Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN TEOROTIS
Pada tahap ketiga, yaitu gagal gijal, ganguan fungsi ginjal serta sudah
nyata. Berkurangnya fungsinya ginjal menyebabkan penumpukan hasil
pemecahan protein, yaitu ureum dan nitrogen yang beracun bagi tubuh,
sehingga tubuh akan mengalami kekurangan protein. Gangguan dalam
metabolism lemak akan menyebabkan low densty lipoprotein (LDL) atau
kolesterol “buruk” dan trigliserida meningkat, sedang HDL atau kolesterol
“baik” menurun. Dalam jangka panjang hal ini menimbulkan ganguan
kardiovaskuler. Sementara itu gangguan pada metabolism karbohidrat akan
menyebabkan peningkatan kadar digula darah. Kemapuan penderita akan
menjadi terganggu dalam pekerjaan atau aktifitas sehari-hari.
Tahap akhir dari gangguan fungsi ginjal, yaitu gagal ginjal kronik/
terminal, dapat dilihat dari sisa fungsi yang menimal sehingga gejala dan
komplikasi pada penderida sudah sedemikian nyata dan tinadakan
keperawatan harus segera dilakukan untuk menylamatkan pasien. Pada
gangguan fungsi ginjal tahap ketiga dan tahap akhir apabila tidak ditangani
dengan baik maka gangguan berkembang kearah yang lebih berat dan
akhirnya memerlukan tindakan yang mahal dan berakibat fatal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus:
B. Definisi
Cronic Kidney Disease (CKD) adalah progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia ( SmeltzerC,
suzanne,2002). Cronic Kidney Disease (CKD) biasanya akibat akhir dari
kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999). Cronic
Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerolus yang dapat digolongkan dalam kategori riangan, sedang
dan berat (Mansjoer, 2007).
Cronic Kidney Disease (CKD) adalah proses kehilangan fungsi ginjal
secara progresif dalam periode beberpa bulan atau beberapa tahun. Penyakit
ini merupakan masalah di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang
cukup tinggi. Gejala-gejala memburuknya fungsi ginjal tidak spesifik. CKD
merupakan masalah kesehatan masyarakat seluruh dunia. Dimana secara
bertahap terjadi penurunan fungsi ginjal dari waktu ke waktu dan biasanya
menetap pada penderita penyakit ginjal terhadap akhir dan akan terus
meningkat jika kita tidakmelakukan pencegahan dan pengelolan dengan baik.
Ada banyak hal yang menjadi pencetus timbulnya penyakit Cronic Kidney
Disease (CKD). Salah satu diantaranya adalah penyakit diabetes Meletus.
Semakin hari angka penderita panyakit CKD terus meningkat.
(Baradero,et,al.2008).
C. Etiologi
Cronic Kidney Disease (CKD) terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
d. Gangguan kongenita dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan anal gesik, nefropati timbal
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplama, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anaomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
(SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)
D. Patofisiologi
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kretinin. Akibat dari penurunan GFR, maka
klirens kretinin akan menurun ,kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea
darah (BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens. (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemapuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengecerkan urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium:
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecendruangan untuk terjadinya pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang
saling timbal balik, jika salah satu meningkat, yang lain akan turun.
Dengan menurunya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratorman, dalam kondisigagal ginjal , tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium
ditulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.
6. Penyakit Tulang uremik (Osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon (SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448). Pada waktu terjadi
kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkatkan
disertai reabsorpsi walupun dalam keadaan penurunan GFR/ daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut manjadi lebih besar
dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotic disertai poliuri
dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-
gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada
tingkat ini fungsi ginjal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/ menit atau lebih rendah itu.(Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun , produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner dan Suddarth,2001: 1448)
E. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium:
a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik
b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat dan kreatinin serum meningkat
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
K/DOQ merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LPG:
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LGF yang masih normal (>90 ml/ menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antar 60 –
89 Ml/ menit/ 1,73 m2
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30 – 59 ml/ menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/ 1,73m2
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal
F. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996:369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mulai disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449 ) antaralain :
hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin –
angiotensin - aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat
cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial
oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot,
kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, neusea, dan fomitus yang berhubung dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi, dan
pendarahan mulut, nafas baru ammnia.
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique dan mual. Kemudian tejadi
penurunan kesadaran (Samnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak
dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya
otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi
akan mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling khas adlah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot- otot ekstremitas).
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fragtur pathologis dan
klasifikasi (otak, mata, gusi sendi, miokard).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning- kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal- gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas danereksi menurun, gangguan
menstruasi pada wanita, impotensi, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, kerusakan metabolism dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum- sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremiatoksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
i. Sistem neurologis
Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya keram pada otot dan refleks
kedutan, daya memiri menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas,
pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukan adanya perubahan
metabolic encephalophaty.
(SmeltzerC, suzanne,2002)
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukanadanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
c. Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat
d. Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/ serum sering 1:1
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
g. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
b. Ht: menurun pada adanyan anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c. SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA: Asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e. Nartium serum: rendah
f. Kalium: meningkat
g. Magnesium: meningkat
h. Kalsium: menurun
i. Protein (albumin): menurun
j. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
3. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan uriter
4. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
5. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengakatan tumor selektif
6. Arterigram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi,
ekstrvaskular, masa
7. EKG: ketidak seimbangan elekrolit asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628-629)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab. Darah dan urin
b. Observasi blance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus- kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mein. Pada awalnya hemodiliasasi dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakikan:
1) AV fistule: menggabungkan vena dan arteri
2) Daubel lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal (SmeltzerC, Suzanne, 2002)
I. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tomponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin-angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal
6. Penyakit kardiovaskuler, ginjal sebagai kontorl sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik secara hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofy ventrikel
kiri).
7. Disfungsi seksual, gangguan sirkulasi pada ginjal, maka sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita
dapat terjadi hiperprolaktinemia
(SmeltzerC, Suzanne, 2002)
J. Pemeriksaan penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnose CKD (Baughman, 2000):
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi
ginjal adalah analisis creatinine clearance (Renal Fungtion Test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan perenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari Ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien CKD
biasanya menunjukan adanya obstruksi atau jariangan perut pada ginjal .
selain itu, ukuran dari ginjal akan terlihat.
Diagnosa
NO NOC NIC
Keperawatan
1. Kelebihan NOC: 1. Pertahankan catatan
volume cairan Keseimbangan intake dan output yang
b.d penurunan cairan adekuat
kemampuan Hidrasi 2. Pasangan urine kateter
ginjal untuk Status gizi: makanan jika diperlukan
mengeluarkan dan asupan cairan 3. Monitor masukan
air menahan KH: makanan/cairan dan
natrium Mempertahankan hitung intake kalori
urine output sesuai 4. Memonitor hasil TTV
dengan usia dan BB, 5. Monitor keelastisitas
BJ, urine normal, HT kulit
normal 6. Memonitor masukan
Tekanan darah, nadi, makanan/ cairan
suhu, tubuh dalam 7. Memonitor status
batas normal nutrisi
Tidak ada tanda-tanda 8. Memonitor status
dehidrasi, elastisitas turgor dehidrasi
kulit baik, membran mukosa 9. Memonitor tngkat Hb
lembab, tidak ada rasa haus dan hemotokrit
yang berlebihan 10. Mengkolaborasikan
dengan dokter tentang
tranfuse atau
hemodialisa
11. Kaji lokasi dan luas
edema
12. Kalaborasi pemberian
diuretik sesuai intruksi
13. Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatermi di lusi
dengan serum Na<130
Kalaborasi dengan dokter jika
tanda cair berlebih muncul
memburuk.
2. Gangguan NOC Manajemen nyeri
perfusi Kecemasan atau 1. Monitor respiratory
jaringan b.d kegelisahan rate, monitor kulit, dan
penurun O2 Kurang tidur kapitari revil
dalam Kenyamanan 2. Tinggikan kepala
jaringan Kontrol nyeri pasien sesuia dengan
KH: toleransi
Respirasi dalam 3. Pantau ttv klien
batas normal terutama suhu tubuh
Mampu mengontrol 4. Kalaborasikan untuk
kecemasan pemberian o2
Status lingkungan 5. Kalaborasikan
nyaman pemberian analgetik
Mengontrol nyeri 6. Kalaborasikan untuk
Kualitas tidur dan pemeriksaan labor atau
istirahat adekuat HB
Status kenyamanan
meningkat
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Perubahan NOC: Manajemen nutrisi
nutrisi kurang Status gizi : 1. Kaji adanyaalergi
dari kecukupan gizi makanan
kebutuhan Status gizi: makanan 2. Pertahankan catatan
tubuh b. d danasupan cairan intake dan output yang
anoreksia, Kontrol berat badan adekuat
mual dan KH: 3. Monitor adanya
muntah Mampu penurunan berat badan
mengidentifikasi 4. Monitor turgor kulit
kebutuhan nutrisi 5. Monitor mual dan
Tidak ada tanda- muntahlah
tanda mal nutrisi 6. Monitor intake nutrsi
Albumin serum 7. Berikan makan selagi
normal hangat
Pre albumin serum 8. Anjurkan makanan
normal sedikit tapi sering
Hematokrit normal 9. Pertahankan terapi IV
Hemoglobin normal Kalaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas b.d Energy Aktivity terapi
anemia, concervation 1. Kalaborasi dengan
oksegenasi Activity tolerence tenaga rehabilitas
jaringan tidak Self care: ADL medik dalam
adekuat. KH: merencanakan program
Berpartispasi dalam terapi yang tepat
aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi untuk
tekanan darah nadi aktivitas yang mampu
RR dilakukan
Mampu melakukan 3. Bantu untuk memilih
aktivitas sehari-hari aktivitas konsisten
secara mandiri yang sesuai dengan
Tanda-tanda vital kemampuan fisik ,
dalam batas normal psikologis, sosila
Sirkulassi status baik 4. Bantu untuk
Mampu berpindah mendapatkan bantuan
dengan atau tanpa seperti kursi roda, krek
bantuan 5. Bantu pasien/ keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
aktivitas bantu pasien
untuk mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
6. Monitor respon fisik,
emosi, sosial, dan
spritual
5. Kerusakan NOC: NIC:
integritas kilit Trissue integrity skin 1. Anjurkan klien
b.d uremia, and mucous memakai pakai yang
edema membrane longgar
Wound healing: 2. Hindari kerutan pada
primer dan skunder tempat tidur
KH: 3. Jaga kebersihan kulit
Integritas kulit yang agar tetap bersih dan
baik bisa kering mobilisasi
dipertahankan pasien setiap 2 jam
Tidak ada luka/lesi sekali
dikulit 4. Monitor kulit akan
Perfusi jaringan adanya kemerahan
terganggu 5. Oleskan lation atau
Mampu melindungi baby oil didaerah yang
kulit dan terletak
mempertahankan 6. Memandikan klien
kelembaban denagn sabun dan air
hangat
7. Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
8. Obsevasi luka
9. Ajarkan pada keluarga
tentanglika dan
peraatannya
10. Lakukan teknik
perawatan luka yang
stril
6. Resiko NOC: NIC:
terhadap Immune status 1. Bersihkan lingkungan
infeksi b.d Knowledge: setelah dipaki pasien
defresi sistem infection control 2. Pertahankan teknik
imun anemia Risk kontrol isolasi
KH 3. Batasi pengunjung bila
Klien terbebas dari perlu
tanda dan gejal 4. Gunakan sabun
infeksi antimikroba untuk
Mendeskripsikan mencuci tangan
proses (penularan 5. Gunakan baju, sarung
penyakit, faktor yang tangan sebagai alat
mempengaruhi pelindung
penularan serta 6. Pertahankan
penatalaksanaan lingkungan aseptik
Menunjukan selama pemasang alat
kemampuan untuk 7. Gunakan intake nutrisi
mencegah timbulnya 8. Berikan terapi
infeksi antibiotik bila perlu
Jumlah leokosit infection protection
dalam batas normal (proteksi terhadap
Menunjukan infeksi)
perilaku hidup sehat 9. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistematikan lokal
10. Batasi pengunjung
11. Pertahankan aseptik
pada pasien yang
berisiko
12. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA
M. Clevo Rendi , Margareth, 2012. Asuhan keperawatan Medikal bedah dan penyakit
dalam. Edisi I. Nuha Medika. Yogyakarta
Smeltzer, Suzanna C, 2002. Buku keperawatan Medikal bedah. Burnner dan Suddart
edisi 8 volume 1,2,3.EGC, Jakarta
Sudoyo Aru, ddk 2009. Buku ajar ilmu penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, Edisi Keempat.
Internal publishing, Jakarta