waktu itu “engga sih, “Nggak” “ngga tau ya, “Biasanya kalo di diabetnya
ini pernah kambuh masih paling efek obat ngga kayaknya.” tinggi, tb nya juga ada”
berbarengan dengan pengobatan sih aja sekarang “ Iya seperti yang tadi saya
TB paru? paling dia mah” bilang, kalo misalkan sudah
bergantian, sembuh tapi diabetnya nggak
kadang kalo ini dikontrol, tinggi terus, akhirnya
yang tinggi, berulang lagi dah tuh si dorman
yang ini yang masuk lagi, ya begitu”
enggak”
9 Apakah penyakit anda “Pasti” " Nggak” “Ya kalo gula “Nggak sih” “enggak sih” “ya engga sih “Kalo gula tinggi, artinya
cukup mengganggu kan sebenernya sebenrnya ” kekebalan tubuh dia turun,
kegiatan anda sehari- “Jadi.. apa kalo kadang kuman apa aja bisa masuk
hari? namanya kalo inikan palaagi tbc, dia dlunya punya,
namanya lemes, ada entah diluaran dia bagaimana

cxxiii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
begitu saya lemes juga kan, tempat tinggal nya sanitasi nya
kan kalo tapikan jelek, rumahnya ventilasinya
udah magh lahamdulillah nggak ada, segala macem, bisa
udah kronis ya sekarag ya” langusng kena lagi”
saya suka
kayak orang
muntaber
gitu saya
nya sakit
banget ini di
perut”

10 Bagaimana upaya “Kalo magh “Nggak suka “Ya “Ya enggak sih..” “Puskesmas “Ngga berobat “. Biasanya kalo ketauan ada
Puskesmas dalam ini saya mah ke Puskesmas, bagus..sering (karena IU1 tidak ngga soalnya nanti saya konsulin, entah saya dapet
menangani penyakit belom pas TB aja” konsul ke Bu pernah ngobatin, juga ilang dari PTM, dari yang diabet atau
penyerta pasien? pernah Dian” menceritakan ngga sendiri” yang hipertensi duluan ke saya
perika mengenai ngobatin apa dari saya, saya skrining
kesono” penyakit penyerta emagh.. ketemu saya kirim. Makanya kita
nyta ini kepada Enggak istilahnya udah kolaborasi
petugas inimah saya dengan poli lainlah, kalo ada ya
Puskesmas) kalo magh kita kirim langsung”
saya mah ke
dokter
umum”

. Status Gizi (Informan Kunci dan Utama)

cxxiv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
1 Bagaimana menurut “Udah “Nggak pede “Yamakin “Oh.. ya biasa- “Status “Kalau gizi sih “Kurang sih.. kuranglah orang
anda mengenai status mendingan juga sih, membaik sih, biasa aja gitu” gizinya saya rasanya kurus kan ya”
gizi anda? Dan alasan lah, tapi ya belum bagus kalo dulu kan buruk, nggak cukup
nya mengapa? tetep harus sih, soalnya kurang” “Ya biasa ajaaa ada gizinya” Iya cukup kalo “Hmm biasanya sih turun yaa..
di ini gitu” ibu nggak “Makin kesini- gitu ya normal gt gizi mah” tapi nggak sampe kurus banget,
seneng-seneng makin kesini makan nya.” “Soalnya ada sih beberapa yang kurus
daging, ikan karena pola makannya “Karena saya banget”
basah, ikan makan juga gitu sedanya , waktu umur
asin malah” kita jaga, ya seketemunya sekian-sekian “Yaa satu memang karena
makin ” nanti kita umur penyakitnya, penyakit tb kan
membaik” 60 itu udah kita salah satu gejalanya dia tidak
berubah lagi napsu makan sehingga berat
pola makan kita. adan turun,terlebih juga karena
Lebih banyak ya ekonominya merekalah.. kita
sayuran, kurangi selalu bilang bu.. makan yang
lemak, pokoknya bagus gini gini gini yanamnaya
lemak-lemak lah. mereka tidak punya dapur kan
Apalagi mie-mie apapun yang dia temuin gitu lah
instan agak istilahnya, kadang malah ada
dijarangin lah yang bu saya kadang ya kalo ada
Cuma itu aja makanan saya makan kalo nggak
kalo kita” ada makanan saya nggak makan
gitu. Itu sihh”
2 Kalau kemarin makan “Makan.. ya “Yah ikan “Ya yang kita “Kemarenan saya “Kalo “Saya
apa saja? biasalah.. asin” ikutin aja, semalem makan kemaren perbanyak ya
makan ya waktu itukan ketoprak hahaha makan nasi tahu tempe aja”
tahu tempe “Paling yah saya makannya lagi kepengen nasi sama
kadang ikan gitu, kalo yang kurangin banget gitu

cxxv
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
kadang misalkan karbohidrat, ya kemaren soalnya garem, paling “Yaa kalo ada
ayam, gitu masak-masak ini nya sayur, haha” sama mie ya” hahah, kalo
aja” daging, makan susu ya, kita dibikinin. Kalo
yah makan, pantang lah (sehari-hari) (Sayur dan ngga ya gamau
nggak lahap, makanan- “Ikan, sayur udah buah) beli (Sayur)”
nggak senang makanan yang Enggak, jarang” “Enggak”
saya mah,” istilahnya yang “Tiap hari
“Yah, takutnya di TB “Enggak (buah)”
seketemunya atau di DM nya difokusin gitu
aja, itukan, ya hehehe ya
seadanya” kayak telor seketemunya aja
“Buah, paling, makan gitu (buah)”
makan” ikan gitu aja,
kita coba yang
direbus, itu
yang dikukus
Goreng-
gorengan udah
waktu itu gak
makan
Es es aja udah
jauh bener,
waktu itu udah,
sebelom sakit
udah nggak
minum es saya

cxxvi
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
3 Berat badan anda “Sekarang “Belum “Udah 77 “ “Iya 44 “Sekarang “56..tadinya 53” “Rata-rata berat badannya akan
berapa? 48” timbang lagi” (sekarang)” 30” turun”
Tapi setelah “80 ke 56 (setelah pengoabatan)
“Sebelom dinyatakan (waktu sakit)” “Sebelom sakit “37 kayaknya “Naik.. kecuali dia ada penyakit
sakit kan setelah 48…. (waktu mah (waktu penyerta misalkan diabet, yang
waktu itu 48 wawancara sakit) 40” sudah diabet nya nggak.. sulit
gitu ya itu berat badan sehat)” penanganannya misalkan udah
kemaren terakhirnya pake ini eh tinggi terus. Biasanya
saya sampe adalah 55 kalo diabetnya tinggi ya berat
42” badan paling naek sekilo 2 kilo
sampe akhir pengobatan 6 bulan
tuh cumanaik 2 kilo gitu tapi kalo
yang bagus dalam artian hanya
sakit tb doang itu peningkatan
berat badan bisa sampe 10kilo”

“berat badan itu sesuai sama


makan kan, kalo kita makanya
makin gede juga berat badan nya
lebih banyak bertambah gitu”

4 Tinggi badan anda “Eh tinggi “Nggak tahu, “eh 179.. “Terakhir saya “Nggak tau” “170”
berapa? badan? pokoknya sorry.. 169” ngukur sih 158an (Setelah (Setelah diukur
155” bogel aja” (Setelah diukur kalo gasalah diukur hasilnya 170 cm)
(Setelah (Setelah hasilnya 169 mbak” hasilnya 136
diukur diukur cm ) (Setelah diukur cm)
hasilnya 155 hasilnya 145 hasilnya 158 cm)
cm) cm)

cxxvii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
5 Bagaimana pandangan “Ya suka “Nggak tahu, “Oh ya ya ya, “Kurang tau “Ngga tau “Makanan “Kalo kita jelasin makanan yang
anda mengenai makan pokoknya yang jelek banget saya” saya ngga sampah” harus dimakan yang sehat itu ya
junkfood? Cuma saaya ibu tahu, ikan kayak itu junk pernah beli” mereka selalu bilang “ bu kan
gak ngerti asin food junk food “Jarang sayaa “Jarang.. cuma saya nggak punya dapur apapun
lah, kalo.. aja..orang- itu, saya juga mah beli gituan” kita makanan yang saya beli di
gak begitu orang makan jarang makan menghormati warteg ya saya makannya itu.
ini sih say enak di makanan gitu” anak aja. Pak Tapi kalo kayak junkfood yang
amah, paling restoran gitu makan pakk.. biasa mereka makan adalah
ke siput juga yah, ikan asin “Jarang” terus kok ngga indomie, yang paling gampang
jarang” aja” abis? Kenyang kan murah “
ah.. gitu”
“Mungkin mereka pernah Cuma
dia ngga bilang, dia kan
berfikirnya bahwa mekdi kfc itu
adalah ayam dan kita selal
bilang tbc itu makan yang harus
proteinnya tinggi ayam ikan telor
daging susu pasti mereka itu
makan gitu kalo pun mereka beli
beli model junkfood yang seperti
itu pasti mereka makan dia piker
ya memang dibolehkan. Tapi kalo
kayak indomie kita selalu bilang
sih boleh makan indomie tapi
harus tau sebulan hanya 2x
makan atau gimana gitu dan
biasanya makan indomie
tambahin apa tambahin apa”

cxxviii
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP

6 Apakah yang anda “Makanan “Tau sih tau, “Ya 4 sehat 5 “Ya 4 sehat 5 “Sayur- “Yaa.. “Rata-rata enggak. Karena satu
ketahui mengenai ya kayak yah, ikan sempurna, sempurna sayuran, makanyang fresh kebanyakan mereka namanya di
makanan sehat? sayuran basah, empat yang ada disitu makanan, buah-buahan, aja lah. Tambora rumahnya kecil Cuma
cukup, ya sehat lima aja yang saya sayuran, lauk, minum susu, Makanan yang satu kamar, mereka kesulitan
lauk ya ini sempurna tau” susu, buah” itu” kita beli sendiri untuk punya dapur, ngga banyak
kalo ini mah tahu, tapi yang tau kualitas yang yang punya dapur sehingga
tambah susu ibu hobi ikan “Jalanin, “Kurang sih “Belum” pake borak apa kadang mereka beli lauk, kalo
gitu, minum asin” Alhamdulillah” menurut saya, tidak. Masak nasi bisa pakai rice cooker kan,
ait putih soalnya saya sendiri” kalo sayur kan dia harus masak
secukupnya, Cuma minum gitu pake kompor rata-rata
kalo bisa susu makan sayur jarang, dia pasti pada bilang
mah itu” lauk, buahkan saya makanan mah beli diluar bu
jarang jadi mmisalkan sayur apa sayur apa.
“Ya.. makan kurang” Paling ini ya paling indomie sih
gimana sih bu gitu.
makan
kadang saya “Buah.. enggak kalli ya.. tapi
sih kan kadang mereka suka nanya kalo
nggak buah ada ngga bu yang
masak, kalo dipantang? Enggak sih apa aja
sayur sih boleh, yang paling gampang ya
setiap hari makan papaya ya, kan paling
mesti” murah papaya pisang papaya
pisang gitu-gitu lah. Cuma kalo
“Kalo buah makan buah nya sering atau
ya.. enggak kita nggak terlalu tau
istilahnya ya sih”

cxxix
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
2 hari ya
pasti ada
jeruk kek
apa paya
gitu pasti”

7 Bagaimana upaya “ada… ya ” Ngasih “Ya di poli “Menurut saya “Belum” “Ya dikasih tauu “dari Puskesmas mah udah
Puskesmas yang anda dijelasin gitu tahu” gizi” sih yang saya “Iya dikasih tentang harus punya istilahnya pendampingan
rasakan dalam ya yang “Ya.. hasilnya rasain di enih.. vitamin sama jaga kesehatan, p.. apa yah.. apasih tambahan
menangani status gizi? pantang- “Itu kan ya.. saya hanya sama dokter ibu” makanan nya deh makanan tambahan,
pantangan misalkan kalo minta tau yang enih.. ya bagus. harus dijaga Pemberian Makanan Tambahan
makanan kontrol ke Ibu dibadan saya Soalnya saya “Iya, makan makan nasi PMT nah dari Puskesmas udah
yang dian, ibu kok ajakan skait ditanganin bu yang banyak jangan terlalu ada Pemberian Mkananan
istilahnya tidak naik sih saya kan saya dian terus” (dikasih banyak soalnya Tambahan walaupun memang
kayak timbangannya, harus tau)” kan ada gula nya tidak bisa mengcover seluruhnya.
gorengan pasti ibu makannya apa kan gitu” Cuma yang kita..dalam artian
atau apa makan ngak kan harus tidak bisa mengcover seluruhnya
gitu dikasih makan yang gimana ya tidak.. satu enem bulan itulah
tau , terus biji-bijian, dikaish kan kita bisa kasih ke pasien terus-
lebih sekarang kalo sama dia kita terusan yang lebih kitakonsen
banyakin timbang, ayo minta adalah saat awal pengobatan
kayak bu timbang, brosurkan, saat dia kita istilahnya kita bom
minum susu, perasaan dikasih sama kumannya, disitu juga kita
dikasih tau kembali waktu dia gini gini ini peningkatan gizinya dari situ,”
istilahnya ambil obat buat ininya oh
yang bisa segini aja, yaudah kita “Susu”
memancing aduh nggak jalanin aja”
dihindari tahu,

cxxx
No Pertanyaan Informan Kunci (Pasien Sembuh) Informan Utama (Pasien Sakit) Informan Pendukung (PJ Poli
Paru)
IK1 IK2 IK3 IU1 IU2 IU3 IP
kayak asep makannya “Semua pasienkan ini masa awal
rokok, debu- gimana” yah jadi di pas awal udah dapet”
debu dikasih
tau “ “masih sama ya penyuluhan gizi
nya harus yang bagus, kadang
kalo mmisalnya yang memang
terlalu drop banget gizinya kita
konsul ke gizi sih, oh konsul ke
gizi ya.. ke poli gizi”

cxxxi
cxxxii

Anda mungkin juga menyukai