A. PENDAHULUAN
Politik hukum pidana pada dasarnya adalah suatu bentuk kebijakan yang
dikategorikan kejahatan tak lepas atas perkembangan masyarakat itu sendiri. Akan
tetapi juga tidak dapat dielakkan adanya pandangan bahwa hukum pidana masih
dianggap sebagai alat atau sarana terbaik dalam penanggulangan kejahatan. Dengan
demikian apabila dilihat dari aspek ‘Politik Hukum’, maka berarti ‘Politik Hukum
merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik untuk masa kini dan yang
akan datang. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana sering dikenal
dengan berbagai istilah, antara lain‚ penal policy, criminal law policy, atau
pada hakikatnya mengandung makna yaitu suatu upaya untuk melakukan reorientasi
dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosio-
1
Barda Nawawi Arief, TT, Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy), Bahan Kuliah Program
Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, hlm. 6
kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum pidana. Dalam kaitan ini
menurut Marc Ancel, ‘Criminal Policy’ is the ratinal organization of the control of
kenyataanya bukan saja tidak mampu menanggulangi kejahatan secara tuntas, tetapi
lebih parah daripada itu telah menimbulkan penderitaan yang sangat besar bagi yang
terkena, baik sebagai akibat dari proses menegakkannya (dalam arti sempit) maupun
sebagai akibat dari pengenaan pidananya. Tidak yang selalu bersifat sejahtera
2
Barda Nawawi Arief, TT. Kebijakan Kriminal (Criminal Policy), Bahan Kuliah Program
Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, hlm. 1
(welfare), baik tujuan jangka pendek berupa resosialisasi terpidana, tujuan menengah
sosial, seringkali bersifat unwelfare sebagai dampak penerapan sanksi negatif berupa
pidana, baik hal ini berupa hilangnya kemerdekaan, hilangnya atau berkurangnya
harta benda, hilangnya nyawa, stigma sosial, dan sebagainya”. Dengan kata lain,
dalam menanggulangi kejahatan (fungsi sekunder). Namun saat ini belum ada sarana
lain yang lebih baik dalam menanggulangi kejahatan selain menggunakan hukum
pidana.
B. RUMUSAN MASALAH
Kejahatan?
masyarakat” (social deference) untuk mencapai tujuan utama yang sering disebut
masyarakat (politik sosial). Sehubungan dengan itu, maka dapat dinyatakan bahwa
kesejahteraan masyarakat’.
hukum pidana) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional yang
Oleh karena itu, maka ketiga tahap penegakan hukum pidana, yaitu tahap formulasi,
tahap aplikasi dan tahap eksekusi haruslah merupakan perwujudan dari kebijakan
konsekuensi dari pernyataan, bahwa politik hukum pidana merupakan bagian integral
dari politik sosial seperti diuraikan di muka. Jadi tersimpul di dalamnya pengertian
“kemampuan yang lebih” atau “kemampuan plus” dari setiap aparat penegak hukum
pidana, yaitu tidak hanya kemampuan di bidang yuridis, tetapi juga kesadaran
Disamping hal di atas, agar penegakkan hukum pidana dapat menunjang program-
dikemukakan oleh Kongres PBB ke-7, bahwa pelu dilakukan studi dan penelitian
mengenai hubungan timbal balik antara kejahatan dan beberapa aspek tertentu dari
pembangunan. Ditegaskan dalam Guiding principle tersebut, bahwa studi itu sejauh
sifat responsif dari kebijakan pencegahan kejahatan dan peradilan pidana dalam
demikian pengetahuan yang memadai dari para penegak hukum mengenai beberapa
aspek dari pembangunan dan hubungan timbal baliknya dengan kejahatan, tidak
hanya penting dalam merumuskan kebijakan penegakan hukum pidana pada tahap
formulasi, tetapi juga pada tahap aplikasi yang lebih bersifat operasional. Sehubungan
dengan tahap aplikasi, sangat diharapkan perhatian para penegak hukum terhadap
Guiding principle dari Kongres PBB ke-7 yang menyatakan menyatakan, bahwa
ekonomis” (polities for crime prevention and criminal justice should take structural
Ini berarti, bahwa pengetahuan yang memadai dari penegak hukum mengenai
dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor untuk menyatakan suatu perbuatan
secara materiil tidak melawan hukum atau sebagai suatu alasan untuk memperingan
pidana. Bertolak dari konsepsi kebijakan integral yang demikian itu, maka dapat
pidana) tidak banyak artinya apabila politik sosial atau kebijakan pembangunan itu
dengan masalah itu patut, kiranya diperhatikan Laporan Komisi I Kongres PBB ke-6
yang membicarakan Crime trends and crime prevention strategies, antara lain
menegaskan, bahwa :
a. Pembangunan itu sendiri pada hakikatnya tidak bersifat kriminogen,
dan adil kepada semua rakyat serta menunjang kemajuan seluruh kondisi
sosial;
Dengan penegasan diatas jelas terlihat, bahwa dilihat dari sudut politik
kriminal masalah strategis yang jusru harus ditanggulangi ialah menangani masalah-
masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Ini berarti dilihat dari sudut
politik kriminal masalah-masalah ini justru merupakan posisi kunci. Oleh karena itu
adalah wajar apabila Kongres PBB ke-6 tahun 1980 sangat memperhatikan masalah-
masalah itu seperti terlihat didalam resolusi mengenai crime trends and crime
hidup yang pantas bagi semua orang (The crime problem impedes
people) ;
2) Bahwa strategi pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan
main causes of crime in many countaries are social in-equality, racial and
antara lain menghimbau semua anggota PBB untuk mengambil tindakan dalam
proses untuk menjabarkan nilai-nilai, ide, cita yang bersifat abstrak menjadi tujuan
hukum. Tujuan hukum atau cita hukum memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan
kebenaran. Dalam kaitan ini menurut Radbruch, bahwa pada hakikatnya hukum
mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat digolongkan sebagai sesuatu yang
abstrak. Ke dalam kelompok yang abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan sosial.3 Agar hukum dapat ditegakkan maka tatanan hukum
harus sesuai dengan masyarakat tempat dimana hukum tersebut akan diberlakukan.
Alasan di atas sesuai pendapat Satjipto Rahardjo bahwa hukum itu bukan institut
yang jatuh dari langit, melainkan berakar pada suatu komunitas sosial-kultural
tertentu. Komunitas tersebut dapat diibaratkan sebagai ibu yang menyusui anaknya.
Dalam hal ini, masyarakat yang menyusui hukumnya dengan sekalian nilai, sejarah
dan tradisinya.4
saja karena kompleksitas sistem hukum itu sendiri, tetapi juga rumitnya jalinan
hubungan antar sistem hukum dengan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya
3
Gustav Radbruch, Vorschule der Rechtsphilosophie. Hlm. 23-31 sebagaimana dikutip
Satjipto Rahardjo. 2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis. Genta Publishing. Yogyakarta.
Hlm. 12.
4
9 Satjipto Rahardjo. 2008. Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya. Genta Press.
Yogyakarta. Hlm. 31
masyarakat.5 Selain itu penegakan hukum dalam suatu masyarakat mempunyai
Pengertian hukum sebagai suatu sistem hukum dikemukakan antara lain oleh
secara simultan baik melalui hukum pidana (penal) maupun bidang hukum lainnya
dan ‚masalah sosial yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan hukum pidana.
pada bidang penegakan hukum pidana inilah dipertaruhkan makna dari negara
merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan melalui beberapa tahap
yaitu :
2) Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang atau tahap aplikasi;
pidana in concreto.
Dilihat sebagai suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga
tahapan pemidanaan tersebut merupakan satu jalinan mata rantai yang saling
berkaitan dalam satu kebulatan sistem. 11 Oleh karena itu pada tahap formulasi
menempati kedudukan strategis dalam proses pemberian pidana. Hal ini disebabkan
Ibid. Hlm. 8.
10
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
11
berikutnya agar tujuan pemidanaan dapat terwujud. Pada tahap formulasi atau
(2) Kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku
Selain itu perlu juga diperhatikan bahwa penegakan hukum pidana pada tahap
panjang kesejahteraan sosial. Selain itu tidak dapat dilakukan secara total (total
12
Ibid. Hlm. 198
enforcement) sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara
D. KESIMPULAN
1. Politik hukum pidana yang merupakan bagian integral dari kebijakan bertujuan
politik sosial)
aspek penal tidak cukup untuk menyelesaikan masalah yang ada, tetapi juga
atas hukum