Anda di halaman 1dari 19

PUBLIC HEALTH PRACTICE

“ANTROPOMETRI”

Disusun Oleh :

Nama : Miftahul Jannah


Stambuk : N 201 16 161
Kelas :A

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan
gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat
objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah
tersedia. Penilaian status gizi, dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik.
Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan,
statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap penilaian status gizi tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan (Fitri, 2017)
Salah satu cara untuk menilai status gizi adalah dengan menggunakan
antropometri. Antropometri adalah ilmu yang mempelajari berbagai ukuran tubuh
manusia. Ukuran yang sering digunakan adalah berat badan dan tinggi badan.
Selain itu juga ukuran tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas, lapisan lemak
bawah kulit, tinggi lutut, lingkar perut, dan lingkar pinggul (Supriasa, 2001)
Pada metode antropometri di kenal Indeks Antropometri. Indeks
antropometri adalah kombinasi antara beberapa parameter, yang merupakan dasar
dari penilaian status gizi. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti tinggi
badan dibagi umur (TB/U), berat badan dibagi umur (BB/U) dan Indeks Massa
Tubuh menurut Umur (IMT/U). Kelebihan indeks TB/U antara lain sensitivitas
dan spesivisitasnya termasuk tinggi untuk menilai status gizi masa lampau.
Kombinasi antara berat badan (BB) dan umur (U) membentuk indikator BB
menurut U yang disimbolkan dengan BB/U, yang digunakan untuk melakukan
penilaian dengan melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan,
yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan gizi masa
sekarang.Kombinasi antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Umur (U)
membentuk indikator IMT menurut U yang disimbolkan dengan IMT/U, dalam
pengukuran ini menggunakan parameter BB yang memiliki hubungan linear
dengan TB. Dalam keadaan normal perkembangan BB searah dengan
pertumbuhan TB dengan kecepatan tertentu yang dilihat berdasarkan umurnya
dan dapat menilai kondisi gizi berdasarkan postur tubuhnya menurut umur
(Supriasa, 2001)
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Antropometri yaitu:
1. Mahasiswa mampu memahami cara Mengukur Berat Badan
2. Mahasiswa mampu memahami cara Pengukuran Tinggi Badan
3. Mahasiswa mampu memahami cara Pengukuran Tinggi Lutut
4. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran Lingkar Pinggang (Lpi)
5. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran Lingkar Panggul (Lpa)
6. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran Lingkar Perut
7. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
8. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran Tebal Lipatan Kulit (TLK)
9. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran TLK pada Tricep
10. Mahasiswa mampu memahami cara pengukuran TLK pada Subscapular
C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum antropometri yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui alat ukur dan cara mengukur BB, TB, TL, Lingkar Pinggang, Lingkar
Panggul, Lingkar Perut, LILA, TLK, TLK Tricep, dan TLK Subscapular untuk
mengetahui penentuan gizi seseorang atau individu dengan menggunakan
pengukuran antropometri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANTROPOMETRI
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Antropometri merupakan metode penilaian status gizi yang paling sering
digunakan termasuk pada balita. Keunggulan metode antropometri adalah
prosedurnya sederhana, relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya murah dan
mudah didapat, metodenya tepat dan akurat, dapat mendeteksi keadaan gizi masa
lalu, dapat mengevaluasi status gizi periode tertentu dan dapat digunakan untuk
screening (Fitri, 2017)
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat
dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal
dari tubuh manusia. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status
gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Pada
umumnya indeks antropometri yang digunakan yaitu berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) (Fitri, 2017)
Menurut (Nurrizky & Nurhayati, 2003) adapun keunggulan dari
pengukuran antropometri yaitu:
a. Prosedurnya sederhana, aman dan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
yang besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga
yamg sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran
antropometri. Kader gizi (posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan
pelatihan singkat ia dapat melaksankan kegiatannya secara rutin.
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah
setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan harus diimpor dari
luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja seperti Skin Fold
Caliper untuk mengukur lemak dibawah kulit.
d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk,
karena sudah ada ambang batas yang jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode
tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang
rawan terhadap gizi
Sedangkan kelemahan dari antropo,etri menurut (Nurrizky & Nurhayati,
2003) yaitu :
a. Tidak sensitif, metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu
singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu
seperti zink dan Fe.
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena, pengukuran, perubahan hasil pengukuran baik
fisik maupun komposisi jaringan, serta analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan latihan petugas yang tidak
cukup, kesalahan alat atau alat tidak ditera, dan kesulitan pengukuran.
B. IMT (Indeks Masa Tubuh)
IMT atau indeks masa tubuh adalah hasil perhitungan dari perbandingan
BB (Berat Badan) dan TB (Tinggi Badan) melalui rumus BB/TB2 (kg/m2 ).
Berdasarkan nilai kisarannya, IMT terbagi menjadi 3 kategori, yaitu : underweight
(IMT≤18,4), normal (IMT=18,5–25), dan overweight (IMT≥25,1).7 Usia
menarche yang semakin dini telah dikaitkan dengan peningkatan IMT selama
bertahun-tahun. Usia menarche yang lebih dini juga dialami oleh wanita dengan
IMT berlebih (overweight) dibandingkan dengan yang normal atau kurus
(underweight).6 Tidak ditemukannya penurunan usia menarche pada anak dengan
perawakan kurus (underweight) juga mendukung bukti IMT sebagai faktor terkuat
penyebab penurunan usia menarche (Nurul, Putra, & Amir, 2016)
C. Prediksi Tinggi Badan
Mengukur Tinggi Lutut instrumen portabel pengukuran perangkat tinggi
lutut (KHMD), juga dirancang untuk mengukur pertumbuhan jangka pendek dari
kaki bagian bawah. Perangkat ini lebih murah dan lebih mudah digunakan
daripada knemometer tersebut. Sekali lagi, pengukuran yang diambil pada saat
anak duduk. Kursi yang digunakan dengan perangkat ini harus memiliki
ketinggian kursi 33 cm dan panjang 26 cm kursi. Tinggi lutut sangat berkorelasi
dengan tinggi dan dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi badan pada orang
dengan kelengkungan tulang belakang yang parah atau yang tidak mampu untuk
berdiri. Tinggi lutut diukur dengan kaliper yang terdiri dari tongkat pengukur
disesuaikan dengan pisau melekat pada masing-masing dan pada sudut 90oC.
Perkiraan parameter farmakokinetik dan evaluasi status gizi bergantung
pada pengukuran yang akurat tidak, hanya berat badan tetapi juga tinggi badan.
Namun, sejumlah penyakit dapat menyebabkan kesulitan dalam pengukuran
tinggi badan secara akurat. Oleh karena itu, berbagai rumus berdasarkan tulang
yang tidak berubah panjang telah dikembangkan. Metode-metode termasuk tinggi
lutut, panjang lengan dan setengah rentang tangan.
Tinggi lutut diukur dari bawah maleolus lateral fibula ke tumit. Langkah
ini digunakan untuk individu yang 60 tahun atau tidak dapat berdiri atau
memiliki kelainan bentuk tulang belakang.
Rumus nya yaitu :
- Female: Height in cm = 84.88- 0.24 x age) + (1.83 x knee height) – x 1,2
- Male : Heigt in cm = 64.19 – (0.04 x age) + (2.02 x knee height).

D. WHR (Rasio lingkar pinggang dan panggul)


Rasio lingkar pinggang dan panggul yang menghasilkan indeks tinggi
harus memperhatikan penyebabnya karena simpanan lemak atau otot torso yang
berkembang. Jadi perlu diukur tebal lipatan kulit abdomen untuk mengetahuinya.
Tujuan pengukuran lingkar pinggang dan pinggul adalah untuk mengetahui resiko
tinggi terkena penyakit DM II, kolesterol, hipertensi, dan jantung. Lingkar
pinggang diukur di indentasi terkecil lingkar perut antara tulang rusuk dan krista
iliaka, subjek berdiri dan diukur pada akhir ekspirasi normal dengan ketelitian 0,6
cm menggunakan pitameter. Lingkar pinggul diukupenonjolan terbesar pantat,
biasanya di sekitar pubic sympisis, subjek berdiri diukur menggunakan pitameter
dengan ketelitian 0,1 cm.
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak
bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan.
Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit
yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh ukuran umur yang
digunakan adalah rasio lingkar pinggal-pinggul. Pengukuran lingkar pinggang dan
lingkar pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran harus
tetap, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang beerbeda.
E. Lingkar Perut
Ukuran lingkar pinggang atau ukuran lingkar perut adalah besaran panjang
keliling badan seseorang pada bagian perut yang sejajar dengan pusar. Dalam
bidang kesehatan, ukuran lingkar pinggang atau ukuran lingkar perut berguna
untuk menilai kondisi tubuh seseorang secara kualitatif berdasarkan kandungan
lemak tubuhnya. Hasil pengukuran lingkar pinggang ini dapat menggambarkan
secara kualitatif mengenai kandungan lemak tubuh khususnya lemak di bagian
perut dengan cara membandingkan dengan ukuran lingkar perut rata-rata pada
orang yang normal dari komunitas yang sama (ras, tinggi badan, umur, jenis
kelamin, dsb). Dengan mengetahui ukuran lingkar pinggang seseorang dapat
diketahui apakah kondisi tubuhnya terlalu kurus, terlalu gemuk, atau cukup ideal. 
Ukuran lingkar pinggang tidak bisa dijadikan sebagai bahan diagnosa penyakit
atau kondisi kesehatan seseorang. Artinya orang yang memiliki tubuh gemuk atau
kurus belum tentu tidak sehat, sebaliknya orang yang bertubuh ideal belum tentu
sehat. Penggunaan ukuran lingkar pinggang untuk menilai kadar lemak tubuh
seseorang mempunyai beberapa keterbatasan sehingga tidak berlaku bagi orang-
orang tertentu seperti wanita hamil, binaragawan, orang cacat, dan manula.
F. % BODY FAT
Persentase lemak tubuh manusia adalah total massa lemak dibagi dengan
total massa tubuh. Lemak tubuh termasuk lemak essential dan lemak tubuh
penyimpanan. Lemak essential pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria,
karena tuntutan melahirkan dan fungsi hormonal lainnya. Presentase lemak
essential 3-5% pada pria, dan 8-12% pada wanita. Body fat percentage, didapat
dengan rumus sebagai berikut:
BEP (%) = (041563 x sum of three skinfold) – (0,00112 x [sum of three
skinfolds]2) + (0,03661 x age) + 4,03653
BAB III
METODE PEMERIKSAAN DAN PRINSIP KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Timbangan Berat Badan
2. Kursi
3. Lakban
4. Segitiga Siku-siku
5. Microtoice
6. Meteran Kayu
7. Meteran Pita
8. Pita LILA
9. Skinfold
B. Cara Kerja
1. Pengukuran Tinggi Lutut
a. Subjek duduk dikursi dalam keadaan rileks, lalu mengatur posisi lutut untuk
membentuk sudut 90º.
b. Subjek melepas alas kaki dalam pengukuran
c. Mengukur kesejajaran kaki menggunakan segitiga siku-siku
d. Mengukur tinggi lutut denga meletakkan alat ukur lutut
e. Menggunakan mistar kayu dan mencatata hasilnya
2. Pengukuran Tinggi badan
a. Subjek tidak mengenakan alas kaki. Posisikan subjek tepat dibawah micro
dibawah microtice
b. Merapatkan kaki, lutut, tumit, pantat, dan bahu menyentuh dinding vertical.
c. Subjek dengan pandangan lurus kedepan, kepala tidak perlu menyentuh
dinding vertical. Tangan lepas kesamping badan dengan telapak tangan
menghadap paha.
d. Meminta subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa
mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Usahakan
bahu tetap santai.
e. Menarik microtoice hingga menyetuh ujung kepala, pegang secara
horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat menarik nafas
maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka
untuk menghindari kesalahan penglihatan. Mencatat tinggi badan pada skala
0,1 cm terdekat.
3. Pengukuran Berat Badan
a. Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian yang minimal).
Subjek tidak tidak menggunakan alas kaki.
b. Memastikan timbangan berada pada penunjukkan skala dengan skala angka
0,0.
c. Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar merata pada
kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan lurus ke depan. Usahakan
tetap tenang.
d. Membaca berat berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg terdekat.
4. Pengukuran Lingkar Pinggang (Lpi)
a. Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat
ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak
berada di atas pakaian yang digunakan.
b. Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan relaks.
c. Pengukuran menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar
pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian yang paling kecil dari
tubuh. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukut dengan
tepat. Bagi mereka yang gemuk, dimana sukar menentukan bagian paling
kecil, daerah yang harus diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan
iliaca.
d. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat ukur tidak
menekan kulit.
e. Membaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.
5. Pengukuran Lingkar Panggul (Lpa)
a. Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan
b. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan
kaki rapat.
c. Mengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat maksimal dari
panggul terlihat.
d. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit. Seorang
pembantu diperlukan untuk mengukur posisi alat ukur pada sisi lainnya.
e. Membaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat.
6. Pengukuran Lingkar Perut
a. Menjelaskan pada praktikan tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan
apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.
b. Untuk mengukur praktikan diminta dengan cara yang santun untuk
membukan pakaina bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan
raba tulang rususk terakhir praktikan untuk menetapkan titik pengukuran.
c. Menetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.
d. Menetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.
e. Menetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut
dengan alat tulis.
f. Meminta praktikan untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal.
g. Melakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah
kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali
menuju titik tengah diawal pengukuran.
h. Apabila praktikan mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran
mengambil pengukuran yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah
tersebut lagi.
7. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
a. Tangan tergantung lepas dan siku lurus disamping badan, telapak tangan
menghadap ke bawah.
b. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA
menempel pada kulit. Perhatiakn jangan sampai pita menekan kulit atau ada
rongga antara kulit dan pita.
c. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
8. Menentukan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
a. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk mengangkat kedua
sisi dari kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm proximal dari daerah
yang diukur.
b. Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang tegak lurus aras
garis kulit.
c. Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
d. Caliper dipegang oleh tangan kanan.
e. Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh caliper
dilepas.
9. Mengukur TLK pada Tricep
a. Subjek berdiri dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh.
b. Pengukuran dilakukan pada mid point (sama seperti LILA)
c. Pengukur berdiri dibelakang subjek dan meletakkan telapak tangan kirinya
pada bagian lengan yang paling atas kearah tanda yang telah dibuat dimana
ibu jari dan jari telunjuk menghadap ke bawah. Tricept skinfold diambil
dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi.
d. Tricept skinfold diukur dengan mendekati 0,1 cm.
10. Mengukur TLK pada Subscapular
a. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi
tubuh.
b. Letakkan tangan kiri ke belakang
c. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba scapula dan
mencarinya kearah bawah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai
menentukan sudut bawah scapula.
d. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang
lebih 45º kearah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak pada bagian
bawah sudut scapula
e. Meletakkan caliper 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk yang
mengangkat kulit dan subskutan dan ketebalan kulit diukur mendekati 0,1
cm.
C. Nilai Parameter
Hasil Pengkuran Antropometri:
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
a. Berat Badan : 48,6 kg
b. Tinggi Badan : 153 cm = 1,53 m
Berat Badan ( kg )
IMT =
Tinggi Badan ( m)2
48,6 kg
=
¿¿
48,6 kg
=
2,34
= 20,76 kg/m2
2. Prediksi Tinggi Badan
a. Tinggi Lutut : 46 cm
b. Umur : 20 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
Perempuan = 84,88−( 0,24 x umur ) + ( 1,83 x Tinggi Lutut )
72−20
= 84,88−( 0,24 x 20 )+ (1,83 x 46 ) - x 1,2
5
= 84,88−( 4,8 ) + ( 84,18 )−12,48
= 80,08 + 71,7
= 151,78 cm
3. Waist to Hip Ratio (Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul)/ WHR
a. Lingkar Pinggang : 70,5 cm
b. Lingkar Panggul : 86,5 cm
Lingkar Pinggang
WHR =
Lingkar Panggul
70,5 cm
=
86,5 cm
= 0,81
4. Lingkar Perut : 75 cm
5. Lingkar Lengan Atas (LILA) : 24 cm
6. Percent Body Fat
a. Tricep : 14
b. Scapula : 16
c. Umur : 20 Tahun
d. Jenis Kelamin : Perempuan
DB (Density Body) = 1,0897−0,00133 ( ∑ tricep+ scapula )
= 1,0897−0,00133 (14 +16 )
=1,0897−0,0399
= 1,04
% Body Fat = [(4,76/1,04) – 4,28] x 100
= 0,29 x 100
= 29%
D. Interpretasi Parameter
1. IMT
Parameter yang penting digunakan dalam pengukuran IMT adalah
tinggi badan 153 cm dan berat badan 48,6 kg. Sehingga diperoleh hasil dari
pengukuran dan perhitungan dengan menggunakan rumus yang telah
ditetapkan yaitu 20,76 kg/m2 yang menandakan IMT NA masuk dalam kategori
normal yaitu dari 18,50-24,99 kg/m2. Hal ini sesuai dengan literatur
(Situmorang, 2015) bahwa IMT ditentukan dengan cara mengukur berat dan
tinggi badan secara terpisah kemudian nilai berat dan tinggi tersebut dibagikan
untuk mendapatkan nilai IMTdalam satuan kg/m2 . Nilai IMT diberikan atas
lima kriteria yaitu: kurus berat ( 27 kg/m2 ).
2. Tinggi Lutut
Dengan menggunakan parameter pengukuran prediksi tinggi badan,
dilakukan pengamatan pengukuran pada lutut NA dan diperoleh hasil bahwa
tinggi lutut NA adalah  46 cm, dari tinggi badan 153 cm. serta dilakukan
perhitungan prediksi tinggi badan dengan menggunakan  rumus Height in cm =
84.88- 0.24 x age) + (1.83 x knee height) – x 1,2 dan hasil yang diperoleh
yaitu 151,78.
Tinggi lutut merupakan alternative pengukuran dalam mengestimasi
tinggi badan yang paling baik disbanding armspan karena tinggi lutut tidak
berkurang seiring dengan penambahan usia dan tidak dipengaruhi oleh
berkurangnya tinggi badan yang diakibatkan adanya kompresi tulang belakang.
Selain itu, estimasi pengukuran tinggi badan dengan menggunakan tinggi lutut
juga paling banyak dipilih dari pada metode lainnya, missal armspan, karena
adanya kekakuan sendi (padalengan) khususnya pada lansia yang dapat
mengurangi keakuratan pengukuran tinggi badan menggunakan armspan
(Kusuma et al., 2018)

3. WHR (Rasio lingkar pinggang dan panggul) dan Lingkar Perut


Pada pengukuran rasio lingkar pinggang-pinggul, dilakukan dengan dua
cara yaitu mengukur lingkar pinggang sehingga diperoleh hasil dari lingkar
pinggang NA yaitu 70,5 cm dan lingkar panggul 86,5 cm, serta dilakukan
dengan perhitungan lingkar pinggang (LPi) dibagi dengan lingkar panggul
(LPa) jadi diperoleh WHR NA yaitu 0,81 cm maka hasil pengukuran termasuk
dalam kategori High terkena penyakit degenaratif. Hal ini sesuai dengan
literature menurut Sirajuddin (2012) Hal ini sesuai dengan standar resiko
penyakit degeneratif berdasarakan pengukuran WHR padajenis kelamin
perempuan dan kelompok umiur 20-29 tahun bahwa resiko High berada
pada0,81-0,77
4. Lingkar Perut
Berdasarkan hasil pengukuran lingkar perut dihasilkan sebesar 75cm,
lingkar perut tersebut <88 cm untuk standar wanita, berarti subyek NA tidak
mempunyai resiko tinggi kelebihan/kegemukan pada perut. Hal ini sesuai
dengan literature (Nurrizky & Nurhayati, 2003) Hasil pengukuran lingkar
pinggang ini dapat menggambarkan secara kualitatif mengenai kandungan
lemak tubuh khususnya lemak di bagian perut dengan cara membandingkan
dengan ukuran lingkar perut rata-rata pada orang yang normal dari komunitas
yang sama (ras, tinggi badan, umur, jenis kelamin, dsb).
5. LILA
Dalam pengamatan dengan menggunakan parameter LILA (lingkar
lengan atas) menunjukkan ukuran LILA subyek NA yang berada pada ukuran
normal yaitu 24 cm dan ini membuktikan bahwa subyek NA termasuk dalam
keadaan kategori wanita usia subur karena ≥23,5 cm. Hal ini sesuai dengan
literature Shephard (1989), yaitu semakin meningkat uia seorang wanita,
semakin besar ukuran lingkar lengan atasnya. Hal ini disebabkan presentase
lemak tubuh umumnya akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, terutama karena berkurangnya aktifitas fisik.
6. % Body Fat
Berdasarkan pengukuran ketebalan lapisan kulit pada daerah trisep kiri
dan subskapula kiri, kemudian menggunakan rumus persentase lemak tubuh,
dapat diketahui banyaknya lemak tubuh.
Dalam pengukuran secara antropometri dengan parameter persen body
fat (TLK) subyek NA memiliki 29%. Adapun klasifikasi persen body fat
berdasarkan umur dan jenis kelamin yaitu  untuk umur 20-40 adalah < 21,33 %
sedangkan hasil dari pengukuran subyek NA terdapat 29%. Hal  ini
berarti  persen body fat NA tergolong Healthy Range. Hal ini sesuai dengan
klasifikasi persen body fat berdasarkan umur dan jenis kelamin menurut
Gallagher (2000), bahwa pada perempuan dengan kategori umur 20-40 tahun
under fat berada pada nilai <21%, dan Healthy Range berada pada rentang 21-
33%
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah
kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, seperti lengan atas
(tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di
tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal),
suprailika, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai bawah
(medialy calv).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penilaian status gizi, dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Penilaian secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinis dan biofisik.
Sedangkan penilaian secara tidak langsung meliputi survei konsumsi makanan,
statistik vital, dan faktor ekologi. Salah satu cara untuk menilai status gizi adalah
dengan menggunakan antropometri. Antropometri adalah ilmu yang mempelajari
berbagai ukuran tubuh manusia. Ukuran yang sering digunakan adalah berat badan
dan tinggi badan. Selain itu juga ukuran tubuh lainnya seperti lingkar lengan atas,
lapisan lemak bawah kulit, tinggi lutut, lingkar perut, dan lingkar pinggul.
B. Saran
Adapun saran pada praktikum antropometri yaitu sebaiknya penyediaan alat
dan bahan praktikum yang lebih banyak lagi dan semoga pembelajaran dan
aplikasi langsung terkait pengukuran antropometri dpat membantu mahasiswa
untuk mengenal lebih dalam terkait antropometri.
DAFTAR PUSTAKA

Fitri, M. O. (2017). APLIKASI MONITORING PERKEMBANGAN STATUS GIZI


ANAK DAN BALITA SECARA DIGITAL DENGAN METODE
ANTROPOMETRI BERBASIS ANDROID. Jurnal Instek, 2(April), 140–149.
Kusuma, T. U., Rosidi, A., Ilmu, M., Fakultas, G., Universitas, K., Studi, P., …
Muhammadiyah, U. (2018). Reliabilitas Kaliper Tinggi Lutut dalam Penentuan
Tinggi Badan. Journal of Health Studies, 2(1), 96–102.
Nurrizky, A., & Nurhayati, F. (2003). PERBANDINGAN ANTROPOMETRI GIZI
BERDASARKAN BB/U, TB/U, DAN IMT/U SISWA SD KELAS BAWAH
ANTARA DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH DI
KABUPATEN PROBOLINGGO. Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan,
06(20), 175–181.
Nurul, R., Putra, Y., & Amir, A. (2016). Artikel Penelitian Hubungan Indeks Massa
Tubuh ( IMT ) dengan Usia Menarche pada Siswi SMP Negeri 1 Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 5(3), 551–557.
Situmorang, M. (2015). Penentuan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) melalui Pengukuran
Berat dan Tinggi Badan Berbasis MikrokontrolerAT89S51 dan PC. JURNAL
Teori Dan Aplikasi Fisika, 03(02), 102–110.
Supriasa. (2001). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai