Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang
bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah.
Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat
hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits. Jadi yang perlu dicermati
dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :
Keutuhan sanadnya
Jumlahnya
Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi
mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
Rawi
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadits. Sifat-sifat rawi yang ideal
adalah:
Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
Tidak banyak salahnya
Teliti
Tidak fasik
Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
Bukan ahli bid'ah
Kuat ingatannya (hafalannya)
Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadits pada jamannya.
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadits yang
semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadits pada masa-masa yang berikutnya
hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan maj'hul, dan hadits
yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadits, dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta
untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri". Terkait dengan matan atau
redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah: Ujung sanad sebagai
sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, matan hadits itu
sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang
melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada
yang bertolak belakang).
Bab 2
Kedudukan dan Fungsi Hadits Nabi Muhammad SAW Terhadap Al-Quran
Kedudukan Hadits
Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke-dua
setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya. Banyak sekali ayat-ayat Al-
Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu merupakan salah satu sumber
hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk mengikuti Rasulullah SAW
dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi menjauhi segala
larangannya.
“ dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat” QS. Ali Imron : 132.
Fungsi Hadits
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hukum islam yang ke dua
menurut pandangan ulama ada tiga, yaitu :
Bab 4
Macam-Macam Kitab Hadis Rujukan (Kutubus Sittah)
Kutubus Sittah (Arab: )الكتب الستهdalam Bahasa Indonesia berarti 'Enam Kitab', adalah
sebutan yang digunakan untuk merujuk kepada enam buah kitab induk Hadits dalam Islam.
Keenam kitab ini merupakan kitab hadits yang disusun oleh para pengumpul hadits yang
kredibel. Kitab-kitab tersebut menjadi rujukan utama oleh para pemeluk Islam dalam
merujuk kepada perkataan Nabi Muhammad. al-Kutub al-Sittah) merujuk kepada koleksi
hadis oleh cendekiawan Muslim yang dibukukan kira-kira 200 tahun selepas kewafatan Nabi
Muhammad s.a.w. dan atas inisiatif mereka, menghimpun ''Hadis'' baginda.
Muslim Sunni melihat enam kitab hadis utama ini sebagai himpunan hadis yang terpenting.
Berikut merupakan senarai kitab-kitab tersebut, mengikut aturan ketulenan[1]:
Sahih Bukhari, himpunan Imam Bukhari
Sahih Muslim, himpunan Imam Muslim
Sunan al-Sughra, himpunan Imam Nasa'i
Sunan Abu Daud, himpunan Imam Abu Daud
Jami' at-Tirmizi, himpunan Imam Tirmidzi
Sunan Ibnu Majah, himpunan Imam Ibnu Majah