Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


BAB I

PEMBAHASAN

KAITAN ANTARA OTAK DAN PERILAKU

Otak berkembang seiring dengan pertumbuhannya. Perkembangan otak


merupakan perubahan progresif yang sifatnya kualitatif, seperti bertambahnya
kemampuan dalam berpikir, menganalisa, persepsi, problem solving, serta
aktifitas mental lainnya. Sementara pertumbuhan merupakan perubahan progresif
yang sifatnya kuantitatif, seperti perubahan bentuk otak (otak bertambah besar),
perubahan dimensi otak, bertambahnya jumlah sel-sel syaraf, atau perubahan
volume otak. Premisnya adalah bahwa dalam kondisi normal pertumbuhan otak
akan mempengaruhi perkembangan otak. Bertambahnya ukuran otak dan sel-sel
syaraf individu berkorelasi dengan bertambahnya kemampuan individu tersebut
dalam melakukan aktifitas mental, seperti berpikir atau menganalisa.

Otak sendiri merupakan organ tubuh manusia yang dibentuk relatif


sempurna dan dilindungi dengan sangat kuat dibanding dengan organ tubuh
lainnya. Otak manusia telah dibentuk bahkan sejak triwulan kedua kehamilan. Hal
ini dapat dibuktikan bahwa saat dalam kandungan, otak mempunyai ukuran yang
lebih besar dibandingkan dengan organ tubuh yang lain. Pertumbuhan dan
perkembangan sel syaraf pusat pada otak berlangsung sangat pesat pada awal-
awal pertumbuhan (Corner, dalam Notosoedirdjo dan Latipun, 2005). Otak
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat signifikan pada masa
kanak-kanak (awal masa pertumbuhan). Pada embrio terlihat bahwa otak
mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan organ tubuh yang lain.
Perubahan yang terjadi pada otak juga lebih progresif dibanding organ tubuh yang
lain. Dilihat dari perubahan berat otak, sangat jelas jika pertumbuhannya sangat
cepat terjadi pada lima tahun pertama.

Pada masa bayi berat otak telah mencapai 750 gram. Pada usia lima tahun
berat otak mencapai 1200-1250 gram dan pada usia 18 tahun terjadi sedikit
penambahan berat otak menjadi 1300-1500 gram. Pada usia 18 tahun ini, tidak
terjadi lagi pertumbuhan otak. Ada beberapa periode dalam kehidupan individu
yang merupakan periode kritis (penting), yang mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap perkembangan otak individu (cara menanggapi respon). Periode-periode
kritis ini biasanya terjadi pada awal-awal kelahiran individu. Adanya kejadian-
kejadian yang salah ketika periode kritis ini muncul, bisa menyebabkan terjadinya
perkembangan otak yang abnormal, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perilaku yang abnormal pula.

Bagian terpenting dari otak yang perlu dipahami ketika mengkajinya


adalah neuron dan glia sebagai berikut :

1. Neuron

merupakan bagian otak yang berperan terhadap kemampuan belajar


dan berfungsinya mental individu. Neuron merupakan tempat emosi,
intelegensi, dan afeksi individu. Segala aktifitas mental yang dilakukan
oleh individu, seperti merekam, mengingat, berpikir, persepsi, problem
solving, dan aktifitas mental lainnya, sangat ditentukan oleh berfungsi
tidaknya neuron ini (terjadi tidaknya hubungan antar neuron yang
mengantarkan neurotransmitter). Diperkirakan jumlah neuron adalah
sebanyak 5 juta sel neuron. Jumlah tersebut tidak akan bertambah bahkan
akan berkurang seiring bertambahnya usia individu. Jika terjadi kerusakan
sel-sel neuron, maka tidak dapat diperbarui karena sifatnya yang
degeneratif atau irreversibel.

2. Glia

merupakan tempatnya melekatnya neuron. Neuron jumlahnya jutaan


pada otak dan terdiri dari dua bagian, yaitu : dendrit dan akson. Dendrit
yang jumlahnya 200-300 di setiap neuron, berfungsi menerima
neurotransmitter (zat-zat kimia dalam otak yang berperan dalam
pembentukan perilaku) dari sebuah neuron untuk diteruskan ke neuron
yang lain melalui akson. Hubungan antar beribu-beribu neuron dalam otak
kemudian disebut dengan sistem syaraf.  Pada manusia, untuk
memproduksi sel syaraf dalam jumlah yang besar dan mencapai puncak
perkembangan otak yang sempurna diperlukan setidaknya 250.000 neuron
baru setiap detiknya.

Neuron paling banyak ditemukan pada korteks serebri atau otak besar.
Dapat pula dikatakan bahwa korteks serebri atau otak besar dususun atas beribu-
ribu neuron yang saling terkoneksi. Korteks serebri atau otak besar memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap bagian otak yang lain dan juga terhadap
perilaku-perilaku individu. Korteks serebri berfungsi sebagai pemproses informasi
yang berasal dari reseptor panca indera, reseptor gerak pada tulang, sendi dan otot
gerak, serta informasi yang berasal dari thalamus, sistem limbik, basal ganglia,
dan serebelum. Korteks serebri terdiri dari korteks somatosensoris, korteks
motoris, korteks berpikir, dan korteks limbik. Korteks serebri berkorelasi positif
dengan proses kelahiran, migrasi, pematangan, dan juga pengelompokan syaraf
individu. Korteks serebri (kelahiran syarafà neural generation) mulai bekembang
pada 6 minggu awal kehamilan, dan sempurna pada minggu ke 20. Migrasi syaraf
dimulai pada usia 8 minggu kehamilan dan sempurna pada usia 29 minggu.
Kematangan syaraf (neuron), termasuk pertumbuhan akson dan dendrit, dimulai
pada usia 20 minggu kehamilan dan berlanjut sampai kelahiran terjadi.
Kematangan syaraf ini ditentukan oleh faktor lingkungan, produksi hormon
gonad, serta ada tidaknya luka pada otak.

Lingkungan diyakini memberikan pengaruh yang sangat signifikan


terhadap perkembangan otak (kematangan syaraf). Pengalaman individu
merupakan aspek lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan otak individu. Pengalaman akan membantu aktifitas hubungan
antar neuron. Chemoaffinity hypothesis merupakan sebuah konsep yang
menjelaskan jika sel-sel syaraf atau akson dan dendrit (neuron) akan memberikan
sinyal atau perintah bagi otak tentang arah mana yang benar dan seharusnya dituju
oleh individu, dan hal ini dibentuk oleh pengalaman. Selain itu, budaya sebagai
bagian dari lingkungan manusia, juga membantu perkembangan otak manusia.
Otak juga memiliki kelenturan atau kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi yang ada, termasuk pada menyesuaikan diri pada zat-zat kimia, aktifitas
individu, dan juga pengalaman-pengalaman individu. Kondisi tersebut disebut
dengan brain plasticity. Meski begitu, brain plasticity tidak hanya bekerja ketika
otak mendapatkan perubahan-perubahan atau tekanan-tekanan dari dunia luar
(lingkungan), tetapi juga bekerja ketika terjadi perubahan hormon dalam diri
individu, kecelakaan (luka) otak, dan juga abormalitas gen. Hormon dalam tubuh
juga menentukan bagaimana neuron berkembang dan bekerja. Sebagai contoh,
hormon testosterone bisa mengubah struktur sel-sel syaraf di banyak lokasi
korteks, yang kemudian mempengaruhi bagaimana proses kognitif seseorang.

Luka yang terjadi pada otak dapat pula mempengaruhi perkembangan otak.
Beberapa jenis luka pada otak yang terjadi pada awal masa pertumbuhan diyakini
menjadi penyebab terjadinya gangguan perilaku yang kronis seperti retardasi
mental atau serebral palsy. Misalnya, seorang anak yang jatuh dari tempat tidur
maka besar kemampuan kognitifnya akan berkurang, perilakunya terganggu, dan
keadan tersebut akan dibawanya hingga dewasa.

Pengkajian atas hubungan antara otak dengan perkembangan perilaku mencakup


tiga hal besar, yaitu :

1). Mengamati perkembangan struktur dari sistem neuron dan


hubungannya dengan perilaku-perilaku yang spesifik, seperti berbicara
atau memegang sesuatu. Cara ini termanifestasikan pada tingkah laku
yang teramati,

2). Mempelajari dan menelaah bagian mana dari otak yang bekerja ketika
suatu aktifitas sedang berlangsung, seperti ketika seseorang berbicara,
bagian otak yang mana dari orang tersebut yang sedang aktif atau bekerja,
dan

3). Mengenali dan mempelajari faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi


terjadinya dua hal tersebut di atas (poin 1 dan poin 2), termasuk dalam hal
ini adalah gangguan-gangguan yang terjadi pada otak.

Otak berperan dalam pembentukan perilaku-perilaku motorik pada manusia.


Gerakan-gerakan motorik sangat erat kaitannya dengan kerja otak. Aktifitas
neurotransmitter (cepat atau lambat, banyak atau sedikit) akan mempengaruhi
gerak motorik individu. Kendali gerak terhadap jari-jari tangan misalnya,
ditentukan oleh kerja neuron pada korteks motorik. Otak juga menentukan
perkembangan bahasa manusia. Korteks fungsi khusus (korteks wernicke dan
broka) yang ada pada otak merupakan korteks yang menentukan kemampuan
berbicara seseorang. Kemampuan berbicara juga ditentukan seberapa
berfungsinya korteks motorik seseorang.  Pada usia 2 tahun, bagian dan migrasi
sel-sel syaraf terjadi sangat banyak pada zona bicara individu yang terdapat di
korteks serebri. Selain itu, otak juga memegang peran yang sangat penting
terhadap kemampuan problem solving seseorang. Kemampuan problem solving
individu ditentukan oleh seberapa berfungsinya korteks berpikir dan korteks otak
depan. Dalam ilmu psikologi, tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan
oleh Piaget merupakan tahapan perkembangan mengenai bagaimana individu
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Berikut ini beberapa gangguan psikologi yang terjadi karena adanya gangguan
pada otak. :

1. Cerebral Palsy : terjadi gangguan perkembangan sistem syaraf yang


menyebabkan gangguan pada kerja motorik

2. Romanian Orphans : gangguan perkembangan otak yang menyebabkan


gangguan intelektual dan sosial skill

3. Schizophrenia : gangguan pada kerja neuron yang menyebabkan gangguan


pada kerja emosi, afeksi, dan psikomotorik. Ditemukan pula jika lobus
frontalis penderita schizophrenia jauh lebih kecil dibanding orang normal
(kerja neuron terhambat)

4. Mental Retardation : gangguan intelektual yang disebabkan oleh


perkembangan otak yang terhambat. Penderita MR lebih sedikit aktifitas
konseksi neuronnya dibanding orang normal.
KESIMPULAN

yaitu di samping perilaku manusia itu dapat dikendalikan, perilaku manusia juga
merupakan perilaku yang integreted, yang berarti bahwa keseluruhan individu
atau organisme itu terlibat dalam perilaku yang bersangkutan, bukan bagian demi
bagian.

Menurut Pendapat Kaum Stoic, yang menyatakan bahwa manusia adalah bagian
dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga mempunyai tanggung
jawab satu dengan yang lain dan secara bersama-sama mengejar kebahagiaan.

Dan Menurut Pendapat Epicurean, yang menyatakan bahwa manusia pada


dasarnya hedonistik,tertarik pada interes dan mau menang sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Mas’ud, I (2003) Fisiologi Persepsi Korteks Otak Manusia. Malang : Universitas
Brawijaya Malang
Markam, S.S (2003) Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : UIP
Notosedirdjo, M & Latipun (2005) Kesehatan Mental. Malang : UMM Press

Anda mungkin juga menyukai