BAB II
TINJAUAN TEORI
aspek yang memegang peranan penting adalah dirinya sendiri. Menurut Fitts
(1971) konsep diri bagaimana diri diamati, dipersepsikan dan dialami oleh
orang tersebut.
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Hal ini sependapat dengan
seseorang tentang siapa dirinya dan sikap terhadap diri adalah pengetahuan
seseorang tentang siapa dirinya dan sikap terhadap diri dan perilakunya.
terhadap dirinya secara keseluruhan. Konsep diri terbentuk dari hasil interaksi
antara organisme dengan medan fenomenal baik orang tersebut sebagai subjek
11
12
menjadi bagian dari struktur diri merupakan nilai yang dialami langsung oleh
organisme, dan sebagian lain diperoleh melalui introyeksi dari nilai orang
lain.
Menurut Zebua & Nurdjayadi (2004) konsep diri memuat ide, persepsi
merupakan hasil interaksi dengan lingkungan, konsep diri dapat berubah dan
dapat dipelajari. Konsep diri memegang peran penting dalam hidup manusia
diri yang positif, maka akan terbentuk penghargaan yang paling tinggi pula
terhadap dirinya sendiri, atau dapat dikatakan self esteem yang tinggi.
Remaja yang memiliki konsep diri yang positif atau self esteem yang
sebaliknya apabila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka akan
yaitu :
13
a. Komponen Kognitif
saya” yang akan memberikan gambaran tentang diri saya, misalnya “saya
bodoh” atau “saya anak nakal”. Komponen kognitif ini selanjutnya disebut
sebagai gambaran diri (self picture) yang akan membentuk citra diri (self
image). Komponen negatif ini juga merupakan data yang bersifat objektif.
b. Komponen Afektif
acceptance) serta harga diri (self esteem) individu. Komponen afektif ini
komponen kognitif atau yang disebut dengan citra diri (self image) dan
komponen afektif atau yang disebut dengan harga diri (self esteem). Menurut
Juana (2009) menyatakan bahwa konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu :
sebagainya.
apa individu dimasa mendatang atau dengan kata lain dimensi harapan ini
siapa dia dan gambaran tentang seharusnya menjadi atau menjadi apa dia.
ketidakpuasan.
1. Pengertian Religiusitas
atau berkeyakinan kepada Tuhan dengan kata lain percaya adanya kekuatan di
luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Hal ini yang
identik sama dengan agama. Jika agama lebih menunjuk kepada kelembagaan
lebih melihat aspek yang “di dalam lubuk hati”, hati nurani pribadi, sikap
personal, cita rasa yang mencakup totalitas kedalaman diri pribadi manusia.
Religiusitas pada dasarnya lebih dalam dari agama yang tampak formal, resmi
(Mangunwijaya 2004).
diinginkan oleh agama Islam. Pada tingkat religiusitas, bukan peraturan atau
masing aspek religius yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan. Adapun
ciri-ciri individu yang mempunyai religiusitas tinggi dapat dilihat dari tindak
tanduk, sikap dan perkataan serta seluruh jalan hidupnya mengikuti aturan–
aturan yang diajarkan oleh agama (Glock & Stark dalam Purwati dan Lestari,
2008).
tingkat religiusitas:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu. Terdiri
kejiwaan.
b. Faktor ekstern, dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
2. Aspek-aspek Religiusitas
atas:
16
tentang Allah, malaikat, Nabi/ Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka,
shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, zikir, kurban, dan lain-lain.
dalam kitab suci, seperti pengetahuan tentang isi Al-Quran, rukun Iman
dengan mengutamakan pada aspek tubuh atau bagian tubuh wanita tersebut
individu.
ditentukan nilai dan maknanya oleh pihak lain diluar si pemilik tubuh,
sehingga aspek tubuh yang lebih mudah teramati bagi pengamat atau
aspek tampilan fisik, seperti warna kulit, sensualitas atau ukuran bagian badan
hubungan sosial.
c. Media visual yang menyoroti tubuh atau bagian tubuh dan secara sengaja
ditentukan nilai dan maknanya oleh pihat lain diluar pemilik tubuh yang
bersangkutan.
lingkungan yang ada disekitarnya dan juga tentang keadaan diri individu yang
bersangkutan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa seluruh apa yang ada dalam
dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikiut berperan dalam
persepsi itu sekaligus stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama,
kemungkinan hasil persepsi antara individu satu dengan yang lain tidak sama.
individual.
(1991) yang mengartikan persepsi adalah proses kognitif yang berbeda dari
individu yang satu dengan yang lain tergantung dari pengalaman, harapan,
motivasi, dan emosi dari masing-masing individu. Pendapat itu juga senada
pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Oleh karena itu
20
setiap orang memberikan arti kepada stimulus, maka individu yang berbeda
akan melihat stimulus yang sama dengan cara yang berbeda-beda pula.
atau yang disebut persepsi sosial. Menurut Andriani (2004) persepsi sosial
perkataan, gerak tubuh, ekspresi wajah atau isyarat non verbal (bahasa tubuh),
orang lain yang dipersepsi, tentang sifat-sifatnya, kualitasnya dan keadaan lain
yang ada didalam diri orang yang dipersepsi, sehingga terbentuk gambaran
pada obyek, yang kemudian memberikan satu penafsiran positif atau negatif
terhadap simulus atau obyek itu sendiri. Persepsi bukan lah pencatatan yang
benar terhadap stimulus atau obyek. Apabila yang dirasakan seseorang dpat
stimulus itu sendiri karena kelak akan mempengaruhi tingkah laku yang
dipilihnya.
(inggris) berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh kearah
menjadi dewasa”. Istilah remaja tersebut memiliki arti yang lebih luas
preiode atau massa bertumbuhnya seseorang dalam massa transisi dari masa
bahwa masa remaja merupakan masa transisi atau pengalihan dimana dirinya
tidak lagi memiliki status kanak-kanak dan belum memperoleh status dewasa.
masa diantara usia 12-21 tahun dengan perincihan 12-15 tahun masa remaja
awal, 15-18 tahun remaja tengah, 18-21tahun adalah masa remaja akhir.
Mappiare (2001) menyebutkan batasan usia remaja antara 12-21 tahun yang
22
terbagi menjadi dua fase, yaitu masa remaja awal (12-17 tahun) dan remaja
Pada masa remaja awal dan akhir pubertas, pemahaman seksual dan
serta pemahaman seksual pada remaja putri tersebut kan berpengaruh terhadap
b. Citra diri (konsep diri) dan sikap pandangan yang lebih realistis.
menyertainya. Rentang usia masa remaja adalah 12-21 yang terdiri dari dua
fase, yaitu fase remaja awal (12-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).
subjek penelitian.
pengertian dan pemahaman oleh seorang remaja putri usia 12-17 tahun
ditentukan nilai dan maknanya oleh pihak lain diluar pemilik tubuh yang
bersangkutan.
aspek :
berikut :
individu akan melihat sesuatu yang sama dengan cara yang berbeda-beda
24
menimbulkan kepuasan
fisik atau tubuh yang mudah diamati oleh orang lain seperti warna kulit,
tubuh atau bagian tubuh wanita lebih diutamakan daripada aspek lainnya
adalah aspek tampilan fisik atau aspek tubuh atau bagian-bagian tubuh yang
mudah terlihat oleh orang lain seperti warna kulit, sensualitas, bagian badan
fisik atau tubuh atau bagian-bagian tubuh yang mudah terlihat orang lain.
pada remaja putri. Menurut Irwanto (2007) karena persepsi lebih bersifat
b. Ciri-ciri rangsangan
tubuh atau penampilan yang ideal, seperti kulit putih, berambut lurus,
bertubuh langsing, tidak berjerawat dan betis indah akan terlihat lebih
26
menarik bagi remaja putri daripada ciri-ciri yang sebaliknya. Hal ini
Remaja putri yang tubuhnya ideal, menarik dan cantik akan berusaha
d. Pengalaman terdahulu
komentar tertentu dari orang lain tentang tubuhnya akan berpengaruh pada
a. Stereotip (Stereotyping)
adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi segala
27
sesuatu yang ada dalam individu itu sendiri, sedangkan faktor eksternal
meliputi stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu
b. Konsepsi: konsep baik dan buruk ditujukan pada individu itu sendiri
terbaik dan orang lain selalu kurang baik. Individu demikian akan
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang meliputi segala sesuatu yang
terdapat dalam diri individu itu sendiri, seperti perhatian, nilai-nilai, dan
kebutuhan individu, motif dan tujuan, pengalaman, ciri khas pribadi yang
28
yang meliputi segala sesuatu yang terdapat diluar individu itu sendiri antara
lain ciri rangsangan atau stimulus, stereotip, situasi, orang yang diamati,
menerus dan bahkan telah diterima sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
tubuhnya lebih sebagai objek untuk diamati dan dievaluasi daripada sebagai
seksual sendiri sering muncul dalam hubungan intrapersonal dan media massa
tersebut dapat muncul pada ponografi, film, karya seni rupa, iklan, program
berlangsung secara masal dan terus menerus terhadap perempuan maupun wanita
dapat menjadi stimulus atau rangsangan yang berpengaruh terhadap remaja putri.
Hal ini dikarenakan masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak
bahwa pada masa remaja terhadap perhatian yang besar yang diberikan remaja
Pendapat lain mengenai remaja juga diungkapkan oleh Daradjat (2003) bahwa
akan sering berdiri didepan kaca untuk melihat pertumbuhan dirinya dan jika
tubuhnya tidak menarik dapat memunculkan perilaku menarik diri dari hubungan
interpersonal.
adanya stimulus objektifikasi seksual yang kuat dan terus menerus muncul di
seksual pada remaja putri adalah pengertian atau pemahaman oleh remaja putri
dengan usia 12-17 tahun mengenai suatu keadaan ketika tubuh atau bagian-
bagian tubuh perempuan diamati sebagai objek seksual untuk diamati, dievaluasi,
ditentukan nilai dan maknanya oleh pihak lain diluar pemilik tubuh yang
proses yang lebih penting yang kelak akan mempengaruhi tingkah lakunya
mempengaruhi persepsi, dimana salah satunya adalah konsep diri. Burns (1993)
serta sikap terhadap diri dan perilakunya. Konsep diri dibagi menjadi konsep diri
positif dan konsep diri negatif. Horlock (2005) menyatakan individu dengan
harga diri, dan kemampuan untuk melihat darinya secara realistis. Individu dapat
menilai hubungan dengan orang lain secara tepat dan akan menumbuhkan
mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Individu akan merasa
ragu dan kurang percaya diri, sedangkan menurut Burns (1993) (dalam
31
Kurniawan, 2005) suatu konsep diri yang positif dapat disamakan dengan
evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif dan konsep diri negatif
disamakan dengan evaluasi diri yang negatif, menbenci diri, perasaan rendah diri,
perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan yang menghargai pribadi dan
penerimaan diri.
sinonim dengan sikap-sikap diri dan perasaan harga diri. Andriani (2004)
mengatakan bahwa seseorang dengan perasaan harga diri tinggi cenderung untuk
diri yang dimilikinya menengahi antara organisme dan lingkungan dan sebagai
terhadap lingkungan. Individu dengan perasaan harga diri yang lebih tergantung
pada lapangan (fiedld dependent) dimana dia cenderung menyesuikan diri dengan
lingkungan yang dekat. Hal ini membawa pada tingkah laku yang tidak konsisten
dan adaptasi jangka pendek seperti yang dicirikan dalam hubungan stimulus-
yang segar, tetapi mempunyai dasar yang lebih kokoh bagi tindakan dengan
teratur dan yang kompeten, jadi konsistensi timbul dari perasaan harga diri yang
tinggi yang membentuk mekanisme bimbingan internal. Perasaan harga diri yang
memantau tingkah laku orang lain sebelum memiliki suatu dasar tindakan.
Konsep diri yang akan diukur dalam penelitian ini akan menggunakan
tiga aspek yaitu gambaran diri (self image), aspek penilaian diri (self evaluation)
dan aspek diri yang dicita-citakan (self ideal). Konsep diri berhubungan dengan
gambaran diri (self image) seseorang. Remaja putri mempunyai gambaran diri
yang positif maka ia akan mempunyai kepercayaan diri, merasa mampu, tidak
ragu dan mempunyai sikap-sikap diri yang positif, sehingga saat remaja putri
putri menunjukkan tingkah laku yang konsisten sebagai remaja putri tersebut
tidak dibawah kekuasaan stimulus yang segera tetapi mempunyai dasar yang
berhubungan dan berinteraksi dengan baik. Hal ini dikarenakan remaja merasa
diri (self evaluation). Remaja putri yang mempunyai penilaian positif tentang
kewajaran dirinya sebagai pribadi dan menilai diri apa adanya secara realistis.
Penilaian diri yang positif akan mengembangkan harga diri yang positif pula.
Remaja putri dengan harga diri positif mampu mengevaluasi informasi atau
dengan makna dan relevansinya dengan konsep diri yang ia miliki, sebaliknya
remaja putri yang mempunyai penilaian diri negatif merasa rendah diri,
menyesuaikan diri dengan pengaruh luar dan lebih bergantungan pada lapangan
(field dependent), sehingga tingkah laku dihubungkan dengan tingkah laku dekat,
Aspek diri yang dicita-citakan adalah self ideal (diri yang dicita-citakan)
yaitu dambaan, aspirasi, harapan dan keinginan remaja putri menjadi manusia
sebagaimana yang diinginkan atau impikan. Remaja putri yang memiliki cita-cita
diri akan mempunyai tujuan dan arah pandangan yang jelas bagi masa depannya.
Cita-cita tersebut merupakan bentuk ide pribadinya sendiri yang hendak dicapai
34
antara diri nyata dan ideal. Bagi remaja putri yang dapat berubah sesuai dengan
cita-cita diri mereka kemungkinan besar akan memiliki harga diri negatif dan
akan merasa tidak puas terhadap dirinya, dengan demikian remaja putri harus
dan kenyataan.
remaja putri adalah tingkat religiusitas. Sejak manusia lahir di dunia, manusia
mempunyai potensi beragama atau berkeyakinan kepada Tuhan dengan kata lain
percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan
alam semesta. Hal ini yang kemudian disebut dengan religiusitas (Yulianto,
2006). Adapun ciri-ciri individu yang mempunyai tingkat religiusitas tinggi dapat
dilihat dari tindak tanduk, sikap dan perkataan serta seluruh jalan hidupnya
mengikuti aturan–aturan yang diajarkan oleh agama (Glock & Stark dalam
menjelaskan remaja putri yang memiliki religiusitas tinggi akan merasa takut
35
seksual. Begitu juga dengan konsep diri baik gambaran diri, penilaian diri dan
E. Kerangka Teori
Konsep Diri :
Gambaran Diri
Ideal Diri
Peran Diri
Harga Diri Remaja Putri
Identitas Diri
Religiusitas
Keyakinan atau akidah
Peribadatan atau syariah
Penghayatan
Ahklak atau pengalaman
Ilmu atau pengetahuan
Keterangan :