Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Oleh Dokter Keluarga Sebagai Penanganan Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Tipe 2
Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) Oleh Dokter Keluarga Sebagai Penanganan Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Tipe 2
Abstract. Chronic disease such as hypertension and Diabetes Mellitus type 2 have a high
prevalence in Indonesia. Since 2014, BPJS health insurence has implemented the Chronic
Disease Management Program (Prolanis) which is a health care system to manage
hypertension and diabetes mellitus type 2. Activities conducted by Prolanis are excercises,
education session, home visit, health check, and consultation. This research aimed to find
out how is the implementation of Prolanis by general practitioner. The result showed that
the Implementation of Prolanis by general practitioner in Malang districts had not
reached the 75% success indicator.The percentage of member’s activity estimated at
around 60%. However, it showed that the implementation of Prolanis is effective for the
active member as proven by the increased knowledge about chronic disease, good life
quality, and stable check-up result.
1. PENDAHULUAN
Hipertensi dan diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang prevalensinya
cukup tinggi di Indonesia. Menurut riset, prevalensi DM Tipe 2 Berdasarkan pemeriksaan gula
darah di Indonesia naik dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018, sedangkan
prevalensi hipertensi di Indonesia menurut hasil pengukuran tekanan darah, naik dari 25,8% pada
tahun 2013 menjadi 34,1% di tahun 2018 (Riskesdes, 2018).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat
bervariasi pada masingmasing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-
gejala hipertensi yaitu sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar,
mudah Ielah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes.RI, 2014).
Faktor risiko hipertensi di Indonesia adalah umur, pria, pendidikan rendah, kebiasaan merokok,
konsumsi minuman berkafein >1 kali per hari, konsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, obesitas
dan obesitas abdominal (Rahajeng & Tuminah, 2007). Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi
membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup
tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Peran fasilitas kesehatan tingkat satu sangat penting untuk menangani tingginya prevalensi
penyakit kronis terutama diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi di Indonesia. Pelaksanaan
Prolanis diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan menurunkan risiko
komplikasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Prolanis yang
dilaksanakan dokter keluarga dan mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan
indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh BPJS. Akan dipaparkan pula tingkat keefektifan
program menurut tim pelaksana Prolanis.
2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan paham fenomenologis yaitu pemahaman makna terhadap
suatu pengalaman. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai
instrumen dan dilakukan secara induktif dan eksploratif dengan melihat apa yang terjadi, mengapa
terjadi, dan bagaimana terjadinya sehingga diharapkan dapat menghasilkan hipotesis baru.
Penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif mengenai beberapa variabel yang terkait tanpa
menganalisis hubungan antara variabel (Mulyadi, 2018). Penelitian ini dilakukan pada salah satu
unit pelayanan kesehatan tingkat satu di kabupaten Malang dengan teknik observasi dan
wawancara narasumber.
Penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara empat narasumber. Narasumber 1
adalah seorang dokter keluarga, sementara tiga orang lainnya merupakan tim pelaksana Prolanis
yang terdiri dari dua orang petugas administrasi dan satu orang perawat. Hasil penelitian ini
merupakan keadaan Prolanis yang dilaksanakan oleh salah satu dokter keluarga di Kabupaten
Malang.
Menurut Narasumber 1, Program Pengelolaan Penyakit Kronis terbentuk sekitar tahun 2010
yang merupakan program dari PT. Askes untuk dokter keluarga. Langkah awal yang pertama kali
dilakukan untuk memulai Prolanis adalah mengumpulkan data pasien penderita DM Tipe 2 dan
Hipertensi. Setelah itu, dibentuk kepengurusan. Pemebentukan tim merupakan upaya mandiri dari
masing-masing faskes tingkat pertama. PT.Askes hanya memberi biaya instruktur senam sebesar
Rp150.000,00, biaya konsumsi sebesar Rp5.000,00 / anggota, maksimal Rp200.000,00 , biaya
edukator sebesar Rp600.000,00 untuk dokter umum dan Rp800.000,00 untuk dokter spesialis pada
era PT.Askes. Pada era BPJS biaya edukator mengalami pengurangan sebesar Rp200.000,00.
Pada awalnya, Prolanis dilaksanakan satu kali setiap bulan. Saat ini, Prolanis dilaksanakan
setiap hari Minggu pada minggu ke-1 dan minggu ke-3 setiap bulan. Pada minggu pertama,
kegiatan yang dilakukan setelah pasien datang adalah penimbangan berat badan, pengukuran
tekanan darah, pengecekan kadar gula darah puasa untuk pasien DM tipe 2, dan senam. Kegiatan
pada minggu pertama dimulai dari pukul 06.00 sampai pukul 08.00. Pada minggu ketiga, kegiatan
kurang lebih sama tetapi dilakukan pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk pasien hipertensi
dan DM tipe 2 dan edukasi setelah senam. Edukasi pada Prolanis dilakukan dengan topik yang
berhubungan dengan hipertensi, DM tipe 2 serta komplikasinya dan dapat mengundang dokter
spesialis. Kegiatan pada minggu ketiga di lakukan pada pukul 06.30 sampaipukul 08.30.
Kegiatan lain yang dilakukan adalah home visit. Home visit dilakukan untuk pasien yang tidak
kontrol tiga bulan berturut-turut dan pasien yang mempunyai kadar gula darah tinggi terus-
menerus. Home visit dilakukan untuk menggali informasi mengenai pola makan dan kondisi
lingkungan dari keluarga pasien. Home visit dilakukan oleh perawat. Konsultasi pasien dilakukan
satu kali setiap bulan dan untuk pengambilan obat. Setiap tahun dilakukan kegiatan rekreasi juga
untuk menjaga keaktifan anggota dan menghilangkan kejenuhan.
Anggota berjumlah sekitar 20 orang pada awal terbentuknya Prolanis dan bertambah banyak
sampai saat ini anggota berjumlah sekitar 200 orang. Menurut narasumber 1, respon anggota
terhadap terbentuknya program Prolanis baik. Anggota Prolanis dikategorikan menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah anggota yang hadir senam dan edukasi kelompok, sementara
kelompok kedua adalah anggota yang hanya melakukan kontrol setiap bulan. Anggota tipe dua
umumnya adalah pasien dengan komplikasi seperti osteoarthritis, gagal jantung, dan struk yang
mempunyai mobilitas kurang dan kelemahan fisik. Edukasi untuk anggota tipe ini dilakukan
secara personal. Dari 200 anggota prolanis, hanya 70 anggota yang aktif mengikuti kegiatan senam
dan edukasi. Menurut narasumber 1, 60% dari anggota rutin kontrol setiap bulan dan memiliki
kualitas hidup baik.
Menurut narasumber, Prolanis yang dilaksanakan sudah cukup efektif untuk menangani
hipertensi dan DM tipe 2. Pasien yang mengikuti Prolanis lebih teredukasi daripada yang tidak
mengikuti. Pasien yang mengikuti Prolanis diberi edukasi misalnya mengenai cara mengatur pola
makan, komplikasi penyakit, dan kalori makanan masak agar implementasinya lebih mudah.
Faktor penghambat yang dirasakan narasumber adalah kesulitan untuk mengajak pasien
hipertensi dan DM tipe 2 baru untuk menjadi anggota. Narasumber berharap anggota lebih aktif
dan mengajak anggota lainnya untuk mengikuti Prolanis.
4. SIMPULAN
Setelah dilakukan observasi dan analisis, disimpulkan bahwa Prolanis yang dilaksanakan
belum mencapai indikator 75% jumlah peserta terdaftar, tetapi sudah efektif untuk penanganan
penyakit hipertensi dan DM tipe 2 yang terbukti dengan kualitas hidup dan hasil pemeriksaan
kesehatan yang baik untuk anggota yang aktif. Jenis kegiatan yang dilakukan meliputi pengecekan
kesehatan, senam, edukasi, konsultasi, dan home visit. Faktor penghambat yang dihadapi tim
pelaksana adalah sulitnya perekrutan anggota baru dan keaktifan untuk mengikuti kegiatan setiap
minggu ke-1 dan ke-3 .
5. SARAN
Prolanis yang dilaksanakan dalam faskes tingkat 1 merupakan langkah penting untuk
penanganan penyakit hipertensi dan DM tipe 2. Sebaiknya BPJS lebih menggiatkan promosi
Prolanis untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai isu ini. Tim
Prolanis juga dapat mengadakan inovasi dan variasi kegiatan untuk menarik minat anggota dalam
mengikuti rangkaian kegiatan Prolanis.
6. DAFTAR PUSTAKA