Anda di halaman 1dari 4

Bab 1

Pengertian Hadist Nabi Muhammad SAW


Hadits adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi
Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadits dijadikan sumber hukum Islam
selain al-Qur'an, dalam hal ini kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah
al-Qur'an. Hadits secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam
terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan
tingkah laku dari Nabi Muhammad .
Menurut istilah ulama ahli hadits, hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi
Muhammad , baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat
jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan juga
sebelumnya, sehingga arti hadits di sini semakna dengan sunnah. Kata hadits yang
mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa
berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi
Muhammad yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Secara struktur hadits terdiri
atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadits. Rawi adalah masing-masing
orang yang menyampaikan hadits (dalam contoh : Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah,
Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya
(kitab hadits); orang ini disebut mudawwin atau mukharrij. Sanad merupakan rangkaian
seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad memberikan
gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits
bersangkutan adalah
Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang
bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat
hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits. Jadi yang perlu dicermati
dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
 Keutuhan sanadnya
 Jumlahnya
 Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi
mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
Rawi
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits. Sifat-sifat rawi yang ideal
adalah:
 Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
 Tidak banyak salahnya
 Teliti
 Tidak fasik
 Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
 Bukan ahli bid'ah
 Kuat ingatannya (hafalannya)
 Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
 Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadits pada jamannya.
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadits yang
semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadits pada masa-masa yang berikutnya
hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan maj'hul, dan hadits
yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta
untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri". Terkait dengan matan atau
redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah: Ujung sanad sebagai
sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, matan hadits itu
sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang
melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada
yang bertolak belakang).
Bab 2
Kedudukan dan Fungsi Hadits Nabi Muhammad SAW Terhadap Al-Quran
Kedudukan Hadits
Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke-dua
setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya. Banyak sekali ayat-ayat Al-
Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu merupakan salah satu sumber
hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk mengikuti Rasulullah SAW
dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi menjauhi segala
larangannya.
     
“ dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat” QS. Ali Imron : 132.
Fungsi Hadits
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hukum islam yang ke dua
menurut pandangan ulama ada tiga, yaitu :

1. Pertama hadits/sunnah berfungsi memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar


dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan Tafshilnya. Dengan kata lain, hadits dalam
hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa
menambah atau menjelaskan apapun.
2. Kedua, hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan
oleh AL-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini
adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang
tatacara shalat, zakat, puasa dan haji.
3. Ketiga, hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara
eksplisit di dalam Al-Qur’an.
Bab 3
Klasifikasi Hadits
1. Hadits Ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang. Hadits ahad
kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
 Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya
satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur).
 Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada lapisan
lain lebih banyak).
 Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah
satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai derajat
mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.
Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan
merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits
tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan,
dla'if dan maudlu'.
2. Hadits Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Sanadnya bersambung
 Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak
baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
 Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan
beragama Islam.
 Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada
sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadits (’illat).
3. Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau
diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau
mengandung kejanggalan atau cacat.

Bab 4
Macam-Macam Kitab Hadis Rujukan (Kutubus Sittah)
Kutubus Sittah (Arab: ‫ )الكتب السته‬dalam Bahasa Indonesia berarti 'Enam Kitab', adalah
sebutan yang digunakan untuk merujuk kepada enam buah kitab induk Hadits dalam Islam.
Keenam kitab ini merupakan kitab hadits yang disusun oleh para pengumpul hadits yang
kredibel. Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan utama oleh para pemeluk Islam dalam
merujuk kepada perkataan Nabi Muhammad. al-Kutub al-Sittah) merujuk kepada koleksi
hadis oleh cendekiawan Muslim yang dibukukan kira-kira 200 tahun selepas kewafatan Nabi
Muhammad s.a.w. dan atas inisiatif mereka, menghimpun ''Hadis'' baginda.
Muslim Sunni melihat enam kitab hadis utama ini sebagai himpunan hadis yang terpenting.
Berikut merupakan senarai kitab-kitab tersebut, mengikut aturan ketulenan[1]:
 Sahih Bukhari, himpunan Imam Bukhari
 Sahih Muslim, himpunan Imam Muslim
 Sunan al-Sughra, himpunan Imam Nasa'i
 Sunan Abu Daud, himpunan Imam Abu Daud
 Jami' at-Tirmizi, himpunan Imam Tirmidzi
 Sunan Ibnu Majah, himpunan Imam Ibnu Majah

Sumber Daftar Pustaka :

1. ^ "Hadith," Encyclopedia of Islam.


2. ^ Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.
3. ^ al-Kuliyat by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This
last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.
4. http://roudhotul.blogspot.co.id/
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Hadits

Anda mungkin juga menyukai