Oleh:
Sauli Nur Laili 145070601111017
Nurul Hikmah 145070601111018
Amalia Puspa Ningrum 145070601111019
Kelas B
PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan
lancar. Makalah ini membahas tentang topik Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
dalam sub topik Perubahan Endokrin pada Menopause. Kami berterimakasih
kepada dosen pembimbing kami bu Ningrum Paramita, S.Keb, Bd., M.Biomed yang
telah membimbing kami dalam penyusunan dan memberikan arahan–arahan serta
nasihat-nasihat yang bermanfaat.
Kami berharap hasil diskusi ini dapat menambah wawasan kami dan
membantu kami mengasah untuk berpikir kritis dan memiliki wawasan yang luas.
Semoga makalah hasil diskusi ini dapat bermanfaat untuk kami dan
pembaca. Mohon maaf bila ada kesalahan yang terdapat dalam makalah ini, sehingga
kritik dan saran sangat kami terima untuk menjadi pelajaran agar lebih baik lagi.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari menopause.
2. Untuk mengetahui tahapan dari menopause.
3. Untuk mengetahui mekanisme perubahan endokrin yang terjadi pada masa
menopause
4. Untuk mengetahui perubahan endokrin yang terjadi pada masa menopause.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Menopause
Menopause adalah penghentian daur haid (menstruasi) seorang wanita pada
usia sekitar 45 sampai 50 tahun untuk selamanya. Berhentinya siklus menstruasi
untuk selamanya bagi wanita menopause disebabkan oleh jumlah folikel yang
mengalami atresia terus meningkat, sampai tidak tersedia lagi folikel, serta dalam
12 bulan terakhir mengalami amenorea, dan bukan disebabkan oleh keadaan
patologis (Baziad, 2003).
Menurut sumber lain, menopause merupakan keadaan wanita yang
mengalami penurunan fungsi indung telur, sehingga produksi hormon estrogen
berkurang yang berakibat terhentinya menstruasi untuk selamanya (mati
menstruasi). Usia menopause di indonesia kurang lebih 49 tahun, tetapi biasanya
sejak wanita di atas 40 tahun, menstruasi sudah tidak teratur, siklus sering kali
terjadi tanpa pengeluaran sel telur, hal ini berarti kemungkinan untuk hamil kecil
(Kumalasari & Andhyantoro, 2014).
2
2.3 Fisiologi Menopause
3
tindakan ooferektomi yang berhubungan dengan gejala-gejala menopause,
membuktikan teori yang sesungguhnya bahwa deplesi folikel bertanggung jawab
atas terjadinya menopause. Bukti yang lebih baru menunjukkan bahwa menopause
dapat disebabkan oleh system saraf pusat dan ovarium. Selain itu, pria tampaknya
mengalami perubahan serupa, walaupun lebih lambat dan lebih tidak terlihat, yang
disebut sebagai ‘gonopause’. Mekanisme yang terkait dalam system saraf pusat dan
gonad sangat luas dan menggambarkan proses penuaan yang umum.
Fertilitas menurun secara drastis pada wanita saat memasuki usia 35 tahun
dan lebih cepat lagi setelah usia 40 tahun. Percepatan setelah usia 40 tahun mungkin
merupakan tanda pertama dari kegagalan ovarium yang akan terjadi. Walaupun
folikel-folikel ovarium tetap terlihat melalui USG, namun usaha menginduksi ovulasi
buatan dengan menyuntikkan gonadotropin kemunginan besar tidak berhasil
setelah usia lebih dari 45 tahun. Ini menunjukkan adanya gangguan fisiologis yang
berkembang di dalam oosit atau folikel sebelum mereka menghilang. Sekitar 3-4
tahun sebelum menopause, kadar FSH mulai meningkat sedikit dan produksi
estrogen, inhibin, dan progesterone ovarium menurun. Lamanya siklus menstruasi
cenderung memendek seiring dengan fase folikuler yang secara progresif
memendek. Akhirnya ovulasi dan menstruasi benar-benar berhenti. Usia onset
menopause ibu dapat dijadikan perkiraan untuk usia menopause anak
perempuannya. Usia menarke tidak mempengaruhi usia menopause. Sebagian besar
setuju bahwa ras dan paritas tidak memiliki pengaruh pada usia menopause.
Perokok mengalami menopause pada usia yang lebih dini daripada bukan perokok.
4
Selama menopause, penurunan produksi estrogen dan inhibin ovarium
mengurangi sinyal umpan balik negatif terhadap hepofsis dan hipotalamus dan
menyebabkan peningkatan yang progresif pada kadar gonadotropin. Karena inhibin
bekerja secara khusus untuk meregulasi FSH, maka kadar FSH meningkat secara
tidak proporsional terhadap kadar LH. Walaupun produksi estrogen ovarium
berhenti, ovarium terus membuat androgen testosterone dan androstenedion.
Mayoritas biosintesis steroid terjadi di dalam sel hilus medulla ke kelenjar sangat
sedikit terjadi di dalam stroma. Sel hilus memiliki asal usul embriologis yang sama
dengan sel leydig tesis, yang merupakan sel pensekresi androgen pada pria.
5
Gambar 1: Perubahan pada ovarium dan hipotalamus pada menopause (Heffner & Schust,
2006).
Wanita dengan siklus haid yang normal, estrogen terbesar adalah estradiol
yang berasal dari ovarium. Di samping estradiol terdapat pula estron yang berasal
dari konversi androstenadion di jaringan perifer. Selama siklus haid pada masa
reproduks, kadar estradiol dalam darah bervariasi. Pada awal fase folikuler kadar
estradiol berkisar 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar 100-400
pg/ml dan pada fase luteal berkisar 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol
selama siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkan kadar estron berkisar antara
40-400 pg/ml.
6
androgen seperti androstenadion dan testosterone yang sulit dideteksi pada masa
pra menopause. Pada pasca menopause kadar LH dan FSH akan meningkat, FSH
biasanya lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu.
Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negative dari steroid
varium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis menopause dapat
ditegakan bila kadar FSH lebih dari 30mlU/ml
7
Hormon estrogen berkerja pada organ sasaran melalui reseptor estrogen α dan β.
Jaringan yang memiliki reseptor estrogen α dan β adalah kulit, otak, tulang, uterus,
vesika urinaria, uretra, ovarium, kardiovaskuler, dan payudara. Jaringan yang hanya
memiliki reseptor estrogen β adalah traktus gastrointestinal, sedangkan jaringan
yang hanya memiliki reseptor α adalah hepar. Interaksi estrogen dengan
reseptornya akan menghasilkan proses anabolik. jika terjadi penurunan estrogen
maka juga akan mempengaruhi kerja dari organ-organ tersebut (Rachman, 2004).
8
Gambar 3: Perbedaan Sistem Reproduksi Usia Muda dan Usia Lanjut (Baziad, 2003)
b. Tuba Falopii
9
Lipatan-lipatan tuba menjadi lebih pndek, menipis dan mengerut
serta endosalping menipis, mendatar, silia pada tuba menghilang. Perubahan
ini akan mempengaruhi fungsi tuba falopii untuk membawa sel telur yang
dilepaskan oleh ovarium ke rongga rahim sehingga tidak terjadi
pembuahan(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016).
c. Ovarium
Dalam fase premonopause, siklus haid menjadi anovulasi (tidak
mengeluarkan sel telur), follikel primer tidak dapat matang secara baik dan
kadarhormon gonadotropin meningkat. Fungsi ovarium menurun dimana
tidak terjadinya produksi dari sel telur. Keadaan ini mengakibatkan
metabolismee dan proses pembentukan hormon di ovarium menurun serta
jaringan ikat semakin banyak. Ovarium mengalami atrofi, mengera, tidak
mengandung corpus luteum dan tunika albuginea menebal (Prawirohardjo
dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016).
d. Servix
Saat menopause terjadi penurunan kadar estrogen yang
mengakibatkan servix mengerut sampai terselubung oleh dinding vagina,
kripta servikal menjadi atropik, kanalis servikalis memendek sehingga
menyerupai ukuran servix fundus saat masa adolesen atau kanak-kanak.
Pada tahap pra menopause, servix mengalami proses involusi
sehingga menjadi berkerut, epitelnya menjadi tipis dan mudah cedera.
Kelanjra endoservikal mengalami atrofi, dan lendir servix
berkurang(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016).
e. Vagina
Fungsi vagina akan mengalami penurunan pada menopause. Hal ini
terjadi karena penipisan dinding vagina yang menyebabkan hilangnya
lipatan-lipatan vagina (rugae), berkurangnya pembuluh darah, menurunnya
elastisitas, secret vagina menjadi encer, dan pH vagina meningkat. Hilangnya
estrogen juga mengakibatkan atrofi vagina pada semua wanita dan terjadi
sekitar 4-5 tahun sesudah menopause. Perubahan-perubahan atrofi dari
vagina:
Berkurangnya panjang dan diameter vagina
10
Warna khas pucat merah muda karena berkurangnya vaskularisasi
Vagina menjadi kering karena berkurangnya produksi lendir oleh
kelenjar-kelenjar
Perubahan pada populasi sel dimana terdapat lebih banyak sel
parabasal daripada sel superfisial
Produksi glikogen minimal
Hilangnya pertumbuhan laktobasil sehingga pH meningkat dari 4,0-
5,5 menjadi 6,0-8,0
Pertumbuhan berlebihan dari streptokokus, stafilokokus dan basil
kaliform(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016).
f. Vulva
Jaringan vulva menipis karena berkurang dan hilangnya jaringan
lemak serta jaringan elastis. Kulit menipis dan pembuluh darah berkurang
yang menyebabkan pengerutan lipatan vulva. Sering tibul pruritis (rasa
gatal) pada vulva yang disebabkan atrofi, hilangnya sekret kulit, dyspareunia
(nyeri senggama), mengerutnya introitus dan rambut pubis berkurang
ketebalannya.
Kekurangan estrogen menyebabkan atrofi pada vulva. Perubahan-
perubahannya ditandai dengan hilangnya jaringan lemak bawah kulit mons
veneris dan labia mayora dan hilangnya rambut pubis. Atrofi lebih menonjol
terjadi pada klitoris dan labia mayora. Keadaan ini membuat vulva lebih
rapuh dan iritasi berulang sehingga vulva menjadi gatal, terkelupas dan
kemerahan(Prawirohardjo dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016).
g. Payudara
Payudara akan menyusut dan menjadi datar kecuali pada wanita
gemuk dimana payudara tetap besar dan menggantung. Lemak di bawah
kulit (subkutan) diserap, lobules menciut, stroma jaringan ikat fibrosa
meningkat, putting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang
sehingga payudara mendatar dan mengendor. Payudara juga akan
mengalami atrofi selama menghilangnya hormon estrogen sehingga
payudara menjadi lebih kecil dan kurang kencang. Ligamen-ligamen yang
merupakan bagian dari alat penggantung kehilangan elastisitasnya.
11
Kekurangan estrogen mengakibatkan involusi mammae (Prawirohardjo
dalam dalam Suparni dan Yuli, 2016).
12
Hilangnya fungsi ovarium pada menopause berkaitan dengan
penyimpangan pada metabolisme lemak, glukosa, insulin serta distribusi lemak
tubuh koagulasi dan fungsi arteri. Semula estrogen menjadikan vasoaktif dan
meningkatkan aliran darah dengan menjaga arteri tetap lemas. Berkurangnya
estrogen juga akan mengubah kadar kolestrol dalam darah dan meningkatkan
kadar LDL yang mengakibatkan terkena penyakit jantung. Sedangkan HDL akan
menurun sesuai pertambahan usia.
Dengan bertambahnya usia, tubuh membutuhkan lebih sedikit lemak dari
sebelumnya. Hal ini karena kemampuan tubuh untuk mengolah lemak berkurang
dan memerlukan waktu lebih lama untuk masuk dalam darah. Akibatnya, wanita
menopause beresiko kelebihan berat badan yang bisa berujung pada penyakit
jantung koroner dan penyempitan pembuluh darah. Namun, diet bebas lemak
bukan langkah yang tepat karena tubuh masih memerlukan lemak jenis tertentu
untuk membangun sel-sel baru, mengembangbiakkan bakteri positif di pencernaan
dan bahan pembentuk estrogen secara alami. Resiko penyakit lainnya adalah
kanker dengan berbagai jenis yaitu endometrial, servix, uterus dan payudara
(Suparni dan Yuli, 2016)
Kulit terdiri dari 2 lapisan yaitu epidermis dengan keratosit dan melanosit.
Bagian dalam yaitu dermis mengandung kolagen yang tinggi. Jenis kolagen tertentu
13
di dalam kulit selalu mengalami pembaharuan. Dermis banyak memiliki arteriole
yang membentuk tumpukan kapiler di dalam papil-papil, dan sangat berperan di
dalam timbulnya semburan panas. Kolagen dan serat elastis berperan dalam
stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan
yang dapat meyimpan air dalam jumlah besar.
14
2.5.6 Perubahan Sistem Persarafan
Otak mengandung lebih 100 milyar sel termasuk diantaranya sel neuron
yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. Pada usia 45-50
tahun berat otak menurun karena penuaan otak akibat kehilangan 100.000
neuron/tahun. Perubahan degenerative ini menyebabkan gangguan persepsi,
analisis dari integrasi, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran
sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sensori motor untuk
menghasilkan ketepatan melambat.
15
kecil. Urinary continens kemampuan kandung kemih menahan isisnya secara reflex –
tergantung pada dinding uretra yang utuh. Epithelium dan jaringan pembuluh darah
dalam dinding antara mukosa dan otot bekerja sebagai pengikat dan menutup rapat
lubang dari uretra. Atrofi dari uretra memengaruhi epitelium dan jaringan
pembuluh darah: uretra bagian distal berubah menjadi kaku, saluran yang tidak
elastik yang tidak dapat menutup sepenuhnya. Bila kandung kemih penuh, tetesan
urun mungkin keluar secara tidak sadar (inkontinensia). Penutupan yang tidak
sempurna juga memungkinkan masuknya bakteri dan zat-zat yang berbahaya yang
lainnya dari lingkungan luar, yang seringkali menyebabkan radang uretra dan
kandung kemih.
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah menopause digunakan untuk mengatakan suatu keadaan dimana
wanita berhenti dari haid selamanya. Ketika menopause terjadi perubahan pada
individu salah satunya perubahan endokrin yang otomatis akan mempengaruhi
fungsi tubuh secara keseluruhan. Perubahan tersebut menyebabkan kekhawatiran
tersendiri pada setiap individu yang mengalami. Oleh karena itu perlu diberikan
pengetahuan dan dukungan psikologis sesuai dengan kondisinya, sehingga dapat
melewati perubahan kondisi yang dialami.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan informasi
mengenai perubahan endokrin pada menopause dan mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca atas kekurangan makalah ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
18