Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN TEOROTIS

A. Anatomi dan Fisiologi


Ginjal adalah ttubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan urine, yang
merupakan hasil metabolism tubuh dalam bentuk cairan. System perkemihan
atau system urinarua adalah suatu system dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak di pergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urin ( air kemih ). Fungsi utama yang lain pada system perkemihan adalah
pengeluaran toksik hasil metabolism, seperti komponen-komponen nitrogen
khususnya urea dan kreatinin.
Gambar: anatomi ginjal

Ginjal pada orang dewasa panjangnya kira-kira 11cm, lebarnya 5-7,5


cm, tebalnya 2,5 cm, beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva
yang terletak di area retroperitoneal, pada bagian belakang dinding abdomen
di samping depan vertebra, seringgi torakal 12 sampai lumbal ke 3. Ginjal
kosong oleh jaringan adipose dan jarinngan penyokong yang disebut fasia
gerota serta dibungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk
mempertahankan ginjal, pembuluh darah dan kelenjer adrenal terhadap
trauma.
System perkemihan terdiri dari :
a. Dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin
b. Dua ureter yang mem bawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung
kemih)
c. Satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan dan
d. Satu uethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
Bila sebuah ginjal kita iris memanjang, maka akan tampak bahwa ginjal
terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medulla),
dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

Pada kulit ginjal atau korteks terdapat bagian yang bertugas


melaksanakan penyaringa darah yang disebut nefron. Pada tempat
penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler-kapiler darah yang
tersusun bergumpal-gunpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi
oleh Simpai Bownman, dan gabunga antara glomerolus dengan simpai
bownman disebut badan melpigi. Penyaringan darah terjadi pada melpigi,
yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat-zat yang terlarut dalam
darah akan masuk ke dalam simpai bownman, dari sini maka zat-zat tersebut
akan menuju kepembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman
yang terdapat dalam sumsum ginjal.
Sumsum ginjal (medulla) terdiri dari beberapa badan yang berbentuk
kerucut yang disebut pyramid renal, dengan dasarnya menghadap korteks dan
puncaknya disebut apeks atau repilla renis, mengarah ke bagian dalam ginjal.
Satu pyramid dengan jaringan korteks didalamnya disebut lobus ginjal.
Puyramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas
berkas saluran parallel (tumbuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid
terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini
berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai
bownman. Didalam pembuluh halus ini terangkut urin yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan maipigi, setelah mengalami beberapa proses.
Bagian berongga dari renal (pelpis renalis) adalah ujung ureter yang
berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan denga
jaringan ginjal, felvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor,
yang masing-masing bercabang membentuk beberapa beberapa kaliks minor
yang langsung menutupi papilla renis dan pyramid. Kaliks minor ini
menampung urin yang terus keluar dari papilla. Dari kaliks minor, urine
masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga ditampung dalam
kandung kemih (vesikula urinaria).
Ginjal terdiri dari nefron dan tiap ginjal terdiri dari 1-4 jutaan nefron.
Nefron terdiri dari glomerolus, kapsula bownman dan tubukus. Ginjal selain
mengatur volume dan komopisi salurang ekstra sel dalam batas normal juga
berfungsi untuk : mengatur volume plasma dan cairan tubuh lainnya, menjaga
keseimbangan asam basah darah, mengeluarkan rennin, mengeluarkan
produk-produk sisa metabolism, mempertahankan keseimbangan ion-ion
dalam plasma, mengasilkan eritropetin yang berguna dalam proses eritroposis.
Ginjal menerima darah 20-25% dari kardik output pada kondisi
istirahat, atau rata-rata lebih dari 1 liter permenit dari arteri renalis kanan dan
kiri, yang merupakan cabang dari aorta abdomen pada setingkat vertebra
lumbal ke dua. Dari arteri renalis bercabang menjadi arteri segmental
selanjutnya berturut-turut masuk masuk ke arteri interlobaris, arteri arkuatus,
arteri interlobular, arteri aferen masuk ke glomerolus, arteriole eferen, kapiler
peritubuker kemudian masuk dalam venula, vena interlobular, vena arkuata,
vena interlobaris menjadi vena renalis.
Ginjal merupakan organ yang penting dalam proses keseimbangan
cairan tubuh dan sebagai organ sekresi dari zat-zat yang sudah tidak di
butuhkan lagi.
Fungsi ginjal diantaranya:
a. Pengaturan volume dan komposii darah. Ginjal berperan dalam
pengaturan volume darah dan kompetensi darah melalui mekanisme
pembuangan atau sekresi cairan. Misalnya jika intake cairan melebihi
kebutuhan makan ginjal akan membuang lebih banyak cairan yang keluar
dalam bentuk urine, sebaliknya jika kekurangan cairan maka ginjal akan
mempertahankan cairan yang keluar dengan sedikit urine yang di
keluarkan. Jumlah cairan yang keluar dan dipertahankan tubuh tubuh
berpengaruh terhadap pengenceran dan pemekatan darah serta volume
darah. Didalam ginjal juga diproduksi hormone eritropoitin yang dapat
menstimulasi pembentukan sel darah merah. Pada kondisi kekurangan
darah, anemia atau hipoksia makan akan lebih banyak diproduksi
eritropoitin untuk memperbanyak produksi sel darah merah.
b. Pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan ektrasel, seperti
natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat dan hydrogen.
Konsentrasi elektrolit ini mempengaruhi pergerakan cairan intrasel dan
ektrase. Bila terjadi pemasukan dan kehilangan ion-ion tersebut maka
ginjal akan meningkat atau mengurangi sekresi ion-ion penting tersebut.
c. Membantu mempertahanka keseimbanagan asm basa (Ph) darah.
Pwngendalian asam basa darah oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin
yang asam atau basa melalui ion hydrogen atau bikrabonat dalam urin.
d. Pengaturan tekanan darah, ginjal berperan dalam pengaturan tekanan
darah dengan mensekresi enzim rennin yang mengaktifkan jalur rennin-
angiotensin dan mengakibatkan perubahan vasokontriksi atau
vasodilatasipembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah
atau menurunkan tekanan darah.
e. Pengeluaran dan embersihan hasil metabolism tubuh seperti urea, asam
urat dan kreatinin, jika tidak dukeluarkan maka bersifat toksik khususnya
pada otak.
f. Pengeluaran komponen-komponen asing seperti pengeluaranobat,
pestisida dan zat-zat lainnya.
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke kandung kemih. Panjangnya kurang lebih 25-30 cm, diameter 6mm
dengan penampang lebih kurang 0,5 cm. berjalan mulai dari pelvis renal
setinggi lumbal ke 2. Posisi ureter miring dan menyempit ditiga titik yaitu di
titik asal ureter pada pelvis ginjal, titik saat melewati pinggiran pelvis dan titik
pertemuan kandung kemih. Posisi miring adanya penyempitan ini dpat
mencegah terjadinya refluks aliran urin. Lapisan dinding ureter menimbulkan
gerakan-gerakan peristaltic tiap lima menit sekali mendorong urin melalui
ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk
pancaran masuk kedalam kandung kemih. Ada tiga lapisan jaringan pada
ureter yaitu pada bagian dalam epitel mukosa, bagian tengah lapisan otot
polos dan bagian luarnya lapisan fibrosa. Ureter berperan aktif dalam
transport urin. Urin mengalir dalam pelvis ginjal, melaui ureter dengan
gerakan peristaliknya. Adanya ketegangan pada ureter menstimulasi
terjadinya konstraksi dimana urin akan masuk ke bladder. Ransangan saraf
simpatik dan para simpatik juga mengontrol kontraksi ureter menglirkan urin.
Vesika urinaria (kandung kemih) berbentuk seperti buah pirdan
bekerja sebagai penampung urin untuk sementara waktu terletak pada rongga
pelvis. Pada laki-laki kandung kemih berada dibelakang simpisi kubus dan
didepan rectum, pada wanita kandung kemih berada pada dibawah uterus dan
didepan vagina. Dinding kandung kemih memiliki 4 jaringan. Lapisan paling
dalam adalah lapisan mukosa yang menghasilkan mucus, kemudian lapisan
sumukosa, lapisan otot polos yang satu sama lain membentuk sudut atau
disebut otot detrusor dan lapisan paling luar adalah serosa.
Pada dasar kandung kemih terdapat area segitiga yang disebut trigone
yang didalamnya terdapat 3 muara, yaitu 2 muara ureter dan 1 muara eretra.
Pada daerah puncak trigone trdapat leher kandung kemih yang berhubungan
dengan muara uretra yang disekelilingnya terdapat spinter uretra interna.
Spinter uretra bersifat involunter, diransang oleh adanya urin yang masuk
kekandung kemih.
Kandungkemih dipersarafi oleh serabut postganglionic dari
pleksusganglia hipogastrik dan serabut parasimpatik dari ganglia yang
merupakan yang merupakan cabang dari nervus pelvikus. Saraf pelvikus
brhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis terutama pada
sekmen s-2 dan s-3. Pada bagian sfingter eksterna dipersarafiu olek nervus
pudendal yang merupakan serat saraf somatic dan mengontrol lurik pada
sfingter.
Fungsi utama dari kandung kemih adalah menampung urin dari ureter
dan kemudian dikeluarkan dari uretra. Kapasitas maksimum dari klandung
kemih pada orang dewasa sekitar 300-450 ml, dan anak-anak antara 50-200
ml. pada keadaan penuh akan memberikan ransangan pada saraf aferen ke
pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor yang mendorong
terbukanya leher kandung kemih, sehingga terjadi proses miksi.
Uretra memanjang dari leher kandung kemih sampai ke meatus. Pada
wanita panjangnya sekitar 4 cm, lokasinya antara klitoris dengan liang vagina.
Panjang uretra laki-laki sekitar 20 cm, terbagi 3 bagian yaitu bgian prostatic
uretra yang panjangnya 3 cm, dibawah leher kandung kemih sampai kelenjer
prostat, bagian kedua adalah membanasea uretra yang panjangnya 1-2 cm
yang disekitarnya terdapat spinter uretra eksterna, pada bagian akhir adalah
cavernous atau penile uretra yang panjangnya sekitar 15 cmmemanjang dari
penis sampai orifisium uretra.
Fungsi dari uretra adalah menyalurkan urin dari kandung kemih
keluar. Adanya spinter uretra interna yang dikintrol secara involunter
memungkinkan urin.
Dapat keluar serta spinter uretra eksterna memungkinkan pengeluaran
urin dapat dikontrol. Disamping untuk pengeluaran urin pada laki-laki uretra
juga tempat pengeluaran sperma pada saat ejakulasi.
Ada 3 tahap pembentukan urin:
1. Proses filtrasi
Filtrasi plasma terjadi pada glomerolus di nefron, merupakan langkah
pertama urin. Ultrafiltrasi terjadi dimana plasma menembus barier dari
membrane endothelium glomerolus kemudian hasilnya masuk kedalam ruang
intrakapsul Bowmen. Normal sekitar 20% atau sekitar 180 liter perhari plasma
masuk ke glomerolus untuk difiltrasi. Rata-rata 178,5 liter direabsorpsi
kembali dan hannya 1-2 liter yang disekresi menjadi urin. Filtrasi glomerolus
terjadi akibat perbedaan tekanan filtrasi dengan tekanan yang melawan filtrasi
atau disebut tekanan filtrasi efektif. Ada tiga tekanan yang terjadi dalam
proses filtrasi yaitu tekanan darah kapiler glomerolus atau tekanan hidrostatik
kailer glomerolus, tekanan osmatic koloid plasma dan tekanan hidrostatik
kapusula Bowman.
a. Tekanan darah kapiler glomerolus,merupakan tekanan yang cendrung
mendorong, tekanan ini tergantung dari kontraksi atau kerja jantung dan
resistensi dari arteriole afferent dan arteriole efferent. Besarnya tekanan
ini sekitar 50mmHg.
b. Tekanan osmotic koloid plasma, tekanan ini terjadi karena protein
plasmayang cendrung meranik air dan garam-garam ke dalam pembuluh
darah kapiler. Tekanan ini bersifat melawan filtarasi, besarnya sekitar
30mmHg.
c. Tekanan hidrostatik kapsula Bowman, yaitu tekanan yang terjadi karena
adanya cairan pada kapsula Bawman yang cendrung melawan filtrasi,
besarnya sekitar 5mmHg.
Dengan demikian kekuatan filtrasi atau tekanan filtrasi efektif adalah
kekurangan mendorong yaitu tekanan osmotic koloid dan tekanan hidrostatik
kapsula Bowman, sehingga besarnya 50mmHg – (30 mmHg + 5 mmHg) = 15
mmHg.
Tidak semua zat dapat difiltrasi ole glomerolus seperti misalnya sel
darah dan protein karena ukurannya yang besar, membrane filtrasi hanya
dapat dilalui oleh plasma, garam- garam, glukosa dan molekul-molekul kecil
lainnya. Besarnya volume, plasma yang difiltrasi oleh glomerolus atau
Glomerolus filtration Rate (GFR), bersarnya GFR pada laki-laki 125 ml/
menit atau 180 L per 24 jam sedangkan pada wanita sekitar 110 ml/ menit
Faktor-faktor yang mempengaruhi GFR diantaranya:
a. Tekanan filtrasi efektif, makin besar tekanan yang dihasilkan makin
besar pula GFRnya. Tekanan filtrasi efektif dipengaruhi oleh adanya
autoregulasi dari ginjal termasuk karena stimulasi saraf simpatik yang
mempengaruhi kontriksi arteriole afferent dan efferent, adanya
obstruksi aliran urin serta menurunnya protein plasma.
b. Permeabilitas dari glomerolus, normalnya membrane glomerolus
sangat permiabel sehinnga filtrasi cepat terjadi. Pada kondisi tertentu,
seperti pada penyakit ginjal dapat meningkatkan permeabilitas kapiler
sehingga meningkatkan GFR.
Kreatini merupakan hasil pemecahan kreatini fosfot dalam jaringan
otot, normalnya dikeluarkan melalui urin. Kreatini masuk dan filtrasi oleh
glomerolus dan tidak direabsorpsi dan jumlah signifikan. Dengan memonitor
kreatinin darah dan jumlah yang disekresi melalui urin selama 24 jam dapat
diestimaasikan GFRnya.
2. Proses reabsorbsi tubular
Fungsi utama tubulus proksimal adalah reabsorbsi, yang dikembalikan
kealiran darah ialah banyaknya air bersama glukosa, asam amino, asam urat,
protein yang berhasil menembus filter glomerolus dan elektrolit teristimewa
natrium klorit dan bikarbonat. Sampai henle mereabsobsi air dan natrium.
Tubuslus distal secara halus mengatur konsentrasi ion-ion natrium, kalium,
bikarbona dan hydrogen.
Dari 180 liter perhari plasma yang difiltrasi tidak semuanya
dikeluarkan dalam bentuk urin, tetapi lebih banyak yang diserap kembali/
reabsopsi dalam tubulus ginjal terutama zat-zat atau meterial yang penting
bagi tubuh dan hanya 1-2 liter yang dikeluarkan dalam bentuk urin. Material
yang reaabsopsi masuk kembali ke darah melalui kapiler peritubular.

Persentasi dari substansi yang reabsopsi dan disekresi sebagai berikut:


Substansi % rata-rata reabsopsi % rata-rata sekresi
Air 99 1
Sodium 99,5 0,5
Glukosa 100 0
Urea 50 50

Sumber: (Humen Physiology fram cell to System: Lauralee Sherwood, 2001)


Sebagian besar reabsopsi terjadi di tubulus proksimal kira-kira 75%,
selebihnya terjadi di ansa hanle, tubulus distal dan duktus koligentes. Proses
reabsopsi dilakukan melakukan melalui tranfer pasif dan tranfer aktif. Tranfer
pasif adalah pergerakan zat atau material melalui gradient kimia dan listrik.
Pergerakan pasif terjadi dari area dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi
kimia rendah. Misalnya reabsopsi pasif adalah air pada tubulus distal, air dan
urea engan bantuan ADH di duktus koligen, urea, air, klo pada tubulus
proksimal. Tranfer aktif terjadi dengan membutuhkan energy ATP, misalnya
reabsopsi natrium, kalium, klor pada tubulus konturtus distal dan duktus
koligen, tranfer glukosa, asam amino, natrium, kalium fosfat, sulfat, fitamin C
terjadi pada tubulus konturtus proksimal.
3. Proses sekresi tubular
Sekresi tubular adalah kebalikan dari reabsopsi, merupakan proses
aktif yang memidahkan zat keluar kapiler peritubuler melewati epitel sel-sel
tubular masuk ke lumen nefron untuk dikeluarkan dalam urin. Substansi yang
penting disekresikan oleh tubulus adalah hydrogen, postassium dan anion dan
kation organic dan benda-benda asing dalam tubuh. Sekresi ion hydrogen
penting dalam seimbangan sama basa, oleh karena pengeluaran pengeluaran
ion hydrogen tergantung dari keasaman caiaran tubuh. Ketika cairan tubuh
asam maka sekresi hydrogen meningkat, demikian sebaliknya. Sekresi
potassium terjadi di tubulus distal dan duktus koligen, sedangkan sekresi
anion dan kation organic, termasuk polutan lingkungan, obat-obatan terjadi
pada tubulus konturtus proksimal.
Proses berkemih
Urin diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml. Menit, tetapi dapat bervariasi
antara 0,5 – 20 ml/ menit. Aliran urin masuk ke kandung kemih dikontrol
oleh gelombang peristaltic yang terjadi setiap 10-150 detik. Aktivitas saraf
simpatik para simpatik meningkatkan frekuensi peristaltic dan stimulasi
simpatik menurunkan fekuensi.
Banyak aliran urin pada uretra dipengaruhi oleh adanya reflex
uretrorenal. Refleks ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karena kontriksi
ureter dan juga kontriksi arteriksi arterior afferent yang berakibat pada
penurunan prokusi uretrer karena batu ureter.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis, baik sensorik
maupun motorik. Pengaktifan saraf parasimpatik menyebabkan kontraksi dari
otot detrusor. Normalnya spinter interna pada leher kandung kemih
berkontraksi dan akan relaksasi keika otot kandung kemih berkontraksi.
Sedangkan spinter eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunteer),
dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatic.
Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung kemih.
Jika ada 30 sampai 50 ml urin maka terjadi peningkatan terkena pada dinding
kandung kemih. Makin banyak urin yang terkumpul makin beasar pula
tekanannya peningkatan tekanan akan menimbulkan reflex peregangan oleh
reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih kemudian dihantarkan
ke medulla spinalis segmen sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian
secara reflex kembali lagi ke kandung kemih untuk menstimulasi otot detrusor
untuk berkonsentrasi. Siklus ini terus berulang sampai kandung kemih
mencapai kontaksi yang kuat, kemudian reflex akan melemah dan menghilang
sehingga reflex berkemih berhenti, hal ini menyebabkan kandung kemih
berelaksasi. Sementara itu jika terjadi kontraksi yang kuat menghambatnya.
Jika penghambatan kuat dalam otak dari pada sinyal kontriktor volunteer ke
sfingter eksterna maka terjadi berkemih.
Proses berkemih juga dikontrol oleh saraf pusat. Ketika terjadi
ransangan peregangan pada dinding otot detrusor akibat adanya pengisian urin
dikandung kemih, melalui saraf sensorik di nervus pelvis dihantarkan stimulus
tersebut ke hypothalamus, dari hypothalamus kemudian dihantarkan ke
korteks serebri, selanjutnya korteks serebri merespon dengan mengirimkan
sinyal ke sfingter interna dan eksterna untuk relaksasi, sehingga pengeluaran
urin terjadi. Proses berkemih juga difasilitasi oleh kontraksi dinding abdomen
dengan meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan menimbulkan
refleks berkemih. Tidak semua urin dapat dikeluarkan dalam berkemih,
namun masih dapat tersisa (urin residu) sekitar 10 ml.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berkemih diantaranya:
a. Adekuatnya produksi urin pada nefron, hal ini sangat terkait fungsi
glomerolus dan GFR. Pada penyakit ginjal tertentu dapat meningkatkan GFR
sehingga produksi urin berlebih sehingga proses berkemih menjadi lebih
sering.
b. Adanya obstrusksi saluran kemih, misalnya karena batu ginjal, batu
ureter,batu kandung kemih, hipotropi prostat, stiktur uretra, dapat
menghambat aliran urin keluar.
c. Destruksi serat saraf sensorik dari kandung kemih ke medulla spinalis,
misalnya akibat trauma pada lumbal atau sacral, sehingga menghambat
taransmisi sinayal regangan dari kandung kemih sehingga terjadi kehilangan
control terhadap kandung kemih.
d. Adekuatnya otot sfingter interna dan eksterna, kemampuan kontriksi dan
relaksasi sfingter interna dan eksterna mempengaruhi pengeluaran urin. Pada
usia lanjut, kemampuan kontrol sfingter berkurang sehingga urin dapat keluar
tanda disadari (inkontinensia urin).

Karakteristik dan komponen urin


Urin normal mempunyai karakteristik:
a. Volume, pada orang dewasa rata-rata urin yang dikeluarkan setiap
berkenih berkisar 250-400 ml, tergantung dari inake cairan dan kehlangan
cairan, jika pengeluaran urin kurang dari 30 ml/jam kemungkinan tidak
adekuatnya fungsi ginjal.
b. Warna, urin normal warnanya kekuning-kuningan jernih, warna ini terjadi
akibat adanya orobilin. Warna lain serta kuning gelap, kuning coklat dapat
terjadi pada dehidrasi. Obat-obatan juga dapat merubah warna urin seperti
warna merah, orange gelap.
c. Bau, bervariasi tergantung komposisi, bau aromatic menyengat atau
memusingkan, karena mengandung ammonia.
d. Ph, sedikit asam 4,5 – 8 rata-rata 6,0, namun demikian pH dipengaruhi
oleh intake makanan misalnya vegetarian urinnya menjadi sedikit alkali.
e. Berat jenis 1.003- 1.030
f. Komposisi air, 93- 97%
g. Osmolaritas (konsentrasi osmotic), 855-1335 mOsm/L
h. Bakteri, tidak ada
Komposisi urin. Lebih dari 99% dari 180 liter filtrasi di filtrasi oleh
glomerolus dan kemidian direabsorpsi kembali dalam darah. Komposisi dan
konsentrasi urin sesungguhnya menggambarkan kemauan dari aktivitas
filtrasi, absorpsi dan sekresi nefron.
Urin mempunyai komposisi diantaranya:
1. Zat buangan nitrogen seperti urea yang merupakan hasil deaminasi asam
amino oleh hati dan ginjal, kreatinin yang merupakan pemecahan keratin
fosfat dalam otot rangka, ammonia yang merupakan pemecahan deaminasi
oleh hati dan ginjal, asam uric merupakan pemecahan dari purin, urobilin,
bilirubin merupakan pemecahan hemiglobin.
2. Hasil nutrient dan metabolisme, seperti karbohidrat, keton, lemak, asam
amino.
3. Ion-ion seperti sodium, klorida, potassium, kalsium dan magnesium
Zat-zat yang dikeluarkan bersama urin merupakan bahan-bahan yang
tidak dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun. Sedangkan bahan-
bahan yang difiltrasikan oleh glomerolus tetapi masih digunakan kembali oleh
tubuh akan direabsorpsi sehingga tidak disekresi.
Gangguan fungsi ginjal
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh,
mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur keseimbangan asam basa
dara serta mengatur ekskresi bahan buangan dalam darah dalam kelebihan
garam. Apabila ginjal gagal dalam menjalankan fungsi ini, maka akan terjadi
ganguan pada kesimbangan air dan metabolism dalam tubuh sehingga
mengakibatkan terjadinya penumpukan zat-zat berbahaya dalam darah yang
dapat menggangu kerja organ lain yang menyebabkan penderitaan
memerlukan pengobatan segera.
Rahajo (1996), mengklasifikasikan ganguan pada fungsi ginjal
kedalam empat tahap, yaitu hilangnya fungsi ginjal, isufisiensi ginjal, gagal
ginjal dan gagal ginjal terminalatau kronik.
Tahap awal dari gangnuan fungsi ginjal adlah hilangnya fungsi ginjal.
Pada tahap ini biasanya, penderita tidak menyadari adanya gangguan fungsi
ginjalnya. Keadaan ini hanya akan diketahui apabila penderita melakukan
pemeriksaan khususnya fungsi ginjal. Namun seiring dengan waktu maka
akan terjadi penumpukan sisa-sisa metablism didalam tubuh yang
menyebabkan seseorang mengalami ganguan yang lebih berat.
Pada tahap berikutnya, yaitu insufisiensi ginjal, penurunan fungsi
ginjal semakin dapat dilihat lewat pemeriksaan urin. Akan tetapi penderita
sering tidak mengeluh keadaan ini sampai mencapai tahap dimana penurunan
fungsi ginjal semakin memburuk sehingga menggangu kemapuan sehari-
harinya.

Pada tahap ketiga, yaitu gagal gijal, ganguan fungsi ginjal serta sudah
nyata. Berkurangnya fungsinya ginjal menyebabkan penumpukan hasil
pemecahan protein, yaitu ureum dan nitrogen yang beracun bagi tubuh,
sehingga tubuh akan mengalami kekurangan protein. Gangguan dalam
metabolism lemak akan menyebabkan low densty lipoprotein (LDL) atau
kolesterol “buruk” dan trigliserida meningkat, sedang HDL atau kolesterol
“baik” menurun. Dalam jangka panjang hal ini menimbulkan ganguan
kardiovaskuler. Sementara itu gangguan pada metabolism karbohidrat akan
menyebabkan peningkatan kadar digula darah. Kemapuan penderita akan
menjadi terganggu dalam pekerjaan atau aktifitas sehari-hari.
Tahap akhir dari gangguan fungsi ginjal, yaitu gagal ginjal kronik/
terminal, dapat dilihat dari sisa fungsi yang menimal sehingga gejala dan
komplikasi pada penderida sudah sedemikian nyata dan tinadakan
keperawatan harus segera dilakukan untuk menylamatkan pasien. Pada
gangguan fungsi ginjal tahap ketiga dan tahap akhir apabila tidak ditangani
dengan baik maka gangguan berkembang kearah yang lebih berat dan
akhirnya memerlukan tindakan yang mahal dan berakibat fatal.
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus:

Clearance Creatinin (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg)


72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dikalikan dengan 0.85

(Sumber: McClellan (2006), Clinical Management of Chronic Kidney


Disease)

Konsep penyakit ginjal


Penyakit pada ginjal dapat mengganggu fungsi nefron, dan apbila
sejumlah nefron mengalami kerusakan maka akan terjadi kerusakan fungsi
ginjal: sekresi urina hilang albumin atau darah dapat terlihat pada urin, produk
metabilisme (misalnya urea) yang seharusnya diekskresi tidak diekskresi dan
terjadi penumpukan dalam darah, serta keseimbangan asam basa tubuh
menjadi tergangu.
Pada glomerolus nefritis akut ginjal mengalami pembesaran,
glomerolus merupakan bagian khusus yang terkena. Pada sindroma nefrotik
terdapatnya protein dalam urin menyebabkan terjadinya retensi cairan dalam
jaringan. Pada glikosuria renalis glukosa bocor kedalam urin sebagai akibat
kelainan congenital pada anatomi dan fungsi nefron.
Gagal ginjal akut dapat timbul sebagai berikut:
a. Gangguan sirkulasi renalis (misalnya pada syok, penurunan curah jantung
ditunjukan pada otak dan jantung menyebabkan kerusakan pada ginjal)
b. Glomerulo nefritis berat
c. Penyumbatan traktus urinarius oleh batu ginjal
Bila gagal ginjal terjadi pada jam, tubulus ginjal akan mengalami
kerusakan permanen. Pada urin yang diekskresi terhenti sama sekali (terjadi
urinarus) atau berkurang dalam jumlah yang sangat kecil (uligura) terdapat
perubahan keseimbangan asam basa terdapat perubahan keseimbangan asam
basa yang berat dan produk akhir metabolism tubuh tidak diekskresi. Gagal
gijal kronik merupakan akibat dari kerusakan nefron yang permanen oleh
penyakt ginjal apa saja yang berat , adanya bukti terjadi gagal ginjal terlihat
apabila sekitar 75% dari nefron sudah tidak berfungsi.
Pada diabetic anti diuretic harmone tidak dibentuk oleh kompleks
hipotalamuspituitari dan sebagai konsekuensi air tidak diarbsorbsi dalam
duktus kolektikus, dan pasien mengeluaran jumlah urin banyak yang pekat.

B. Definisi
Cronic Kidney Disease (CKD) adalah progresif dan irreversible
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia ( SmeltzerC,
suzanne,2002). Cronic Kidney Disease (CKD) biasanya akibat akhir dari
kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999). Cronic
Kidney Disease (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerolus yang dapat digolongkan dalam kategori riangan, sedang
dan berat (Mansjoer, 2007).
Cronic Kidney Disease (CKD) adalah proses kehilangan fungsi ginjal
secara progresif dalam periode beberpa bulan atau beberapa tahun. Penyakit
ini merupakan masalah di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang
cukup tinggi. Gejala-gejala memburuknya fungsi ginjal tidak spesifik. CKD
merupakan masalah kesehatan masyarakat seluruh dunia. Dimana secara
bertahap terjadi penurunan fungsi ginjal dari waktu ke waktu dan biasanya
menetap pada penderita penyakit ginjal terhadap akhir dan akan terus
meningkat jika kita tidakmelakukan pencegahan dan pengelolan dengan baik.
Ada banyak hal yang menjadi pencetus timbulnya penyakit Cronic Kidney
Disease (CKD). Salah satu diantaranya adalah penyakit diabetes Meletus.
Semakin hari angka penderita panyakit CKD terus meningkat.
(Baradero,et,al.2008).

C. Etiologi
Cronic Kidney Disease (CKD) terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit
parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
d. Gangguan kongenita dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan anal gesik, nefropati timbal
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplama, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anaomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
(SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448)

D. Patofisiologi
1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kretinin. Akibat dari penurunan GFR, maka
klirens kretinin akan menurun ,kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea
darah (BUN) juga akan meningkat.
2. Gangguan klirens renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens. (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
3. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemapuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengecerkan urin secara normal. Terjadi penahan cairan dan natrium:
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecendruangan untuk terjadinya pendarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI.
5. Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang
saling timbal balik, jika salah satu meningkat, yang lain akan turun.
Dengan menurunya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan
memicu sekresi paratorman, dalam kondisigagal ginjal , tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium
ditulang menurun menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang.
6. Penyakit Tulang uremik (Osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan
parathormon (SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448). Pada waktu terjadi
kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkatkan
disertai reabsorpsi walupun dalam keadaan penurunan GFR/ daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut manjadi lebih besar
dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotic disertai poliuri
dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak
oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-
gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada
tingkat ini fungsi ginjal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/ menit atau lebih rendah itu.(Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun , produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner dan Suddarth,2001: 1448)

E. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium:
a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik
b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat dan kreatinin serum meningkat
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
K/DOQ merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LPG:
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LGF yang masih normal (>90 ml/ menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antar 60 –
89 Ml/ menit/ 1,73 m2
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30 – 59 ml/ menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/ 1,73m2
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal

F. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996:369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mulai disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada mungkin juga sangat parah.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449 ) antaralain :
hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin –
angiotensin - aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat
cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial
oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot,
kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara
krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, neusea, dan fomitus yang berhubung dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi, dan
pendarahan mulut, nafas baru ammnia.
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique dan mual. Kemudian tejadi
penurunan kesadaran (Samnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak
dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya
otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi
akan mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling khas adlah
terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot- otot ekstremitas).
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fragtur pathologis dan
klasifikasi (otak, mata, gusi sendi, miokard).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning- kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal- gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual: libido fertilitas danereksi menurun, gangguan
menstruasi pada wanita, impotensi, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, kerusakan metabolism dan aminore.
Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sum- sum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremiatoksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
i. Sistem neurologis
Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya keram pada otot dan refleks
kedutan, daya memiri menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas,
pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukan adanya perubahan
metabolic encephalophaty.
(SmeltzerC, suzanne,2002)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan pus,
bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan
menunjukanadanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
c. Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat
d. Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/ serum sering 1:1
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
g. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
b. Ht: menurun pada adanyan anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c. SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA: Asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e. Nartium serum: rendah
f. Kalium: meningkat
g. Magnesium: meningkat
h. Kalsium: menurun
i. Protein (albumin): menurun
j. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
3. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan uriter
4. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
5. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengakatan tumor selektif
6. Arterigram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi,
ekstrvaskular, masa
7. EKG: ketidak seimbangan elekrolit asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628-629)

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab. Darah dan urin
b. Observasi blance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus- kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
b. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mein. Pada awalnya hemodiliasasi dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakikan:
1) AV fistule: menggabungkan vena dan arteri
2) Daubel lumen: langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. Transplantasi ginjal (SmeltzerC, Suzanne, 2002)

I. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tomponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem
rennin-angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal
6. Penyakit kardiovaskuler, ginjal sebagai kontorl sirkulasi sistemik akan
berdampak secara sistemik secara hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofy ventrikel
kiri).
7. Disfungsi seksual, gangguan sirkulasi pada ginjal, maka sering
mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita
dapat terjadi hiperprolaktinemia
(SmeltzerC, Suzanne, 2002)

J. Pemeriksaan penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnose CKD (Baughman, 2000):
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi
ginjal adalah analisis creatinine clearance (Renal Fungtion Test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan perenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari Ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien CKD
biasanya menunjukan adanya obstruksi atau jariangan perut pada ginjal .
selain itu, ukuran dari ginjal akan terlihat.

K. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Status perkawinan :
Agama :
Suku :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Diagnosa :
Tanggal Masuk :
No. MR :
b. Identidas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Alamat :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Hubungan :
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Nyeri, pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, edema di
tubuh , BAK tidak lancar, BAK jarang , gelisah, mulut terasa
kering, rasa lelah, bau nafas (bau ureum), gatal pada kulit,
penurunan kesadaran , perubahan pola nafas karena komplikasi
dari gangguan ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Adakah riwayat penyakit ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benign
prostatic hyperplasia, prostatektomi. Selain itu, ada beberapa
penyakit yang langsung mempengaruhi atau menyebabkan CKD
yaitu diabetes militus, hipertensi, batu saluran kemih
(urolithiasis).
3. Riwayat kesehatan keluarga
CKD bukan penyakit menular atau menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun,
pencetus skunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit CKD, karena penyakit tersebut bersifat
herediter. Kaji pola kesehatan kelarga yang diterapkan jika ada
anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
Data dasar pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: kelelahan ekstrem, kelemahan malaise, gangguan tidur (insomnis/
gelisah atau somnolen)
Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipotensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda: hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki,
telapak tangan, distritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,
friction rub pericardial, pucat pada kulit, kecendrungan pendarahan
3. Integritas ego
Gejala: foktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),
Abdomen kembung diare, atau konstipasi
Tanda: perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria
5. Makanan /cairan
Gejala: peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/ muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan amonia)
Tanda: distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir),
perubahan turgor kulit/ kelembaban, edema (umum , tergantung), ulserasi
gusi, pendarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom kaki
gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki, kebas/kesemutan dan
kelemahan khususnya ekstrimitas bawah ( neuropati perifer)
Tanda: gangguan status mental, contohnya penurunan lapangan perhatian,
ketidak mampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, stptor, koma, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, uku rapuh dan tipis
7. Nyeri/ kenyamana
Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyri kaki
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
Gejala: nafas pendek, dispnea noktural paraksismal, batuk dengan/ tanpa
sputum
Tanda: takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul, batuk produktif dengan
sputum merah muda encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala: kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi
Tanda: pruritus, demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala: penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala: kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran dalam keluarga
12. Penyuluhan
Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter,
kalkulus urinaria, riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan, penggunaan antibiotik nr/efrotoksik saat ini/berulang.
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626-628)
L. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan air dan menahan natrium
2. Gangguan perfusi jaringan prifer b.d suplai O2 ke jaringan menurun
3. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
dan muntah
4. intoleransi aktivitas b.d anemia, oksigenasi jaringan tidak adekuat
5. Kerusakan integritas kulid b.d uremia, edema
6. Resiko terhadap infeksi b.d depresi sistem imun, anemia
7. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit,
gagal ginjal, perawatan dirumah dan intruksi evaluasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN TEORITIS
TABEL 2.1

Diagnosa
NO NOC NIC
Keperawatan
1. Kelebihan NOC: 1. Pertahankan catatan
volume cairan  Keseimbangan intake dan output yang
b.d penurunan cairan adekuat
kemampuan  Hidrasi 2. Pasangan urine kateter
ginjal untuk  Status gizi: makanan jika diperlukan
mengeluarkan dan asupan cairan 3. Monitor masukan
air menahan KH: makanan/cairan dan
natrium  Mempertahankan hitung intake kalori
urine output sesuai 4. Memonitor hasil TTV
dengan usia dan BB, 5. Monitor keelastisitas
BJ, urine normal, HT kulit
normal 6. Memonitor masukan
 Tekanan darah, nadi, makanan/ cairan
suhu, tubuh dalam 7. Memonitor status
batas normal nutrisi
Tidak ada tanda-tanda 8. Memonitor status
dehidrasi, elastisitas turgor dehidrasi
kulit baik, membran mukosa 9. Memonitor tngkat Hb
lembab, tidak ada rasa haus dan hemotokrit
yang berlebihan 10. Mengkolaborasikan
dengan dokter tentang
tranfuse atau
hemodialisa
11. Kaji lokasi dan luas
edema
12. Kalaborasi pemberian
diuretik sesuai intruksi
13. Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatermi di lusi
dengan serum Na<130
Kalaborasi dengan dokter jika
tanda cair berlebih muncul
memburuk.
2. Gangguan NOC Manajemen nyeri
perfusi  Kecemasan atau 1. Monitor respiratory
jaringan b.d kegelisahan rate, monitor kulit, dan
penurun O2  Kurang tidur kapitari revil
dalam  Kenyamanan 2. Tinggikan kepala
jaringan  Kontrol nyeri pasien sesuia dengan
KH: toleransi
 Respirasi dalam 3. Pantau ttv klien
batas normal terutama suhu tubuh
 Mampu mengontrol 4. Kalaborasikan untuk
kecemasan pemberian o2
 Status lingkungan 5. Kalaborasikan
nyaman pemberian analgetik
 Mengontrol nyeri 6. Kalaborasikan untuk
 Kualitas tidur dan pemeriksaan labor atau
istirahat adekuat HB
 Status kenyamanan
meningkat
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Perubahan NOC: Manajemen nutrisi
nutrisi kurang  Status gizi : 1. Kaji adanyaalergi
dari kecukupan gizi makanan
kebutuhan  Status gizi: makanan 2. Pertahankan catatan
tubuh b. d danasupan cairan intake dan output yang
anoreksia,  Kontrol berat badan adekuat
mual dan KH: 3. Monitor adanya
muntah  Mampu penurunan berat badan
mengidentifikasi 4. Monitor turgor kulit
kebutuhan nutrisi 5. Monitor mual dan
 Tidak ada tanda- muntahlah
tanda mal nutrisi 6. Monitor intake nutrsi
 Albumin serum 7. Berikan makan selagi
normal hangat
 Pre albumin serum 8. Anjurkan makanan
normal sedikit tapi sering
 Hematokrit normal 9. Pertahankan terapi IV
Hemoglobin normal Kalaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas b.d  Energy Aktivity terapi
anemia, concervation 1. Kalaborasi dengan
oksegenasi  Activity tolerence tenaga rehabilitas
jaringan tidak  Self care: ADL medik dalam
adekuat. KH: merencanakan program
 Berpartispasi dalam terapi yang tepat
aktivitas fisik tanpa 2. Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi untuk
tekanan darah nadi aktivitas yang mampu
RR dilakukan
 Mampu melakukan 3. Bantu untuk memilih
aktivitas sehari-hari aktivitas konsisten
secara mandiri yang sesuai dengan
 Tanda-tanda vital kemampuan fisik ,
dalam batas normal psikologis, sosila
 Sirkulassi status baik 4. Bantu untuk
 Mampu berpindah mendapatkan bantuan
dengan atau tanpa seperti kursi roda, krek
bantuan 5. Bantu pasien/ keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
aktivitas bantu pasien
untuk mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
6. Monitor respon fisik,
emosi, sosial, dan
spritual
5. Kerusakan NOC: NIC:
integritas kilit  Trissue integrity skin 1. Anjurkan klien
b.d uremia, and mucous memakai pakai yang
edema membrane longgar
 Wound healing: 2. Hindari kerutan pada
primer dan skunder tempat tidur
KH: 3. Jaga kebersihan kulit
 Integritas kulit yang agar tetap bersih dan
baik bisa kering mobilisasi
dipertahankan pasien setiap 2 jam
 Tidak ada luka/lesi sekali
dikulit 4. Monitor kulit akan
 Perfusi jaringan adanya kemerahan
terganggu 5. Oleskan lation atau
 Mampu melindungi baby oil didaerah yang
kulit dan terletak
mempertahankan 6. Memandikan klien
kelembaban denagn sabun dan air
hangat
7. Kaji lingkungan dan
peralatan yang
menyebabkan tekanan
8. Obsevasi luka
9. Ajarkan pada keluarga
tentanglika dan
peraatannya
10. Lakukan teknik
perawatan luka yang
stril
6. Resiko NOC: NIC:
terhadap  Immune status 1. Bersihkan lingkungan
infeksi b.d  Knowledge: setelah dipaki pasien
defresi sistem infection control 2. Pertahankan teknik
imun anemia  Risk kontrol isolasi
KH 3. Batasi pengunjung bila
 Klien terbebas dari perlu
tanda dan gejal 4. Gunakan sabun
infeksi antimikroba untuk
 Mendeskripsikan mencuci tangan
proses (penularan 5. Gunakan baju, sarung
penyakit, faktor yang tangan sebagai alat
mempengaruhi pelindung
penularan serta 6. Pertahankan
penatalaksanaan lingkungan aseptik
 Menunjukan selama pemasang alat
kemampuan untuk 7. Gunakan intake nutrisi
mencegah timbulnya 8. Berikan terapi
infeksi antibiotik bila perlu
 Jumlah leokosit infection protection
dalam batas normal (proteksi terhadap
 Menunjukan infeksi)
perilaku hidup sehat 9. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistematikan lokal
10. Batasi pengunjung
11. Pertahankan aseptik
pada pasien yang
berisiko
12. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E Marilynn, 2000, rencana asuhan keperawatan , jakarta EGC

Efriza Mahreswati, 2012. Deteksi Dini Gejala Pencegahan Dan pengobatan

Mansjoer, 2007. Kapita selekta kedokteran, jilid I. Media aesculapicus

M. Clevo Rendi , Margareth, 2012. Asuhan keperawatan Medikal bedah dan penyakit
dalam. Edisi I. Nuha Medika. Yogyakarta

Nanda NIC- NOC 2012

Sally Burrowns-Hudson MS, RN 2005 Chronic Kidney Disea: An Overview

Volume 105 Number 2. AJN, Ameican Journal of Nursing: www.nursingcenter.com

Smeltzer, Suzanna C, 2002. Buku keperawatan Medikal bedah. Burnner dan Suddart
edisi 8 volume 1,2,3.EGC, Jakarta

Suddart dan Brunner.2001. Buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.2.ed.8.


Jakarta: EGC

Sudoyo Aru, ddk 2009. Buku ajar ilmu penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, Edisi Keempat.
Internal publishing, Jakarta

Stroke Serangan Jantungan Dan Gagal Ginjal. Edisi 1. Araska.Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai