Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH UJIAN TENGAH SEMESTER ETIKA PROFESI

PERMASALAHAN ETIKA PROFESI ENGINEER PADA


PROYEK LUMPUR LAPINDO

Oleh :
Hillary Putri Sitompul (118190080-2018)
Sukhairiyah Novita (118190045-2018)
Randa Perregi Saragih (118190058-2018)

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA


LAMPUNG SELATAN
2020
ABSTRAK

Di dalam makalah ini akan dibahas topik mengenai pemanfaatan baking soda dengan
tema pelaggaran kode etik pada bidang engineer. Makalah ini berjudul
“Permasalahan Etika Profesi Engineer Pada Kasus Proyek Lapind”. Makalah ini
bertujuan untuk mengetahui definisi etika profesi dan kode etik profesi, memahami
kode etik yang ada di dalam profesi insyinur atau keteknikan, mengetahui kronologi
yang terjadi di dalam kasus Lapindo, mengetahui dan menganalisis pelanggaran-
pelanggaran kode etik yang terjadi di dalam kasus Lapindo. Kasus Proyek Lapindo
ini terjadi karena kelalaian dalam melakukan prognosis dan para engineer yang
hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa ada implikasi dari teknologi yang
dipakai pada masyarakat. Didapati tiga kode etik yang dilanggar yaitu pelanggaran
Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat, pelanggaran bahwa Insinyur Indonesia senantiasa bekerja
sesuai dengan kompetensinya, dan pelanggaran Insinyur Indonesia hanya
menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan. Kurang lebih uang
sebesar Rp1 triliun dikeluarkan untuk mengganti rugi kepada masyarakat yang
terdampak dan anggaran pengendalian lumpur Lapindo. Oleh karena itu, seorang
engineer harus memiliki pemikiran yang tidak berorientasi pada tujuan keuntungan
sepihak namun berorientasi juga pada aspek yang memiliki korelasi pada kegiatan
yang dilakukan dan merencanakan kegiatan preventif pada setiap tindakan yang
akan dilakukan atau memiliki solusi pada setiap tindakan yang melenceng pada saat
implementasi.

Kata Kunci : Etika Profesi, Kode etik, Engineer, Proyek Lapindo


DAFTAR ISI

ABSTRAK....................................................................................................................2

KATA PENGANTAR.................................................................................................4

BAB I............................................................................................................................5

PENDAHULUAN........................................................................................................5

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................6

1.3 Tujuan Pembahasan.............................................................................................6

BAB II...........................................................................................................................7

ISI..................................................................................................................................7

2.1 Pengertian Etika Profesi dan Kode Etik Profesi.................................................7

2.2 Kode Etik dan Etika Profesi Seorang Insinyur....................................................8

2.3 Permasalahan Proyek Lapindo............................................................................9

2.4 Analisis Pelanggaran Kode Etik Proyek Lapindo.............................................12

BAB III.......................................................................................................................14

KESIMPULAN..........................................................................................................14

3.1 Kesimpulan........................................................................................................14

3.2 Saran..................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan. Topik
yang dipilih dalam Ujian Tengah Semester mata kuliah Etika Profesi yaitu
“Permasalahan Etika Profesi Engineer Pada Kasus Proyek Lapindo”. Dalam
pemenuhan penulisan makalah ini diambil beberapa sumber yang terdapat pada
beberapa artikel dan jurnal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Darwin, M. Sc. dan Nur Miswari,
S.T., M.T. selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan dan bimbingan
pada mata kuliah Etika Profesi ini. Tugas makalah ini dibuat untuk memenuhi Ujian
Tengah Semester mata kuliah Etika Profesi dan untuk mengetahui pengertian etika
profesi dan kode etik yang ada di dalam profesi insyinur atau keteknikan, serta
pelanggaran yang terjadi pada bidang tersebut.

Pembuatan makalah ini tak lepas dari masalah atau hambatan yang dialami penulis
dan kesalahan yang tidak sengaja dilakukan oleh penulis. Kami menerima segala
kritik dan saran untuk menunjang penulisan makalah ini agar lebih bagus lagi.

Lampung Selatan, 25 Oktober 2020

Kelompok 8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Engineer atau insinyur adalah orang yang berprofesi dalam bidang keteknikan dan
memiliki keterampilan menerapkan ilmu-ilmu dasar sains ke dalam kehidupan nyata
untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan teknologi[ CITATION Akb19 \l
1033 ]. Dari pengertian tersebut engineer dapat digolongkan sebagai profesi dengan
definisi profesi yaitu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan atau keahlian
khusus dalam menjalankan suatu kegiatan. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebuah profesi pasti memiliki etika dan kode etik. Etika profesi dipakai sebagai sifat
seseorang dalam bertingkah laku dan kode etik sebagai sistem norma, nilai atau
aturan yang menegaskan tentang batasan antara benar dan salahnya seseorang dalam
berperilaku atau bekerja agar tidak merugikan lingkungan sekitar [ CITATION
Ich18 \l 1033 ]. Etika profesi engineer memiliki prinsip yang dikemukakan oleh Abet
(1985) dan kode etik insinyur berada dalam undang-undang yang diatur oleh
pemerintah dan sebuah organisasi insinyur yaitu PII (Persatuan Insinyur Indonesia)
berjudul Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia.
PT. Lapindo (sekarang PT. Lapindo Brantas, Inc) adalah perusahaan yang bergerak di
bidang pengeboran minyak dan gas bumi. PT. Lapindo merupakan satu dari banyak
perusahaan yang tergabung dalam Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang
dipilih oleh BPMIGAS. Pada proyek lapindo ini permasalahan yang timbul masih
dirasakan oleh masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak lain. Serta terdapat
pelanggaran etika profesi yang dapat dianalisis pada permasalahan proyek Lapindo,
salah satunya adalah pelanggaran kode etik profesi engineer.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa itu etika profesi dan kode etik profesi?


b) Apa saja kode etik dan etika profesi seorang insinyur?
c) Bagaimana kronologi kasus Proyek Lapindo?
d) Apa saja pelanggaran kode etik di bidang insinyur yang terjadi dalam kasus
Proyek Lapindo?

1.3 Tujuan Pembahasan

a) Dapat mengetahui definisi etika profesi dan kode etik profesi.


b) Dapat memahami kode etik yang ada di dalam profesi insyinur atau keteknikan.
c) Dapat mengetahui kronologi yang terjadi di dalam kasus Lapindo.
d) Dapat mengetahui dan menganalisis pelanggaran-pelanggaran kode etik yang
terjadi di dalam kasus Lapindo.
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Etika Profesi dan Kode Etik Profesi

Sebuah tidak terlepas kaitannya dengan etika profesi dan kode etik profesi. Etika
profesi merupakan sikap hidup berupa keadilan untuk dapat/bisa memberikan suatu
pelayanan professional terhadap masyarakat itu dengan penuh ketertiban serta juga
keahlian yakni sebagai pelayanan dalam rangka melakukan tugas yang merupakan
kewajiban terhadap masyarakat [ CITATION Par20 \l 1033 ]. Etika profesi
merupakan pegangan dasar sebuah profesi dalam bertingkah laku pada tempat kerja
dan pelaksanaan kerja. Bila terdapat etika maka terdapat kode yang mengatur hal
tersebut dalam undang undang yang menjelaskan hal-hal yang benar atau salah
kegiatan yang dilakukan oleh sebuah profesi. Kode etik merupakan suatu sistem
norma, nilai, atau aturan yang menegaskan tentang baik atau tidaknya suatu
perbuatan. Kode etik memiliki Fungsi menurut Biggs dan Blocher (1986-10) antara
lain [ CITATION dos20 \l 1033 ],
1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
2. Mencegah terjadinya suatu pertentangan internal dalam suatu profesi.
3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Dalam penetapannya kode etik hanya dapat ditetapkan oleh sebuah organisasi suatu
perkumpulan atau perserikatan suatu profesi untuk para anggotanya. Untuk
menetapkan kode profesi perlu diadakan sebuah kongres suatu organisasi. Oleh
karena itu penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama
anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut, sehingga orang-orang yang bukan
atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat ditundukkan padanya.
2.2 Kode Etik dan Etika Profesi Seorang Insinyur

Pada profesi insinyur terdapat etika yang menjadi prinsip seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya agat mampu bertingkah laku yang sesuai dalam
pekerjaannya. Etika profesi insinyur memiliki empat prinsip yang dikemukakan oleh
Abet, yaitu Insinyur menjunjung tinggi dan memajukan integritas, kehormatan dan
martabat profesi engineering dengan:
(a) Menggunakan pengetahuan dan keterampilan engineer untuk penyempurnaan
kesejahteraan,
(b) Jujur, tidak memihak, dan melayani dengan kesetiaan public, atasan dan klien,
(c) Berjuang untuk meningkatkan kompetensi profesi engineer, dan
(d) Mendukung profesional dan teknis masyarakat dari disiplin ilmu engineer.

Kode etik insinyur diatur oleh organisasi Persatuan Insinyur Indonesia yang terdiri
dari Catur Karsa atau dan Sapta Dharma atau Tujuh Tuntunan Sikap. Catur Karsa
yang berisi Prinsip-Prinsip Dasar Engineer yaitu mengutamakan keluhuran budi,
enggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya, meningkatkan kompetensi dan martabat
berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran. Sapta Dharma berisi Tujuh Tuntunan
Sikap [ CITATION Bad \l 1033 ], yaitu
1. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.
2. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensinya.
3. Insinyur Indonesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung
jawabkan.
4. Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan
dalam tanggung jawab tugasnya
5. Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan
kemampuan masing-masing
6. Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan
martabat profesi
7. Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.

2.3 Permasalahan Proyek Lapindo

PT Lapindo Brantas merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang usaha


eksplorasi dan produksi migas di Indonesia. PT Lapindo Brantas melakukan banyak
eksplorasi salah satunya terdapat pada lapangan Wunut, Kecamatan Porong
Kabupaten Sidoarjo dan lapangan Carat di Kabupaten Mojokerto[ CITATION Dan16
\l 1033 ]. Pada tanggal 29 Mei 2006, lumpur panas yang bercampur dengan gas
menyembur dari sumur Banjarpanji 1, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang merupakan
salah satu lokasi [ CITATION Sai19 \l 1033 ]. Awalnya sumur tersebut direncanakan
untuk di eksplorasi hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai
formasi Kujung (batu gamping). Pada sumur tersebut direncanakan akan dipasang
selubung bor (casing) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk
mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick
(masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus
formasi Kujung [ CITATION Muh18 \l 1033 ].

Dari kronologi yang didapat, pada tanggal 27 Mei, pengeboran dilakukan dari
kedalaman 9.277 kaki ke 9.283 kaki. Pukul 07.00 hingga 13.00 pengeboran
dilanjutkan ke kedalaman 9.297 kaki. Pada kedalaman ini, sirkulasi lumpur berat
masuk ke dalam lapisan tanah, peristiwa tersebut disebut loss. Lumpur berat ini
digunakan sebagai semacam pelumas untuk melindungi matabor sekaligus untuk
menjaga tekanan hidrostatis dalam sumur agar stabil. Setelah terjadi loss, sebagai
langkah standar, disuntikkan loss circulating material (LCM) atau material
penyumbat ke dalam sumur. Tujuannya untuk menghentikan loss agar sirkulasi
kembali normal. Peristiwa loss yang lazim dalam pengeboran pada umumnya diikuti
munculnya tekanan tinggi dari dalam sumur ke atas atau disebut kick. Untuk
mengantisipasi kick, pipa ditarik ke atas untuk memasukkan casing sebagai
pengamanan sumur. Sebagai catatan,casing terakhir terpasang di kedalaman 3.580
kaki. Saat proses penarikan pipa hingga 4.241 kaki pada 28 Mei pada pukul 08.00-
12.00, terjadilah kick dengan kekuatan 350 psi. Kemudian disuntikkanlah lumpur
berat ke dalam sumur. Ketika hendak ditarik lebih ke atas, bor macet atau stuck di
3.580 kaki. Upaya menggerakkan pipa ke atas, ke bawah, maupun merotasikannya
gagal. Bahkan pipa tetap bergeming saat dilakukan penarikan sampai dengan
kekuatan 200 ton. Upaya ini berlangsung mulai pukul 12.00 hingga 20.00.
Selanjutnya untuk mengamankan sumur disuntikan semen di area macetnya bor.
Akibat macet, akhirnya diputuskan bor atau fish diputus dari rangkaian pipa dengan
cara diledakkan. Pada 29 Mei pukul 05.00, terjadilah semburan gas berikut lumpur ke
permukaan.

Dari tulisan Muhammad Rizki[ CITATION Muh18 \l 1033 ] pada lamannya


dijelaskan bahwa sejak awal dengan desain yang sudah dirancang, Lapindo “sudah”
memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki,
casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki
(Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan
bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang
casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara
formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki). Diperkirakan bahwa
Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat
prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan
mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target
pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng
yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing
setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak
ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran
masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari
formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan
pompa lumpurnya Lapindo (Medici).

Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo
mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh
formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong).
Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang
(masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga
Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan. Akibat dari habisnya lumpur
Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick).
Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard,
operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera
ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur
dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan
tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung
di permukaan (surface casing) 13 3/8 inch. Di kedalaman tersebut, diperkirakan
kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami
(natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan
perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup,
maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih
mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout
terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur.

Setelah semburan lumpur Lapindo, lumpur tersebut meluas dan menenggelamkan


area pemukiman, pertanian, dan industri pada 16 desa di 3 kecamatan di Sidoarjo.
Terdapat lebih dari 25.000 warga yang mengungsi dan 8.200 orang dievakuasi karena
rumah tempat tinggalnya sudah tidak bisa dihuni lagi dan kurang lebih lahan seluas
400 hektare (ha) teerkena dampak langsung dari semburan lumpur panas tersebut
[ CITATION CNN19 \l 1033 ]. Sebesar Rp773,38 miliar uang ganti rugi langsung
untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan Lumpur
Sidoarjo dalam peta area terdampak pada 22 Maret 2007, Pemerintah juga harus
mengalokasikan anggaran untuk pengendalian lumpur dan perbaikan infrastruktur
yang terdampak. Pada 2020 saja, pemerintah masih mengalokasikan sekitar Rp380
miliar untuk anggaran pengendalian lumpur.

2.4 Analisis Pelanggaran Kode Etik Proyek Lapindo

Dari penjelasan kronologi yang telah dipaparkan pada poin sebelumnya terdapat
beberapa kode etik profesi engineer yang dilanggar yang berhubungan dengan kode
etik yang sudah dipaparkan juga pada poini sebelumnya, yaitu:
8. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.
Pada kasus Proyek Lapindo, banyak sekali kerugian yang dirasakan oleh sejumlah
masyarakat yang tinggal di daerah pengeboran. Hal tersebut sudah merupakan
pelanggaran yang dilakukan oleh sekelompok engineer yang mengesampingkan
kode etik yang hasilnya kurang lebih 400 ha daerah tenggelam yang terdapat
pemukiman warga yang tak bisa dihuni lagi, lahan pertanian yang menjadi mata
pencarian warga, dan lebih dari 25.000 warga mengungsi dan 8.200 orang
dievakuasi.
9. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensinya.
Pada proses perencanaan dan pelaksanaan pengeboran di Sidoarjo para engineer
hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa ada implikasi dari teknologi yang
dipakai pada masyarakat. Hal tersebut merupakan pelalaian dalam ketiadaan etika
rekayasa yang tidak dilakukan oleh para engineer.
10. Insinyur Indonesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Penuturan yang dilakukan oleh PT Lapindo pada Lapindo press tanggal 15 Juni
2006 yang mengatakan bahwa sudah memasang casing dengan variasi sesuai
kedalaman pengeboran, akan tetapi para engineer nyatanya belum memasang
casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara
formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki). Prognosis awal
yang dilakukan oleh Lapindo dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di
zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Akan tetapi
mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Pada
akhirnya, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu
batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Dari kejadian tersebut
prognosis pengeboran yang dilakukan salah dan selama pemboran, lumpur
overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos
(blow out).
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pada subbab ini akan dipaparkan simpulan dari makalah ini. Berdasarkan
pembahasan permasalahan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kasus Proyek Lapindo ini terjadi karena kelalaian dalam melakukan prognosis
dan para engineer yang hanya berorientasi pada kebutuhan industri tanpa ada
implikasi dari teknologi yang dipakai pada masyarakat.
2. Dari analisis yang dilakukan didapati tiga kode etik yang dilanggar, yaitu
pelanggaran Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, pelanggaran bahwa Insinyur Indonesia
senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensinya, dan pelanggaran Insinyur
Indonesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
3. Kurang lebih uang sebesar Rp1 triliun dikeluarkan untuk mengganti rugi kepada
masyarakat yang terdampak dan anggaran pengendalian lumpur Lapindo.

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu untuk mengatasi pelanggaran terhadap
kode etik yang dilakukan pada proyek Lapindo yakni salah satunya adalah dengan
memiliki pemikiran yang tidak berorientasi pada tujuan keuntungan sepihak namun
berorientasi juga pada aspek yang memiliki korelasi yang erat pada kegiatan yang
dilakukan seperti masyarakkat dan lingkungan (ekosistem) dan merencanakan
kegiatan preventif pada setiap tindakan yang akan dilakukan atau memiliki solusi
pada setiap tindakan yang melenceng pada saat implementasi.
DAFTAR PUSTAKA

Asfihan, A. (2019, November 23). Engineer Adalah. Diambil kembali dari


https://adalah.co.id/engineer/

CNNIndonesia. (2019, Juni 25). Menilik Kronologis Tragedi 13 Tahun Lumpur


Lapindo. Retrieved from
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190625172403-92-
406332/menilik-kronologis-tragedi-13-tahun-lumpur-lapindo

dosenpendidikan. (2020, Agustus 29). Kode Etik adalah. Retrieved from


https://www.dosenpendidikan.co.id/kode-etik/

Ibeng, P. (2020, Oktober 15). Pengertian Etika Profesi, Fungsi, Tujuan, Prinsip,
Contoh. Retrieved from Pendidikan.co.id: https://pendidikan.co.id/etika-
profesi/

Ivansyah, D. A. (2016). Konflik dan Perubahan-Perubahan Kehidupan Masyarakat


Lapindo.

Mesin, B. K. (n.d.). Kode Etik Insinyur Indonesia. Retrieved from


http://www.bkmpii.org/2015/02/kode-etik-insinyur-indonesia.html

Raditya, I. N. (2019, Juni 14). Sejarah Lumpur Lapindo dan Urusan Ganti Rugi yang
Belum Tuntas. Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/sejarah-lumpur-lapindo-
dan-urusan-ganti-rugi-yang-belum-tuntas-ecn4

Rizki, M. (2018, January 12). Kasus Pelanggaran Kode Etik Lapindo. Retrieved from
https://muhamadrf.wordpress.com/2018/01/12/kasus-pelanggaran-kode-etik-
lapindo/

Said, A. A. (2019, Juni 27). Kontroversi Penyebab hingga Penamaan Lumpur


Lapindo. Retrieved from katadata.co.id:
https://katadata.co.id/safrezifitra/berita/5e9a51831ae16/kontroversi-penyebab-
hingga-penamaan-lumpur-lapindo

Wahyu, I. (2018, Juni 30). Pentingnya Etika Profesi untuk Seorang Karyawan.
Diambil kembali dari Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/ichanwahyu6627/5b370a12dd0fa873912b0e92/
pentingnya-etika-profesi-untuk-seorang-karyawan

Anda mungkin juga menyukai