KEGIATAN BELAJAR 1
Tentu kita masih ingat, dalam kurikulum pendidikan dasar 94, terdapat mata pelajaran
“pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pada saat itu secara hukum tertera dalam undang –
20 Tahun 2003 secara hukum isitlah tersebut sudah berubah menjadi pendidikan
kewarganegaraam. Oleh karena itu, nama mata pelajaran tersebut di SD berubah menjadi mata
Apabila kita kaji secara historis kurikuler mata pelajaran tersebut telah mengalami pasang
surut pemikiran praksis. Sejak lahir kurikulum 1946 di awal kemerdekaan sampai pada era
reformasi saat ini. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar 1 ini, kita akan mengkaji
perkembangan mata pelajaran itu. Dengan cara itu, kita akan dapat membandingkan karakteristik
mata pelajaran yang serupa dalam berbagai konteks dan kurun waktu. Secara singkat kita akan
menganalisis setiap kurikulum tersebut. Tentu saja tidak akan dilakukan secara tuntas karena hal
itu tidak merupakan cakupan modul dan mata kuliah ini. Hal yang akan kita bahas hanyalah
mengenai status da nisi mata pelajaran sejenis mata pelajaran tersebut dalam kurikulum
kurikulum tersebut.
Dalam Wacana yang berkembang selama ini ada dua istilah yang perlu di bedakan, yakni
kewargaannegara merupakan terjemahan dari “civics” yang merupakan mata pelajaran social
yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warha Negara yang baik
(good citizen). Wraga Negara yang baik adalah warga Negara yang tahu, mau dan mampu
berbuat baik (somantri 1970) atau secara umum yang mengetahui, menyadari, dan melaksanakan
pengembangan warha Negara yang demokratis dan bertanggung jawab menjadi wahana
psikologis-pedagogis yang utama. Jika diruntut secara yuridis beberapa ketentuan perundang –
3. Peraturan pemerintah republic Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Dalam Konteks itu, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sekolah
seharusnya dikembangkan sebagai pranata atau tatanan social pedagogis yang kondusif atau
memberi suasana bagi tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.
kemauan, danepengembangan kreativitas peserta didik dalm proses pembelajaran maka dengan
melalui PKn sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan , sikap, dan
kereampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi.
Dari kedua konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigm pendidikan
demokrasi melalui PKn yang perlu di kembangkan dalam lingkungan sekolah adalah pendidikan
Apabila ditampilkan dalam wujud program pendidikan, paradigm baru ini menuntut hal-
hal sebagai berikut. Pertama, memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-
sungguh pada pengembangan pengertian hakikat dan karakteristik aneka ragam demokrasi,bukan
sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi bagaimana cita cita
demokrasi telah diterjemahkan ke dalam kelembagaan dan praktik di berbagai belahan bumi dan
dalam berbagai kurun waktu. Ketiga, tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa
mampu mengeksplorasi sejarah demokrasi di negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah
kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih. Keempat,
tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan
demokrasi di Negara lain sehingga mereja memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan
KEGIATAN BELAJAR 2
Dalam lampiran permendiknas No. 22 Tahun 2006 dikemukakan bahwa “Mata Pelajaran
warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang di amanatkan oleh
pancasila dan UUD 1945” sedangkan tujuannya digariskan dengan tegas “adalah agar peserta
1. Berpikir secara kritis , rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau
Sementara itu, di tetapkan pula bahwa”Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata
pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi
yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama enam tahun mulai kelas 1 sampai dengan kelas VI. Strukut kurikulum SD/MI
disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan
a. “Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan local dan pengembangan diri seperti
Terpadu”
c. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.”
Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 Ruang lingkup mata pelajaran pendidikan
Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek aspek
sebagai berikut.
a. Persatuan dan KEsatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara kesatuan Republik
b. Norma Hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib
sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, peraturan- peraturan daerah, norma-norma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan
peradilan Internasional.
c. Hak asasi manusia, meliputi Hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
perlindungan HAM.
d. Kebutuhan warga Negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
e. Konstitusi dan Politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan Pemerintahan daerah dan
otonomi pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik budaya politik, budaya demokrasi
f. Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar Negara dan ideologi Negara, proses
perumusan pancasila sebagai dasar Negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
mengevaluasi globalisasi.”
KEGIATAN BELAJAR 3
Tuntunan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai pengalaman belajar yang
1. Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika
2. Sasaran Belajar Akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku
nyatakehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosioal, intelektual, dan sosial dari peseta
didikdan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami ( bersifat kognitif) , tetapi
dihayati ( bersifat objektif), dan dilaksanakan (bersifat perilaku)konsep moral, sikap moral,
Setiap konsep nilai Pancasila yang telah dirummuskan sebagai butir materi PKn pada
dasarnya harusmemiliki aspek konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral.
PKn sebagai pendidikan nilaidan moral kaitannya dengan pendidikan watak, ada catatan sebagai
berikut :
1. PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebagai pendidikan nilaidan
moral, yang bermuara pada pengembangan watak dan karakter peserta didik.sesuai nilai-
2. Nilai dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan dalam diri peeserta didik
melalui pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral setiap rumusan
KEGIATAN BELAJAR 1
bahwa”...value isneither taugh nor cought, it learned”, yang artinya bahwa substansi nilai, tidak
semata – mata ditangkap ,diinternalisasi , dan dibakukan sebagai bagian melekat dalam kualitas
Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah barlangsung
dalamkehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongen dan
sejenisnya yang duludilakukan oleh orang tua terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin
tergeser oleh film kartun atausinetron dalam media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkan mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi perserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak ulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi, serta bertanggungjawab.
Oleh karena itu maka proses pendidikan seyogyanya bukan hanya sebagai proses pendidikan
berfikir tetapi pendidikan berwatak seperti nilai dan perilaku.Di lingkungan masyarakat barat
sendiri yang secara ekonomi termasuk masyarakat modern terdapat berbagai persoalan moral
yang dirasa perlu mendapat perhatian pendidikan nilai. Melihat keadaan seperti itudirasakan
perlunya upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan
pertimbangansebagai berikut :
1. 1.Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokulturai yang jelas dan mendesak
2. Pewarisan nilai antar generasi dan dalam satu generasi merupakan wahana
sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian kecil
anak yangmendapat pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan
semakin kecil.
4. Dalam setiap masyarakat sebagai terdapat landasan etika umum, yang bersifat universal
melintasi batas ruang dan waktu, sekalipun dalam masyarakat pluralistik yang
5. Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus akan pendidikan moral karena inti dari
demokrasi adalah pemerintahan yang berakar dari rakyat dilakukan oleh wakil pembawa
rakyat.
6. Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat adalah pertanyaan
moral.
7. Terdapat dukungan yang mendasar dan luas bagi pendidikan nilai sekolah.
8. Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral sangatlah esensial untuk menarik dan
9. Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai suatu
global
Dilihat dari substansi dan prosesnya , menurut Lickona ( 1992 : 53-63 ) yang perlu
dikembangkandalam rangka pendidikan nilai tersebut adalah nilai karakter yang baik ( good
character ) yang di dalamnyamengandung tiga dimensi nilai moral yaitu dimensi wawasan moral,
dimensi wawasan nilai moral, dimensi perasaan moral dan dimensi perilaku moral.
Pendidikan nilai moral secara formal – kurikuler terdapat dalam mata pelajaran PPKn
(Kurikulum1994) atau PKn (UU RI No.20 Thn.2003) dan Pendidikan Agama dan Bahasa. Pkn
Dari kajian dan bahasan terhadap konsep , isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat
yanglebih cenderung bersifat bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada pengembangan
moral kognitif ,kiranya terdapat beberapa hal yang dapat bisa diaptasikan bagi kepentingan
demokrasi yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai bagi Indonesia
seyogyanya berpijak pada nilai – nilai keagamaan , nilai – nilai demokrasi yang ber Bhinneka
Tunggal Ika . Dalam konteksitu maka teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang
dapat diadaptasikan adalah terhadapnilai moral sosial- kultural selain nilai yang berkenaan atau
boleh dirasionalkan.
Indonesia dan konteks sosial-kultural masyarakat Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika
Konsepsi pendidikan nilai moral Kholberg yang menitikberatkan pada penalaran moral
melalui pendekatan klarifikasi nilai yang memberikan kebebasan kepada individu peserta didik
untuk memilih posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan nilai selain aqidah
moral Kohlberg secarakonseptual dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi
Kerangka konseptual komponen Good Character dari Lickona yang membagi karakter
menjadiwawasan moral, perasaan moral , dan perilaku moral dapat dipakai untuk
dalam masing-masing dimensi itu aspek nilai yang berkenaan dengan konteks keagamaan seperti
wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalamdimensi Wawasan Moral , perasaan mengabdi
kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam dimensi Perasaan Moral, dan perilaku moral kekhalifahan
kewajibannya untuk menjadiwarganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamankan oleh Pancasila dan UUD1945.Secara umum PKn diSD bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan:
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
3. Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indoensia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau
Permendiknas No.22Tahun 2006 secara umum meliputi substansi kurikuler yang didalamnya
1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta
dalam dalam kehidupan berbangsa, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan
peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
konstitusi.
6. Kekuasaan dan Politik meliputi; Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah
danotonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya
demokrasi.
7. Pancasila meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasaar negara dan ideologi negara,
proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam
mengevaluasi globaalisasi.
KEGIATAN BELAJAR 3
Konsep “values eduation, moral education, education for vitues” sebagai program dan
proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, juga mengembangkan nilai
dan sikap.
pekembangan dan berhasilnya kehidupan demokrasi” Yakni: Menghormati hak orang lain
Mematuhi hukum yang belaku,Partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan Peduli terhadap
Secara teoritik nilai dan moral berkembang secara psikologis dalam diri individu
mengikuti perkembangan usia dan konteks social. Piaget merumuskan perkembangan kesadaran
dan pelaksanaanaturan yang dibagi menjadi dua domain yaitu sebagai berikut :
Mengenai Aturan Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dirasakan sebagai susatu hal yang
bersifa tidak memaksa, usia 2-8tahun, aturan disikapi dengan hal yang bersifat sacral dan
diterima tanpa pemikiran, usia 8-12 tahunaturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
Aturan Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dilakukan sebagai susatu hal yang bersifa
monorik saja, usia 2-6tahun, aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi diri
Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat /level yang terdiri atas enam
Dengan kata lain pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama dengan
yangditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi oleh
penalaran moral, namun berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya dimana Piaget
masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada pemilihan nilai yang dipegang terkait
dengan alternative pemecahan terhadap suatu dilemma moral melalui proses klarifikasi bernalar.