Anda di halaman 1dari 7

(ASPEK HUKUM KODE ETIK NOTARIS SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM

YANG BERKEADILAN)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Ketentuan tersebut merupakan landasan
konstitusional bahwa indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga hukum
ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara (supremacy of law) dalam rangka untuk mencapai suatu kepastian, ketertiban,
dan perlindungan hukum yang berdemensi keadilan.
Oleh karena itu hukum merupakan panglima di negara Indonesia, karena
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum (rechstaat), bukan berdasarkan
kekuasaan (machtstaat) belaka. Untuk itu, hukum itu harus betul-betul ditegakkan demi
terciptanya negara yang adil, aman, tertib dan sejahtera. Hukum menempati posisi
strategis dengan peranan yang dapat dilakukan sebagai sarana mewujudkan tujuan
kebijaksanaan yang dicita-citakan dalam bentuk hukum. Perwujudan dalam bentuk
hukum ini tidak telepas dari tujuan hukum itu sendiri, yaitu untuk mengatur masyarakat
secara efektif dengan menggunakan peraturan-peraturan hukum yang ada.
Pelayanan jasa publik saat ini semakin berkembang seiring dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa tersebut. Bentuk pelayanan jasa yang
meningkat adalah jasa dalam hal perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Untuk
menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis
yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
diselenggarakan melalui jabatan tertentu.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting
dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan
bisnis, kegiatan dibidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain. kebutuhan
akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan
perkembangan tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan
sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik akan
menentukan secara jelas tentang kepastian hukum, dan sekaligus dapat pula menghindari
persengketaan walaupun pada dasarnya persengketaan itu tidak dapat dihindari. Namun,
dalam proses penyelesaian sengketa tersebut bahwa akta otentik merupakan alat bukti
terkuat, dan terpenuh memberikan sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara
murah dan tepat.
Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara lengkap berbunyi suatu
akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-
Undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu dan di tempat
di mana akta dibuatnya.
Akta otentik berkaitan dengan peran notaris dalam sektor pelayanan jasa yaitu
sebagai pejabat yang diberi wewenang oleh negara untuk melayani masyarakat dalam
bidang perdata khususnya pembuatan akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1
angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (UUJN).
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh
pembuatan akta otentik tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta
otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka
menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta yang dibuat oleh
atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi
masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal
sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris, namun Notaris
mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris
sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta Notaris.
Pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris harus selalu dilandasi pada suatu integritas
dan kejujuran yang tinggi dari pihak Notaris sendiri karena hasil pekerjaanya yang berupa
akta-akta maupun pemeliharaan protokol-protokol sangat penting dalam penerapan
hukum pembuktian, yatiu sebagai alat bukti otentik yang dapat menyangkut kepentingan
bagi pencari keadilan baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan suatu usaha,
maka pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris harus didukung oleh suatu itikad moral yang
dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai konsekwensi yang logis maka seiring dengan
adanya tanggung jawab Notaris pada masyarakat, haruslah dijamin adanya pengawasan
dan pembinaan yang terus menerus agar tugas Notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum
yang mendasari kewenanganya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau
kepercayaan yang diberikan.
Oleh karenanya yang menjadi tugas pokok pengawasan adalah agar segala hak dan
kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam menjalankan
tugasnya sebagaimana yang diberikan oleh peraturan dasar yang bersangkutan, senantiasa
dilakukan diatas jalur yang telah ditentukan bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar
moral dan etika profesi demi terjaminya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi
masyarakat. Dengan demikian, perlu adanya mekanisme pengawasan yang terus menerus
terhadap Notaris di dalam menjalankan tugas dan jabatannya, baik yang bersifat preventif
dan kuratif terhadap pelaksanaan tugas Notaris. Mekanisme tersebut dijalankan atas dasar
Undang-undang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan
Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, dan tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas

Dalam perkembangan akhir-akhir ini sungguh memprihatinkan, karena ada


beberapa pelanggaran terhadap standar menjalankan jabatan dan profesi sebagai Notaris
oleh beberapa oknum Notaris. Pelanggaran menjalankan jabatan dan profesi sebagai
Notaris tersebut dapat dipicu oleh perbuatan Notaris itu sendiri maupun dipicu oleh
tekanan dari pihak lain dalam hal ini klien Notaris.
Pelanggaran yang dilakukan oleh oknum Notaris dapat  dilakukan karena sengaja
berbuat untuk melanggar UU Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan peraturan lain yang
terkait ataupun karena malpraktek Notaris akibat tidak memahami aturan-aturan yang
berlaku terkait dalam menjalankan jabatannya.Sebagai seorang Notaris harus mempunyai
moral, etika dan integritas dalam menjalankan jabatannya. Juga harus mempunyai mental
yang kuat dan tangguh dalam menghadapi klien serta bekal ilmu dan pengetahuan yang
kuat karena Notaris adalah pembuat alat bukti dan aktanya merupakan akta otentik.
Bagaimana dapat membuat akta yang mempunyai kekuatan pembuktian apabila dalam
pembuatannya tidak mentaati aturan-aturan hukum dank kode etik yang berlaku.
Beberapa hal yang menjadi pemicu banyaknya pelanggaran kode etik tersebut
menandakan bahwa rumusan norma yang terkandung didalam kode etik notaris masih
belum idel dan belum dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Adanya
rumusan yang tidak ideal dalam hal penegakan kode etik notaris, hal ini dapat kita lihat di
UUJN yang mengatur Majelis Pengawas Notaris diberikan kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik dan disisi lain dalam Kode Etik Notaris
Dewan Kehormatan juga diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas
dugaan pelanggaran kode etik notaris, padahal jelas-jelas dalam rumusan Pasal 83 UUJN
menegaskan bahwa Organisasi Notarislah yang dapat menetapkan dan menegakkan kode
etik notaris. Permasalahan berikutnya adalah dalam norma kode etik notaris tidak
menjelaskan secara komprensif mengenai pelanggaran kode etik yang bersifat internal
sehingga menimbulkan suatu interpretasi yang sangat luas bagi notaris dan dapat pula
terjadi perbenturan kewenangan antara Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan
Notaris.
Selain hal tersebut di atas, banyaknya pelanggaran kode etik notaris tentu tidak
menjadi beban bagi seorang yang memangku jabatan notaris hal ini dikarenakan bahwa
sanksi yang terkandung dalam norma kode etik hanya bersifat administratif hal ini dapat
kita lihat dalam rumusan Pasal 6 Kode Etik Notaris berupa:
a. Teguran
b. Peringatan
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan
d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak terhormat dari anggota perkumpulan

Berdasarkan sanksi tersebut dapat jelaskan bahwa dalam hal seorang notaris
melakukan pelanggaran kode etik maka notarispun masih dapat menjalankan tugasnya
sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik.sehingga
penegakan kode etik tidak efektif karena norma yang dirumuskan justru tidak
menimbulkan keharmonisasian dengan UUJN yang semestinya pembangunan materi
hukum dalam profesi notaris khusus dalam bidang Kode Etik Notaris harus
memperhatikan harmonisasi hukum dibidang kenotariatan.
Oleh karena itu melihat pada kondisi sekarang, banyaknya pelanggaran kode etik
notaris tentu akan melahirkan ketidakpercayaan masyarakat dalam menggunakan jasa
notaris sehingga akan memugkinkan eksistensi notaris sebagai pejabat umum tidak lagi
digunakan oleh masyarakat.

Berdasarkan latar belakang tersebut perlunya konsep baru dalam Kode etik
Notaris sehingga lahirlah sebuat cita-cita bersama untuk menciptakan notaris yang
profesional. Berdasarkan hal tersebut di atas hal inilah yang akan penulis ungkapkan
dalam penelitian ini terkait konstribusi kode etik notaris sebagai norma yang sangat
fundamental untuk ditaati oleh notaris.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Norma Kode Etik Notaris telah mewujudkan rumusan norma yang ideal?
2. Bagaimana formulasi Kode Etik Notaris yang ideal?
C. METODE PENELITIAN
a. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian Normatif, yang menurut Soerjono
Soekanto dan Sri Mamuji, penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum
kepustakaan atau data sekunder belaka”. Penelitian hukum dengan tipe penelitian hukum
normatif mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu tentang asas-asas hukum,
sistematika hukum, sinkronisasi hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum.
b. Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yang akan digunakan yaitu norma hukum positif berupa
peraturan perundang-undangan yaitu
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Burgelike Wetbook (BW)
c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 atas perubahan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
d. Kode Etik Notaris
e. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2014
f. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 2016
g. Peraturan Dewan Kehormatan Notaris Nomor 1 tahun 2017
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang dipakai berupa pendapat hukum yang diperoleh melalui
kepustakaan. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, literatur, majalah, jurnal
ilmiah, makalah, hasil penelitian, opini para sarjana hukum, praktisi hukum dan yang
ada kaitannya dengan bidang Notaris.
3. Bahan Hukum Tersier
Selain kedua bahan hukum tersebut diatas, digunakan juga bahan hukum tersier yakni
bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder yaitu berupa : Kamus bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Belanda, Kamus
Ilmiah Populer.
c. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui prosedur indentifikasi, dan


inventarisasi bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder secara kritis,
untuk selanjutnya melalui proses klasifikasi secara logis dan sistematis sesuai dengan
tema yang terumus dan tujuan dari penelitian ini.

untuk memperoleh data penunjang atau pendukung dari bahan hukum primer dan
sekunder dilakukan dengan cara wawancara para pakar hukum yang berkopenten
dibidang pengawasan Kode etik Notaris.

d. Analisis Data

Bahan-bahan hukum (legal materials) yang diperoleh diolah secara kualitatif


dengan melakukan identifikasi , dan inventarisasi secara kritis untuk selanjutnya melalui
proses klasifikasi yang logis, sistematis sesuai dengan tema yang telah dirumuskan untuk
dianalisis. Analisis terhadap bahan-bahan hukum itu dilakukan dengan menggunakan
analisis kualitatif. Dengan analisis tersebut langkah-langkah yang ditempuh didasarkan
atas langkah-langkah berpikir secara runtun dan runtun untuk memperoleh pemahaman
atas tema yang dijadikan titik pangkal penelitian dan penulisan Tesis ini.

D. HARAPAN
1. Norma Kode Etik Notaris sebagai norma yang wajib untuk ditaati oleh setiap notaris
sehingga dengan demikian rumusan norma etik diharapkan dapat berjalan dengan baik
dengan norma yang lain.
2. Untuk mewujudkan kode etik notaris sebagai norma yang berkeadilan maka dalam hal
penegakan kode etik idealnya dilakukan melalui satu pintu. Melihat adanya dua
lembaga pengawas baik yang diatur dalam UUJN maupun Kode etik Notaris yang
juga memiliki kewenagan yang sama dalam rangka menegakkan kode etik.

Anda mungkin juga menyukai