Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN MINI-CX ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA TN. W DENGAN AMI DI IGD RSUD


SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

DISUSUN OLEH :
AFRIDA REZANIA MAWARNI
202114003

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2021/2022
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri
yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena
parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara,
2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut
Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba
atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi
arteri koroner yang cukup.

2. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada
wanita meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes,
obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

3. KLASIFIKASI
Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan:
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan
otot jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial
Infark infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga
miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.

4. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan
lengan atas kiri.
d. Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan
sesudah makan.
e. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit
bernafas, cemas dan lemas.
f. Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman (2008)
adalah :
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus
tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan
menetap (> 30 menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin,
diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual
muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri
yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

Menurut Oman (2008), yang mendukung keluhan utama dilakukan


dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada
pada klien secara PQRST meliputi :
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak
berkurang setelah istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat
nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan
bahu dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain: klien ditanya dengan menggunakan
rentang 0-4 atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien
akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada
saat angina terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9
(0-10).
5) Time: biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya
umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan
semakin berat (progresif) dan berlangsung lama.
b. PemeriksaanLaboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA,
kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah
onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali
dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru,
otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid.
Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat
pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah
latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan
ginjalDilepaskan oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati.
Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal
setelah 3-4 hari.
3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik.
Dapat meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA
konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai
puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu.
Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin
T, suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot
jantung. Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam
sampai dengan 14 hari setelah nekrosis miokard.
c. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya
gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi
segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudianialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis
miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa
elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q.
Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika
trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi
segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam unstable anginaatau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil
rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini
dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04
detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III,
aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam.
Pada injurymiokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi
secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah
yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda
diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam
dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah
sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda
dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST
bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area
iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada
masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik.
Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini
sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah
arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara
normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial
elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka
gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada
lokasi. Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada
sedapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi :
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi A. Koroner
ST
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior
V3 dan V4 LAD
Lateral
V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif
I, a VL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral
I, a VL, V5 dan V6 LCX
Posterior
V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior
II, III, dan a VF PDA
Right ventrikel
V2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror
image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA    = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut


disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi,
tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang
terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien
berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan
dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan
tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran
EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen
ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit),
dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI.
Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah
precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan
dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan,
punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri
daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak
hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa
mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar,
gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin
bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi
vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri
abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding
inferior.

5. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan
peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena
daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung,
tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan
juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan
hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard
yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.
Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark
maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling
ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila
IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati.
Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik
mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan
menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard
sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel,
regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal
hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama
pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom
juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior
umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi
ventrikel dan perluasan infark. (Price & Wilson, 2006).

6. PATHWAYS

Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri

Aliran darah ke jantung


menurun

Oksigenturun

Jaringan Miocard Iskemik

Nekrose lebih dari 30


menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak


seimbang

Supply Oksigen ke Miocard


turun

Metabolisme an Seluler
aerob hipoksia

Timbunan asam Integritas membran sel


laktat meningkat nyer berubah

Fatique Cema Kontraktilit Resiko


s as turun penurunan
curah
Intolerans jantung
i aktifitas
COP Kegagalan
turun pompa jantung

Gangguan Gagal jantung


perfusi jaringan

Resiko kelebihan volume cairan


ekstravaskuler

(Sumber : Price & Wilson, 2006)

7. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus
bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan
konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark
ventrikel kanan, defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel
kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)

8. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah meghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung
(memberikan kesempatan untuk penyembuhan ) dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan
pada pasien dengan AMI:
1. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal.
Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat
menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6
L/menit melalui binasal kanul.
2. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang
mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
3. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung
sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut.
Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan
kepada sel-selnya untuk memulihkan diri
4. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan
dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien
tidak diperbolehkan mendapatkan asupan nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen
sehingga bisa membebani jantung.
5. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark
seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet) untuk mencegah
pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi terhadap
aspirin dapat diganti dengan clopidogel.
6. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja
jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri
koroner. Nitroglyserin juga dapat membedakan apakah ia infark
atau angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan
pemberian nitrogliserin.
7. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan
tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan , sehingga tidak
boleh digunakan pada pada pasien dengan riwayat gangguan
pernafasan sebagai gantinya maka digunakan petidin.
8. Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai
mendapatkan serangan jantung, segera hubungi 118 untuk
mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit
saat nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q
patologis
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST
(Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan
inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ
akut atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto / Rodada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel
miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area
nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan
dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.
Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah
jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark
dan bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillaryrefill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan
GlascowComaScale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos
mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang
segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan
pemicu terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien
Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif :riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri
koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah /
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak
teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits
atau komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent ,
perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.
3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif :menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak
mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri
sendiri, koma nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati
atau terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah,perubahan berat badan.

6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat
bangun (duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral).
b) Lokasi:Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
c) Kualitas :“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Intensitas :Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria.
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan
umum.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.

3. INTERVENSI
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
yang actual atau potensial.
NOC :
1) Pain level.
2) Pain control.
3) Comfort level.
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


kontraktilitas.
Definisi : Resiko penurunan sirkulasi jantung (koroner).
NOC :
1) Cardiac pump effectiveness.
2) Circulation status.
3) Vital sign status.
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) CVP dalam batas normal.
3) Nadi perifer kuat dan simetris.
4) Tidak ada oedem perifer dan asites.
5) Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.
6) Bunyi jantung abnormal tidak ada.
7) Nyeri dada tidak ada.
Intervensi/NIC :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.
3) Monitor haluaran urin.
4) Kaji dan pantau TTV tiap jam.
5) Kaji dan pantau EKG tiap hari.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.
9) Berikan makanan sesuai diitnya.
10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).

c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan,iskemik, kerusakan


otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria.
Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat
mengganggu kesehatan.
NOC :
1) Circulation status.
2) Tissue perfusion : cerebral.
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial.
Intervensi/NIC :
1) Monitor Frekuensi dan irama jantung.
2) Observasi perubahan status mental.
3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa.
4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.
5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi.
6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG,
elektrolit, GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan
Pemberian oksigen.

d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Definisi : Resiko peningkatan retensi cairan isotonik.
NOC :
1) Electrolit and acid base balance.
2) Fluid balance.
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari oedem.
2) Terbebas dari distensi vena jugularis.
Intervensi/NIC :
1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya oedema dependen.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler.
5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.

e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan
umum.
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
NOC :
1) Energy conservation.
2) Activity tolerance.
3) Self care : ADLs.
Kriteria Hasil :
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas.
2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori
yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh
bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat
selam 1 jam setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak
toleranterhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada
dokter.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respon autonom.
NOC :
1) Anxiety self-control.
2) Anxiety level.
3) Coping.

Kriteria Hasil :
1) Klien tampak rileks.
2) Klien dapat beristirahat.
3) Vital sign dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan tehnik relaksasi.
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan
peralatan.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang
dengan suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.

Anda mungkin juga menyukai

  • RumahTempura
    RumahTempura
    Dokumen1 halaman
    RumahTempura
    Fiki Endrayani
    Belum ada peringkat
  • Etiket
    Etiket
    Dokumen11 halaman
    Etiket
    altarix aldi
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan (Y)
    Lembar Pengesahan (Y)
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan (Y)
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • ASUHAN KOMPREHENSIF
    ASUHAN KOMPREHENSIF
    Dokumen9 halaman
    ASUHAN KOMPREHENSIF
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Adad
    Adad
    Dokumen1 halaman
    Adad
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Askep (LP) DBD
    Askep (LP) DBD
    Dokumen29 halaman
    Askep (LP) DBD
    lisa_zem
    82% (22)
  • Adad
    Adad
    Dokumen1 halaman
    Adad
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Adad
    Adad
    Dokumen1 halaman
    Adad
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Adad
    Adad
    Dokumen1 halaman
    Adad
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Adad
    Adad
    Dokumen1 halaman
    Adad
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • COVER TUGAS AKHIR (Y)
    COVER TUGAS AKHIR (Y)
    Dokumen1 halaman
    COVER TUGAS AKHIR (Y)
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • ASUHAN KOMPREHENSIF
    ASUHAN KOMPREHENSIF
    Dokumen9 halaman
    ASUHAN KOMPREHENSIF
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Sap JKN
    Sap JKN
    Dokumen6 halaman
    Sap JKN
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan (Y)
    Lembar Pengesahan (Y)
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan (Y)
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Proposal KRR
    Proposal KRR
    Dokumen10 halaman
    Proposal KRR
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • STUDI BANDING
    STUDI BANDING
    Dokumen21 halaman
    STUDI BANDING
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • BAB I (Y)
    BAB I (Y)
    Dokumen5 halaman
    BAB I (Y)
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi Balita
    Imunisasi Balita
    Dokumen8 halaman
    Imunisasi Balita
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Rab Konsumsi LDKM
    Rab Konsumsi LDKM
    Dokumen1 halaman
    Rab Konsumsi LDKM
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat
  • Dokumentasi English Day
    Dokumentasi English Day
    Dokumen2 halaman
    Dokumentasi English Day
    Dhika Chan97
    Belum ada peringkat