Anda di halaman 1dari 7

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA

DENGAN MENERAPKAN METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN


BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV SDN 02 BATANG ANAI
TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh : YULIZA,S.Pd

ABSTRAK
Pembelajaran Bahasa Indonesia sampai sekarang ini masih mengacu pada
model pembelajaran lama (tradisional). Guru jarang melibatkan siswa untuk
berdiskusi baik secara individu atau secara kelompok (pembelajaran tanpa adanya
umpan balik dari siswa). Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat
aspek keterampilan yaitu (1) Keterampilan menyimak; (2) Keterampilan berbicara;
(3) keterampilan menulis; dan (4) keterampilan membaca.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, kemampuan berbicara dapat
diwujudkan dalam kegiatan berdiskusi, menanggapi pertanyaan guru atau siswa lain
(berargumentasi), debat dan sebagainya. Metode diskusi merupakan salah satu cara
penyajian bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar sehingga guru dan siswa,
bahkan antar siswa terlibat dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal balik
dari dua arah baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan
maupun pengambilan keputusan. Berdasarkan temuan tersebut maka
direkomendasikan mengenai pentingnya peningkatan pengetahuan dan keterampilan
guru dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran yang
menerapkan metode diskusi untuk melatih keterampilan berbicara siswa.

kata kunci: metode diskusi, pembelajaran bahasa indonesia, keterampilan berbicara


siswa

I. Latar Belakang Masalah


Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di jenjang
sikolah dasar. Tetapi pembelajaran Bahasa Indonesia sampai sekarang ini masih
mengacu pada model pembelajaran lama (tradisional). Pembelajaran pada guru atau
center teacher instruction yang lebih mengutamakan suatu teori daripada praktik
sehingga materi yang disampaikan guru hanya sekedar pengetahuan yang harus
diketahui atau dihafalkan oleh siswa tanpa adanya suatu pengalaman dari siswa akan
manfaat atau kegunaan materi yang diajarkan guru dengan situasi yang ada.
Peran guru sangat dominan dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Guru diposisikan sebagai sumber ilmu dan sumber informasi yang dibutuhkan oleh
siswa, daripada guru diposisikan sebagai fasilitator. Selama kegiatan belajar
mengajar guru dituntut selalu aktif menjelaskan materi, sedangkan siswa hanya pasif
mendengarkan, mencatat dan tanpa komentar. Guru jarang melibatkan siswa untuk
berdiskusi baik secara individu atau secara kelompok (pembelajaran tanpa adanya
umpan balik dari siswa). Interaksi yang timbul hanya sebatas interaksi satu arah,
yaitu interaksi antara guru dengan siswa saja. Padahal interaksi merupakan salah satu
unsur penting untuk menentukan efektif atau tidaknya suatu pembelajaran.
Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat aspek
keterampilan yaitu (1) Keterampilan menyimak; (2) Keterampilan berbicara; (3)
keterampilan menulis; dan (4) keterampilan membaca. Tinggi rendahnya kompetensi
kebahasaan seseorang pada umumnya tercermin dari kemampuan atau keterampilan
berbahasanya. Kemampuan berbahasa dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
kemampuan memahami (comprehension) dan mempergunakan ( production),
masing-masing bersifat reseptif dan produktif. Kemampuan produktif adalah
keterampilan berbicara dan menulis, sedangkan kemampuan reseptif adalah
kemampuan menyimak/mendengarkan dan membaca. Keempat keterampilan ini
tidak dapat dipisah tetapi dapat dibedakan.
Kebanyakan guru Bahasa Indonesia yang menganggap bahwa berbicara
merupakan aspek pembelajaran yang kurang mendapatkan perhatian dari siswa.
Kenyataan ini membuat guru cenderung untuk mengalihkan materi berbicara dengan
materi lain atau mengganti dengan tugas yang lain sebagai pekerjaan rumah.
Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang dimiliki
oleh seseorang, dan kemampuan itu bukanlah kemampuan yang diperoleh secara
turun temurun melainkan kemampuan yang timbul secara alamiah. Dan kemampuan
berbicara memerlukan latihan, pengarahan, dan bimbingan intensif. Dalam
kenyataannya, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan yaitu berbicara
dan mendengarkan selebihnya barulah menulis dan membaca. Akan tetapi
adakalanya seseorang berbicara dalam situasi formal sering timbul rasa gugup,
sehingga gagasan yang dikemukakan tidak bisa dipahami atau diterima orang lain
karena dalam menyampaikan bahasanya menjadi tidak teratur. Berbicara dalam
situasi formal dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik memerlukan latihan
dan bimbingan yang intensif. Dalam proses belajar mengajar di kelas, kemampuan
berbicara dapat diwujudkan dalam kegiatan berdiskusi, menanggapi pertanyaan guru
atau siswa lain ( berargumentasi ), debat dan sebagainya.
Dalam upaya melatih kemampuan berbicara siswa dalam kegiatan belajar
mengajar diperlukan adanya pemilihan metode yang tepat dan dapat mendukung
tercapainya tujuan yang diinginkan. Metode diskusi merupakan salah satu cara
penyajian bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar sehingga guru dan siswa,
bahkan antar siswa terlibat dalam suatu proses interaksi secara aktif dan timbal balik
dari dua arah baik dalam perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan
maupun pengambilan keputusan. Adanya perubahan dalam mengajar atau variasi
guru dalam mengajar secara tepat maka akan menghasilkan siswa yang berprestasi
dan terpendidik. Oleh karena itu, untuk menjadikan siswa yang ulet, tertantang, dan
bermotivasi guru harus profesional dalam menyikapi hal tersebut diantaranya
menggunakan metode diskusi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan,
dan dapat menjadikan siswa yang aktif dan kreatif. Selain anak yang dituntut aktif
dan kreatif, guru juga dituntut untuk senantiasa aktif dan kreatif dalam
mempersiapkan sumber belajar. Kondisi psikologis guru juga dituntut untuk
senantiasa mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
(PAKEM). Permasalahan yang melingkupi guru diharapkan tidak mempengaruhi
proses pembelajaran.
Sering kali ditemukan dalam dunia pendidikan khususnya siswa kelas IV
SDN 02 Batang Ana , siswa yang sering dianggap bersalah apabila siswa mendapat
nilai yang kurang baik. Namun, tidaklah tepat apabila hanya siswa saja yang
disalahkan karena hingga saat ini masih sering pula ditemukan guru yang dalam
penyampaian atau penyajian materi hanya dengan menggunakan metode ceramah
saja dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk berpikir atau untuk menemukan
suatu masalah atau informasi yang penting pada pembelajaran tersebut.
Dalam hubungan dengan pengembangan potensi yang ada dalam diri siswa,
diperlukan satu standar kompetensi sebagai tolok ukur kemampuan yang dimiliki
oleh siswa. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi disebutkan bahwa standar
kompetensi mata pelajaran Bahsa Indonesiaberorientasi pada hakikat pembelajaran
bahasa yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi
dalam Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menimbulkan
penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia (2004:136). Disebutkan pula,
salah satu tujuan pengajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki
kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial (2004:137).
Mengacu pada adanya kondisi seperti itu dan dilandasi oleh keinginan peneliti untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas IV SDN 02 Batang Anai Tahun
Pelajaran 2014/2015, maka peneliti mencoba menerapkan metode diskusi karena
adanya keunggulan yang dijanjikan oleh metode diskusi. Diantaranya, siswa diberi
kesempatan untuk mengembangkan kreativitas berpikir, berpendapat,
menanggapi/berargumentasi tentang persoalan-persoalan ataupun hal-hal yang telah
disampaikan guru, siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam menyumbangkan
pikirannya, dan metode diskusi dapat mendinamiskan kelas dalam proses belajar.
Berdasarkan paparan di atas peneliti berupaya untuk melatih keterampilan berbicara
siswa dalam pelajaran Bahasa Indonesia dengan melakukan penelitian yang berjudul,
“Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Dengan Penerapan Metode Diskusi
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa kelas IV SD0 02 Batang Anai
tahun pelajaran 2014/2015”.

II. Metodologi Penelitian Dan Pembahasan


Penelitian ini dilakukan di SDN 02 Batang Anai, selama 3 bulan September
sampai November 2014. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas IV sejumlah 14
orang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK
adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran di kelas, atau memecahkan masalah pembelajaran dikelas/di latar
penelitian yang dilakukan secara bersiklus. Adapun alur penelitian tindakan kelas
yang akan dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Siklus 1
Siklus 1 terdiri atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi,
dan perbaikaan rencana.
a. Perencanaan
Pada tahap perencaan, peneliti melakukan studi pendahuluan dengan
melakukan refleksi terhadap praktik pembelajaran keterampilan berbicara di
kelas IV SDN 02 Batang Anai. Peneliti berupaya untuk mengingat kembali
bebagai peristiwa pembelajaran yang telah berlangsung selama ini,
mewawancarai siswa kelas IV SDN 02 Batang Anai untuk mengungkapkan
kesuitan-kesulitan apa yang dialami dan dirasakan mereka ketika belajar
berbicara. Di samping itu peneliti menelaah dokumen-dokumen tentang
keterampilan berbicara siswa berupa dokumen latihan dan penugasan,
dokumen hasil tes kinerja tentang keterampilan berbicara siswa.
Pada tahap perencanaan peneliti melakukan pembutan desain pembelajaran
yang berupa RPP, penyiapan soal untuk penjajagan kemampuan awal siswa,
penyiapan LKS, penyusunan perangkat uji kompetensi siswa yang berkaitan
dengan keterampilan berbicara, dan menyiapkan instrumen untuk
pengumpulan data berupa pengamatan, observasi, wawancara, dokumentasi.
b. Pelaksaan Tindakan dan Observasi
Pada tahap ini peneliti mempraktikan pembelajaran sesuai dengan desain
pembelajaran (RPP) yang telah disusun, membuat catatan hasil pengamatan
terhadap proses dan hasil pembelajaran, keaktifan dan kreativitas siswa yang
tampak dan mendokumentasikan hasil-hasil latihan dan penugasan siswa.
c. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan di atas, peneliti melakukan refleksi atas proses
dan hasil pembelajaran yang dicapai pada proses tindakan ini. Refleksi
ilakukan untuk mengkaji apa-apa yang belun dilakukan, dicapai, dipecahkan
yang akan dilanjutkan/diimplementasikan pada siklus 2.
2. Siklus 2
Pada siklus 2 ini kegiatan sama dengan siklus 1.
3. Siklus 3
Jika pada siklus 2 indikator keberhasilan penelitian belum dicapai maka sangat
dimungkinkan dilanjutkan pada siklus 3.
Penelitian berikut akan mengungkapkan gambaran yang jelas dan mendalam
mengenai penerapan metode diskusi dalam pembelajara Bahasa Indonesia untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
Sumber data penelitian berikut terdiri dari subyek pelaku dan dokumen.
Subyek penelitian meliputi guru dan siswa, disini peneliti mengamati aktivitas guru
dan aktivitas siswa. Dokumen yang di gunakan adalah silabus, RPP dan laporan hasil
belajar siswa. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Dalam penelitian berikut, peneliti menggunakan sumber data yang berupa
kata-kata lisan maupun tertulis, tindakan dan sekaligus data tertulis berupa dokumen.
Sumber data kata-kata digali dengan menggunakan wawancara mendalam terhadap
guru dan siswa. Sumber data tindakan diperoleh dari observasi langsung terhadap
aktivitas guru dan aktivitas siswa, juga dari foto dan rekaman video. Sedangkan data
tambahan berupa dokumen dilakukan dengan telaah pada silabus pembelajaran, RPP
dan laporan hasil belajar siswa.
Teknik wawancara yang dilakukan peneliti adalah dengan mengguanakan
wawancara berdasarkan pada pedoman umum (Poerwandari, 2001: 76). Sebelum
memulai kegiatan wawancara, peneliti telah menyusun kisi-kisi instrumen penelitian
yang berisi garis besar pokok-pokok masalah yang disusun bedarasar kajian teori.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek
yang harus dibahas atau ditanyakan. Wawancara dilakukan secara terfokus, artinya
wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada hal-hal atau aspek-aspek tertentu
dari pengalaman subyej yang diharapkan peneliti dapat menjawab pertanyaan
penelitian. Selama proses wawancara tersebut direkam dan dicatat pada notes.
Untuk penelitian kualitatif, istilah validitas lebih mengacu pada kredibilitas
atau derajat kepercayaan data. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk
memeriksa keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi. Triangulasi
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data utama untuk keperluan pengecakan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2006: 330). Sebagaimana
disebutkan oleh Poerwandari (2001: 108) bahwa triangulasi mengacu pada upaya
mengambil sumber-sumber data yang berbeda untuk menjelaskan suatu hal tertentu
sehingga dapat meningkatkan generabilitas penelitian kualitatif. Neuman (dalam
Susari, 2005:59) menyebutkan bahwa triangulasi adalah melihat dari sudut pandang
dalam suatu penelitian. Triangulasi bertujuan untuk mengurangi kecenderungan
terjadinya kesalahan interpretasi dengan menggunakan bermacam-macam prosedur
termasuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya (Denzin, 2000 dalam
Susari,2005:59).
Patton (dalam Poerwandari, 2001: 109) menyatakan bahwa triangulasi dapat
dibedakan dalam 4 kategori, yaitu:
1. Triangulasi data, dengan menggunakan variasi sumber data yang berbeda.
Moleong (2006: 331) menambahkan bahwa variasi sumber data dapat dicapai
dengan (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara, (b) membandingkan apa yang dikatakan subyek penelitian di
depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (c)
membandingkan apa yang dikatakan subyek penelitian tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (d)
membandingkan keadaan dan perspektif subyek penelitian dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang di luar subyek, (e) membandingkan hasil
wawancara dan atau hasilobservasi dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
2. Triangulasi peneliti, dengan menggunakan beberapa orang peneliti atau
evaluator yang berbeda untuk mengecek kembali derajat kepercayaan data
sehingga dapat mengurangi kemelencengan pengumpulan data. Pada
dasarnya penggunaan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dengan
menggunakan teknik berikut. Cara lain adalh dengan membandingkan hasil
pekerjaan seorang analis dengan analis lainnya (Moleong, 2006:331).
Triangulasi peneliti tidak digunakan karena pada penelitian berikut ini,
peneliti melakukan pengambilan data serta interpretasinya secara mandiri.
3. Triangulasi teori, dengan menggunakan beberapa sudut pandang yang
berbeda untuk menginterpretasi data yang sama. Moleong (2006: 331)
menguntip pendapat patton (1987) bahwa triangulasi berikut ini disebut juga
dengan penjelasan bandinng (rival explanation).
4. Triangulasi metodologis, dengan menggunakan beberapa metode yang
berbeda untuk meneliti suatu hal yang sama. Triangulasi metodologis tidak
digunakan karena pada penelitian berikut ini, peneliti hanya menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Jadi secara singkat triangulasi dapat dilakukan dengan jalan mengajukan


berbagai macam variasi pertanyaan, mengecek hasil wawancara dengan berbagai
sumber data lain serta memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan
data dapat dilakukan. Dalam penelitian berikut peneliti menggunakan triangulasi
data, yaitu dengan mengumpulkan informasi dari hasil wawancara dan observasi
serta telaah dokumen. Selain itu juga digunakan triangulasi teori, yaitu melalui
paradigma interpretif dan teori mengenai pembelajaran tematik dan permainan
tradisional dakon untuk menganalisis data.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam proses koding peneliti akan
mengolah data yang berupa transkrip wawancara sehingga dapat menemukan fakta
konkret sebagai bentukan kategori untuk kemudian mengembangkan pola hubungan
antar kategori tersebut dalam bentuk bagan dan selanjutnya menganalisa pola
hubungan yang terbentuk secara tematik. Hasil analisa tersebut menjadi dasar dari
interpretasi peneliti. Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2001: 95) interpretasi
mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam.
Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan
menginterpretasikan data melalui perspektif tersebut.
Terdapat 3 konteks situasi dan komuditas validasi yang dapat memunculkan
interpretasi yang berbeda pula, yaitu:
1. Konteks interpretasi pemahaman diri, yaitu berusaha memaknai
pernyataan-pernyataan informan atau subyek peneliti sebagai pemahaman
diri pribadi individu.
2. Konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis, yaitu berusaha
menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka
pemahaman subyek. Bersifat kritis terhadap pernyataan subyek dengan
menempatkan diri sebagai masyarakat umum.
3. Konteks interpretasi pemahaman teoritis, yaitu menggunakan kerangka
teoritis tertentu yang digunakan untuk memahami pernyataan subyek.

Meskipun berbeda situasi akan tetapi ketiga konteks pemahaman tersebut


dapat saling diintegrasikan satu sama lainnya dan dapat dilihat saling keterkaitannya
sehingga peneliti tersebut dapat mencakup seluruh sudut pandang interpretasi.

III. Simpulan
Penerapan metode diskusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan
dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa karena metode diskusi adalah
suatu cara kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang (dapat guru dan siswa atau
siswa dan siswa lainnya) untuk memecahkan suatu masalah melalui tukar pendapat
tentang suatu topik atau masalah untuk mencari jawaban berdasarkan fakta yang
mendukung.
Adapun saran yang bisa diajukan dalam penelitian ini adalah guru di dalam
pelaksanaan pembelajaran harus mampu memilih dan menentukan strategi, metode,
media yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran serta guru harus dapat
memanfaatkan media yang ada di lingkungan sekitar untuk pembelajaran. Penerapan
metode diskusi harus dilakukan secara kontinyu dan konsisten sehingga keterampilan
berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkat.

Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.
Yogyakarta: BPFE- YOGYAKARTA.
Tryanasari, Dewi. 2011. Penggunaan Lembar Kerja Mahasiswa Terbimbing
Berbasis Inquiry Pada mata kuliah Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia
http://fusliyanto.wordpress.com/2009/10/12/keterampilan-berbahasa/
http://massofa.wordpress.com/2010/12/09/kajian-proses-pembelajaran-bahasa-
indonesia-di-sd/
http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2009/06/metode-metode-dalam-pembelajaran-
bahasa.html

Anda mungkin juga menyukai