Anda di halaman 1dari 6

Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) oleh

Dokter Keluarga sebagai Penanganan Hipertensi dan


Diabetes Mellitus Tipe 2
Almira Kirana Rahmadhanie
Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
almirakrn@gmail.com

Abstract. Chronic disease such as hypertension and Diabetes Mellitus type 2 have a high
prevalence in Indonesia. Since 2014, BPJS health insurence has implemented the Chronic
Disease Management Program (Prolanis) which is a health care system to manage
hypertension and diabetes mellitus type 2. Activities conducted by Prolanis are excercises,
education session, home visit, health check, and consultation. This research aimed to find
out how is the implementation of Prolanis by general practitioner. The result showed that
the Implementation of Prolanis by general practitioner in Malang districts had not
reached the 75% success indicator.The percentage of member’s activity estimated at
around 60%. However, it showed that the implementation of Prolanis is effective for the
active member as proven by the increased knowledge about chronic disease, good life
quality, and stable check-up result.

Keywords: Hypertension, Diabetes Mellitus type 2, Prolanis

1. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki berbagai masalah kesehatan. Selain penyakit infeksi, penyakit


degeneratif kronis merupakan salah satu persoalan yang perlu diperhatikan. Transisi epidemiologi
di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit, dimana terjadi peningkatan
penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah penyakit tidak menular yang berlangsung kronis
karena kemunduran fungsi organ tubuh akibat proses penuaan contohnya adalah penyakit jantung,
hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas. Kontributor utama terjadinya penyakit kronis adalah
pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, pola makan dan obesitas,
aktivitas fisik yang kurang, stres, dan pencemaran lingkungan (Maryani, Herti., Handajani,
Adianti., Roosihermiatie, 2010). Pada tahun 2008, penyakit kronis menyebabkan kematian pada
36 juta orang di seluruh dunia atau setara dengan 36% jumlah kematian di dunia. Berdasarkan
hasil temuan Riskesdas pada tahun 2013, penyakit kronis merupakan salah satu penyebab utama
kematian di Indonesia.

Hipertensi dan diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang prevalensinya
cukup tinggi di Indonesia. Menurut riset, prevalensi DM Tipe 2 Berdasarkan pemeriksaan gula
darah di Indonesia naik dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018, sedangkan
prevalensi hipertensi di Indonesia menurut hasil pengukuran tekanan darah, naik dari 25,8% pada
tahun 2013 menjadi 34,1% di tahun 2018 (Riskesdes, 2018).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit
dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai. Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat
bervariasi pada masingmasing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-
gejala hipertensi yaitu sakit kepala atau rasa berat di tengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar,
mudah Ielah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes.RI, 2014).
Faktor risiko hipertensi di Indonesia adalah umur, pria, pendidikan rendah, kebiasaan merokok,
konsumsi minuman berkafein >1 kali per hari, konsumsi alkohol, kurang aktivitas fisik, obesitas
dan obesitas abdominal (Rahajeng & Tuminah, 2007). Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi
membutuhkan waktu lama, seumur hidup dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup
tidak menurunkan tekanan darah ke tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Diabetes mellitus dideskripsikan sebagai kelompok gangguan metabolik yang mempunyai


karakter kadar gula darah yang tinggi. Orang dengan penyakit diabetes mempunyai risiko terkena
banyak masalah kesehatan yang mematikan, menyebabkan biaya kesehatan yang lebih tinggi,
pengurangan kualitas hidup, dan peningkatan risiko kematian. Kadar gula darah tinggi yang
berkelanjutan menyebabkan kerusakan pembuluh darah secara umum yang memengaruhi jantung,
mata, ginjal, dan saraf. Hal ini menimbulkan berbagai komplikasi.Prevalensi global diabetes di
orang dewasa berusia 18-99 tahun naik dari 8.4% di tahun 2017 dan diprediksikan naik menjadi
9.9% di 2045. Perubahan ini disebabkan oleh urbanisasi yang sangat cepat dan perubahan drastis
gaya hidup (Cho et al., 2018). Menurut sebuah penelitian, kontrol kadar gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia berada di bawah standar yang dibuktikan dengan banyaknya
komplikasi yang ditemukan. Untuk mencegah komplikasi dan menghambat perkembangan
penyakit, pendekatan multidisiplin dan penguatan standar manajemen diabetes harus dilakukan
yaitu dengan melakukan perubahan gaya hidup, edukasi pasien, dan pemberian obat yang
sesuai(Soewondo et al., 2010).

Pemerintah Indonesia memfasilitasi pelayanan penyakit kronis sesuai dengan Peraturan


Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 21 Ayat 1, salah satu manfaat
yang didapatkan oleh peserta BPJS Kesehatan yaitu pelayanan kesehatan promotif dan preventif,
salah satunya ialah Prolanis (Sitompul, Suryawati, & Wigati, 2016). Program Pengelolaan
Penyakit Kronis (Prolanis) adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit
kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif
dan efisien. Tujuan Prolanis yaitu mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai
kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat
Pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan
Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit
(BPJS Kesehatan, 2015).

Prolanis berawal dari PT Askes (Persero) yang meluncurkan program pengelolaan


penyakit kronis Diabetes Mellitus Tipe 2 (PPDM Tipe 2) yang bertujuan untuk menurunkan risiko
komplikasi dan mencapai kualitas hidup yang baik dengan pemanfaatan biaya yang efektif dan
rasional. Program PPDM Tipe 2 adalah suatu sistem tata laksana pelayanan kesehatan dan edukasi
kesehatan bagi peserta Askes Sosial yang menderita penyakit DM tipe 2 agar mencapai kualitas
hidup yang optimal secara mandiri. Program PPDM Tipe 2 memiliki keselarasan dengan amanat
regulasi. Atas dasar tersebut, BPJS Kesehatan mengintegrasikan program PPDM Tipe 2 menjadi
salah satu program rutinnya. Program tersebut berganti nama menjadi Program Pengelolaan
Penyakit Kronis (Prolanis). Salah satu tantangan BPJS Kesehatan adalah memastikan Prolanis
menjadi program yang mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas JKN. Artinya, Prolanis tidak
saja harus mengedepankan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, namun di saat yang sama juga
harus mengedepankan pengendalian biaya pelayanan kesehatan(Idris, 2014). Aktifitas dalam
Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, home visit, reminder, aktifitas klub, dan
pemantauan status kesehatan (BPJS Kesehatan, 2015).

Peran fasilitas kesehatan tingkat satu sangat penting untuk menangani tingginya prevalensi
penyakit kronis terutama diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi di Indonesia. Pelaksanaan
Prolanis diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan menurunkan risiko
komplikasi.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Prolanis yang
dilaksanakan dokter keluarga dan mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan
indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh BPJS. Akan dipaparkan pula tingkat keefektifan
program menurut tim pelaksana Prolanis.

2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menggunakan paham fenomenologis yaitu pemahaman makna terhadap
suatu pengalaman. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai
instrumen dan dilakukan secara induktif dan eksploratif dengan melihat apa yang terjadi, mengapa
terjadi, dan bagaimana terjadinya sehingga diharapkan dapat menghasilkan hipotesis baru.
Penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif mengenai beberapa variabel yang terkait tanpa
menganalisis hubungan antara variabel (Mulyadi, 2018). Penelitian ini dilakukan pada salah satu
unit pelayanan kesehatan tingkat satu di kabupaten Malang dengan teknik observasi dan
wawancara narasumber.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara empat narasumber. Narasumber 1
adalah seorang dokter keluarga, sementara tiga orang lainnya merupakan tim pelaksana Prolanis
yang terdiri dari dua orang petugas administrasi dan satu orang perawat. Hasil penelitian ini
merupakan keadaan Prolanis yang dilaksanakan oleh salah satu dokter keluarga di Kabupaten
Malang.

Menurut Narasumber 1, Program Pengelolaan Penyakit Kronis terbentuk sekitar tahun 2010
yang merupakan program dari PT. Askes untuk dokter keluarga. Langkah awal yang pertama kali
dilakukan untuk memulai Prolanis adalah mengumpulkan data pasien penderita DM Tipe 2 dan
Hipertensi. Setelah itu, dibentuk kepengurusan. Pemebentukan tim merupakan upaya mandiri dari
masing-masing faskes tingkat pertama. PT.Askes hanya memberi biaya instruktur senam sebesar
Rp150.000,00, biaya konsumsi sebesar Rp5.000,00 / anggota, maksimal Rp200.000,00 , biaya
edukator sebesar Rp600.000,00 untuk dokter umum dan Rp800.000,00 untuk dokter spesialis pada
era PT.Askes. Pada era BPJS biaya edukator mengalami pengurangan sebesar Rp200.000,00.

Pada awalnya, Prolanis dilaksanakan satu kali setiap bulan. Saat ini, Prolanis dilaksanakan
setiap hari Minggu pada minggu ke-1 dan minggu ke-3 setiap bulan. Pada minggu pertama,
kegiatan yang dilakukan setelah pasien datang adalah penimbangan berat badan, pengukuran
tekanan darah, pengecekan kadar gula darah puasa untuk pasien DM tipe 2, dan senam. Kegiatan
pada minggu pertama dimulai dari pukul 06.00 sampai pukul 08.00. Pada minggu ketiga, kegiatan
kurang lebih sama tetapi dilakukan pengecekan kadar gula darah sewaktu untuk pasien hipertensi
dan DM tipe 2 dan edukasi setelah senam. Edukasi pada Prolanis dilakukan dengan topik yang
berhubungan dengan hipertensi, DM tipe 2 serta komplikasinya dan dapat mengundang dokter
spesialis. Kegiatan pada minggu ketiga di lakukan pada pukul 06.30 sampaipukul 08.30.

Kegiatan lain yang dilakukan adalah home visit. Home visit dilakukan untuk pasien yang tidak
kontrol tiga bulan berturut-turut dan pasien yang mempunyai kadar gula darah tinggi terus-
menerus. Home visit dilakukan untuk menggali informasi mengenai pola makan dan kondisi
lingkungan dari keluarga pasien. Home visit dilakukan oleh perawat. Konsultasi pasien dilakukan
satu kali setiap bulan dan untuk pengambilan obat. Setiap tahun dilakukan kegiatan rekreasi juga
untuk menjaga keaktifan anggota dan menghilangkan kejenuhan.

Anggota berjumlah sekitar 20 orang pada awal terbentuknya Prolanis dan bertambah banyak
sampai saat ini anggota berjumlah sekitar 200 orang. Menurut narasumber 1, respon anggota
terhadap terbentuknya program Prolanis baik. Anggota Prolanis dikategorikan menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama adalah anggota yang hadir senam dan edukasi kelompok, sementara
kelompok kedua adalah anggota yang hanya melakukan kontrol setiap bulan. Anggota tipe dua
umumnya adalah pasien dengan komplikasi seperti osteoarthritis, gagal jantung, dan struk yang
mempunyai mobilitas kurang dan kelemahan fisik. Edukasi untuk anggota tipe ini dilakukan
secara personal. Dari 200 anggota prolanis, hanya 70 anggota yang aktif mengikuti kegiatan senam
dan edukasi. Menurut narasumber 1, 60% dari anggota rutin kontrol setiap bulan dan memiliki
kualitas hidup baik.

Menurut narasumber, Prolanis yang dilaksanakan sudah cukup efektif untuk menangani
hipertensi dan DM tipe 2. Pasien yang mengikuti Prolanis lebih teredukasi daripada yang tidak
mengikuti. Pasien yang mengikuti Prolanis diberi edukasi misalnya mengenai cara mengatur pola
makan, komplikasi penyakit, dan kalori makanan masak agar implementasinya lebih mudah.

Kepatuhan anggota prolanis menurut narasumber bervariasi. Pasien Hipertensi cenderung


lebih patuh dan diperkirakan tingkat kepatuhan sebesar 90%. Pasien DM 2 dipekirakan memiliki
tingkat kepatuhan 50% karena susahnya mengatur pola makan.Kondisi pasien yang mengikuti
Prolanis cukup baik meskipun ada juga yang terkena komplikasi. Setiap 6 bulan, dilakukan
pemeriksaan laboratorium HbA1C,mikroalbumin,kreatinin,ureum, kolesterol total, trigliserida
serta ldl dan hdl kolesterol untuk pasien DM 2, sementara pemeriksaan pasien hipertensi dilakukan
tanpa pemeriksaan HbA1C. Biaya pemeriksaan ini ditanggung oleh BPJS.

Faktor penghambat yang dirasakan narasumber adalah kesulitan untuk mengajak pasien
hipertensi dan DM tipe 2 baru untuk menjadi anggota. Narasumber berharap anggota lebih aktif
dan mengajak anggota lainnya untuk mengikuti Prolanis.

4. SIMPULAN
Setelah dilakukan observasi dan analisis, disimpulkan bahwa Prolanis yang dilaksanakan
belum mencapai indikator 75% jumlah peserta terdaftar, tetapi sudah efektif untuk penanganan
penyakit hipertensi dan DM tipe 2 yang terbukti dengan kualitas hidup dan hasil pemeriksaan
kesehatan yang baik untuk anggota yang aktif. Jenis kegiatan yang dilakukan meliputi pengecekan
kesehatan, senam, edukasi, konsultasi, dan home visit. Faktor penghambat yang dihadapi tim
pelaksana adalah sulitnya perekrutan anggota baru dan keaktifan untuk mengikuti kegiatan setiap
minggu ke-1 dan ke-3 .

5. SARAN
Prolanis yang dilaksanakan dalam faskes tingkat 1 merupakan langkah penting untuk
penanganan penyakit hipertensi dan DM tipe 2. Sebaiknya BPJS lebih menggiatkan promosi
Prolanis untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai isu ini. Tim
Prolanis juga dapat mengadakan inovasi dan variasi kegiatan untuk menarik minat anggota dalam
mengikuti rangkaian kegiatan Prolanis.
6. DAFTAR PUSTAKA

BPJS Kesehatan. (2015). Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit


Kronis).
Cho, N. H., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., da Rocha Fernandes, J. D., Ohlrogge,
A. W., & Malanda, B. (2018). IDF Diabetes Atlas: Global estimates of diabetes
prevalence for 2017 and projections for 2045. Diabetes Research and Clinical
Practice, 138, 271–281. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.023
Idris, F. (2014). Pengintegrasian Program Preventif Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 PT
Askes (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS
Kesehatan). Indonesia Medical Association, 64(3), 115–121.
Kemenkes.RI. (2014). Pusdatin Hipertensi. Infodatin, (Hipertensi), 1–7. Retrieved from
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjIzfD
JsYPKAhVSA44KHUmSDasQFggZMAA&url=http://www.depkes.go.id/download.
php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-
hipertensi.pdf&usg=AFQjCNHWLiHieCeL1Ksg4Tr_yx
Kementerian Kesehatan RI. (2017). MASALAH HIPERTENSI DI INDONESIA.
Retrieved from Kementerian Kesehatan RI website:
http://www.depkes.go.id/article/view/1909/masalah-hipertensi-di-indonesia.html
Maryani, Herti., Handajani, Adianti., Roosihermiatie, B. (2010). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pola Kematian Pada Penyakit Degeneratif Di Indonesia.
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan –, 13, 42–53.
https://doi.org/10.1002/macp.200400177
Mulyadi, M. (2018). PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SERTA
PEMIKIRAN DASAR MENGGABUNGKANNYA. Jurnal Studi Komunikasi Dan
Media, 15(1), 128. https://doi.org/10.31445/jskm.2011.150106
Rahajeng, E., & Tuminah, S. (2007). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 59(12), 580–587.
Riskesdes. (2018). Laporan Nasional Rikesdas 2018. In Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sitompul, S., Suryawati, C., & Wigati, P. A. (2016). ANALISIS PELAKSANAAN
PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS ( PROLANIS ) BPJS
KESEHATAN PADA DOKTER KELUARGA DI KABUPATEN PEKALONGAN
TAHUN 2016. 4, 145–153.
Soewondo, P., Soegondo, S., Suastika, K., Pranoto, A., Soeatmadji, D. W., &
Tjokroprawiro, A. (2010). The DiabCare Asia 2008 study – Outcomes on control and
complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Medical Journal of Indonesia,
19(4), 235. https://doi.org/10.13181/mji.v19i4.412

Anda mungkin juga menyukai