Anda di halaman 1dari 5

MENUMBUHKAN SIKAP BERNALAR KRITIS MENGGUNAKAN

MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA


KELAS VI SD

M. Rizalli Rakhman, S.Pd


UPTD SD Negeri 3 Tebing Siring;
rieza.vahlivie@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini dilatar belakangi hasil dari analisis permaslahan yang ada di Sekolah Dasar. Dari
hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa sikap bernalar kritis dan kreatif pada siswa disekolah pada
umumnya belum muncul khususnya pada siswa kelas VI. Selain itu siswa dalam proses pembelajaran
hanyar mendengarkan dan mencatat saja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menumbuhkan sikap
bernalar kritis dan kreatif siswa pada pembelajaran IPA dengan model Discovery Learning di UPTD SD
Negeri 3 Tebing Siring. Manfaaat penelitian ini adalah memberikan pengetahuan baru dan berbagai
keterampilan melalui tindakan yang diberikan guru dalam penelitian tindakan. Tempat penelitian tindakan
dilaksanakan di UPTD SD Negeri 3 Tebing Siring dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VI yang
berjumlah 5 siswa, yaitu 4 orang siswa perempuan dan 1 orang siswa laki-laki. Penelitian ini dilakukan 2
kali pertemuan dengan hasil akhir penelitian yang diperoleh yaitu tumbuhnya sikap bernalar kritis siswa,
hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada pertemuan 1 dan 2 secara berturut yaitu skor rata 3,17
dan 3,55. Pertemuan ke-2 yaitu skor rata-rata 3,18 dan 3,77. Dengan demikian penelitian menggunakan
model Discovery Learning dapat menumbuhkan sikap bernalar kritis dan kreatif siswa pada UTPD SD
Negeri 3 Tebing Siring.
Kata Kunci : bernalar kritis, model Discovery Learning

1. Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (UU RI No. 20 Thn 2003,Bab I Pasal1).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah, menjelaskan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari pada pendidikan
di Sekolah. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari
diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Bruner mengemukakan bahwa proses pembelajaran di kelas bukan untuk
menghasilkan perpustakaan hidup untuk suatu subjek keilmuan, tetapi untuk melatih
siswa berpikir kritis untuk dirinya, mempertimbangkan hal-hal yang ada di
sekelilingnya, dan berpartisipasi aktif di dalam proses mendapatkan pengetahuan
( Adriana,2007:56). Dalam praktik pembelajaran Kurikulum 2013 yang dilaksanakan
selama ini, penulis menggunakan buku siswa dan buku guru. Penulis meyakini bahwa
buku tersebut sudah sesuai dan baik digunakan di kelas karena diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ternyata, dalam praktiknya, penulis mengalami beberapa kesulitan seperti materi
dan tugas tidak sesuai dengan latar belakang siswa. Selain itu, penulis masih berfokus
pada penguasaan pengetahuan kognitif yang lebih mementingkan hafalan materi.
Dengan demikian proses berpikir siswa masih dalam level C1 (mengingat), memahami
(C2), dan C3 (aplikasi). Guru hampir tidak pernah melaksanakan pembelajaran yang
berorientasi pada keterampilan bernalar kritis dan menumbuhkan kreatifitas siswa,
dalam setiap melaukan pembelajaran juga tidak menggunakan media pembelajaran.
Sehingga berakibat suasana pembelajaran di kelas kurang bergairah dan anak-anak
tampak tidak ceria.
Pembelajaran abad 21 telah mengalami banyak pergeseran, diantaranya dari
berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik. Tidak dipungkiri pada
pembelajaran konvensional, tahun-tahun sebelumnya lebih berpusat pada guru. Gurulah
yang aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik hanya menyimak dan
mendengarkan saja. Istilahnya dalam Bahasa banjar “duduk badiam haja “. Peserta didik
harus duduk tenang , tangan dilipat di atas meja. Metode yang digunakan gurupun
cenderung dengan menggunakan metode ceramah. Ketika mengajar IPA pun seolah-
olah menjadi pelajaran sejarah IPA. Hal ini tentu banyak kelemahannya, karena
kemampuan peserta didik untuk mendengar dan menyimak tentunya berbeda-beda
sesuai latar belakang anak. Sehingga menjadikan siswa menjadi pasif , tidak kritis dan
mudah lupa terhadap konsep yang sudah diajarkan. Hal ini tampaknya berakibat pada
hasil belajar siswa, khususnya pada Kelas VI di Sekolah UPTD SDN 3 Tebing Siring
yang masih belum tumbuh sikap bernalar kritis dan kreatifnya.
Dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0, siswa harus dibekali agar bisa
bernalar kritis dan memiliki kreatifitas. Dimana siswa harus bisa memperoleh dan
memproses informasi dan gagasan, dapat menganalisis dan mengevaluasi penalaran,
merefleksi pemikiran dan proses berpikir serta dapat mengambil sebuah keputusan.
Disamping itu siswa juga harus memiliki kreatifitas yang bisa menghasilkan karya dan
Tindakan yang orisnal. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan siswa agar bisa bernalar kritis dan memiliki kreatifitas disarankan dalam
implementasi Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran penemuan (Discovery
Learning). Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang terjadi ketika
siswa tidak disajikan informasi secara langsung tetapi siswa dituntut untuk
mengorganisasikan pemahaman mengenai informasi tersebut secara mandiri. Melalui
model ini siswa dilatih untuk terbiasa menjadi seorang yang saintis (ilmuan). Mereka
tidak hanya sebagai konsumen, tetapi diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan
sebagai pelaku dari pencipta ilmu pengetahuan.
Dalam setiap situasi selalu ada jalan keluar untuk sebuah solusi yang bisa
menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang kita hadapi di atas. Caranya adalah
menggunakan strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa lebih aktif dalam
proses pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam
belajar dan berkomunikasi antara siswa dengan siswa yang lain, serta memberikan celah
seluas-luasnya bagi siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan berpikir kritis dalam
memecahkan setiap masalah, dimulai dari hal paling kecil yakni menganalisis masalah
ringan hingga sampai pada mengidentifikasi, mencari dan menganalisis permasalahan
dan memberikan solusi terbaik untuk suatu permasalahan yang diberikan sehingga
siswa dapat mengambil sebuah keputusan.
Berdasarkan paparan di atas maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
Menumbuhkan Sikap Bernalar Kritis Dan Kreatif Menggunakan Model Discovery
Learning Pada Pembelajaran IPA Kelas VI SD.

2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis deksriptif kuantitatif. Dengan desain one
group pretest-posttest karena sampel dalam penelitian ini hanya satu kelas. Penelitian
ini dilakukan secara terencana dan sistematik untuk mendapatkan pemecahan masalah
terhadap sikap bernalar kritis anak yang terdapat dalam pembelajaran tertentu. Maka
dari itu ditetapkan bahwa jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.
Menurut Margono (2000), penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan
pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan
mengenai apa yang ingin kita ketahui.
Sedangkan metode yang digunakan adalah menggunakan pengumpulan data. Dalam
pengumpulan data, peneliti akan melakukan evaluasi terhadap pengetahuan peserta
didik dalam mengindetifikasi informasi untuk menumbuhkan sikap berpikir kritis
peserta didik. Dalam hal ini data angka hasil Evaluasi pengetahuan dan keterampilan
akan digunakan sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan data yang digunakan untuk
mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis siwa dengan mennggunakan tes essay.
Soal tes dikembangkan berdasarkan indokator kemampuan berpikir kritis dengan materi
Energi Listrik. Penelitian ini diawali dengan observasi awal dalam menentukan variabel
yang akan digunakan dalam penelitian, selanjutnya rancangan penelitian dan
penyusunan instrumen. Tahapan selanjutnya dilakukan dengan cara menguji siswa
dengan memberikan tes tulis essay berupa soal kemampuan berpikir kritis siswa dalam
mata pelajaran IPA materi energi listrik. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan
menerapkan analisis data. Hasil analisis data yang diperoleh kemudian akan
disimpulkan selanjutnya akan disusun menjadi sebuah laporan. Penelitian ini
menggunakan tes tulis essay dalam pengumpulan data
Lokasi yang diambil dalam penelitian untuk menumbuhkan sikap bernalar kritis dan
kreatif ini bertempat di UPTD SD Negeri 3 Tebing Siring Kec. Bajuin Kab. Tanah Laut.
Dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VI dengan jumlah siswa 5 orang yang
terdiri 1 orang siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan. sebelumya siswa-siswi tersebut
telah menerima materi pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah soal essay dan rubrik penilaian sebagai pedoman penskoran. Soal-soal tersebut
terdiri dari aspek kemampuan siswa dalam berpikir kritis yang dikembangkan dari
facione (2010). Kemampan berpikir kritis yang diukur terdiri dari 6 aspek yaitu: aspek
interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, eksplanasi dan regulasi diri.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di peroleh hasil tes kemampuan
berpikir kritis siswa kelas VI UPTD SD Negeri 3 Tebing Siring masih dalam kategori
rendah, dan masih perlu ditingkatkan lagi. Sebagian siswa masih bingung menerapkan
pengetahuan yang dimiliki, penjelaskan sebab akibat dari suatu peristiwa,
mengungkapkan solusi dari permasalahan yang diberikan serta menungkapkan
pendapatnya sesuai dengan Bahasa mereka sendiri dengan peristiwa yang disajikan. Hal
ini disebabkan dalam proses pembelajaran guru masih menggunakan metode ceramah
dan cenderung banyak menghapal, sehingga kemampuan berpikir kritis siswa belum
begitu berperan dan tertanam dalam diri siswa.

Hasil ini senada dengan yang dikemukakan Snyder & Snyder (2008) siswa tidak
dapat menyelesaikan masalah dikarenakan kurangnya kemampuan berpikir kritis,
pembelajaran yang melibatkan siswa terlalu banyak menghapal membuat siswa sedikit
berpikir dan sedikit memahami konsep. Soal yang diujikan dalam penelitian ini berupa
5 buah soal essay yang setiap soalnya memuat indikator berpikir kritis yaitu eksplanasi,
interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi dan regulasi diri, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh facione (2010). Kemampuan berpikir kritis pada siswa dianalisis
dengan materi pencemaran lingkungan. Hasil dari penelitian dikategorikan esuai dengan
kriteria pencapaian kemampuan berpikir kritis siswa menurut Riduwan (2013). Kriteria
pengelompokan tersebut terdiri dari kriteria sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah dan
rendah sekali
Pengkategorian kriteia kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1. Kategori Kriteria kemampuan berpikir kritis
No Persentase Kategori
1 81-100 Sangat Tinggi
2 61-80 Tinggi
3 41-60 Cukup
4 21-40 Rendah
5 0-20 Rendah Sekali
(Ridwan, 2013)
Setiap soal memiliki skor yang berbeda sesuai dengan indicator, jumlah
keseluruhan skor adalah 100, dengan rincian soal eksplanasi, interpretasi, analisis,
regulasi, evaluasi dan inferensi. Hasil data penelitian ini disajikan dengan melihat hasil
pretest dan posttest dengan melakukan penngujian normalitas, homogenitas dan T Test.
Pada hasil uji normalitas di peroleh data sebagai berikut
Table 2. Uji normalitas kelompok pretest dan posttest
kelompok statistic df Sig. Keterangan
Pretest 0.145 5 0.200 Ho diterima
Posttest 0.245 5 0.200 Ho diterima
Berdasarkan table 2, nilai signifikan (p) pretest adalah 0,200 lebi dari 0,05 maka
Ho diterima, artinya data pada kelompok pretest berdistribusi normal. Demikian pula
nilai signifikan (p) posttest adalah 0,200 lebih dari 0,05 maka Ho diterima, artinya
adalah data pada kelompok posttest berdistribusi normal. Dengan demikian, kedua
kelompok memiliki data berdistribusi normal.
Selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas variansi. Pengujian homogenitas
bertujuan untuk mengetahui bahwa kedua kelompok memiliki variansi yang sama
secara statistic sehingga jika terdapat perbedaan maka perbedaan tersebut murni dari
perbedaan antara dua kelompok. Pengujian homogenitas ini menggunakan uji Levene.
Table 3. Uji Homogenitas
Levene Statistic df1 df2 sig. Keterangan
0.225 1 8 0.648 Ho diterima

Pada table 3. Nilai statistic Lavene sebesar 0.225, nilai signifikan (Sig.)
kelompok pretest dan posttest adalah 0,648 yang artinya lebih dari 0,05. Oleh karena
itu, Ho diterima atas variansi kelompok prestest dan posttest homogen atau memiliki
variasi yang sama.
Setelah pengujian pada homoginitas, maka selanjutnya akan dilakukan uji Paired
Sample Test dan ditemukan dengan hasil yang dapat dilihat pada table 4 di bawah ini :
Table 4 Uji T sampel berpasangan kelompok pretest dan posttest
t df Sig. (2-tailed)

95% Confidence
Std. Std. Interval of the
Deviatio Error Difference
Keterangan
Pasangan Mean n Mean Lower Upper
Pretest - Posttest -24.400 6.387 2.857 -32.331 -16.469 -8.542 4 .001 Ha Diterima

Dilihat dari table 4 di atas dapat disimpulkan t hitung = 6,387, sedangkan pada
derajat kebebasan (df) = 4 dan pada bagian signifikansi terdapat 7% besar dari t tabel =
2,857. Sehingga, dengan demikian thitung > ttabel, yang artinya Ho yang tidak terdapat
adanya perbedaan antara kelompok sebelum dan sesudah diberikan perlakukan
menggunakan model pembelajaran discovery learning pada materi muatan IPA tentang
Energi Listrik di kelas 6 UPTD SD Negeri 3 Tebing Siring dapat diterima, dan juga
dengan kata lain, Ha yang adanya perbedaan antara kelompok sebelum dan sesudah
diberikan perlakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery
learning pada materi bermuatan IPA tentang Energi Listrik di kelas 6 UPTD SD Negeri
3 Tebing Siring dapat diterima. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran
discovery learning efektif dapat menumbuhkan profil pelajar Pancasila pada kompetensi
bernalar kritis siswa.

4. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian kemampuan berpikir kritis siswa kelas 6 UPTD SD
Negeri 3 Tebing Siring, didapatkan bahwa dengan pembelajaran menggunakan model
discovery learning untuk penerapan profil Pancasila pada kompetensi bernalar kritis
dapat menumbuhkan siswa untuk bisa berpikir kritis. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berpikir kritis pada siswa sudah tumbuh dan bisa memberikan
pendapat-pendapat terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Namun
masih rendah dikarenakan siswa masih kurang dilatihkan indikator-indikator
kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran.
Setelah mengkaji hasil dan kesimpulan yang diambil dari penelitian ini maka
diajukan saran yaitu guru dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat
memberdayakan indikator-indikator kemampuan berfikir kritis baik melalui penyusunan
bahan ajar, model pembelajaran, dan instrument penelitian,sehingga kemampuan
berfikir kritis siswa dapat meningkat. Setelah melakukan penelitian dan membuat
kesimpulan dapat diajukan rekomendasi yaitu untuk melakukan penelitian selanjutnya
yang mampu mengembangkan pembelajaran yang memberdayakan kemampuan berfikir
kritis siswa. Demikianlah hasil kesimpulan, saran, dan rekomendasi yang dipaparkan.
Semoga penelitian ini memberikan kontribusi bagi pendidikan.
5. Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai