Anda di halaman 1dari 8

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS


TOGETHER PADA SISWA KELAS VII2 SMP N 4 SUNGAI LIMAU

Oleh, Sepmidawati
SMPN 4 Sungai Limau

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar
siswa melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT). Pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together merupakan model pembelajaran, dimana setiap
anak memiliki nomor kepala yang nantinya dipanggil untuk tampil kedepan
mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Subjek pada penelitian ini adalah terdiri
dari 29 orang siswa kelas VII2 SMP Negeri 4 Sungai Limau tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada dua siklus. Masing-masing siklus
dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. Tes akhir di akhir masing-masing siklus dilaksanakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Pada siklus I rata-rata aktivitas siswa 63,1%,
sedangkan pada siklus II rata-rata aktivitas siswa 81,4%. Pada siklus I diperoleh nilai rata-
rata hasil belajar siswa 75,06 dengan siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 71,88%,
kemudian pada siklus II diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa 77,55 dengan siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 81,25% . Hal ini menunjukan terjadi peningkatan pada
aktivitas dan hasil belajar siswa.

Kata Kunci : Aktivitas, hasil belajar, pembelajaran kooperatif, NHT

I. PENDAHULUAN
Matematika merupakan cabang ilmu yang menjadi dasar bagi ilmu-ilmu lainnya,
seperti kimia, fisika, kedokteran, biologi, ekonomi, akutansi dan ilmu lainnya. Meskipun
matematika menjadi dasar bagi perkembangan ilmu lain, namun masih ada siswa yang
kurang termotivasi dalam mempelajari matematika. Kenyataan di lapangan terlihat bahwa
banyak siswa yang menganggap matematika itu sebagai mata pelajaran yang tidak menarik
dan kurang disenangi. Hal ini juga terlihat di SMP Negeri 4 Sungai Limau, khususnya kelas
VII2.Berdasarkan pengalaman selama mengajar, terlihat bahwa aktivitas siswa untuk
mempelajari matematika sangat kurang. Akibatnya, hasil belajar yang diperoleh siswa
rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan harian yang diperoleh siswa kelas VII2,
semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tabel 1 :Hasil Ulangan Harian Matematika Semester I Kelas VII2 SMP Negeri 4 Sungai
Limau Tahun Pelajaran 2013 / 2014.
Siswa masih terlihat malas mengerjakan latihan , tidak mau bertanya pada guru atau
teman mengenai konsep matematika yang kurang mereka pahami dan masih ada siswa tidak
mengerjakan PR.Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran
matematika di kelas VII2 SMP Negeri 4 Sungai Limau, peneliti mencoba menerapkan
pembelajaran berkelompok yang memungkinkan terjadinya pembauran antara siswa pintar,
sedang dan kurang. Melalui pembelajaran kelompok, siswa bekerja sama dalam pemecahan
masalah dan saling membantu memahami konsep – konsep matematika, sehingga semua
siswa terlibat secara aktif.
Salah satu pembelajaran kelompok yang dapat memperbanyak interaksi siswa dan
meningkatkan motivasi belajar adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (Kepala Bernomor). Ibrahim (2000 : 5) menyatakan bahawa ”Numbered Heads
Together adalah struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik
dan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu”. Tata cara pelaksanaan struktur
ini, menurut Anita (2002: 59), adalah:” (a) Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa
dalam kelompok mendapat nomor kepala. (b) Guru memberikan tugas dan masing-masing
kelompok mengerjakannya. (c) kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar
dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. (d) guru memanggil salah
satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil keja sama mereka”.
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together digunakan untuk melibatkan siswa
dalam penguatan, pemahaman pembelajaran, atau mengecek pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran.
Siswa dibagi atas beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang dan
memberi setiap anggota kelompok tersebut nomor secara berurutan. Kemudian guru memberi
soal kepada siswa dan siswa berpikir bersama untuk menemukan jawabannya. Semua
anggota kelompok harus mengetahui jawaban tersebut. Selanjutnya, guru mengecek
pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor anggota kelompok untuk menjawab.
Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
Kemudian guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui Apakah terdapat
peningkatan hasil belajar matematika siswa dan aktivitas belajar siswa kelas VII2 SMP
Negeri 4 Sungai Limau selama menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together

II. METODE PENELITIAN


Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (Action Research), yaitu
dengan mengadakan suatu tindakan tertentu untuk mengatasi masalah yang terjadi di kelas.
Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together. Model penelitian tindakan kelas yang digunakan
adalah model siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dkk dari Deakin University Australia
(Suharsimi, 2006:97). Model siklus ini terdiri dari 4 komponen, yaitu rencana (plan) ,
tindakan (action) , pengamatan (observation) , dan refleksi (reflection).
Penelitian yang peneliti laksanakan ini terdiri dari dua siklus, berlangsung di kelas
VII2 SMP Negeri 4 Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman pada semester genap tahun
pelajaran 2013/2014, lama penelitian adalah 4 minggu. Jumlah siswa yang terlibat dalam
penelitian ini sebanyak 29 orang, siswa di kelas ini heterogen dilihat dari kemampuan, latar
belakang sosial, ekonomi dan budaya. Peneliti menetapkan beberapa kriteria sebagai
indikator keberhasilan penerapan pembelajaran NHT. Untuk aspek keaktifan, faktor yang
diperhatikan adalah keaktifan siswa dalam: (1) memperhatikan penjelasan guru, (2) bertanya
tentang materi yang dipelajari, (3) menanggapi atau menjawab pertanyaan, (4) berdiskusi
dalam kelompok, (5) mengerjakan latihan, (6) mendengarkan presentasi anggota kelompok
yang tampil, (7) mencatat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. Penelitian dikatakan
meningkatkan keaktifan jika rata-rata dari semua aspek keaktifan mencapai minimal 75%.
Untuk hasil belajar, peneliti menetapkan kriterianya berdasarkan tes hasil belajar
matematika yang diukur 1 kali dalam setiap siklus, yaitu pada setiap akhir siklus.
Pembelajaran dikatakan mampu meningkatkan hasil belajar siswa jika sedikitnya 75% siswa
memperoleh nilai minimal 75. Sehubungan dengan indikator keberhasilan diatas, data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini : (1) tingkat keaktifan siswa, (2) hasil belajar siswa.
Tingkat keaktifan siswa diukur dengan cara pengamatan terhadap langkah-langkah
pembelajaran dan suasana kelas pada saat pembelajaran berlangsung yang dikumpulkan oleh
pengamat. Hasil belajar siswa diukur dengan cara memberikan tes akhir siklus yang
dikumpulkan oleh peneliti.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis dengan cara membandingkan
data tersebut dengan kriteria pada indikator keberhasilan. Jika kedua jenis data tersebut lebih
baik dari pada kriteria-kriteria yang ditetapkan, maka pembelajaran model NHT tersebut
dikatakan sudah berhasil meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika siswa. Jika
kedua sedikitnya satu dari dua jenis data ada yang lebih rendah kalau dibandingkan dengan
kriteria yang ditetapkan, pembelajaran model NHT tersebut masih belum berhasil
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dan NHT perlu diperbaiki pada siklus
berikutnya

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Siklus I

Pelaksanaan pembelajaran siklus 1 dilaksanakan pada bulan Mei 2014. Kegiatan


pembelajaran pada siklus I terdiri dari empat kali pertemuan, berpedoman pada rencana
pembelajaran yang telah peneliti susun. Pada pertemuan pertama sampai keempat peneliti
menjalankan semua rencana yang telah disiapkan.
Pada siklus 1 ini rata-rata keaktifan siswa memperhatikan penjelasan guru adalah
97%, rata-rata keaktifan siswa bertanya tentang materi yang dipelajari dalah 44,8%, rata-rata
keaktifan siswa menanggapi atau menjawab pertanyaan adalah 41,3%, rata-rata keaktifan
siswa berdiskusi dalam kelompok adalah 68,9%, rata-rata keaktifan siswa mengerjakan
latihan adalah 58,6%, rata-rata keaktifan siswa mendengarkan presentasi kelompok yang
tampil adalah 62%, dan rata-rata keaktifan siswa mencatat kesimpulan dari materi yang
dipelajari adalah 86,2%, sehingga rata-rata dari semua indikator adalah 65,5%. Hasil ini
menunjukan bahwa tingkat keaktifan siswa masih dibawah kriteria indikator keberhasilan
yaitu 75%. Untuk lebih jelasnya data keaktifan siswa pada siklus 1 dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2: Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus I


No Indikator keberhasilan Rata-rata Rata-rata (%)
1 Memperhatikan penjelasan guru 28 97
2 Bertanya tentang materi yang dipelajarai 13 44.8
3 Menanggapi atau manjawab pertanyaan 12 41.3
4 Berdiskusi dalam kelompok 20 68,9
5 Mengerjakan latihan 17 58,6
6 Mendengarkan presentasi kelompok yang tampil 18 62
7 Mencatat kesimpulan dari materi yang dipelajari 25 86,2
Total Nilai 65,5

Data mengenai hasil belajar diperoleh dari nilai tes akhir siklus. Tes diadakan pada
pertemuan ke 4 yang bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap kompetensi
dasar yang telah dipelajari siswa setelah penerapan model pembelajaran. Rata-rata dan
persentase ketuntasan hasil belajar siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3: Rata-rata dan Persentase Ketuntasan Belajar Matematika Siswa pada Tes
Akhir Siklus I
Ketuntasan
Nilai Nilai Rata-
Kelas
Tertinggi Terendah rata <75 ≥75

VII2 100 40 75,06 28,12 % 71,88 %

Jumlah siswa 29

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata hasil belajar matematika siswa yang


pembelajarannya menggunakan model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together adalah
75,06, siswa yang tuntas dalam pembelajaran 71,88%, sedangkan ketuntasan belajar secara
klasikal kurang dari 75%, hal ini menunjukan bahwa tindak pembelajaran yang dilakukan
belum berhasil meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal.
a. Refleksi (reflekcion) siklus I
Berdasarkan data pada tabel 2 di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar
pada siklus I belum sesuai dengan yang diharapkan.
Kemudian dilihat dari hasil tes siklus 1, untuk nilai rata-rata kelas sudah ada
peningkatan dibandingkan dengan rata-rata nilai siswa sebelum pembelajaran yang
menerapkan model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together. Namun, jumlah siswa yang
tuntas menurut kriteria ketuntasan minimum yang ditentukan di SMPN 4 Sungai Limau yaitu
75, baru mencapai 21 orang. Jumlah siswa dengan persentase ketuntasan secara klasikal baru
mencapai 71,88%. Untuk kriteria ketuntasan secara klasikal belum tercapai dimana siswa
dikatakan tuntas belajar secara klasikal apabila siswa yang mendapat nilai tuntas telah
mencapai 75%.

b. Siklus II
Pada siklus II diadakan penggantian anggota kelompok. Penggantian anggota
kelompok dilakukan karena ada kelompok yang bekerja sendiri-sendiri, ada anggota
kelompok yang minta diganti anggota kelompoknya. Aturan yang dipakai adalah pembagian
kelompok heterogen berdasarkan kemampuan akademik dimana nilai yang diurutkan dari
yang tertinggi hingga yang terendah dari nilai hasil belajar siklus I, jika ada anggota
kelompok yang sama pada siklus I peneliti menukar dengan anggota yang dikehendaki siswa
namun masih dalam aturan yang ditetapkan. Kemudian merobah tindakan, yaitu membuat
ringkasan materi yang diajarkan disertai dengan contoh soal, karena pada siklus pertama
waktu banyak tersita ketika siswa mencatat materi pelajaran, sehingga waktu untuk diskusi
jadi berkurang, bahkan waktu untuk presentasipun turut berkurang.
Ringkasan materi diberikan kepada siswa sehari sebelum pertemuan diadakan. Hal ini
bertujuan untuk.
a. Dengan membaca ringkasan materi yang diberikan sebelum pertemuan diadakan,
siswa akan terpancing untuk mengajukan pertanyaan pada guru saat pertemuan
berikutnya.
b. Mengefektifkan waktu agar tidak banyak terpakai dalam mencatat materi
pelajaran yang sedang dipelajari.
c. Agar siswa mudah memahami materi pelajaran yang diberikan guru karena siswa
telah belajar dirumah sehari sebelumnya.
Siklus II dilaksanakan 4 kali pertemuan dimana setiap pertemuan waktunya 2 x 40
menit. Pada pertemuan ke 8 diadakan tes akhir siklus II. Hal-hal yang diamati sama dengan
siklus I, yaitu aktivitas dan hasil belajar siswa.Pada siklus II ini rata-rata keaktifan siswa
memperhatikan penjelasan guru adalah 100%, rata-rata keaktifan siswa bertanya tentang
materi yang dipelajari dalah 10,3%, rata-rata keaktifan siswa menanggapi atau menjawab
pertanyaan adalah 72,4%, rata-rata keaktifan siswa berdiskusi dalam kelompok adalah 100%,
rata-rata keaktifan siswa mengerjakan latihan adalah 1000%, rata-rata keaktifan siswa
mendengarkan presentasi kelompok yang tampil adalah 86,2%, dan rata-rata keaktifan siswa
mencatat kesimpulan dari materi yang dipelajari adalah 100%, sehingga rata-rata dari semua
indikator adalah 81,27%. Hasil ini menunjukan bahwa kegiatan pembelajaran telah berhasil
meningkatkan keaktifan siswa. Untuk lebih jelasnya data keaktifan siswa pada siklus II dapat
dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4: Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II

No Indikator keberhasilan Rata-rata Rata-rata(%)


1 Memperhatikan penjelasan guru 29 100
2 Bertanya tentang materi yang dipelajarai 3 10,3
3 Menanggapi atau manjawab pertanyaan 21 72,4
4 Berdiskusi dalam kelompok 29 100
5 Mengerjakan latihan 29 100
6 Mendengarkan presentasi kelompok yang tampil 25 86,2
7 Mencatat kesimpulan dari materi yang dipelajari 100 100
Total Nilai 81,27
Berdasarkan tabel 4 di atas terlihat peningkatan pada setiap aktivitas siswa yang
diamati dan memiliki kriteria banyak sekali, kecuali pada aktivitas siswa bertanya tentang
materi yang dipelajari terjadi penurunan dan memiliki kriteria sedikit sekali. Data mengenai
hasil belajar diperoleh dari nilai tes akhir siklus. Tes diadakan pada pertemuan ke-8 yang
bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap kompetensi dasar yang telah
dipelajari siswa setelah penerapan dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together. Pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008:4) adalah ”Pembelajaran
kooperatif merupakan model pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil untuk saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah
pengetahuan yang mereka kuasai saat ini dan menutup mkesenjangan dalam pemahaman
masing-masing, saling mendukung untuk berhasil”. Data rata-rata dan persentase ketunsan
hasil tes belajar siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5: Rata-rata dan Persentase Ketuntasan Belajar Matematika Siswa pada Tes Akhir
Siklus II
Ketuntasan
Nilai Nilai
Kelas Rata-rata
Tertinggi Terendah <75 ≥75

VII2 100 44 77,55 18,75 % 81,25 %

Jumlah siswa 29

Berdasarkan tabel 5 diatas, ternyata rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan
model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together dengan memperbaiki
beberapa tindakan pada siklus II mencapai 77,55 atau siswa yang tuntas dalam pembelajaran
terjadi peningkatan yaitu 81,25%, sedangkan ketuntasan belajar secara klasikal siswa yang
mencapai nilai tuntas harus diatas 75% sesuai hasil kesepakatan majlis guru dengan kepala
sekolah di SMP Negeri 4 Sungai Limau.
d. Refleksi (reflection) Siklus II

Berdasarkan pengamatan aktivitas belajar siswa dan hasil tes di akhir siklus II
diperoleh.
a. Aktivitas belajar siswa sudah baik, dilihat dari pertemuan ke-5, ke-6 dan ke-7
aktivitas positif sudah berkreteria banyak sekali.
b. Hasil belajar siswa pada tes akhir siklus II sudah mencapai kriteria ketuntasan
belajar secara klasikal yaitu lebih dari 75%.

Berdasarkan hal di atas peneliti dan observer berkesimpulan bahwa indikator


keberhasilan tindakan sudah sesuai dengan yang diharapkan, maka penelitian diakhiri pada
siklus II, dengan anggapan jika penelitian ini diteruskan akan mencapai indikator yang
diharapkan. Berdasarkan data-data pada penelitian, tampak bahwa tingkat keaktifan siswa
dan hasil belajar matematika siswa meningkat tajam. Ini sejalan dengan temuan Sardiman
(2001:96) mengemukakan bahwa “Setiap orang yang belajar harus aktif, tanpa adanya
aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi” Selanjutnya, Slameto (1991:87)
mengatakan bahwa “ Dalam pembelajaran guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam
berfikir maupun bertindak. Dengan aktivitas siswa sendiri, pelajaran menjadi terkesan dan
difikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Siswa akan
bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. Dalam bertindak, siswa
dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, intisari dari
pelajaran yang disajikan. Bila siswa menjadi partisipan yang aktif, maka ia memiliki ilmu
pengetahuan dan keterampilan dengan baik”. Penentuan anggota kelompok. Didalam
penelitian ini, anggota kelompok dibuat berbeda pada setiap pertemuan. Anggota kelompok
yang berbeda ini ternyata telah mengakibatkan siswa yang semula bisa menguasai anggota
lainnya terpaksa harus menyesuaikan diri lagi, dan tidak sombong. Anggota kelompok tidak
ada yang bersifat superior dan inferior. Mereka memiliki derajat yang sama, dan akibatnya
mereka saling memberi, saling menerima, saling membantu. Keaktifan belajar meningkat,
dan hasil belajar bisa lebih baik. Ini sesuai dengan pendapat Nurhadi (2003) dan Ani (2004).
Berdasarkan adanya pengamatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat peningkatan
aktivitas dari siklus pertama ke siklus ke dua. Keaktifan menanggapi atau menjawab
pertanyaan meningkat setelah diberikan ringkasan materi pelajaran sehari sebelum
pembelajaran dimulai. Siswa terlihat lebih aktif mengikuti pelajaran karena mereka sudah
mempelajari dan dapat memahami sebagian besar materi pelajaran yang diterangkan pada
pertemuan tersebut. Hal ini juga membuat siswa tidak perlu lagi mencatat semua penjelasan
yang diberikan guru karena sudah ada ringkasan materi. Siswa mengerjakan latihan dan
berinteraksi dalam kelompok meningkat setelah dilakukan tindakan berupa pembentukan
kelompok berdasarkan permintaan siswa (siswa memilih kelompoknya) disamping kriteria
yang telah ditentukan guru berdasarkan kemampuan akademiknya. Ternyata siswa yang
kurang aktif terpancing keaktifannya oleh teman sekelompoknya.

Berdasarkan hasil belajar siklus I dan siklus II, terjadi peningkatan jumlah siswa
yang mendapat nilai tuntas atau yang telah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 75,
yaitu meningkat dari 20 orang siswa menjadi 23 orang siswa. Rata-rata tes hasil belajar juga
meningkat dari 75,06 menjadi 77,55 sedangkan rata-rata nilai siswa sebelum penelitian
adalah 59,09. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal pada siklus I adalah 71,88% dan
pada siklus II meningkat menjadi 81,25%. Berdasarkan pengamatan peneliti selama
penelitian, terlihat bahwa siswa lebih aktif dan bersemangat dalam belajar. Ini disebabkan
karena adanya kesadaran siswa untuk terus meningkatkan kemampuan guna memberikan
hasil yang maksimal bagi kelompoknya. Sebagian besar siswa memberikan perhatian penuh
waktu guru menjelaskan materi dan berani bertanya pada guru tentang materi yang tidak
dimengerti. Disamping itu, pada saat diskusi kelompok berlangsung, terlihat siswa tidak
segan-segan meminta bantuan teman sekelompoknya untuk menjelaskan soal yang kurang
dipahaminya dan sebaliknya siswa juga tidak enggan menawarkan dan memberikan bantuan
pada teman sekelompoknya untuk menjelaskan jawaban soal yang belum dipahami oleh
temannya tersebut sehingga pemahaman semua anggota kelompok terhadap materi pelajaran
semakin meningkat.

Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads


Together ini terbukti bahwa siswa dapat belajar untuk bertanggung jawab dalam tugas
kelompok yang diberikan. Karena keberhasilan nomor kepala yang terpanggil untuk
menjawab hasil diskusi melalui tes merupakan keberhasilan kelompok itu sendiri dan dirinya
sendiri. Setiap anggota dituntut sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran dan berusaha
aktif dalam diskusi supaya bisa memberikan yang terbaik bagi kelompoknya.

IV. KESIMPULAN
Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together, mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dengan cara : (1). )
pembentukan kelompok berdasarkan permintaan siswa (siswa memilih kelompoknya)
disamping kriteria yang telah ditentukan guru berdasarkan kemampuan akademiknya dan
heterogen. (2) pemberian ringkasan materi sehari sebelum pelajaran dimulai. (3) mendorong
siswa untuk berbagi informasi.

Ini terbukti bahwa siswa dapat belajar untuk bertanggung jawab dalam tugas
kelompok yang diberikan. Karena keberhasilan nomor kepala yang terpanggil untuk
menjawab hasil diskusi melalui tes merupakan keberhasilan kelompok itu sendiri dan dirinya
sendiri. Berdasarkan hasil penelitian diatas para guru yang menggunakan model
pembelajaran NHT untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, disarankan agar
melaksanakan hal-hal berikut : (1) pembentukan kelompok berdasarkan permintaan siswa
(siswa memilih kelompoknya) disamping kriteria yang telah ditentukan guru berdasarkan
kemampuan akademiknya dan heterogen. (2) pemberian ringkasan materi sehari sebelum
pelajaran dimulai. (3) mendorong siswa untuk berbagi informasi.

Penelitian ini dilakukan pada KD 6.3 di kelas VII. Mungkin saja model ini tidak
cocok untuk kelas yang lain atau KD yang lain. Oleh sebab itu peneliti menyarankan peneliti
yang lainnya agar berkenan untuk meneliti model NHT yang telah peneliti lakukan ini ke KD
yang lain atau kelas yang lain,

DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Muslimin, 2000, “Pembelajaran Kooperatif” Universitas Negeri Surabaya.
Arikunto, Suharsimi, 2006, ”Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, Jakarta.
Rineka Cipta.
Slavin, Robert E, 2008, ”Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek”, Bandung, Nusa
Media.
Sardiman, 2001, “Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar”, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada
Slameto, 1991, ”Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester”, Jakarta, Bumi
Akasara.
Nurhadi dkk. (2003). “Pembelajaran Kontekstual dan Penerapanny dalam KBK”. Surabaya:
Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai