DISUSUN OLEH :
AFRIDA REZANIA MAWARNI
202114003
2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.
3. KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan:
1) Akut Miokard Infark Transmural mengenai seluruh lapisan
otot jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial
Infark infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga
miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.
4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan
lengan atas kiri.
d. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.
e. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit
bernafas, cemas dan lemas.
f. Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008)
adalah :
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan
menetap (> 30 menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual
muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
5. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena
daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung,
tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard
yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.
Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark
maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling
ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila
IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati.
Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik
mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan
menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel,
regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama
pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom
juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior
umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi
ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2006).
6. PATHWAYS
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri
Oksigenturun
Metabolisme an Seluler
aerob hipoksia
7. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus
bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan
konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark
ventrikel kanan, defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel
kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah meghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung
(memberikan kesempatan untuk penyembuhan ) dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan
pada pasien dengan AMI:
1. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal.
Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat
menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6
L/menit melalui binasal kanul.
2. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang
mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
3. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung
sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut.
Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan
kepada sel-selnya untuk memulihkan diri
4. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan
dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien
tidak diperbolehkan mendapatkan asupan nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen
sehingga bisa membebani jantung.
5. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark
seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet) untuk mencegah
pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi terhadap
aspirin dapat diganti dengan clopidogel.
6. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja
jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri
koroner. Nitroglyserin juga dapat membedakan apakah ia infark
atau angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan
pemberian nitrogliserin.
7. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan
tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan , sehingga tidak
boleh digunakan pada pada pasien dengan riwayat gangguan
pernafasan sebagai gantinya maka digunakan petidin.
8. Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai
mendapatkan serangan jantung, segera hubungi 118 untuk
mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit
saat nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q
patologis
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST
(Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto / Rodada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan
pemicu terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien
Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif :riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak
teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits
atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung :
Friksi ; dicurigai Perikarditis.
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
Edema : Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel.
Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif :menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri
sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah,perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat
bangun (duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral).
b) Lokasi:Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
c) Kualitas :“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Intensitas :Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria.
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan
umum.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.
3. INTERVENSI
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang actual atau potensial.
NOC :
1) Pain level.
2) Pain control.
3) Comfort level.
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Kriteria Hasil :
1) Klien tampak rileks.
2) Klien dapat beristirahat.
3) Vital sign dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan tehnik relaksasi.
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan
peralatan.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang
dengan suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.