Anda di halaman 1dari 243

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARMASI RUMAH SAKIT

di

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK

MEDAN

Oleh:

Learnita Sinurat, S. Farm

NIM 193202056

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER RUMAH SAKIT

di

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK

MEDAN

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat unutk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun oleh:
Learnita Sinurat, S.Farm.
NIM 193202056

Pembimbing,

(Embun Suci Nasution, S.Si.Apt., M.Farm.Klin) (Dra. Sampang Malem., Apt.)


NIP 198012142015042002 NIP 196008281991032002
Staff Pengajar Fakultas Farmasi Staff Instalasi Farmasi R S
Universitas Sumatera Utara RSUP H. Adam Malik

Medan, Juni 2020


Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,

Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.


NIP 195707231986012001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktik

Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan penyusunan laporan PKPA. Laporan ini

ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan PKPA di rumah

sakit. PKPA ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Program Studi

Pendidikan Profesi Apoteker (PSPA) di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara untuk mencapai gelar apoteker.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak dr. Andi

Saguni, MA., selaku Plh. Direktur Utama RSUP.H. Adam Malik, Bapak dr. Zainal

Safri, Sp. PD KKV,Sp. JP(K)., selaku Direktur Medik dan Keperawatan RSUP.H.

Adam Malik, Bapak dr. Mardianto, Sp.P.D-KEMD., selaku Direktur Umum dan

Operasional RSUP. H. Adam Malik, Bapak Soepomo, SE., M.Kes., selaku

Direktur Keuangan RSUP. H. Adam Malik, Ibu dr. Fajrinur, Sp.P(K)., selaku

Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan RSUP. H. Adam Malik, Ibu

Agustina, S.Si., Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUP.H. Adam Malik, Ibu

Ivo Dhanitri Ranita, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pelayanan dan Mutu

RSUP. H. Adam Malik, seluruh Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian, Staf

Instalasi Farmasi, Dokter Serta Perawat yang telah banyak membantu penulis

selama melakukan Praktik Kerja Profesi di RSUPH. Adam Malik Medan.

Penulis juga hendak menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas dan masukan

selama masa pendidikan, kepada Ibu Dr. Aminah Dalimunte, M.Si., Apt sebagai

iii
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Embun Suci

Nasution, S.Si.Apt., M.Farm.Klin dan Ibu Dra. Sampang Malem., Apt., yang telah

membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama PKPA

hingga selesainya penulisan laporan ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih serta

penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada seluruh keluarga dan sahabat

atas doa, motivasi nasehat, dan dukungan baik moril maupun materil. Tak lupa

juga kepada teman-teman satu tim dalam melaksanakan praktik kerja profesi yang

telah bekerja sama dengan baik selama masa praktik kerja profesi di RSUP H.

Adam Malik. Terakhir kepada seluruh sahabat mahasiswa/i pendidikan prodesi

apoteker angkatan XVIII, terima kasih atas segala bantuannya.

Penulis berharap semoga laporan Praktik Kerja Profesi ini dapat

menambah ilmu pengetahuan di bidang farmasi, khususnya farmasi rumah sakit

dan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juni 2020


Penulis,

Learnita Sinurat, S.Farm.


NIM 193202056

iv
RINGKASAN

Telah selesai dilakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) farmasi


rumah sakit di RSUP H. Adam Malik. PKPA ini bertujuan agar memahami peran
apoteker di rumah sakit dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat
di rumah sakit. PKPA dilaksanakan pada tanggal 9 Maret hingga 8 Mei 2020.
Kegiatan PKPA di rumah sakit meliputi memahami fungsi dan tugas rumah sakit
dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, memahami peran Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam menunjang pelayanan kesehatan di rumah
sakit, memahami peran Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) dan
Instalasi Gas Medis, mengetahui peran apoteker dalam mengelola sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai mulai dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, penarikan dan
pemusnahan, pengendalian dan administrasi serta pelayanan farmasi klinis yang
berorientasi kepada pasien, melakukan peninjauan ke depo farmasi/pokja farmasi,
melakukan visite ke bangsal pasien ruang rawat inap bedah, memantau
penggunaan obat, memberikan konseling, informasi dan edukasi obat kepada
pasien, memantau rekonsiliasi obat, memantau efek samping obat, melaksanakan
pelayanan informasi obat dan konseling pada keluarga pasien rawat inap bedah di
RSUP H. Adam Malik.

v
DAFTAR ISI

JUDUL...................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................... iii
RINGKASAN .......................................................................................... v
DAFTAR ISI............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 LatarBelakang...................................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ……………………………………………………. 3
1.3 Manfaat Kegiatan................................................................................ 3
1.4 Pelaksanaan Kegiatan.......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT……………………........ 4
2.1 Rumah Sakit........................................................................................ 4
2.1.1 Defenisi Rumah Sakit....................................................................... 4
2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit.............................................................. 4
2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit........................................................ 5
2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit................................................................... 5
2.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit..................................................... 8
2.2 Komite/Tim Farmasi dan Terapi......................................................... 9
2.3 Komite/Tim Lain yang Terkait............................................................ 10
2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ........................................................... 10
2.4.1 Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai......................................................................................... 27
2.4.1.1 Pemilihan....................................................................................... 29
2.4.1.2 Perencanaan................................................................................... 30
2.4.1.3 Pengadaan...................................................................................... 31
2.4.1.4 Penerimaan.................................................................................... 34
2.4.1.5 Penyimpanan................................................................................. 34
2.4.1.6 Pendistribusian.............................................................................. 35
2.4.1.7 Pemusnahan dan Penarikan........................................................... 37
2.4.1.8 Pengendalian................................................................................. 38
2.4.1.9 Administrai.................................................................................... 38
2.4.2 Pelayanan Farmasi Klinis................................................................. 38
2.4.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep.................................................. 39
2.4.2.1 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat........................................ 40
2.4.2.3 Rekonsiliasi Obat.......................................................................... 40
2.4.2.4 Pelayanan Informasi Obat............................................................. 41
2.4.2.5 Konseling....................................................................................... 41
2.4.2.6 Visite.............................................................................................. 43
2.4.2.7 Pemantauan Terapi Obat............................................................... 44
2.4.2.8 Monitoring Efek Samping Obat.................................................... 45
2.4.2.9 Evaluasi Penggunaan Obat............................................................ 45
2.4.2.10 Dispensing Sediaan Steril............................................................ 46
2.4.2.10 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah........................................ 46
2.5 Instalasi Sterilisasi Pusat .................................................................... 46

vi
2.5.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Pusat..................................... 47
2.5.2 Struktur Instalasi Sterilisasi Pusat.................................................... 48
2.5.3 Sumber Daya Manusia..................................................................... 49
2.5.4 Sarana dan Prasarana........................................................................ 49
2.5.5 Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat................................................. 52
2.6 Instalasi Gas Medik............................................................................. 53
2.6.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Gas Medik............................................. 56
2.6.2 Struktur Instalasi Gas Medik............................................................ 57
2.6.3 Sumber Daya Manusia..................................................................... 57
2.6.4 Sarana dan Prasarana........................................................................ 57
2.6.5 Pelayanan Instalasi Gas Medik......................................................... 57
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. Adam Malik ……………..... 59
3.1 Sejarah RSUP H. Adam Malik…..………………………………….. 59
3.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik …..…..................................... 59
3.2.1 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik........................................ 60
3.3 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik......................................... 61
3.3.1 Tim Farmasi dan Terapi................................................................... 61
3.4 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik…..…................................... 62
3.4.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai................................................................................................. 67
3.4.1.1 Pemilihan....................................................................................... 67
3.4.1.2 Perencanaan................................................................................... 69
3.4.1.3 Pengadaan ..................................................................................... 69
3.4.1.4 Penerimaan.................................................................................... 71
3.4.1.5 Penyimpanan................................................................................. 72
3.4.1.6 Pendistribusian.............................................................................. 77
3.4.1.7 Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai ............................................................. 77
3.4.1.8 Pengendalian................................................................................. 79
3.4.1.9 Administrasi.................................................................................. 80
3.4.2 Pelayanan farmasi klinis................................................................... 82
3.4.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep.................................................. 82
3.4.2.2 Penelusuran Riwayat Pengguanaan Obat...................................... 84
3.4.2.3 Rekonsiliasi Obat.......................................................................... 84
3.4.2.4 Pelayanan Informasi Obat............................................................. 86
3.4.2.5 Konseling....................................................................................... 87
3.4.2.6 Visite.............................................................................................. 89
3.4.2.7 Pemantauan Terapi Obat............................................................... 90
3.4.2.8 Monitoring Efek Samping Obat.................................................... 91
3.4.2.9 Evaluasi Penggunaan Obat............................................................ 92
3.4.2.10 DispensingSediaan Steril............................................................. 92
3.4.2.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah........................................ 94
3.5 Instalasi Sterilisasi Pusat..................................................................... 94
3.5.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Pusat..................................... 94
3.5.2 Struktur Instalasi Sterilisasi Pusat.................................................... 94
3.5.3 Sumber Daya Manusia..................................................................... 95
3.5.4 Sarana dan Prasarana........................................................................ 95
3.5.5 Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat................................................. 96
3.6 Instalasi Gas Medik............................................................................. 99

vii
3.6.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Gas Medik............................................. 99
3.6.2 Struktur Instalasi Gas Medik............................................................ 99
3.6.3 Sumber Daya Manusia..................................................................... 100
3.6.4 Sarana dan Prasarana........................................................................ 100
3.6.5 Pelayanan Instalasi Gas Medik......................................................... 101
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 104
4.1 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik............................................. 107
4.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai ..................................................................................... 107
4.1.2 Pelayanan Farmasi Klinis................................................................. 111
4.2 Instalasi Sterilisasi Pusat..................................................................... 115
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN …..…………………………...... 115
5.1 Kesimpulan ………………………………………………................. 116
5.1.1 Instalasi Farmasi............................................................................... 116
5.1.2 Instalasi Sterilisasi Pusat.................................................................. 116
5.1.3 Instalasi Gas Medik.......................................................................... 116
5.2 Saran ……..…..................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA …..………………………………………………. 117
LAMPIRAN …..………………………………………………............... 119

viii
DAFTAR GAMBAR

2.1 Alur Supply Chain Management...................................................... 32


2.2 Alur Sterilisasi CSSD....................................................................... 53
3.1 Struktur Organisasi IFRS RSUPHAM............................................. 64
3.2 Alur Sterilisasi ISP RSUP HAM...................................................... 97
3.3 Indikator Kimia................................................................................ 98
3.4 Contoh Alat yang Sudah Disterilisasi.............................................. 99
3.5 Penyimpanan Tabung Gas Medis..................................................... 102
3.6 Alur Pemesanan Gas Medis dari RSUP HAM ke Rekanan............. 102
3.7 Alur Pemesanan Gas Medis dari Ruangan ke RSUP HAM............. 103
3.8 Tangki Gas O2.................................................................................. 103

ix
DAFTAR LAMPIRAN

1 Struktur Organisasi RSUP H Adam Malik....................................... 1


19
2 Form Permintaan Khusus Obat Non Formularium Rumah Sakit.... 12
0
3 Formulir Peresepan Obat Fornas yang Tidak Sesuai dengan
Restriksi Penggunaan Fornas........................................................... 121
4 Form Rekonsiliasi Obat ................................................................... 1
22
5 Form Lembar Pelayanan Informasi Obat ........................................ 1
23
6 Form Lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi ............. 1
24
7 Form Monitoring Efek Samping Obat............................................. 1
25
8 Form Pemantauan Terapi Obat......................................................... 1
27
9 Daftar Obat High Alert..................................................................... 1
39
10 Daftar Obat Lasa ............................................................................. 1
44...............................................................................................
11 Daftar Obat Troli Code Blue............................................................ 1
49
12 Daftar Isi Spill Kit............................................................................ 1
54
13 Form Berita Acara Pemakaian, Pengembalian dan Sisa Narkotika
di Ruang Rawat / OK....................................................................... 1
56
14 Form Supervisi Depo Farmasi......................................................... 1
57
15 Form Supervisi Ruangan.................................................................. 1
58
16 Form Supervisi Farmasi Ke Instalasi User....................................... 159
17 Daftar Dosis Anak............................................................................ 1
60
18 Form Laporan Stok Opname Barang............................................... 1
61
19 Form Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika.............................. 162
20 Struktur Organisasi ISP.................................................................... 163
21 Struktur Organisasi Unit Gas Medik................................................ 164

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.Salah satu pelayanan yang dilakukan di

rumah sakit yaitu pelayanan kefarmasian yang merupakan suatu pelayanan

langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.Pengaturan standar

pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu

pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan

melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes RI, 2016).

Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-hal:

a. Mengidentifikasi pasien dengan benar,

b. Meningkatkan komunikasi yang efektif,

1
c. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai,

d. Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, dan

e. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan

pada pasien yang benar,

f. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh (Menkes RI, 2017).

Peranan apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2

(dua) kegiatan, terdiri dari kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan farmasi klinis. Pengelolaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai, meliputi:

a. Pemilihan

b. Perencanaan

c. Pengadaan

d. Penerimaan

e. Penyimpanan

f. Pendistribusian

g. Pemusnahandan penarikan

h. Pengendalian, dan

i. Administrasi(Menkes RI, 2016).

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan

apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan

2
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

a. Pengkajian dan pelayanan resep

b. Penelusuran riwayat penggunaan obat

c. Rekonsilisasi obat

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

e. Konseling

f. Visite

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

j. Dispensing sediaan steril, dan

k.
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) (Menkes RI, 2016).

Upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit, maka Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker,

yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik.

1.2 Tujuan kegiatan

3
Tujuan dilakukannya PKPA di rumah sakit yaitu untuk mengetahui peranan

apoteker dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

1.3 Manfaat Kegiatan

a. Mengetahui dan memahami tugas serta tanggung jawab apoteker dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit.

b. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di rumah

sakit.

c. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi apoteker yang profesional.

1.4 Pelaksanaan Kegiatan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit dilaksanakan mulai

tanggl 16September 2019 sampai 31Oktober 2019.

BAB II

TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

Rumah Sakit
2.1

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang

Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

4
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Tujuan pengaturan penyelenggaraan rumah sakit adalah:

Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.


a.

Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,


b.

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.


c.

Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya


d.

manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit (Undang-undang RI, 2009).

2.1.2 Visi dan Misi Rumah Sakit

Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi sendiri. Organisasi Rumah

Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi Rumah Sakit, dan

dengan cara menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (GoodCorporate

Governance) dan tata kelola klinis yang baik(Good Clinical Governance)

(Undang-undang RI, 2009).

5
2.1.3 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

a. Tugas Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna.

b. Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, Rumah Sakit mempunyai beberapa fungsi yaitu:

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3) Penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit

6
Menurut Peraturan Menkes Nomor 56 tahun 2014, berdasarkan jenis

pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan

khusus.Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan rumah sakit khusus

adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau

satujenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis

penyakit atau kekhususan lainnya.

Penetapan klasifikasi rumah sakit berdasarkan pada pelayanan, sumber

daya manusia, peralatan, bangunan dan prasarana.Berdasarkan jenis pelayanan dan

sumber daya manusia, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit

Umum Kelas A, Kelas B, Kelas C dan Kelas D.

a. Rumah sakit umum kelas A

Rumah sakit umum kelas A terdiri dari pelayanan paling sedikit meliputi:

pelayanan medik (tenaga medis paling sedikit terdiri dari 18 dokter umum

pelayanan medik dasar, 4 dokter gigi umum pelayanan medik gigi mulut, 6 dokter

pelayanan medik spesialis dasar, 3 dokter spesialis penunjang, 3 dokter spesialis

lain, 2 dokter subspesialis dan 1 dokter spesialis gigi mulut), pelayanan

kefarmasian (tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri dari 15 apoteker dan 24

7
tenaga teknis kefarmasian), pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan

penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik, pelayanan rawat inap

(Permenkes RI, 2014).

b. Rumah sakit umum kelas B

Rumah sakit yang memiliki pelayanan paling sedikit meliputi: pelayanan

medik (tenaga medis paling sedikit terdiri dari: 12 dokter umum, 3 dokter gigi

umum, 3 dokter spesialis, 2 dokter spesialis penunjang, 1 dokter spesialis lain, 1

dokter subspesialis dan 1 dokter gigi spesialis), pelayanan kefarmasian (tenaga

kefarmasian paling sedikit terdiri dari 13 apoteker dan 20 tenaga teknis

kefarmasian), pelayanan keperawatan dan kebidanan,pelayanan penunjang klinik,

pelayanan penunjang nonklinik, pelayanan rawat inap.

c. Rumah sakit umum kelas C

Rumah sakit yang memiliki pelayanan paling sedikit meliputi: pelayanan

medik (tenaga medis paling sedikit terdiri dari 9 dokter umum pelayanan medik

dasar, 2 dokter gigi, 2 dokter spesialis dasar, 1 dokter spesialis penunjang, 1 dokter

gigi spesialis gigi mulut), pelayanan kefarmasian (tenaga kefarmasian paling

sedikit terdiri dari 8 apoteker dan 12 tenaga teknis kefarmasian), pelayanan

keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang

nonklinik, pelayanan rawat inap.

d. Rumah sakit umum kelas D

Rumah sakit yang memiliki pelayanan paling sedikit meliputi: pelayanan

medik (tenaga medis paling sedikit terdiri dari 4 dokter umum, 1 dokter gigi, 1

dokter spesialis), pelayanan kefarmasian (tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri

dari 3 apoteker dan 2 tenaga teknis kefarmasian), pelayanan keperawatan dan

8
kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik,

pelayanan rawat inap (Permenkes RI, 2014).

Menurut Peraturan Menkes Nomor 56 tahun 2014 rumah sakit khusus

diklasifikasikan menjadi rumah sakit ibu dan anak, mata, otak, gigi dan mulut,

kanker, jantung dan pembuluh darah, jiwa, infeksi, paru, telinga-hidung-

tenggorokan, bedah, ketergantungan obat dan ginjal (Menkes RI, 2014).

Rumah sakit khusus harus mempunyai fasilitas dan kemampuan, paling

sedikit meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan,

pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang nonklinik (Permenkes RI,

2014).

Sumber daya manusia, paling sedikit terdiri dari:

Tenaga medis, yang memiliki kewenangan menjalankan praktik kedokteran di


1)

rumah sakit yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

Tenaga kefarmasian, dengan kualifikasi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian


2)

dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kefarmasian rumah

sakit;

9
Tenaga keperawatan, dengan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai dengan
3)

kebutuhan pelayanan rumah sakit;

Tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan, sesuai dengan kebutuhan


4)

pelayanan rumah sakit (Permenkes RI., 2014).

2.1.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit

Pengorganisasian rumah sakit harus dapat menggambarkan pembagian

tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab rumah sakit

(Permenkes RI, 2016). Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009

Pasal 33 tentang Rumah Sakit, setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang

efektif, efisien dan akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas

Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur

keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis dan satuan pemeriksaan

internal serta administrasi umum dan keuangan.Kepala Rumah Sakit harus

seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang

perumahsakitan.Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan

harus berkewarganegaraan Indonesia.

2.2 Komite/Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

10
Menurut Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit, dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Tim

Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam memberikan

rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan obat

di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua

spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga

kesehatan lainnya apabila diperlukan. Tim Farmasi dan Terapi harus dapat

membina hubungan kerja dengan tim lain di dalam Rumah Sakit yang

berhubungan/berkaitan dengan penggunaan obat.

Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang

apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah apoteker, namun

apabila diketuai oleh apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter. Tim Farmasi

dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, minimal 2 (dua) bulan sekali

dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat Tim

Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar rumah

sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan. Tim Farmasi dan Terapi,

memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang

bermanfaat bagi Tim Farmasi dan Terapi (Menkes RI, 2016).

Menurut Menkes RI (2016), TFT mempunyai tugas:

1) Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di Rumah Sakit;

2) Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam Formularium

Rumah Sakit;

11
3) Mengembangkan standar terapi;

4) Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat;

5) Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional;

6) Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki;

7) Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;

8) Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit

(Menkes RI, 2016).

2.3 Komite/Tim Lain yang Terkait

Peran Apoteker dalam Komite/Tim lain yang terkait penggunaan obat di

Rumah Sakit antara lain:

1. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit;

2. Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

3. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit;

4. Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri;

5. Penanggulangan AIDS (Acquired Immune DeficiencySyndromes);

6. Direct Observed Treatment Shortcourse (DOTS);

7. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA);

8. Transplantasi;

9. PKRS; atau

10. Terapi Rumatan Metadon.

2.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

12
Menurut Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit, instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional

yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

A. Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

a. Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Adapun tugas dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit, yaitu:

1) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh

kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai

prosedur dan etik profesi;

2) Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;

3) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek

terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;

4) Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi (KIE) serta memberikan

rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien;

5) Berperan aktif dalam TFT;

6) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan pelayanan

kefarmasian;

7) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

Formularium Rumah Sakit.

b. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

13
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dibagi menjadi dua bagian

utama yaitu pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai dan pelayanan farmasi klinis. Adapun sub fungsi masing-masing yaitu:

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,

antara lain:

a) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;

b) Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;

c) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan

yang berlaku;

d) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit;

e) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;

f) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;

g) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;

14
h) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit;

i) Melaksanakan pelayanan obat secara “unit dose”/dosis sehari;

j) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan);

k) Mengidentifikasi, mencegah, dan mengatasi masalah yang terkait dengan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai;

l) Melakukan pemusnahan dan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan;

m) Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai;

n) Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai.

2. Pelayanan farmasi klinis, antara lain:

a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau permintaan obat.

b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.

c. Melaksanakan rekonsiliasi obat.

d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik berdasarkan resep

maupun obat non resep kepada pasien/keluarga pasien.

e. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.

15
f. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.

h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).

- Pemantauan efek terapi obat.

- Pemantauan Efek Samping Obat.

- Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

j. Melaksanakan dispensing sediaan steril

- Melakukan pencampuran obat suntik.

- Menyiapkan nutrisi parenteral.

- Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik.

- Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil.

k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan

lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit.

l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) (Menkes RI,

2016).

B. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016,

Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung

oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi

kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional. Pengorganisasian

16
menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan

koordinasi Pelayanan Kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.

C. Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi farmasi harus memiliki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian

yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran

dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Ketersediaan jumlah tenaga apoteker

dan tenaga teknis kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan

klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh menteri (Menkes RI,

2016).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016, perhitungan

kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan kefarmasian di rawat

inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinis

dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,

rekonsiliasi obat, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Pemberian Informasi Obat

(PIO), konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan

rasio 1 apoteker untuk 30 pasien.

Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada

dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai

17
kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penilaian terhadap

sumber daya manusia setidaknya meliputi:

a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi sumber daya manusia di

Instalasi Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker dan tenaga teknis

kefarmasian (TTK).

2) Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari operator komputer/teknisi yang

memahami kefarmasian, tenaga administrasi dan pekarya/pembantu

pelaksana.

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam

penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang

disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung

jawabnya.

b. Persyaratan Sumber Daya Manusia

Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh apoteker dan TTK. TTK yang

melakukan pelayanan kefarmasian harus di bawah supervisi apoteker. Apoteker

dan TTK harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan

fungsional di Instalasi Farmasi Rumah Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi

18
dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus

dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan apoteker penanggung jawab

seluruh pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi Rumah

Sakit diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit minimal 3 (tiga) tahun (Menkes RI, 2016).

c. Beban Kerja dan Kebutuhan

1).Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang

berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);

b) Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen, klinik dan

produksi);

c) Jumlah Resep atau formulir permintaan obat (floorstock) per hari; dan

d) Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

2). Perhitungan Beban Kerja

Perhitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada pelayanan

kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan

pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Pemberian

Informasi Obat (PIO), konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga

apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.

Perhitungan kebutuhan apoteker berdasarkan beban kerja pada Pelayanan

Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial dan

19
pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep, penyerahan obat,

Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan tenaga

apoteker dengan rasio 1 apoteker untuk 50 pasien.

Selain kebutuhan apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan

rawat jalan, maka kebutuhan tenaga apoteker juga diperlukan untuk pelayanan

farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit produksi

steril/aseptic dispensing, unit Pelayanan Informasi Obat dan lain-lain tergantung

pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi

Farmasi.

Selain kebutuhan apoteker untuk pelayanan kefarmasian di rawat inap dan

rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu) orang apoteker untuk kegiatan

Pelayanan Kefarmasian di ruang tertentu, yaitu:

1) Unit Gawat Darurat;

2) Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit (ICCU)/Neonatus

Intensive Care Unit (NICU)/PediatricIntensive Care Unit (PICU);

3) Pelayanan Informasi Obat (PIO);

Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada Unit Rawat Intensif

dan Unit Gawat Darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan

Kefarmasian pada Unit Rawat Intensif dan Unit Gawat Darurat yang akan diatur

lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

D. Sarana dan Peralatan

Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung

oleh sarana dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan

kefarmasian yang berlaku.Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah

Sakit, dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan

20
langsung kepada pasien, peracikan, produksi dan laboratorium mutu yang

dilengkapi penanganan limbah.

Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan kalibrasi

alat dan peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan dan/atau institusi

yang berwenang.Peralatan harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta

dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.

1. Sarana

Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat

menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin lingkungan kerja

yang aman untuk petugas, dan memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit.

a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:

1. Ruang Kantor/Administrasi

a)ruang pimpinan

b) ruang staf

c) ruang kerja/administrasi tata usaha

d) ruang pertemuan

2. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disesuaikan dengan kondisi dan

kebutuhan, serta harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya,

kelembapan, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas, terdiri dari:

a) Kondisi umum untuk ruang penyimpanan:

(1) Obat Jadi

21
(2) Obat Produksi

(3) Bahan Baku Obat

(4) Alat Kesehatan

b) Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan:

(1) Obat Termolabil

(2) Bahan Laboratorium dan Reagensia

(3)Sediaan Farmasi yang Mudah Terbakar

(4)Obat/Bahan Obat Berbahaya (narkotik/psikotropik)

3. Ruang Distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai

Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai terdiri dari distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit/depo farmasi).

Ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh kebutuhan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Rumah Sakit. Ruang

distribusi terdiri dari:

a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada ruang

khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan.

b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara sentralisasi maupun

desentralisasi di masing-masing ruang rawat inap.

4. Ruang Konsultasi / Konseling Obat

Ruang konsultasi/konseling obat harus ada sebagai sarana untuk apoteker

memberikan konsultasi/konseling pada pasien dalam rangka meningkatkan

pengetahuan dan kepatuhan pasien. Ruang konsultasi/konseling harus jauh dari

hiruk pikuk kebisingan lingkungan Rumah Sakit dan nyaman sehingga pasien

22
maupun konselor dapat berinteraksi dengan baik. Ruang konsultasi/konseling

dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan maupun rawat inap.

5. Ruang Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri dengan dilengkapi

sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka dan telepon.

6. Ruang produksi

Persyaratan bangunan untuk ruangan produksi harus memenuhi kriteria:

a) Lokasi :Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan (udara, tanah dan air tanah).

b) Konstruksi

Terdapat sarana perlindungan terhadap :

1) Cuaca

2) Banjir

3) Rembesan air

4) Binatang/serangga

c) Rancang bangun dan penataan gedung di ruang produksi harus memenuhi

kriteria:

(1) Disesuaikan dengan alur barang, alur kerja/proses, alur orang/pekerja.

(2) Pengendalian lingkungan terhadap:

(a) Udara;

(b) Permukaan langit-langit, dinding, lantai danperalatan/sarana lain;

(c) Barang masuk;

(d) Petugas yang di dalam.

(e) Luas ruangan minimal 2 (dua) kali daerah kerja + peralatan, dengan

jarak setiap peralatan minimal 2,5 m.

(3) Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas petugas dan barang.

23
d) Pembagian ruangan

(1) Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan baku;

(2) Ruang terpisah untuk setiap proses produksi;

(3) Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan Obat dalam;

(4) Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada);

(5) Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%;

(6) Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus:

a. Kedap air;

b. Tidak terdapat sambungan;

c. Tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba;

d. Mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan pembersih/desinfektan.

e) Daerah pengolahan dan pengemasan

(1) Hindari bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat epoxy/enamel;

(2) Persyaratan ruang produksi dan ruang peracikan harus memenuhi kriteria

sesuai dengan ketentuan cara produksi atau peracikan obat di Rumah Sakit.

Rumah Sakityang memproduksi sediaan parenteral steril dan/atau sediaan

radiofarmaka harus memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

7. Ruang Aseptic Dispensing

Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan:

a) Ruang bersih: kelas 10.000 (dalam Laminar Air Flow = kelas 100)

b) Ruang/tempat penyiapan :kelas 100.000

c) Ruang antara :kelas 100.000

d) Ruang ganti pakaian :kelas 100.000

e) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan

24
Tata ruang harus menciptakan alur kerja yang baik sedangkan luas ruangan

disesuaikan dengan macam dan volume kegiatan

Ruang aseptic dispensing harus memenuhi spesifikasi:

a) Lantai

Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras, resisten terhadap zat

kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak.

b) Dinding

- Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan yang keras, tanpa

sambungan, resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak.

- Sudut-sudut pertemuan lantai dengan dinding dan langit-langit dengan

dinding dibuat melengkung dengan radius 20 – 30 mm.Colokan listrik

datar dengan permukaan dan kedap air dan dapat dibersihkan.

c) Plafon

Penerangan, saluran dan kabel dibuat di atas plafon, dan lampu rata dengan

langit-langit/plafon dan diberi lapisan untuk mencegah kebocoran udara.

d) Pintu

Rangka terbuat dari stainles steel.Pintu membuka ke arah ruangan yang

bertekanan lebih tinggi.

e) Aliran udara

Aliran udara menuju ruang bersih, ruang penyiapan, ruang ganti pakaian dan

ruang antara harus melalui HEPA filter dan memenuhi persyaratan kelas

10.000. Pertukaran udara minimal 120 kali per jam.

f) Tekanan udara

Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15 Pascal lebih rendah dari ruang

lainnya sedangkan tekanan udara dalam ruang penyiapan, ganti pakaian dan

25
antara harus 45 Pascal lebih tinggi dari tekanan udara luar.

g) Temperatur

Suhu udara diruang bersih dan ruang steril, dipelihara pada suhu 16 – 25° C.

h) Kelembaban

- Kelembaban relatif 45 – 55%.

- Ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti pakaian steril dan ruang ganti

pakaian kerja hendaknya mempunyai perbedaan tekanan udara 10-15

pascal. Tekanan udara dalam ruangan yang mengandung risiko lebih tinggi

terhadap produk hendaknya selalu lebih tinggi dibandingkan ruang

sekitarnya. Sedangkan ruang bersih penanganan sitostatika harus

bertekanan lebih rendah dibandingkan ruang sekitarnya.

8. Laboratorium Farmasi

Dalam hal Instalasi Farmasi melakukan kegiatan penelitian dan

pengembangan yang membutuhkan ruang laboratorium farmasi, maka harus

memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Lokasi

1) Lokasi terpisah dari ruang produksi.

2) Konstruksi bangunan dan peralatan tahan asam, alkali, zat kimia dan pereaksi

lain (harus inert); aliran udara, suhu dan kelembaban sesuai persyaratan.

b) Tata ruang disesuaikan dengan kegiatan dan alur kerja

c) Perlengkapan instalasi (air, listrik) sesuai persyaratan

9. Ruang produksi Non Steril

10. Ruang Penanganan Sediaan Sitostatik

11. Ruang Pencampuran/Pelarutan/Pengemasan Sediaan yang Tidak Stabil

12. Ruang Penyimpanan Nutrisi Parenteral

26
b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:

1) Ruang tunggu pasien;

2) Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang rusak;

3) Tempat penyimpanan Obat di ruang perawatan;

4) Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.

2. Peralatan

Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan

peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk

obat luar atau dalam.

Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi

persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.

Peralatan yang paling sedikit harus tersedia:

a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik steril

dan nonsteril maupun aseptik/steril;

b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;

c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi

Obat;

d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika;

e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil;

f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang

baik;

g. Alarm.

Macam-macam Peralatan

a. Peralatan Kantor:

27
1) Mebeulair (meja, kursi, lemari buku/rak, filing cabinet dan lain-lain);

2) Komputer/mesin tik;

3) Alat tulis kantor;

4) Telepon dan faksimili.

b. Peralatan Sistem Komputerisasi

Sistem komputerisasi harus diadakan dan difungsikan secara optimal untuk

kegiatan sekretariat, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Sistem informasi farmasi ini

harus terintegrasi dengan Sistem Informasi Rumah Sakit untuk meningkatkan

efisiensi fungsi manajerial dan agar data klinik pasien mudah diperoleh untuk

monitoring terapi pengobatan dan fungsi klinik lainnya. Sistem komputerisasi

meliputi:

1) Jaringan

2) Perangkat keras

3) Perangkat lunak (program aplikasi)

c. Peralatan Produksi

1) Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan Obat, baik

nonsteril maupun steril/aseptik.

2) Peralatan harus dapat menunjang persyaratan keamanan cara pembuatan

Obat yang baik.

d. Peralatan Aseptic Dispensing:

1) Biological Safety Cabinet/Vertical Laminar Air Flow Cabinet(untuk

pelayanan sitostatik);

2) Horizontal Laminar Air Flow Cabinet (untuk pelayananpencampuran Obat

suntik dan nutrisi parenteral);

28
3) Pass-box dengan pintu berganda (air-lock);

4) Barometer;

5) Termometer;

6) Wireless intercom.

e. Peralatan Penyimpanan

1) Peralatan Penyimpanan Kondisi Umum

a. lemari/rak yang rapi dan terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya

yang berlebihan;

b. lantai dilengkapi dengan palet.

2) Peralatan Penyimpanan Kondisi Khusus:

a. Lemari pendingin dan AC untuk Obat yang termolabil

b. Fasilitas peralatan penyimpanan dingin harus divalidasi secara berkala;

c. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan obat psikotropika;

d. Peralatan untuk penyimpanan Obat, penanganan dan pembuangan limbah

sitotoksik dan Obat berbahaya harus dibuat secara khusus untuk menjamin

keamanan petugas, pasien dan pengunjung.

3) Peralatan Pendistribusian/Pelayanan

a. Pelayanan rawat jalan (Apotik);

b. Pelayanan rawat inap (satelit farmasi);

c. Kebutuhan ruang perawatan/unit lain.

4) Peralatan Konsultasi

a. Buku kepustakaan bahan-bahan leaflet,dan brosur dan lain-lain;

b. Meja, kursi untuk Apoteker dan 2 orang pelanggan, lemari untuk

menyimpan profil pengobatan pasien;

c. Komputer;

29
d. Telpon;

e. Lemari arsip;

f. Arsip.

5) Peralatan Ruang Informasi Obat

a. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi

Obat;

b. Peralatan meja, kursi, rak buku, kotak;

c. Komputer;

d. Telpon – Faxcimile;

e. Lemari arsip;

f. Kartu arsip;

g. TV dan VCD player.

6) Peralatan Ruang Arsip

a. Kartu Arsip;

b. Lemari/Rak Arsipp.

2.4.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit untuk menjamin seluruh

rangkaian kegiatan pengelolaanSediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,

manfaat dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari

pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

30
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian dan administrasi yang

diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian (Menkes RI, 2016).

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan

proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Berdasarkan

ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit menyatakan bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi

Farmasidengan sistem satu pintu. Sistem satu pintu adalah satu kebijakan

kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan dan pendistribusian

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan

untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

Instalasi Farmasi dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu merupakan satu-

satunya penyelenggara pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Berdasarkan hal di

atas, Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:

a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaanSediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

b. StandarisasiSediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

31
c. Penjaminan mutuSediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai.

d. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai.

e. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien).

f. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai yang akurat.

Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit.


g.

Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.


h.

Rumah sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan

obat yang efektif.Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya

sekali setahun.Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami

kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan

obat yang berkelanjutan (Menkes RI, 2016).

2.4.1.1
Pemilihan

32
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan

kepada:

1. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi yang

sudah ditetapkan di Rumah Sakit.

2. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

yang telah ditetapkan.

3. Pola penyakit.

4. Efektivitas dan keamanan.

5. Pengobatan berbasis bukti.

6. Mutu.

7. Harga.

8. Ketersediaan di pasaran.

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada formularium

nasional.Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf

medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi Terapi yang ditetapkan pimpinan

Rumah Sakit.Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,

pemberi obat dan penyedia obat di rumah sakit.Evaluasi terhadap formularium

Rumah Sakitharus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan

kebutuhan Rumah Sakit (Menkes RI, 2016).

2.4.1.2 Perencanaan

33
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan

periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya

kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan

untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara

lain konsumsi, epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

1. Anggaran yang tersedia;

2. Penetapan prioritas;

3. Sisa persediaan;

4. Data pemakaian periode yang lalu;

5. Waktu tunggu pemesanan; dan

6. Rencana pengembangan (Menkes RI, 2016).

2.4.1.3 Pengadaan

Martin Christopher (1998) mendefinisikan bahwa Manajemen Rantai

Pasokan (MRP) adalahjaringan organisasi yang terlibat dalam sebuah bisnis,

melalui keterkaitan hulu dan hilir, dalam proses dan aktivitas yang berbeda guna

menghasilkan nilai berupa produk dan jasa ke tangan konsumen. Sedangkan motif

di balik pengaturan MRP tersebut sesungguhnya adalah upaya untuk

meningkatkan daya saing saluran distribusi perusahaan tersebut.MRP juga

dimaknai sebagai serangkaian keterkaitan antara pemasok dan pembeli barang dan

jasa dengan menggunakan pendekatan sistem yang terintegrasi dalam aspek

34
perencanaan, logistik dan informasinya. Sebuah MRP yang lengkap melibatkan

seluruh proses yang bermula dari aktivitas menghasilkan bahan baku hingga

penyajiannya pada pengguna akhir (end-users) dari produk barang atau jasa yang

dihasilkan tersebut. MRP tidak hanya meliputi aliran fisik, tetapi juga aliran

informasi sepanjang saluran rantai pasokan tersebut (Mustamu, 2007).

Supply Chain Management (SCM) muncul sebagai primadona karena

sistem ini merupakan teknik yang diadopsi dari sistem produksi yang ramping.

Keberhasilan penerapan strategi SCM dalam rumah sakit akan mengontrol biaya

dan juga meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien (Mustamu, 2007).

Gambar 2.2 Alur Supply Chain Management

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan.Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,

jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar

mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan

35
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran(Menkes RI, 2016).

Untuk mematikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika

proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar instalasi farmasi harus

melibatkan tenaga kefarmasian (Menkes RI, 2016).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:

1. Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa;

2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);

3. Sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus

mempunyai Nomor Izin Edar; dan

4. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk

Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai

tertentu(contoh: vaksin, reagensia) atau pada kondisi tertentu yang dapat

dipertanggung jawabkan.

Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok

obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan obat saat

Instalasi Farmasi tutup.

Pengadaan dapat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain:

a. Pembelian

Hal-hal yang diperhatikan dalam pembelian adalah:

1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatandan Bahan Medis Habis Pakai.

36
2. Persyaratan pemasok.

3. Penentuanwaktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai.

4. Pemantauan pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b. Produksi Sediaan Farmasi

Produksi Sediaan Farmasi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk,

dan pengemasan kembali Sediaan Farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit.Instalasi farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu

apabila:

1. Sediaan Farmasi tidak tersedia di pasaran.

2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri.

3. Sediaan Farmasi formula khusus.

4. Sediaan Farmasi kemasan yang lebih kecil/repacking.

5. Sediaan Farmasi untuk penelitian.

6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru.

c. Sumbangan/dropping/hibah

Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai

dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis dapat membantu pelayanan kesehatan,

maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis harus sesuai

dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit(Menkes RI, 2016).

2..4.1.4 Penerimaan

37
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak

atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait

penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (Menkes RI, 2016).

2.4.1.5 Penyimpanan

Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan

sebelum dilakukan pendistribusian.Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas

dan keamanan sesuai dengan persyaratan kefarmasian.Persyaratan kefarmasian

yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,

kelembaban, ventilasi dan penggolongan jenisSediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai (Menkes RI, 2016).

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out

(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA/ Look Alike Sound Alike) tidak

ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah

terjadinya kesalahan pengambilan obat.Rumah sakit harus dapat menyediakan

lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan.Tempat

penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan

pencurian (Menkes RI, 2016).

38
2.4.1.6 Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien

dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu.

Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin

terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan (Menkes RI, 2016).

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock).

1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh instalasi

farmasi.

2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat

dibutuhkan.

3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola

(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada

penanggung jawab ruangan.

4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock

kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.

5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan

interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock.

39
b. Sistem resep perorangan

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui

instalasi farmasi.

c. Sistem unit dosis

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau

ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan

untuk pasien rawat inap.

d. Sistem kombinasi

Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b +

c atau a + c.

Sistem distribusi unit dose dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk

pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat

dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor

stock atau resep individu yang mencapai 18% (Menkes RI, 2016).

2.4.1.7 Pemusnahan dan Penarikan

Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara

yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Menkes, 2016).

Pemusnahan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai dilakukan bila terjadi beberapa hal, yaitu:

40
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.

2) Telah kadaluarsa.

3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau

kepentingan ilmu pengetahuan.

4) Dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan obat terdiri dari:

1) Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai yang akan dimusnahkan.

2) Menyiapkan berita acara pemusnahan.

3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak

terkait.

4) Menyiapkan tempat pemusnahan.

5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta

peraturan yang berlaku (Menkes RI, 2016).

Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus

mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan penarikan (Menkes RI, 2016).

2.4.1.8 Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaanSediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai.Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan

Komite/Tim Farmasi Terapi di Rumah Sakit(Menkes RI, 2016).

41
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:

1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);

2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan

berturut-turut (death stock);

3) Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala (Menkes RI, 2016).

2.4.1.9 Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk

memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.Kegiatan administrasi

terdiri dari pencatatan dan pelaporan, administrasi keuangan dan administrasi

penghapusan (Menkes RI, 2016).

2.4.2 Pelayanan Farmasi Klinis

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi

klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien

dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya

efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)

sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

2.4.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

42
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai termasukperacikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian

informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan

terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) (Menkes RI, 2016).

Kegiatan ini untuk menganalisis adanya masalah terkait obat, bila

ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi,

persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap

maupun rawat jalan (Menkes RI, 2016).

1) Persyaratan administrasi meliputi:

a) nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;

b) nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;

c) tanggal resep; dan ruangan/unit asal resep.

2) Persyaratan farmasetik meliputi:

a) nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

b) dosis dan Jumlah obat;

c) stabilitas, aturan dan cara penggunaan.

3) Persyaratan klinis meliputi:

a) ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;

b) duplikasi pengobatan;

c) alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

43
d) kontraindikasi dan interaksi obat (Menkes RI., 2016)

2.4.2.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau Sediaan Farmasilain yang

pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari

wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien (Menkes

RI, 2016).

Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat, yaitu:

1) Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya.

2) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan, antara lain:

1) Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi

penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat;

2) Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan

3) Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa)

(Menkes RI, 2016).

2.4.2.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakanproses membandingkan pengobatan yang

akan dilakukan dengan obat yang telah didapat pasien sebelumnya. Rekonsiliasi

dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat (drug related problem).

Drug related problem rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah

Sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan serta pada pasien yang keluar dari

44
rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya, sebab dalam

prosestersebut pasien sering mendapatkan jenis obat yang berbeda sehingga

dikhawatirkan dapat terjadi interaksi obat (Menkes RI, 2016).

2.4.2.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

PIO merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,

rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif

yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan

lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit (Menkes RI, 2016).

PIO bertujuan untuk:

1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di

lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit.

2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

obat atauSediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,

terutama bagi TFT.

3) Menunjang penggunaan obat yang rasional (Menkes RI, 2016).

2.4.2.5 Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait

terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan keluarganya. Konseling

untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat

45
dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau

keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien

dan/atau keluarga terhadap apoteker (Menkes RI, 2016).

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,

meminimalkan Risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

danmeningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan

penggunaan obat bagi pasien (patient safety) (Menkes RI, 2016).

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:

1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien.

2) Menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien.

3) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa minum obat.

4) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat

dengan penyakitnya.

5) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

6) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat.

7) Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi.

8) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.

9) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat

mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.

Kegiatan dalam konseling obat meliputi:

1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

46
2) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui

Three Prime Question.

3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien

untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.

4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat.

5) Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien.

6) Dokumentasi.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling:

1. Kriteria Pasien

a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil

dan menyusui).

b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (tuberkulosis,

diabetes melitus, epilepsi)

c) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin).

e) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).

f) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

1. Sarana dan Peralatan

a) Ruangan atau tempat konseling.

b) Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

2.4.2.6 Visite

47
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan

apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati

kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,

memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan

terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang

sudah keluar rumah sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan

program rumah sakit yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah

(Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus

mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien

dan memeriksa terapi obat dari rekam medik atau sumber lain (Menkes RI, 2016).

2.4.2.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

PTO merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan

terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

Tujuan PTOadalah meningkatkan efektivitas terapi danmeminimalkan

risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)(Menkes RI, 2016).

Kegiatan dalam PTO meliputi:

48
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi,

Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan

c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.

Tahapan Pemantauan terapi Obat (PTO):

a. pengumpulan data pasien;

b. identifikasi masalah terkait Obat;

c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;

d. pemantauan; dan

e. tindak lanjut.

Faktor yang harus diperhatikan:

a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap buktiterkini

dan terpercaya (Evidance Best Medicine);

b. kerahasiaan informasi; dan

c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat) (Menkes RI,

2016)

2.4.2.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia

untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.Efek Samping Obat Adalah Reaksi

Obat yang Tidak Dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

49
Tujuan MESO adalah:

Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang


1)

berat,tidak dikenal, frekuensinya jarang.

Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
2)

saja ditemukan.

Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi


3)

angka kejadian dan hebatnya ESO.

Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.


4)

5) Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki (Menkes

RI, 2016).

2.4.2.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO, yaitu:

a) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat.

b) Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu.

c) Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat.

d) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat (Menkes RI, 2016).

2.4.2.10 Dispensing Sediaan Steril

50
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan

teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas

dari paparan zat berbahaya serta menghindari kesalahan pemberian obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan untuk:

1) Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.

2) Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.

3) Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya.

4) Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat (Menkes RI, 2016).

2.4.2.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

PKOD merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas

permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas

usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan PKOD adalah mengetahui kadar obat

dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat (Menkes

RI, 2016).

2.5 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)

Instalasi Sterilisasi Pusatatau disebut juga Central Sterile Supply

Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit

atau departemen dari Rumah Sakit yang menyelenggarakan proses pencucian,

pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan

kondisi steril.

2.5.1 Tugas dan Fungsi ISP

51
Tugas ISP

Instalasi Sterilisasi Pusatmenjamin sterilitas alat perlengkapan medik sebelum

dipakai dalam melakukan tindakan medik. Tugas utama pusat sterilisasi di rumah

sakit adalah:

- Menyediakan peralatan medis untuk perawatan pasien

- Melakukan proses sterilisasi alat/bahan

- Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar

operasi, dan ruang lain yang membutuhkan

- Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman, efektif dan

bermutu

- Mempertahankan stok inventory yang memadai untuk keperluan perawatan

- Mempertahankan standar yang ditetapkan

- Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, maupun

- Sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu

- Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan

pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nasokomial

- Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah

sterilisasi

- Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi CSSD baik

yang bersifat intern dan ekstern

- Mengevaluasi hasil sterilisasi (Depkes RI, 2009).

Fungsi ISP

Beberapa fungsi pusat sterilisasi antara lain:

- Memberikan suplai barang dan instrumen ke area yang membutuhkan

- Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan servis yang akurat

52
- Memberikan suplai barang steril meliputi linen, instrumen dan barang-barang

steril lainnya

- Melakukan pencatatan yang akurat terhadap kegiatan dekontaminasi,

pencucian, sterilisasi dan pengiriman barang steril

- Melakukan pengetatan keseragaman dan kemudahan dalam rak instrumen

dan  set operasi di seluruh lingkungan rumah sakit

- Mempertahankan jumlah inventaris barang dan instrumen

- Melakukan monitoring dan kontrol terhadap tindakan pengendalian infeksi

sesuai dengan arahan komite pengendalian infeksi

- Membuat dan mempertahankan standart sterilisasi dan distribusinya

- Beroperasi secara efisien dalam rangka pengurangan biaya operasional

- Melakukan pengembangan sesuai dengan metode yang terbaru dan peraturan

yang berlaku

- Melakukan evaluasi berkala untuk meningkatkan kualitas pelayanan

- Memberikan pelayanan konsultasi kepada bagian lain yang membutuhkan

pemrosesan dan sterilisasi instrumen. Meliputi penjelasan peraturan dan

prosedur yang digunakan dan implementasi metode baru(Depkes RI, 2009).

2.5.2 Struktur Organisasi ISP

Instalasi Sterilisasi Pusatdipimpin oleh seorang Kepala Instalasi (dalam

jabatan fungsional) dan bertanggung jawab langsung kepada Wakil Direktur

Penunjang Medik.Untuk rumah sakit swasta, struktur organisasi dapat mengacu

pada struktur organisasi pemerintah.Hal-hal yang perlu dilaksanakan agar instalasi

pusat sterilisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya adalah perlunya pembagian

pekerjaan dalam jabatan fungsional (Depkes RI, 2009).

2.5.3 Sumber Daya Manusia (SDM)      

53
Sumber daya manusia (SDM) di ISP memiliki persyaratan khusus dalam

kesehatan sebagai berikut.:

a.       Data kesehatan

Data kesehatan  yang harus dimiliki oleh petugas di pusat sterilisasi rumah

sakit yaitu surat pernyataan sehat jasmani dan rohani secara rutin serta catatan

fisik X-Ray untuk mengidentifikasi penyakit TBC (Tuberculosis). Tes ini

dilakukan minimal satu kali dalam setahun.

b.      Status imunisasi

Status imunisasi sebagai persyaratan SDM di pusat sterilisasi harus

memenuhi minimal imunisasi hepatitis B, tetanus, dan demam tipoid.

c.       Laporan mengenai status penyakit

       Laporan mengenai penyakit yang dialami petugas selama bekerja di pusat

sterilisasi.Penyakit tersebut misalnya infeksi saluran pernafasan, infeksi kulit,

infeksi gastrointestinal, dan infeksi pada mata.Laporan mengenai penyakit

dilakukan minimal sekali dalam setahun setahun(Depkes RI, 2009).

2.5.4 Sarana dan Prasarana ISP

ISP merupakan jantung rumah sakit dimana tugas pokok pusat sterilisasi

adalah menerima bahan dan alat medik dari semua unit-unit di rumah sakit untuk

kemudian diproses menjadi alat/bahan medik dalam kondisi steril dan selanjutnya

mendistribusikan kepada unit lain yang membutuhkan kondisi steril, maka dalam

menentukan lokasi pusat sterilisasi perlu diperhatikan :  

A.   Bangunan

54
        Pembangunan Instalasi Sterilisasi Pusatharus sesuai dengan kebutuhan

bangunan pada saat ini serta kemungkinan perluasan sarana pelayanan di masa

datang serta didesain menurut tipe dan atau kapasitas rumah sakit.

B.   Lokasi

   Lokasi Instalasi Sterilisasi Pusatsebaiknya berdekatan dengan ruangan

pemakai alat atau bahan steril terbesar di rumah sakit.Penetapan atau pemilihan

lokasi yang tepat berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan pengendalian

infeksi, yaitu dengan meminimumkan resiko terjadinya kontaminasi silang serta

mengurangi lalu lintas transportasi alat steril.Untuk rumah sakit yang berukuran

kecil, lokasi pusat sterilisasi sebaiknya berada dekat/di wilayah kamar operasi

sesuai fungsinya dan diupayakan lokasinya dekat dengan laundry.

C.   Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi

        Pada prinsipnya, desain ruang pusat sterilisasi terdiri dari ruang bersih dan

ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya

kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih.Selain itu, pembagian ruangan

disesuaikan dengan alur kerja. Ruang pusat sterilisasi dibagi atas 5 ruang yaitu :

1.    Ruang Dekontaminasi

        Pada ruang ini, terjadi proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan

pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara dan dikontrol

untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja

dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya

lainnya. Syarat-syarat ruang dekontaminasi antara lain :

       a. Ventilasi

- sirkulasi udara yang dilengkapi dengan filter

- pergantian udara 10 kali/jam

55
- tekanan udara negatif

- tidak dianjurkan menggunakan kipas angina

b. Suhu dan kelembaban

- suhu 18-22°C

- kelembaban antara 35-75%

2.    Ruang Pengemasan Alat

       Ruang pengemasan alat merupakan tempat pengemasan alat, bongkar

pasang alat, dan penyimpanan barang bersih.          

3.    Ruang Prosesing Linen

       Di ruang ini dilakukan pemeriksaan, pelipatan dan pengemasan linen yang

akan disterilisasi. Di ruang ini juga terdapat tempat tertutup untuk menyimpan

barang.Selain itu di ruangan ini juga dilakukan persiapan untuk bahan seperti kasa,

kapas, dan cotton swab.

4.    Ruang Sterilisasi

       Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat atau bahan. Untuk sterilisasi

etilen oksida, sebaiknya dibuatkan ruang tersendiri dan dilengkapi dengan saluran

pembuangan (exhaust).

5.    Ruang Penyimpanan Barang Steril

       Syarat-syarat ruang penyimpanan barang steril antara lain :

- Dekat dengan ruang sterilisasi

- Suhu 18-22°C

- Kelembaban 35-75%

- Ventilasi menggunakan tekanan positif

- Efisiensi partikulat 90-95% (untuk partikel berukuran 0,5 µm)

- Jauh dari lalu lintas utama

56
- Dinding terbuat dari bahan yang kuat, halus dan mudah dibersihkan

2.5.5 Pelayanan ISP

Pelayanan ISP dapat dilihat dari Alur aktivitas fungsional yang secara umum

dapat digambarkan sebagai    berikut :

1. Pembilasan: pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di

ruang perawatan.

2. Pembersihan: semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik

sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.

3. Pengeringan: dilakukan sampai kering.

4. Inspeksi dan Pengemasan: unit ini melakukan pengecekan barang dan

instrumen mengenai kelayakan barang tersebut serta melakukan pengemasan

agar sterilitas dapat terjaga. Pengemasan yang dimaksudkan disini yaitu

semua material yang tersedia untuk fasilitas kesehatan yang sudah didisain

untuk membungkus, mengemas, dan menampung alat-alat yang dapat dipakai

ulang untuk sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan

adalah agar dapat berperan terhadap keamanan dan efektivitas perawatan

pasien yang merupakan tanggung jawab utama pusat sterilisasi.

5. Pelabelan: setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi dari

kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa proses sterilisasi.

6. Pembuatan: membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang

kemudian akan disterilkan.

7. Sterilisasi: unit sterilisasi melakukan sterilisasi barang dan instumen yang

telah dikemas menggunakan metode yang tepat agar mencapai sterilisasi yang

optimal. Sebaiknya diberikan tanggung jawab kepada staf terlatih. Untuk

57
sterilisasi menggunakan etilen oksida sebaiknya digunakan ruang tersendiri

dan dilengkapi exhaust

8. Penyimpanan: unit penyimpanan melakukan penyimpanan barang steril dan

melakukan penjaminan kualitas barang dan instrumen steril. Harus diatur

secara baik dengan memperhatikan kondisi penyimpanan yang baik.

9. Distribusi: unit distribusi mengirimkan suplai kepada kustomer yang

membutuhkan barang tersebut. Dapat dilakukan berbagai sistem distribusi

sesuai dengan rumah sakit masing-masing (Depkes RI, 2009).

Adapun alur sterilisasi dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.3Alur Instalasi Sterilisasi Pusat

2.6 Instalasi Gas Medis

Gas Medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk

pelayanan medis pada fasilitas pelayanan kesehatan.Vakum Medis adalah alat

dengan spesifikasi khusus yang dipergunakan untuk menghisap cairan tubuh pada

pelayanan medis di fasilitas pelayanan kesehatan.Sistem Instalasi Gas Medis dan

Vakum Medis adalah seperangkat sentral gas medis dan vakum medis, instalasi

pipa, katup penutup dan alarm gas medis sampai ke titik outlet medis dan inlet

medis.Oksigen Konsentrator adalah mesin pemisah Oksigen diudara (21%)

58
dengan Nitrogen diudara (78 %) dan gas lainnya (1 %).Keluaran mesin ini adalah

Oksigen dengan konsentrasi minimal 90%.

a. Jenis Gas Medis dan Vakum Medis

Gas Medis terdiri atas Gas Medis murni dan Gas Medis campuran.Gas

Medis murni meliputi:

1. Oksigen (O2)

2. Dinitrogen oksida/nitrous oxide (N2O)

3. Nitrogen (N2)

4. Karbon dioksida (CO2)

5. Helium (He)

6. Argon (Ar)

7. Udara tekan medik (medical compressed air); dan

8. Udara tekan alat (instrument air)

Gas Medis campuran merupakan campuran dari Gas Medis murni.

Vakum Medis meliputi sebuah rakitan dari peralatan vakum secara sentral

dan jaringan pemipaan untuk pemakaian penghisapan cairan tubuh pada pasien

secara medis, bedah medis, dan buangan sisa gas anestesi.Buangan sisa gas

anestesi merupakan proses penangkapan dan penyaluran gas yang dibuang dari

sirkit pernapasan pasien selama operasi normal gas anastesi atau peralatan

analgesi.

b. Penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis

Penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis di fasilitas pelayanan kesehatan

dilakukan melalui:

1. Sistem Instalasi Gas Medis dan Vakum Medis

2. Tabung Gas Medis

59
3. Oksigen Konsentrator Portabel; dan/atau

4. Alat Vakum Medis Portabel

Dalam hal penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas

pelayanan kesehatan di ruang operasi, ruang intensif, dan ruang gawat darurat

harus dilakukan melalui penyaluran pada Sistem Instalasi Gas Medis dan Vakum

Medis.Dalam penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis wajib dioperasikan oleh

petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang Gas

Medis dan Vakum Medis atau menunjuk pihak yang berkompeten.Pengoperasian

Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas pelayanan kesehatan oleh petugas

harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan Standar Prosedur

Operasional.Penggunaan Gas Medisdan Vakum Medis pada fasilitas pelayanan

kesehatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan

berkesinambungan.Instalasi Gas Medis dan Vakum Medis harus diuji dan

diperiksa sebelum dioperasionalkan untuk pertama kali.

c. Pengujian

Selain diuji dan diperiksa sebelum dioperasionalkan untuk pertama kali,

Instalasi Gas Medis dan Vakum Medis harus diuji dan diperiksa secara berkala

paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun. Tabung Gas Medis, Oksigen

Konsentrator portabel dan alat Vakum Medis portabel harus diuji dan/atau

dikalibrasi secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.Pengujian dilakukan oleh institusi penguji yang berwenang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Instalasi Gas Medis dan Vakum

Medis yang dinyatakan lulus pengujian dan pemeriksaan harus diberikan sertifikat

laik operasi yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.Instalasi Gas Medis

dan Vakum Medis yang dinyatakan belum lulus pengujian dan pemeriksaan harus

60
diberikan surat keterangan atau rekomendasi dilakukan perbaikan dengan jangka

waktu tertentu.

d. Pembimbingan dan Pengawasan

Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini sesuai

dengan kewenangan masing-masing.Menteri,Gubernur, Bupati/Walikota dalam

melakukan pembinaan dan pengawasan dapat dilakukan melalui advokasi dan

sosialisasi, pemberian bimbingan, supervisi, monitoring dan evaluasi, konsultasi,

dan/atau pendidikan dan pelatihan.Dalam rangka pengawasan, Menteri, Gubernur,

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat memberikan

tindakan administratif berupa:

1. Teguran lisan

2. Teguran tertulis; dan/atau

3. Pencabutan izin

Pengenaan tindakan administratif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

e. Ketentuan Peralihan

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua Fasilitas Pelayanan

Kesehatan yang memberikan pelayanan penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis

harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat

dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

2.6.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Gas Medik

Tugas dan fungsi Pelayanan gas medis adalah pemberian gas medis kepada

pasien oleh pelaksana tugas/tenaga medis di pelayanan kesehatan.

61
2.6.2 Struktur Instalasi Gas Medik

Struktur organisasi Instalasi Gas Medik disesuaikan dengan kebijakan

rumah sakit masing-masing.

2.6.3 Sumber Daya ManusiaInstalasi Gas Medik

Dalam hal penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas

pelayanan kesehatan di ruang operasi, ruang intensif, dan ruang gawat darurat

harus dilakukan melalui penyaluran pada Sistem Instalasi Gas Medis dan Vakum

Medis.Dalam penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis wajib dioperasikan oleh

petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang Gas

Medis dan Vakum Medis atau menunjuk pihak yang berkompeten.Pengoperasian

Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas pelayanan kesehatan oleh petugas

harus sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan Standar Prosedur

Operasional.Penggunaan Gas Medis dan Vakum Medis pada fasilitas pelayanan

kesehatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan

berkesinambungan. Instalasi Gas Medis dan Vakum Medis harus diuji dan

diperiksa sebelum dioperasionalkan untuk pertama kali.

2.6.4 Sarana dan PrasaranaInstalasi Gas Medik

Sarana dan prasarana Instalasi Gas Medik tidak ada ditentukan didalam

PMK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penggunaan Gas Medik Dan Vakum Medik

Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Kelengkapan Sarana dan prasana Instalasi

Gas Medik disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit.

2.6.5 Pelayanan Instalasi Gas Medik

Gas Medis terdiri atas Gas Medis murni dan Gas Medis campuran.Gas Medis

murni meliputi:

1. Oksigen (O2)

62
2. Dinitrogen oksida/nitrous oxide (N2O)

3. Nitrogen (N2)

4. Karbon dioksida (CO2)

5. Helium (He)

6. Argon (Ar)

7. Udara tekan medik (medical compressed air); dan

8. Udara tekan alat (instrument air)

Gas Medis campuran merupakan campuran dari Gas Medis murni.

Vakum Medis meliputi sebuah rakitan dari peralatan vakum secara sentral

dan jaringan pemipaan untuk pemakaian penghisapan cairan tubuh pada pasien

secara medis, bedah medis, dan buangan sisa gas anestesi.Buangan sisa gas

anestesi merupakan proses penangkapan dan penyaluran gas yang dibuang dari

sirkit pernapasan pasien selama operasi normal gas anastesi atau peralatan

analgesi.

63
BAB III

TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK

3.1 Sejarah RSUP H. Adam Malik

RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK

Menkes Nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 yang berlokasi di Jalan Bunga Lau

Nomor 17 Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.RSUP H.

Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK

Menkes Nomor 502/Menkes/SK/IX/1991.RSUP H. Adam Malik juga sebagai

Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,

Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Saat ini Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik sudahterakreditasi Join Commission International (JCI).

3.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik

Visi RSUP H. Adam Malik adalah menjadi rumah sakit pendidikan dan

pusat rujukan nasional yang terbaik dan bermutu di Indonesia pada tahun 2019.

Misi RSUP H. Adam Malik adalah:

a. Melaksanakan pelayanan pendidikan, penelitian dan pelatihan dibidang

kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau.

b. Melaksanakan pengembangan kompetensi sumber daya manusia secara

berkesinambungan.

c. Mengampu rumah sakit jejaring dan rumah sakit di wilayah Sumatera.

64
Motto RSUP H. Adam Malik adalah mengutamakan keselamatan pasien

dengan pelayanan sebagai berikut:

P: Pelayanan cepat

A: Akurat

T: Terjangkau

E: Efisien

N: Nyaman

Falsafah RSUP H. Adam Malik adalah memberikan pelayanan kesehatan

kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien dan efektif sesuai

standar pelayanan yang bermutu.

3.2.1 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik

a. Tugas RSUP H. Adam Malik

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia

Nomor 244/Menkes/PER/III/2008, yang telah dirubah dengan Surat Keputusan

Direktur Utama Nomor OT.01.02/ XV.4.2.1/565/2018 tentang Organisasi dan Tata

kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malikmempunyai tugas

menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna,

pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan

berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta

melaksanakan upaya rujukan.

b. Fungsi RSUP H. Adam Malik

Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik No.OT.

65
01.02/XV.4.2.1/565/2018tentang Organisasi dan Tata kerja Rumah Sakit Umum

Pusat H. Adam Malik,RSUP H.Adam Malik menyelenggarakan fungsi:

i. Pelayanan medis.

ii. Pelayanan dan asuhan keperawatan.

iii. Penunjang medis dan non medis.

iv. Pengelolaan sumber daya manusia.

v. Pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi

kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.

vi. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya.

vii. Penelitian dan pengembangan.

viii. Pelayanan rujukan.

ix. Administrasi umum dan keuangan.

3.3 Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia

Nomor 244/Menkes/PER/III/2008, yang telah diubah dengan Surat Keputusan

Direktur Utama Nomor No. OT. 01.02/XV.4.2.1/565/2018 tentang Struktur

Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, susunan

organisasi RSUP H. Adam Malik terdiri dari:

a. Direktur utama

b. Direktur medik dan keperawatan

c. Direktur sumber daya manusia dan pendidikan

d. Direktur keuangan

66
e. Direktur umum dan operasional

f. Unit-unit non struktural.

Untuk gambarnya dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 73).

3.3.1 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Surat

Nomor OT.01.01/IV/2.1/1333/2018 tentang Pembentukan Tim Farmasi dan Terapi

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, TFT mempunyai tugas, wewenang

dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di rumah sakit.

b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk kedalam Formularium

Rumah Sakit

c. Mengembangkan standar terapi.

d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat.

e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang rasional.

f. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak dikehendaki;

g. Mengkoordinir penatalaksanaan pencegahan medication error.

h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah sakit

Susunan anggotaTFT terdiri dari perwakilan Staf Medis Fungsional (SMF)

yang ada di Rumah Sakit dengan ketua seorang dokter dan sekretarisnya

adalahApotekerInstalasi Farmasi Rumah Sakit yang bertanggung jawab kepada

Direktur Utama melalui Direktur Medik dan Keperawatan RSUP H. Adam Malik.

67
3.4 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang apoteker

yang berada dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Medik dan

Keperawatan.Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam MalikNo.

OT.01.02/XV.4.2.1/565/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa instalasi farmasi adalah

unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan

kegiatan pelayanan peracikan, penyimpanan, penyediaan dan penyaluran sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (Dirut3, 2018).

A. Tugas Dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

a. Tugas Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas membantu

direktur medik dan keperawatan untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan,

merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan

kefarmasian di RSUP H. Adam Malik.

b. Fungsi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai fungsi, yaitu:

1) Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang kegiatan instalasi

farmasi dan melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian.

2) Melaksanakan perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakaiuntuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik serta

melaksanakan evaluasi dan sistem informasi rumah sakit (SIRS) instalasi

68
farmasi.

3) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakaike seluruh satuan kerja/instalasi di lingkungan RSUP H. Adam

Malik untuk kebutuhan pasien rawat jalan, rawat inap, gawat darurat dan

instalasi-instalasi penunjang lainnya.

4) Melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinis dan melaksanakan

pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

5) Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di gudang

instalasi farmasi dan memproduksi obat-obat sesuai dengan kebutuhan

rumah sakit.

Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik ditunjukkan

pada Gambar 3.1 berikut ini.

69
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

tentang Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Nomor OT. 01.02/XV.4.2.1/4542/2019susunan organisasi instalasi

farmasiRSUP H. Adam Malik terdiri dari:

a. Kepala Instalasi Farmasi

b. Tata usaha

c. Koordinator pelayanan mutu

- PJ Klinis dan Apoteker Farmasi Klinis

- PJ Depo (IGD & IBP, Rindu A, Rindu B, Paviliun, Apotek, PJT, IPI, Depo

Farmasi Pencampuran Kemoterapi)

- Ka. Tim Depo (IGD & IBP, Rindu A, Rindu B, Paviliun, Apotek, PJT, IPI,

Depo Farmasi Pencampuran Kemoterapi)

- Staf Depo (IGD & IBP, Rindu A, Rindu B, Paviliun, Apotek, PJT, IPI,

70
Depo Farmasi Pencampuran Kemoterapi)

d. Koordinator penunjang

- PJ Perbekalan

- Ka. Tim Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi

- Ka. Tim Perbekalan

- Staf Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi

- Staf Perbekalan

B. Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Jumlah Apoteker di RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 22 apoteker,

dengan pembagian tugas: 11 apoteker klinis,8 apoteker sebagai kepala depo, dan 3

apoteker di bagian perbekalan. Pelayanan kefarmasian di rawat inap Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik Medan dilaksanakan oleh Apoteker, dengan

kapasitas 1 apoteker untuk melayani ± 50 tempat tidur. Sedangkan untuk rawat

jalan, pelayanan kefarmasian di rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan dilaksanakan oleh 2 Apoteker dengan perbandingan 1 apoteker

melayani 125 pasien.

D. Sarana dan Peralatan


1. Sarana

a. Ruang Kantor/Administrasi

Instalasi Farmasi RSUP H Adam Malik memiliki ruang kantor/administrasi

yang terdiri dari ruang pimpinan, ruang staf, ruang tata usaha.

b. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Instalasi Farmasi RSUP H Adam Malik memiliki ruang penyimpanan

khusus untuk sediaan termolabil, bahan laboratorium dan reagensia, bahan

71
mudah terbakar, dan bahan beracun dan berbahaya. Juga untuk penyimpanan

obat jadi, sediaan produksi sendiri, bahan baku obat, serta alat kesehatan

disimpan terpisah.

c. Ruang Konseling

Ruang konseling RSUP H Adam Malik terdapat di bagian rawat jalan

terutama untuk konseling pasien kemoterapi sedangkan ruang konseling

untuk rawat inap belum tersedia dan apoteker rawat inap memberikan

konseling dengan cara visite langsung kepada pasien.

Ruang

d. Ruang Pelayanan Informasi Obat

Ruang pelayanan informasi obat RSUP H Adam Malik belum melengkapi

sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka dan

telepon yang memadai.

1. Peralatan

Instalasi Farmasi RSUP H Adam Malik memiliki peralatan:

a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan, dan pembuatan Obat baik steril

dan nonsteril maupun aseptik/steril;

b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;

c. Kepustakaan untuk melaksanakan PIO yang belum memadai;

d. Lemari penyimpanan khusus narkotika;

e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat termolabil;

f. Penerangan, sarana air, ventilasi, dan sistem pembuangan limbah.

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

72
3.4.1 Pengelolaan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai di RSUP H. Adam Malik adalah suatu siklus kegiatan yang dimulai dari

pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta pemantauan dan

evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

3.4.1.1 Pemilihan

Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

dilaksanakan secara kolaborasi oleh instalasi farmasi dengan TFT yang dijadikan

dasar revisi Formularium Rumah Sakit setiap 2 tahun sekali.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

Nomor FP. 01. 01/XV.1.4.6/1021/2018tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, pemilihan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan:

a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.

b. Nomor izin edar,

c. E-katalog,

d. Pengobatan berbasis bukti,

e. Mutu,

f. Harga, dan

g. Ketersediaan di pasaran.

73
Obat esensial di RSUP H. Adam Malik ditetapkan dengan mengacu

kepada Daftar Obat Esesial Nasional (DOEN) oleh Tim Farmasi danTerapi. Daftar

Obat esensial ini direvisi mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang kedokteran dan farmasi, perubahan pola penyakit, trend

penulisan resep, serta sesuai dengan Panduan Praktik Klinis/Clinical Pathway.

3.4.1.2 Perencanaan

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

Nomor FP. 01. 01/XV.1.4.6/1021/2018tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, perencanaan kebutuhan merupakan

kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan

untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan

efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan

menggunakan metode konsumsi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

a. Anggaran yang tersedia.

b. Penetapan prioritas.

c. Sisa persediaan.

d. Data pemakaian periode yang lalu.

e. Waktu tunggu pemesanan.

f. Rencana pengembangan.

Perencanaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai (E-Katalog)merujuk kepada harga E-katalog yang dikeluarkan oleh

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).Proses

74
pengadaannya dilakukan secara E-Purchasing oleh Unit Layanan Pengadaan

(ULP) RSUP H. Adam Malik. Perhitungan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan metode

kombinasikonsumtif dan epidemiologi.

Perencanaan obat disusun berdasarkan daftar obat Formularium Nasional

dan permohonan penggunaan obat Non-Formularium Nasional, dan Non

Formularium Rumah Sakit dilakukan dengan mengisi Formulir Permintaan

Khusus Obat di luar Formularium Nasional.

3.4.1.3 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,

jumlah, waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.

Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,

penentuan jumlah yang dbutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,

pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentun spesifikasi kontrak,

pemantauan proses pengadaan dan pembayaran.

RSUP H. Adam Malik memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan

stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan obat saat

Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dilakukan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) RSUP H.

Adam Malik. Apoteker dan/atau Tenaga teknis kefarmasian bertindak sebagai Tim

Teknis Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:

75
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.

b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).

c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus

mempunyai Nomor Izin edar.

Pengadaan dapat dilakukan dengan cara E-Purchasing untuk perbekalan

farmasi e-katalog sementara untuk perbekalan farmasi non e-katalog dengan cara

penunjukan langsung/kontrak.

1. Pembelian

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:

a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,

yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.

b. Persyaratan pemasok.

c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.

d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

2. Produksi Sediaan Farmasi

Sediaan yang dibuat di RSUP H. Adam Malik memenuhi persyaratan mutu

dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di RSUP H. Adam

Malik. Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik memproduksi handrub dan

kloralhidrat, repacking seperti: Alkohol 70%, H2O2 3%, Formalin 10%.

3. Sumbangan/ Dropping/ Hibah

Instalasi Farmasi melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan

dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

sumbangan/dropping/ hibah seperti program penanggulangan HIV/AIDS, TB,

hepatitis, dan malaria.

76
3.4.1.4 Penerimaan
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik

Nomor FP.01.01/XV/1.4.6/1021/2018 tentang Kebijakan Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, penerimaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat

Komitmen (PPK). Setelah penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai selesai dilakukan kemudian dibuat Berita Acara Serah

Terima (BAST) oleh tim teknis dibentuk oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Hal-hal yang diperhatikan dalam penerimaan adalah:

1. Kesesuaian dengan faktur/surat pesanan (SP)/surat pengantar barang (SPB).

2. Kesesuaian dengan kontrak/Surat Perintah kerja (SPK).

3. Kondisi fisik barang dan tanggal kadaluarsa.

4. Memastikan tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun. Bila tanggal kadaluarsa di

bawah 2 tahun harus melampirkan surat pernyataan dari Distributor bahwa obat

bisa diretur / diganti dengan tanggal kadaluarsa yang lebih lama

5. Bahan baku disertai sertifikat analisa.

6. Bahan berbahaya dan beracun menyertakan Material Safety Data Sheet

(MSDS)..

Tahapan penerimaan sebagai berikut:

1. P2HP mencocokkan kesesuaian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dengan faktur (jumlah, spesifikasi, nomor faktur, harga),

77
mengecek tanggal kadaluarsa dan memastikan bahwa sistem pengangkutan

memenuhi syarat untuk perbekalan farmasi khususnya perbekalan farmasi

termolabil yang harus disimpan pada suhu dingin, yaitu harus disimpan

didalam cool box dan dilengkapi dengan kontrol suhu.

2. Bila Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

diterima telah sesuai dengan faktur, Surat Pesanan (SP) dan Surat Perjanjian

Kerjasama (SPK), makaP2HP menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai tersebut dan membubuhkan tanda tangan dan tanggal

penerimaan barang pada faktur.

3. P2HP menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai yang diterima kepada petugas gudang.

4. Petugas gudang mencatat data penerimaan dan menginput kedalam SIRSdan

Sistem Informasi Manajemen Akutansi Keuangan Barang Milik Negara

(SIMAK BMN).

3.4.1.5 Penyimpanan
Instalasi Farmasi RSUP. H. Adam Malik menerima barang perlu dilakukan

penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusiaan.Penyimpanan harus dapat

menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.Persyaratan

kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,

sanitasi, cahaya, kelembapan, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai.

78
Penyimpanan di RSUP H. Adama Malik dilakukan di gudang instalasi

farmasi, Depo Farmasi dan ruang perawatan (kebutuhan logistik ruangan dan

kebutuhan pasien yang dirawat).

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:

a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label

yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggalpertama kemasaan dibuka,

tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus.

b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan diruang rawat kecuali di OK,

ruangan intensif, dan UPK2J.

c. Konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien disimpan

dilemari khusus dengan diberi garis merah (Red line), harus diberi label yang

jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah

penatalaksanaan yang kurang hati-hati.

d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa

oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.

Instalasi Farmasi memastikan bahwa obatdisimpan secara benar dan

diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan Bahan Medis

Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu bahan yang mudah terbakar,

disimpan didalamruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.

Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan

dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan

disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out

(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.

Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

yang penampilan dan penamaannya mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak

79
ditempatkan berdekatan (tidak berdampingan) dan harus diberi penandaan khusus

untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

RSUP.H Adam Malik menyediakan penyimpanan obat emergensi untuk

kondisi kegawat daruratan.Tempat penyimpanan harus mudah di akses dan

terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.

Pengolaan obat harus menjamin:

a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar Obat emergency yang ditetapkan.

b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain.

c. Bila dipakai untuk keperluan emergency harus segera diganti.

d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa dan

e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

Pengaturan tata ruang penyimpanan sangat diperlukan untuk mendapatkan

kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan

perbekalan farmasi.

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai disimpan

pada suhu kamar yang terkendali dengan suhu antara 15°C sampai 25°C, dan

untuk obat-obat termolabil disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 2°C

sampai 8°C.

1. Penyimpanan Obat High Alert

a. Obat High Alert ditandai dengan penempelan label High Alert warna

merah, khusus untuk obat kemoterapi ditempel label “Cytotoxic Drug

Handle With care” warna ungu.

b. Pelabelan dilakukan di kemasan terkecil setiap sediaan.

80
c. Penyimpanan Obat High Alert di Gudang/Depo/Pokja/troli Code Blue

terlokalisir dari sediaan lain dan ditandai dengan garis merah disekeliling

obat High Alert tersebut.

d. Khusus untuk obat kemoterapi disimpan di tempat terpisah dari obat lain.

e. Obat high alert milik pasien di ruang perawatan disimpan bersama-sama

dengan obat lain di kotak pasien dilemari obat dengan berlabelkan stiker

high alert warna merah.

2. Penyimpanan obat dengan nama obat dan rupa mirip (Look Alike Sound
Alike= LASA)

a. Ketegori obat LASA di RSUP H. Adam Malik ditulis dalam daftar obat

LASA.

b. LASA ditandai dengan penempelan label LASA warna kuning.

c. Penyimpanan obat LASA di gudang farmasi dan depo/pokja farmasi

disimpan ditempat yang tidak berdampingan.

d. Pelabelan dilakukan dikotak terluar obat.

e. Penyimpanan obat kategori LASA milik pasien diruang perawat disimpan

bersama-sama dengan obat lain di kotak pasien dilemari obat.

3. Penyimpanan Obat Narkotika

a. Obat narkotika disimpan dilemari khusus yang dilengkapi dengan dua

kunci (double lock) yang berbeda, sesuai dengan UU narkotika.

b. Kunci lemari narkotika di pegang oleh dua orang yang berbeda.

c. Penanggung jawab terhadap kunci lemari narkotika pada jam kerja

diserahkan kepada TTK dan Ketua Tim sesuai dengan jadwal dinas.

81
d. Pada saat hari libur atau diluar jam kerja penanggungjawab kunci lemari

narkotika diserahkan kepada TTK yang berbeda yang berdinas pada saat

itu.

4. Penyimpanan Obat Psikotropika

a. Obat psikotropika harus disimpan ditempat terpisah dari obat-obat lain.

b. Obat disimpan di lemari terkunci.

5. Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

a. Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sediaan farmasi yang bersifat

mudah menyala atau terbakar, eksplosif, radioaktif, oksidator/reduktor,

racun, korosif, karsinogen, teratogenik, mutagenik, iritasi atau bahan

berbahaya lainnya.

b. Bahan berbahaya dan beracun (B3) harus disimpan ditempat terpisah dan

disertai tanda bahan berbahaya sesuai sifat fisika kimia bahan yang

tercantum dalam MSDS.

6. Penyimpanan Sedian Farmasi, Alkes dan BMHPdi Troli Code Blue

a. Troli code blue adalah sarana penyimpanan alat kedokteran dan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibutuhkan

untuk menyelamatkan jiwa pasien (life saving) pada kasus henti napas dan

henti jantung.

b. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan danBahan Medis Habis Pakaitrolicode

blue disimpan pada tempat khusus, bersegel dan bisa dibawa/didorong

dengan cepat keruangan perawatan/tempat tindakan pasien.

c. Obat High Alertpada trolicode bluedisimpan terlokalisir dan diberi tanda

garis merah.

7. Sediaan Farmasi, Alkes dan BMHP di troli persediaan ruangan.

82
a. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

tersimpan di troli persediaan ruangan harus disepakati jenis dan jumlahnya

dengan perawatan dan disiapkan oleh TTK.

b. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di dalam

troli persediaan ruangan selalu tersedia dengan jenis dan jumlah sesuai

daftar yang telah ditetapkan.

c. Troli persediaan ruangan diletakkan ditempat yang telah disepakati dan

mudah dijangkau.

d. Troli persediaan ruangan hanya boleh diisi dengan sediaan farmasi, dan

Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan diruangan tidak boleh

dicampur dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai.

e. Troli persediaan ruangan yang belum menggunakan kunci disposable,

kepala ruangan menunjukan petugas yang bertanggung jawab terhadap

troli tersebut.

3.4.1.6 Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan medis

Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap

menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.

RSUP H. Adam Malik menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin

terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

bahan medis pakai di unit pelayanan.

Beberapa metode yang dapat digunakan oleh Instalasi Farmasi Rumah

Sakit dalam mendistribusikan perbekalan farmasi:

83
a. Pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep perorangan

Resep perorangan adalah yang ditulis dokter untuk tiap pasien.Dalam sistem ini

perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh Instalasi Farmasi sesuai

yang tertera pada resep.

b. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai di rawat inap disiapkan dalam sistem one day dose dispensing yang

dikemas per unit dose.

3.4.1.7 Pemusnahan dan Penarikan


Menurut Keputusan Direktur Utama NomorFP.01.01/XV/1.4.6/1021/2018

tentang kebijakan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik, pemusnahan

dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

yang tidak dapat digunakan dilakukan oleh Tim Penghapusan Barang. Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati tanggal

kadaluarsa ditarik kembali oleh Instalasi Farmasi dan dikembalikan ke distributor

sesuai waktu yang telah disepakati untuk melakukan pengembalian barang (retur).

Apabila Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai masih

bisa digunakan oleh pasien maka digunakan terlebih dahulu, dan apabila tidak bisa

digunakan lagi, maka akan dikumpulkan untuk dikembalikan/retur ke Pedagang

Besar Farmasi. Sediaan Farmasi yang tidak bisa dikembalikan langsung

dimusnahkan dan dibuat berita acara pemusnahan.Acara pemusnahan disaksikan

oleh Tim Pemusnahan di dampingi Dinas Kesehatan Provinsi, Balai POM,

84
perwakilan dari instalasi farmasi, bagian keuangan RSUP H. Adam Malik.

Laporan pemusnahan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai

POM, serta disimpan sebagai data arsip rumah sakit.

Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

dikarenakan instruksi dari pemerintah (BPOM), atau inisiatif dari pemilik izin edar

karena alasan tertentu. Obat yang sudah ditarik ke instalasi farmasi kemudian

dicatat untuk dikembalikan ke distributor.

Pemusnahan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

kadaluwarsa atau rusak akan dimusnahkan oleh panitia penghapusan barang

milik/kekayaan negara disaksikan oleh Badan POM.

Penarikan

a. Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di

gudang dan Depo/Pokja dilakukan terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan

dan Bahan Medis Habis Pakai yang ditarik dari peredaran oleh pemerintah,

distributor atau pabrik pembuatnya oleh TTK gudang dan TTK depo/Pokja.

b. Semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

kadaluwarsa atau rusak dikumpulkan di gudang farmasi dan dilaporkan ke

direktur.

c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang

mendekati kadaluwarsa,dilakukan proses pengembalian (retur) kepada

distributor sesuai waktu yang telah disepakati.

85
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak

terpakai oleh pasien dapat dikembalikan ke Depo/Pokja.

3.4.1.8 Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai.Pengendalianpenggunaan perbekalan farmasi dapat dilakukan oleh Instalasi

Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.

Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:

a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;

b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;

c. Memastikan persediaan efektif dan efesien atau tidak terjadi kelebihan dan

kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadarluwarsa, dan kehilangan serta

pengembalian pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai.

Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:

a. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu 6 bulan

berturut-turut (death stock).

b. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).

c. Melakukan evaluasi persediaan yang sering digunakan (fast moving).

d. Stok Opname Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

dilakukan di Depo dan Gudang Farmasi setiap bulan.

3.4.1.9 Administrasi

86
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk

memudahkan penelusuran yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:

a. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan

kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan,

pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

bahan medis habis pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan

Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulan, semester atau

pertahunan).

Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

Tujuan dari pelaporan adalah:

a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi.

b. Tersedianya informasi yang akurat.

c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan.

d. Mendapatkan data yang lengkap untuk membuat perencanaan.

Jenis laporan yang dibuat oleh Instalasi Farmasi adalah:

a. Narkotika dan Psikotropika.

b. Mutasi perbekalan farmasi.

c. Stockopname.

d. Jumlah resep.

e. Kepatuhan terhadap Formularium Nasional.

f. Waktu tunggu pelayanan resep dirawat jalan.

Pelaporan yang harus dilakukan:

87
a. Laporan bulanan pelayanan farmasi dilaporkan oleh Kepala Instalasi Farmasi

ke Direktur Medik dan Keperawatan.

b. Laporan triwulanan pelayanan farmasi dilaporkan oleh Kepala Instalasi

Farmasi ke Direktur Medik dan Keperawatan.

c. Laporan tahunan pelayanan farmasi dilaporkan oleh Kepala Instalasi Farmasi

ke Direktur Medik dan Keperawatan.

d. Narkotika:

- Dibuat setiap bulan oleh Kepala Instalasi Farmasi dan dilaporkan ke

Direktur Medik dan Keperawatan.

- Laporan diteruskan ke Dinas Kesehatan Kota, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Badan POM.

e. Standar Pelayanan Minimal (SPM) waktu tunggu pelayanan obat dan

peresepan sesuai formularium dilaporkan setiap bulan oleh Kepala Instalasi

Farmasi ke bagian mutu.

f. Laporan pemakaian obat-obat ARV dikirim setiap bulan ke Dinas Kesehatan

Provinsi. Laporan pemakaian obat TB-DOTS dan TB-MDR dikirim setiap

bulan ke Dinas Kesehatan Provinsi.

3.4.2 Pelayanan Farmasi Klinis

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan

Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkanoutcome terapi dan

meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin.

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

88
1. Pengkajian dan pelayanan Resep;

2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;

3. Rekonsiliasi Obat;

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

5. Konseling;

6. Visite;

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

10. Dispensing sediaan steril;

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

3.4.2.1 Pengkajian dan pelayanan resep

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan pemeriksaan ketersedian,

pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan Obat

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian

Obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait

obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter

penulis Resep. Tenaga Teknis Farmasi melakukan pengkajian Resep sesuai

persyaratan admnistrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk

pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;

b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter,

c. Tanggal resep; dan

89
d. Ruangan/unit asal Resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

a. Nama Obat, bentuk, dan kekuatan sediaan;

b. Dosis dan Jumlah Obat,

c. Rute

d. Aturan atau cara penggunaan.

Persyaratan klinik meliputi:

a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;

b. Duplikasi pengobatan;

c. Alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)

d. Kontraindikasi; dan

e. Interaksi Obat.

Ketentuan Penulisan Resep:

1. Resep manual digunakan bila resep online bermasalah.

2. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca, meggunakan istilah dan singkatan yang

lazim atau yang sudah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan salah

pengertian.

3. Obat yang diresepkan harus sesuai dengan Formularium Nasional dan

Formularium RSUP H. Adam Malik.

4. Penulisan resep Antibiotika di rumah sakit berdasarkan pedoman penggunaan

antibiotika yang dikeluarkan rumah sakit.

5. DPJP harus mengenali Obat-obatan yang masuk dalam daftar Look A Like

Sound ALike (LASA) yang diterbitkan oleh Intalasi Farmasi, untuk

menghindari kesalahan pembacaan tenaga kesehatan lain.

3.4.2.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

90
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau Sediaan Farmasilain yang

pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari

wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat, yaitu:

1.Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya.

2.Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

Informasi yang harus didapatkan, antara lain:

a. Nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi

penggunaan, indikasi dan lama penggunaan obat;

b. Reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan

c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).

3.4.2.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat adalah proses membandingkan instruksi pengobatan

dengan obat yang telah didapat pasien.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:

a. Membandingkan antara daftar obatyang sedang digunakan pasien dan obat

yang diresepkan.

b. Mencegah agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya suatu terapi obat.

Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:

a. Pengumpulan data

Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan

pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan,

diganti, dilanjutkan atau dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping

91
obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat,

dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan

efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat

penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien,

obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/ medication chart. Data obat

yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bula sebelumnya. Semua obat

yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk herbal

harus dilakukan proses rekonsiliasi.

b. Komparasi

Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan

digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bila ditemukan

ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat

pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa

ada penjelasan yang didokumentassikan pada rekam medik pasien.

Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat

penulisan resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak

tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian

dokumentasi

Bila ada ketidaksesuian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal

lain yang harus dilakukan oleh apoteker adalah:

1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja,

2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti, dan

3) Memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukannya rekonsiliasi obat.

d. Komunikasi

92
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat

mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap

informasi obat yang diberikan.

3.4.2.4 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informai Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,

terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, perawat,

dan profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit.

Informasi yang diberikan oleh apoteker ditulis di lembar kerja apoteker.

PIO bertujuan untuk:

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dengan tenaga

kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,

terutama bagi tim farmasi dan terapi.

c. Menunjang pengunaan obat yang rasional.

Kegiatan PIO meliputi:

a. Menjawab pertanyaan.

b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.

c. Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan dengan

penyusunan formularium rumah sakit.

d. Bersama dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit (PKRS) melakukan

kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya melakukan penelitian.

93
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:

a. Sumber daya manusia.

b. Tempat.

c. Perlengkapan

3.4.2.5 Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait

obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.Konseling untuk

pasien rawat jalan maupun rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan

atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya, atau

kepada pasien yang dinilai membutuhkan konseling dan bisa menerima

konseling.Konseling yang diberikan dicatat di lembar kerja apoteker.

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil

terapi,meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan

meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan

penggunaan obat bagi pasien (patient safety).

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:

a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien.

b. Menunjukan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.

c. Membantu pasien untuk mengntur dan terbiasa dengan obat.

d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan

penyakitnya.

e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat.

g. Meningkatkan kemampan pasien memecahkan masalah dalam hal terapi.

h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan

94
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat

mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.

Kegiatan dalam konseling obat meliputi:

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

b. Mengidentifikasi tingkat keamanan pasien tentang penggunaan obat melalui

three prime questions.

c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien

untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.

d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat.

e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien, dan

f. Dokumentasi.

Faktor yang diperhatikan dalam konseling Obat:

1. Kriteria Pasien:

a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil

dan menyusui);

b) Pasien dengan terapi jangka panjang / penyakit kronis (Tuberkulosis,

Diabete melitus, epilepsi dan lain-lain);

c) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan intruksi khusus

(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off);

d) Pasienyang menggunakanObatdenganindeksterapi sempit (digoksin)

e) Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan

f) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

2. Sarana dan peralatan;

a) Ruangan atau tempat konseling; dan

95
b) Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).

3.4.2.6 Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan

Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati

kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,

memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan

terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien

sertaprofesional kesehatan lainnya. Pasien yang divisite ditulis dilembarkerja

Apoteker.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit

baikatas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang

biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).

Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan

mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat

dari rekam medik atau sumber lain.

3.4.2.7 Pemantauan Terapi Obat

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang dilakukan

oleh Apoteker mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman,

efektif dan rasional bagi pasien. PTO dilakukan di ruang perawatan yang

dilakukan pelayanan farmasi klinik. Hasil Pemantauan Terapi Obat dicatat dalam

lembar kerja Apoteker apabila ditemukan reaksi obat yang tidak diinginkan,maka

ditulis pada form terintegrasi di rekam medik dan di lembaga kerja Apoteker.

Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko

Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

Kegiatan meliputi:

96
a. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi,

Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

b. Pemeberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan

c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.

Tahapan PTO:

a. Pengumpulan data pasien;

b. Identifikasi masalah terkait Obat;

c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;

d. Pemantauan, dan

e. Tindak lanjut.

Faktor yang harus diperhatikan:

a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian ktitis terhadap bukti

terkini dan terpercaya (Evidence Based Medicine),

b. Kerahasian informasi, dan

c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

3.4.2.8 Monitoring Efek Samping Obat

Monitoring Efek Samping (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap

respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.

Efek Samping Obat merupakan reaksi Obat yang tidak

dikehendaki.Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilakukan oleh Dokter,

Perawat, Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian, tenaga kesehatan lainnya dan

pasien/ keluarga pasien. Apabila ditemukan efek samping obat yang tidak

diinginkan maka ditulis pada form terintegrasi direkam medik dan di lembar kerja

Apoteker. Efek Samping Obat yang ditemukan dilaporkan ke Apoteker di Instalasi

97
Farmasi.Apoteker melakukan evaluasi Laporan Efek Samping Obat dengan

Algoritm Naranjo.Efek Samping Obat yang ditemukan dilaporkan ke Tim Farmasi

dan Terapi (TFT).Monitoring Efek Samping Obat dan KTD juga dilakukan

terhadap obat yang baru ditambahkan dalam Formularium Rumah Sakit.TFT

melaporkan kepada Pusat MESO Nasional Direktorat Pengawasan Distribusi

Tarapeutik & PKRT Badan Pengawas Obat dan Makanan RI dengan mengisi

formulir Pelaporan Efek Samping Obat.

Pelaporan ESO dilakukan 2 x 24 jam setelah ditemukan.

MESO bertujuan:

a. Menemukam Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang

berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang;

b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal yang yang

baru saja ditemukan;

c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi

angka kejadian dan hebatnya ESO;

d. Meminimalkan resiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki, dan

e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan Pamantauan dan pelaporan ESO;

a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);

b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami ESO;

c. Mengevaluasi laporan ESO dengan Algoritme Naranjo;

d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim Farmasi

dan Terapi;

e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

98
3.4.2.9 Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi Penggunaan Obat(EPO) merupakan program evaluasi

penggunaan Obat yang dilakukan oleh Apoteker yang terstruktur dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.Evaluasi Penggunaan Obat

(EPO) dilakukan setiap tiga bulan dan dilaporkan kepada Tim Farmasi dan Terapi

setiap tahun.

Tujuan EPO yaitu:

a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat;

b. Membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu;

c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat, dan

d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.

Kegiatan praktek EPO:

a. Mengevaluasi penggunaan Obat secara kualitatif; dan

b. Mengevaluasi penggunaan Obat secara kuantitatif.

3.4.2.10 Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi Farmasi Rumah Sakit

dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilisasi dan stabilitas produk dan

melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya

kesalahan pemberian obat.

Dispensing sediaan steril bertujuan:

a. Menjamin agar pasein menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan;

b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;

c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan

d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

Kegiatandispensing sediaan steril, meliputi:

99
a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan

intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut didelegasikan ke perawat yang

sudah mendapatkan pelatihan.

b. Pengenceran elektrolit pekat dilakukan oleh Apoteker/TTK yang sudah

terlatih

c. Pencampuran obat kemoterapi.

d. Penyiapan Nutrisi Parenteral

Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik secara akurat, meliputi:

d. Melakukan perhitungan dosis secara akurat.

e. Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai.

f. Mencampurkan sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol terapi.

g. Mengemas dalam kemasan tertentu, dan

h. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.

Penanganan tumpahan sediaan sitostatika dilakukan oleh petugas yang terlatih.

3.4.2.11 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah

PKOD merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas

permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas

usulan dari apoteker kepada dokter. Tujuan PKOD adalah mengetahui kadar obat

dalam darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat. Namun,

pada praktinya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik belum

dilaksanakan.

3.5 Instalasi Sterilisasi Pusat


3.5.1 Tugas dan Fungsi ISP

Tugas dan Fungsi Instalasi Sterilisasi Pusat di RSUP HAM Adam Malik

antara lain :

100
a. Melakukan sterilisasi instrument dan linen untuk kebutuhan kamar operasi

b. Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan unit yang membutuhkan

c. Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan catheterisasi/bedah jantung

d. Melakukan sterilisasi ruangan dengan fogging dan UV lamp

e. Melakukan Reuse dengan gas Etilen Oksida

3.5.2 Struktur Organisasi ISP

Di RSUP HAM, Instalasi Sterilisasi Pusat merupakan suatu instalasi atau

bagian/unit kerja penunjang medis yang tidak menjadi bagian dari Instalasi

Farmasi. Struktur organisasi Instalasi Sterilisasi Pusat dapat dilihat pada Lampiran

21.

Instalasi Sterilisai Pusat mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam

pelaksanaan pengelolaan (sterilisasi dan inventarisasi) set instrument dan linen

untuk tindakan pembedahan di IBP, OK IGD, KBE dan instalasi lain yang

membutuhkan. Ruang lingkup atau jangkauan pelayanan Instalasi Sterilisasi

mencakup seluruh ruangan atau unit yang membutuhkan pelayanan sterilisasi.

3.5.3 Sumber Daya Manusia ISP

Sumber Daya Manusia ISP di RSUP HAM meliputi :

- Kepala Instalasi

- Tata Usaha

- Koordinator Mutu dan Pelayanan

- Koordinator Penunjang

- Penanggungjawab Dekontaminasi

- Penanggungjawab Kemas

- Penanggungjawab Sterilisai

- Penanggungjawab Distribusi

101
- Pelaksana Dekontaminasi

- Pelaksana Pengemasan

- Pelaksana Sterilisai

- Pelaksana Distribusi

3.5.4 Sarana & Prasarana ISP

Sarana dan Prasarana Instalasi Sterilisasi Pusat di RSUP HAM sebagai berikut :

Sarana

Sarana yang ada di ISP RSUP HAM Antara lain :

- Bangunan

- Lokasi

- Ruangan – ruangan di ISP RSUP HAM Antara lain: ruang dekontaminasi,

ruang pengemasan (pengemasan alat/instrument dan pengemasan linen), ruang

sterilisasi, ruang antara, ruang penyimpanan barang steril, dan ruang distribusi

- Sterilisator yang digunakan di ISP RSUP HAM ada 2 macam yaitu sterilisator

suhu tinggi (autoclave single door, autoclave double door) dan sterilisator

suhu rendah (plasma, formaldehyde)

Pra-Sarana

Pra- Sarana yang ada di ISP RSUP HAM Antara lain :

- Heater water

- Mesin sealing

- Mesin cutting

- Spray Gun

- Label gun

- Table top

3.5.5 Pelayanan ISP

102
Dalam melakukan pelayanan sterilisasi, ISP RSUP H.Adam Malik

memiliki alur proses sterilisasi, yang bisa dilihat di gambar 3.2.

Alur sterilisasi Instalasi Sterilisasi Pusat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik memiliki 5 tahapan:

1. Tahap dekontaminasi, yaitu tahap terjadi proses penerimaan barang

kotor,melakukan dekontaminasi dan pembersihan. Tahap pembersihan ada dua

yaitu precleaning dan cleaning.

2. Tahap pengemasan, yaitu tahap melakukan pengemasan dan penyimpanan

alat/barang bersih.

3. Tahap sterilisasi, yaitu tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Ada 3

metode sterilisasi yang digunakan yaitu, sterilisasi suhu tinggi pada suhu

121ᵒC-134ᵒC, sterilisasi suhu rendah dengan suhu 70ᵒC dengan menggunakan

sterilen agent dan sterilisasi desinfektan tingkat tinggi.

4. Ruang penyimpanan, ruang ini dekat dengan ruang sterilisasi dan memiliki dua

pintu, pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan.

5. Tahap pendistribusian, pada tahap ini barang yang sudah steril dapat diambil

kembali oleh user yang menggunakan.

103
Gambar 3.2 Alur Sterilisasi ISP RSUP Haji.Adam Malik

Alur kegiatan ISP dimulai dengan dilakukannya serah terima dan

pencatatan barang kotor yang akan disterilkan oleh user dan petugas ISP pada

ruang dekontaminasi yang memiliki suhu 18 - 20°C dan kelembapannya 30 –

60%. Selanjutnya petugas ISP akan melakukan proses pre-cleaning yaitu

membersihkan barang kotor dengan menggunakan air yang mengalir untuk

menghasilkan barang yang bersih secara visual. Selanjutnya yaitu tahap cleaning

dilakukan pembersihan secara enzimatik dengan menggunakan larutan alkazyme

untuk membersihkan barang dari lemak, protein dan darah. Selanjutnya dilakukan

permbersihan dengan menggunakan larutan baktericid untuk membersihkan

barang dari bakteri kemudian dikeringkan.Untuk bahan linen seperti jas operasi,

doek dan lain-lain diserahkan ke bagian laundry RS untuk dilakukan

pencucian.Setelah didapatkan barang yang bersih selanjutnya dilakukan proses

pengemasan di ruang pengemasan.

Ruang pengemasan memiliki suhu ruang 20 - 24°C dan kelembapan 30 –

60%. Pada proses pengemasan, alat kemas yang digunakan yaitu kain/linen,

kertas/wrapping paper, pouches/plastik dan container rigit. Pada tahap

pengemasan diletakkan indikator eksternal (gambar 3.1) pada bagian luar kemasan

yang memiliki keterangan nama set barang, nama ruangan, inisial petugas ISP,

serta tanggal kadaluarsa dan diletakkan indikator internal (gambar 3.3) pada

bagian dalam kemasan untuk menyatakan bahwa barang sudah melalui proses

sterilisasi jika terjadi perubahan warna pada indikator. Pada bagian luar kemasan

juga diletakkan label gun sebagai penanda bahwa barang tersebut sudah

disterilisasi atau belum yang nantinya label gun (gambar 3.3) tersebut akan

104
diletakkan pada status pasien untuk menjamin bahwa alat-alat yang digunakan

pada pasien sudah steril.Keterangan pada label gun meliputi tanggal pengemasan,

tanggal kadaluarsa, dan inisial petugas ISP yang melakukan. Selanjutnya

dilakukan sterilisasi dengan menggunakan mesin sterilisator, untuk barang yang

ingin disterilisasikan dengan suhu tinggi menggunakan sterilisator autoclave dan

untuk barang yang ingin disterilisasikan dengan suhu rendah menggunakan

sterilisator plasma.

A B C D
Gambar 3.3 Indikator Kimia. A.Label Gun (atas-bawah, suhu tinggi-suhu
rendah); B.Indikator dalam untuk suhu tinggi; C.Indikator dalam untuk suhu
rendah; D. Indikator luar (Autoclave tape)

Gambar 3.4 Contoh Alat (Spong) yang sudah disterilisasi (Indikator luar
dan dalam berubah warna)

105
Barang yang sudah steril sebelum dimasukkan ke ruang penyimpanan,

dimasukkan ke ruang tunggu/ruang karantina terlebih dahulu selama ±1 jam,

kemudian selanjutnya disimpan pada ruang penyimpanan alat steril dan disusun

berdasarkan nama alat secara alfabetis, nama ruangan serta FEFO dan FIFO.

Barang yang sudah steril dapat didistribusikan sesuai permintaan user dengan

melakukan pencatatan dan serah terima barang steril.

3.6 Instalasi Gas Medik

3.6.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Gas Medik

Instalasi Gas Medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sejak bulan

7 tahun 2019 telah diganti menjadi Unit gas medis. Unit gas medis di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik berfungsi untuk menyediakan dan mengendalikan

untuk seluruh kebutuhan gas medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik.

3.6.2 Struktur Unit Gas Medik

Struktur Organisasi Unit Gas Medik di Rumah Sakit Haji Adam Malik terdiri

dari :

1. Kepala Unit

2. Tata Usaha

3. Koordinator Perbekalan Mutu Pelayanan Gas

4. Staf Perbekalan dan Pendistribusian Gas Medis

5. Staf Pelayanan dan Pemantauan Penggunaan Gas Medis

Struktur dapat dilihat pada Lampiran 22.

3.6.3 Sumber Daya Manusia

Instalasi gas medis di RSUP H. Adam Malik dibawahi langsung oleh direktur

utama dan direktur umum dan operasional dengan 1 orang kepala instalasi yang

106
merupakan sarjana ekonomi. Dan dalam penggunaan Gas Medis dan Vakum

Medisdi RSUP H. Adam malik wajib dioperasikan oleh petugas fasilitas

pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang Gas Medis dan Vakum

Medis atau menunjuk pihak yang berkompeten.Pengoperasian Gas Medis dan

Vakum Medisdi RSUP H. Adam malik oleh petugas sesuai dengan ketentuan

dalam Peraturan Menteri ini dan Standar Prosedur Operasional.

3.6.4 Sarana dan Prasarana

Sarana prasarana yang terdapat di unitGas Medis RSUP H. Adam malik adalah :

1 2
1 Gas oksigen silinder Troley Sentral gas paviliun
2 3

1 2 Sentral Vacuum dan


2 Gas N2O Three way O2&NO2
3 4 UT CMU

1 Adaptor O2, NO2, 2 Sentral Vacuum dan


3 Gas Udara tekan
4 UT & Suction 5 UT IGD

1 2
4 Gas CO2 Mesin Vacuum Sentral N2O CMU
5 6

1 2
5 Gas argon Alarm Sentral N2O IGD
6 7

1
6 Gas nitrogen Tangki O2 cair
7

Regulator gas O2 1 Ruang Kepala


7
sentral&tabung 8 Instalasi

1
8 Pipa instalasi Ruang Staff
9

Regulator gas N2O& 2 Gudang


9
UT 0 penyimpanan tabung

1 2
Bedhead Sentral Gas PJT
0 1

1 2
Outlet O2 Mesin udara Tekan
1 2

107
3.6.5 Pelayanan Instalasi Gas Medik

Pelayanan Gas Medisyang tersediadi Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik terdiri atas Gas Medis murni dan Gas Medis campuran.Gas Medis

murni terdiri dari:

1. Oksigen

2. Dinitrogen okdida/nitrous oxide (N2O)

3. Nitrogen (N2)

4. Karbon dioksida (CO2)

5. Helium

6. Argon

7. Udara tekan medik (medical compressed air); dan

8. Udara tekan alat (instrumen air)

Gas Medis campuran yang terdapat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik adalahVakum Medisyang merupakan sebuah rakitan dari peralatan

vakum secara sentral dan jaringan pemipaan untuk pemakaian penghisapan cairan

tubuh pada pasien secara medis, bedah medis, dan buangan sisa gas anestesi.

Dengan alur pelayanan gas medis terlampir pada gambar 3.7.

Pendistribusian gas medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

dilakukan dengan sistem sentral dan per tabung/silinder.

- Sistem sentral

Sistem sentral gas medis mendistribusikan O2, Vakum, N2O melalui pipa yang

telah memenuhi standar yang ditetapkan. Pipa tersebut diberikan warna sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

- Sistem Per tabung

108
Untuk penggunaan distribusi tabung dipakai jenis tabung 6m 3, 2m3 dan 1m3. Gas

yang didistribusikan dengan tabung yaitu :Argon, N2O, O2, CO2, N2, Helium . Gas

O2 yang didistribusikan dengan tabung digunakan untuk transport pasien HD.

A B C

Gambar 3.5 Penyimpanan Tabung gas.A.Tabung gas N2O dan O2 (kiri-kanan);


B.Penyimpanan tabung gas O2 dengan cara dirantai; C.Tabung gas O2

Gambar 3.6 Alur Pemesanan Gas Medis dari RSUP H.Adam Malik Ke Rekanan

109
Gambar 3.7 Alur Pemesanan Gas Medis dari Ruangan Ke RSUP H.Adam Malik

Gambar 3.8 Tangki Gas O2

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik

110
Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik telah memiliki pengorganisasian

yang mencakup penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinis sesuai dengan

Permenkes Nomor 72 tahun 2016.

Jumlah seluruh tempat tidur di RSUP H. Adam Malik terdapat 798 tempat

tidur. MenurutPermenkes RI Nomor 340Tahun 2010 tentang klasifikasi Rumah

Sakit, bahwa rumah sakit tipe A minimal memiliki 400 tempat tidur, dengan

demikian Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan telah memenuhi

standard sebagai rumah sakit tipe A.

Berdasarkan Permenkes Nomor 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan

perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit tipe A harus memiliki 15 Apoteker. Rumah

Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan Rumah Sakit tipe A yang

sudah memenuhi standar Permenkes Nomor 56 tahun 2014 karena memiliki

jumlah Apoteker sebanyak 22 orang.

Jumlah Apoteker di RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 22 apoteker,

dengan pembagian tugas: 11 apoteker klinis,8 apoteker sebagai pj depo, dan 3

apoteker di bagian perbekalan. Pelayanan kefarmasian di rawat inap Rumah Sakit

Umum Pusat H. Adam Malik Medan dilaksanakan oleh Apoteker, dengan

kapasitas 1 apoteker untuk melayani ± 50 tempat tidur. Sedangkan untuk rawat

jalan, pelayanan kefarmasian di rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan dilaksanakan oleh 2 Apoteker dengan perbandingan 1 apoteker

melayani 125 pasien.

Menurut Permenkes Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan beban kerjanya rasio perbandingan

111
antara apoteker dan pasien untuk pelayanan kefarmasian di rawat inap adalah 1

apoteker melayani 30 pasien dan untuk pelayanan kefarmasian di rawat jalan 1

apoteker melayani 50 pasien.

Pelayanan kefarmasian di rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan dilaksanakan oleh Apoteker, dengan kapasitas 1 apoteker untuk

melayani ± 50 tempat tidur.Dengan demikian, jumlah apoteker yang melayani

pasien di rawat inap belum mencukupi untuk melaksanakan pelayanan

kefarmasian sesuai standard. Namun dalam pelaksanaan pelayanan tidak terlalu

berpengaruh, sehingga penambahan apoteker tidak terlalu dibutuhkan.

Pelayanan kefarmasian di rawat jalan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan dilaksanakan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK)

dalam melayani rata-rata 250-300 resep perhari.Dalam Permenkes Nomor 72

tahun 2016 mengenai beban kerja, satu apoteker melayani 50 pasien rawat jalan.

Dengan demikian pelayanan rawat jalan belum sesuai dengan standart. Namun

dalam pelaksanaan pelayanan tidak terlalu berpengaruh, sehingga penambahan

apoteker tidak terlalu dibutuhkan.

Sarana

a. Ruang Kantor/Administrasi

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik memiliki ruang kantor/administrasi

yang terdiri dari ruang pimpinan, ruang staf, ruang tata usaha dan pertemuan

yang sudah memenuhi peraturan Permenkes 72 tahun 2016.

b. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai

Instalasi Farmasi RSUP H Adam Malik memiliki ruang penyimpanan khusus

untuk sediaan termolabil, bahan laboratorium dan reagensia, sediaan farmasi

112
yang mudah terbakar, dan bahan beracun dan berbahaya. Juga untuk

penyimpanan obat jadi, sediaan produksi sendiri, bahan baku obat, serta alat

kesehatan disimpan terpisah yang sudah memenuhi peraturan Permenkes 72

tahun 2016.

c. Ruang Konseling

Ruang konseling RSUP H Adam Malik terdapat di bagian rawat jalan

terutama untuk konseling pasien kemoterapi sedangkan ruang konseling untuk

rawat inap belum tersedia dan apoteker rawat inap memberikan konseling

dengan cara visite langsung kepada pasien.

d. Ruang Pelayanan Informasi Obat

Ruang Pelayanan Informasi Obat RSUP H Adam Malik belum melengkapi

sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka dan

telepon yang memadai.

Peralatan

Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik memiliki peralatan yang sudah memenuhi

peraturan Permenkes 72 tahun 2016 kecuali peralatan Kepustakannya, adapun

sebagai berikut:

a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan, dan pembuatan Obat baik steril dan

nonsteril maupun aseptik/steril;

b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip;

c. Kepustakaan untuk melaksanakan PIO yang belum memadai;

d. Lemari penyimpanan khusus narkotika;

e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat termolabil;

f. Penerangan, sarana air, ventilasi, dan sistem pembuangan limbah.

113
4.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan

kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan

dan penarikan, pengendalian dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan

pelayanan kefarmasian (Menkes RI, 2016).

a. Pemilihan

Pemilihan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dilakukan oleh

Tim Farmasi dan Terapi (TFT), merupakan kolaborasi apoteker dengan dokter-

dokter yang mewakili setiap spesialisasi.Dari tim farmasi dan terapi menghasilkan

formularium rumah sakit yang selalu diperbaharui setiap 2 tahun sekali dengan

capaian peresepan sesuai FORNAS sebesar 95% pada tahun sebelumnya.

b. Perencanaan

Rencana kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis

Habis Pakai Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

disusun/ditetapkan menggunakan metode konsumsi, dengan cara bottom up.

Pemesanan yang dilaksanakan menggunakan situs e-catalog, oleh pejabat

pengadaan rumah sakit yang ditujukan kepada prinsipal/pabrik penyedia,

114
kemudian pabrik mengonfirmasi kepada distributor untuk menyediakan barang

sesuai yang dipesan oleh rumah sakit. Rumah sakit membuat dokumen surat

perintah kerja (SPK) dan surat pemesanan (SP) serta menyerahkannya kepada

distributor penyedia barang e-katalog.

c. Pengadaan

Kegiatan pengadaan dengan pembelian yang dilakukan oleh rumah sakit

umum pusat H. Adam Malik sudah memenuhi Peraturan Menteri kesehatan

Nomor 63 tahun 2014 untuk seluruh Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai yang tercantum di e-catalogue dan peraturan presiden nomor

04 tahun 2015 untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk non-catalogue.

Pengadaan yang diperoleh dari sumbangan/dropping/hibah adalah obat

yang disediakan untuk keperluan program kesehatan pemerintah seperti program

penanggulangan HIV/AIDS, TB, hepatitis, dan malaria. Barang sumbangan/

dropping/hibah digunakan bagi pasien tertentu sesuai kriteria program dan tidak

boleh diperjualbelikan.

d. Penerimaan

Pada proses penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,Bahan Medis

Habis Pakai, Apoteker menjadi salah satu anggota Panitia Penerima Hasil

115
Pekerjaan (P2HP) karena mempunyai kompetensi terhadap syarat-syarat

penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai,

seperti menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk B3, dan Sertifikat

Analisa Bahan baku.

e. Penyimpanan

Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai terdapat pada beberapa tempat yaitu di lingkungan Instalasi Farmasi pada

Pokja Perbekalan dan Depo Farmasi yang dapat dipantau langsung oleh tenaga

farmasi serta di unit pelayanan pada Kamar Obat Pasien, troli persediaan

ruangandan code blue dibawah pengawasan/supervisi farmasis dengan suhu

ruangan (15-25oC) dengan kelembaban ruangan 40-60%.

f. Pendistribusian

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis

Pakai untuk memenuhi pelayanan pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat dilaksanakan agar pelayanan perbekalan farmasi tersedia dalam jenis dan

jumlah yang cukup serta tepat waktu saat dibutuhkan di unit-unit pelayanan.

Beberapa metode yang dapat digunakan oleh Instalasi Farmasi Rumah

Sakit dalam mendistribusikan perbekalan farmasi:

a. Floorstock

Metode floorstock digunakan untuk pendistribusian ke setiap unit, troli code blue

dan troli persediaan ruangan.

b. Unit dose dispensing

116
Metode unit dose dispensing digunakan untuk pendistribusian sediaan farmasi dan

BMHP yang dipakai di rawat inap. Sediaan farmasi dan BMHP disiapkan dalam

sistem one day dose dispensing dan dikemas per unit dose.

c. Resep perseorangan

Metode ini dilakukan di depo rawat jalan pada pasien rawat jalan.

g. Pemusnahan / Penarikan

Penghapusan dilakukan untukmenjamin obat, alkes, dan BMHP yang

expired dan rusak ataupun yang tidak memenuhi syarat tidak dipakai lagi sehingga

tidak beredar lagi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik untuk

keselamatan pasien dan mengurangi beban penyimpanan Gudang.Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakaiyang ditarik dari

peredaran karena instruksi dari pemerintah (BPOM), atau inisiatif dari pemilik izin

edar karena alasan tertentu, ditarik dari instalasi farmasi, dicatat dan dikembalikan

ke distributor.

h. Pengendalian

Upaya pengendalian dilakukan dengan kegiatan stokopname,

tujuannyauntuk memastikan tidak ada kekosongan/ kelebihan obat di gudang

maupun depo dan tersedianya data yang akurat (kesesuaian real stock/stok

fisikdibandingkan dengan data yang ada dalam Sistem Informasi Rumah

Sakit/SIRS) untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan danBahan Medis Habis

Pakai.

i. Administrasi

Kegiatan administrasi terdiri dariPencatatan dan Pelaporan terhadap

kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

117
Pakai dilakukan setiap hari dan diinput datanya kedalam Sistem Informasi RS

dandilaporkan ke kepala Instalasi Farmasi. Untuk pelaporan sediaan

narkotika/psikotropika melalui sistem pelaporan narkotika/psikotropika

(SIPNAP).

4.1.2 Pelayanan Farmasi Klinis

Kegiatan pelayanan farmasi klinis sesuai dengan Permenkes No. 72 tahun

2016 antara lain:

a. Pengkajian dan pelayanan resep

Pengkajian dan pelayanan resep di RSUP H. Adam Malik sudah dilakukan

secara elektronik melalui SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) pada pasien rawat

inap maupun rawat jalan. Pengkajian resep meliputi administratif, farmasetik dan

klinis. Beberapa pengkajian secara administrative, farmasetik, dan pelayanan resep

dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian, dimana hal tersebut belum sesuai

dengan kebijakan Permenkes 72. Hal ini dilakukan atas kebijakan Rumah Sakit H

Adam Malik yang menetapkan apoteker dibagian farmasi klinis dan tidak diberi

penugasan di tiap depo farmasi rumah sakit.

b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan ketika pasien masuk rumah

sakit dan didokumentasikan di lembar rekam medis pasien (pengkajian awal

medik). Penelusuran riwayat penggunaan obat bisa dilakukan oleh apoteker

maupun dokter serta perawat.Dalam penelusuran riwayat penggunaan obat, masih

ada dijumpai obat-obat yang tidak ditulis di daftar tersebut.Namun setelah

ditanyakan ke pasien obat-obat tersebut masih digunakan.

c. Rekonsiliasi obat

Rekonsiliasi obat di RSUP H. Adam Malik dilakukan pada tiga tahap, yaitu:

118
1. Ketika masuk rumah sakit dilakukan di IGD didokumentasikan dalam

lembar rekam medik pasien awal masuk (RM 1.1).

2. Pindah antar ruangan di dokumentasikan dalam lembar rekam medik nomor

7.2.

3. Pada saat pasien keluar/pulang dari rumah sakit didokumentasikan dalam

lembar rekam medik nomor 12.1.

Rekonsiliasi obat ini dilakukan untuk mencegah terjadinya duplikasi

pengobataan pasien dan biasanya dilakukan oleh perawat.

d. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat di RSUP H. Adam Malik telah dilakukan pada

pasien rawat jalan, pasien rawat inap, dokter, perawat dan orang yang

membutuhkan informasi tentang obat di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

Pelayanan informasi obat di rawat inap dilakukan oleh seluruh tenaga teknis

kefarmasian bukan hanya apoteker. Pelayanan informasi obat bisa berupa

penyuluhan yang dilakukan oleh tanaga farmasi klinis, baik informasi seputar

obat, ketersediaan obat dan alat-alat kesehatan lainnya. Pelayanan informasi obat

pada pasien rawat jalan bisa berupa edukasi terhadap pasien-pasien yang butuh

instruksi khusus seperti pemakaian antibiotik, cara penggunaan insulin, dan

penggunaan obat-obat sitostatika untuk pasien kemoterapi.

e. Konseling

Konseling di RSUP H. Adam Malik telah dilakukan pada pasien rawat inap

dan rawat jalan berdasarkan kriteria pasien (pediatrik, geriatrik, gagal ginjal,

pasien yang menggunakan obat jangka panjang dan terapi sempit).Pada pasien

rawat inap dilakukan di bed pasien dan pasien rawat jalan dilakukan di ruangan

119
konseling yang tersedia.Konseling pada pasien rawat jalan biasanya dilakukan

untuk pasien yang butuh penanganan khusus seperti pemakaian antibiotik,

penggunaan insulin, inhaler dan juga penggunaan obat-obat sitostatika pada pasien

kemoterapi.

f. Visite

Visite di RSUP H. Adam Maliksudah dilakukan oleh Apoteker farmasi

klinis yang berjumlah 22 Apoteker yang mana 16 apoteker melayani pasien rawat

inap dengan perbandingan 1:50 pasien. Masing-masing apoteker klinis melayani

visite pada pasien rawat inap yang ditempatkan di ICU, HCU IGD, RA 1, RA 2,

RA 3, RA 4, bedah saraf, RA 5, VIP infeksi, RB 1, RB 4, RB 2A, RB 2B, RB3,

kemoterapi, kelas 1 paviliun, VIP paviliun, RIC lantai 2, RIC lantai 3, dan RIC

lantai 4, dan 2 apoteker melakukan edukasi dan konseling untuk pasien rawat

jalan. Apoteker farmasi klinis melaksanakan visite secara mandiri dan visite tim

seperti visite bersama dengan Tim PPRA (Program Pengendalian Resistensi

Antimikroba) RSUP. H. Adam Malik.

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan terapi obat di RSUP H. Adam Malik meliputi: pengkajian

pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak

dikehendaki (ROTD), pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat,

serta melakukan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Namun

faktanya, setiap apoteker klinis yang melakukan visite ke bangsal tidak semua

pasien dilakukan pemantauan terapi obat, hanya pasien-pasien tertentu saja. Hal

ini disebabkan karena pola ketenagaan yang masih terbatas sehingga tidak mampu

untuk memenuhi semua kegiatan farmasi klinis.

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

120
Monitoring efek samping obatdi RSUP H. Adam Malik dilakukan pada

pasien rawat inap dan rawat jalan terkait reaksi obat yang tidak dikehendaki.

Monitoring efek samping obat ini dilakukan seiring dengan visite dan pemantauan

terapi obat.Monitoring efek samping obat ini dilakukan baik yang lazim maupun

serius oleh apoteker klinis. Namun faktanya monitoring efek samping obat ini

belum sepenuhnya dilakukan karena pola ketenagaan yang terbatas.

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat sudah dilakukan di RSUP H. Adam Malik

secara kualitatifdan kuantitatif. Contoh evaluasi secara kualitatif sendiri adalah

evaluasi antibiotik oleh Tim PPRA, sementara untuk evaluasi secara kuantitatif

adalah evaluasi antibiotik oleh Farmasi Klinis

j. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril di RSUP H. Adam Malik meliputi pencampuran

obat-obat sitostatika di ruang pencampuran kemoterapi dan dispensing terhadap

sediaan i.v admixture yang meliputi pelarutan, pengenceran dan pencampuran.

Pada faktanya, dispensing steril seperti pencampuran elektolit pekat masih

dilakukan oleh tenaga teknis farmasi, sementara dispensing sediaan i.v admixture

yang meliputi pelarutan, pengenceran dan pencampuran itu dilakukan oleh

perawat. Seharusnya dispensing sediaan steril dilakukan sepenuhnya oleh tenaga

farmasis, namun karena keterbatasan jumlah tenaga farmasi, pekerjaan tersebut

dilakukan oleh perawat yang sudah dilatih.

k. Pemantauan Kadar Obat dalam darah(PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah dilakukan untuk obat-obat yang

memiliki indeks terapi sempit. Obat-obat yang memiliki indeks terapi sempit

adalah obat-obat dengan batas keamanan yang sempit, dimana perubahan

121
sejumlah kecil dosis obat tersebut menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan atau bahkan efek toksik.

Pemantauan kadar obat dalam darah di RSUP H. Adam Malik Medan

belum dilakukan, tetapi dapat dilihat dari hasil laboratorium, efek terapi, dan efek

samping yang terjadi.

4.2 Instalasi Sterilisasi Pusat

Berdasarkan pedoman Instalasi Pusat Sterilisasidi Rumah Sakit Departemen

Kesehatan RI Tahun 2009 dengan Instalasi Steriliasi Pusat di RSUP H. Adam

Malik telah sesuai meliputi: tahap dekontaminasi, pengemasan, sterilisasi,

penyimpanan dan pendistribusian.

4.3 Instalasi Gas Medik

Berdasarkan pedoman Gas Medik, pelayanan Gas Medik di RSUP H.

Adam Malik telah sesuai. Namun, untuk persyaratan secara struktural, RSUP H.

Adam Malik belum memenuhi standar yaitu mengenai kepala instalasi gas medis.

Dimana, seharusnya kepala instalasi memiliki syarat pendidikan Strata Satu

dibidang Kefarmasian/Kesehatan. Namun, pada praktiknya kepala instalasi gas

medis di RSUP H. Adam Malik memiliki latar belakang pendidikan ekonomi.

122
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Instalasi Farmasi

- Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai di RSUP H. Adam Malik secara umum sudah baik.

- Pelayanan Farmasi klinis di RSUP H. Adan Malik sudah baik, namun

ada beberapa pelayanan yang belum maksimal dalam implementasinya,

seperti pengkajian dan pelayanan resep masih dilakukan oleh tenaga

teknis kefarmasian. PKOD belum dilakukan di RSUP H. Adam Malik.

5.1.2 Instalasi Sterilisasi Pusat

- Proses sterilisasi alat-alat dan bahan medis di Instalasi Sterilisasi Pusat

RS Haji Adam Malik sudah sesuai dengan pedoman.

5.1.3 Instalasi Gas Medis

- Pelayanan Instalasi Gas Medik RSUP Haji Adam Malik sudah sesuai

dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.4 Tahun

123
2016 tentang Penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik pada Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Namun, untuk persyaratan secara struktural,

RSUP H. Adam Malik belum memenuhi standar yaitu mengenai kepala

instalasi gas medis.

5.2 Saran

- Disarankan untuk memperluas ruang penyimpanan pada depo yang

terlalu sempit, sehingga dapat memadai untuk menyimpan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis dengan metode alfabetis.

- Disarankan agar apoteker yang mengerjakan pengkajian pelayanan

resep.

124
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM. (2018). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 34
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM.

Depkes RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile Supply
Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Dirut RSUP H. Adam Malik1. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam MalikNomor OT.01.01/IV/2.1/1333/2018 tentang Pembentukan Tim
Farmasi dan Terapi di RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam
Malik.

Dirut RSUP H. Adam Malik2. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor FP.01.01/XV/1.4.6/1021/2018tentang Kebijakan
Pelayanan Kefarmasian di RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H.
Adam Malik.

Dirut RSUP H. Adam Malik3. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor OT.01.02/ XV.4.2.1/ 565/ 2018tentang Organisasi
dan Tata Kerja RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam Malik.

Dirut RSUP H. Adam Malik4. (2018). Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H.
Adam Malik Nomor OT.01.02/ XV.4.2.1/ 565/ 2018tentang Struktur
Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H.
Adam Malik.

Fortmann, Klaus-Michael. (2010). Supply Chain and Economic Indicators. EAHP


Academy Seminar. Riga, Latvia.

125
Komite Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit Edisi 1. Jakarta: Komite Akreditasi Rumah Sakit.

Menkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan No.


340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit. Jakarta:
Kementerian Republik Indonesia.

Menkes RI. (2012). Pedoman Teknis Prasaranan Rumah Sakit Sistem Instalasi
Gas Medik dan Vakum Medik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56


tentang Klasifikasi dan perizinan rumah sakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 72
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4


tentang Penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Menkes RIa. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 63/MENKES/PER/2014


tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-
Catalogue).Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Presiden RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tentang Rumah


Sakit. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Presiden RI. (2015). Peraturan Presiden RI No. 4 tentang Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah.Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

126
LAMPIRAN

Lampiran 1.Struktur organisasi RSUP. H. Adam Malik

127
Lampiran 2. Formulir permintaan khusus obat non formularium rumah sakit

128
Lampiran 3. Formulir Peresepan Obat Fornas yang Tidak Sesuai dengan
Restriksi Penggunaan Fornas

129
Lampiran 4. Form rekonsiliasi obat

130
Lampiran 5. Format lembar pelayanan informasi obat

RSUP H. ADAM MALIK


DIREKTORAT MEDIK DAN KEPERAWATAN
INSTALASI FARMASI
Jl.Bunga Lau No.17 Medan Tuntungan Km.12 Kotak Pos 246
Telp. (061) 8364581 - 8360143 - 8360051 Fax : 8360255
MEDAN – 20146

LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)


No:..................... Tgl:............................... Waktu: .............WIB. Metode: Lisan/Pertelp/Tertulis

1. IDENTITAS PENANYA

Nama :............................................. No.Telp: ....................


Status:
o Dokter o Perawat o Pegawai RS o Pasien o Kel. Pasien o Dll

2. DATA PASIEN

Nama : No. MR :
Umur : Jenis Kelamin : L / P
Kehamilan : Ya / Tidak ..............................Minggu Berat Badan : kg

Menyusui : Ya / Tidak

3. PERTANYAAN

Uraian Permohonan:
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................
Jenis Permohonan :
o Identifikasi Obat o Indikasi Obat
o Stabilitas o Farmakokinetik / Farmakodinamik
o Kontra Indikasi o Keracunan Obat
o Ketersediaan o Cara Pemakaian
o Harga Obat o Cara Mencampur/Melarutkan
o Efek Samping Obat (ESO) o Cara Penyimpanan
o Dosis o Lain-lain
o Interaksi Obat

4. JAWABAN

....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................................
5. REFERENSI :.......................................................................................................................................................
6. PENYAMPAIAN JAWABAN : Segera (dalam waktu 24 jam ) - Ditunda ( > 24 jam )
Nama Yang Menjawab :........................................................
Tanggal :................................................................... Waktu : .......................................WIB

Metode Jawaban : Lisan / Pertelp / Tertulis

131
Lampiran 6. Lembar catatan perkembangan pasien terintegrasi

132
Lampiran 7. Blanko pelaporan monitoring efek samping obat (MESO)
Bagian depan

Lampiran 7. (Lanjutan)
Bagian belakang

133
Lampiran 8. Lembar Pemantauan Terapi Obat

134
Lampiran 8. (Lanjutan)

135
136
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 8. (Lanjutan)
Lampiran 9. (Daftar obat high alert)

Lampiran 9. Daftar obat LASA


Lampiran 9. (Lanjutan)
Lampiran 9. (Lanjutan)
Lampiran 9. (Lanjutan)
Lampiran 9. (Lanjutan)
Lampiran 10. Daftar Obat LASA
Lampiran 10. (Lanjutan)
Lampiran 10. (Lanjutan)
Lampiran 10. (Lanjutan)
Lampiran 11. Daftar Obat Troli Code Blue
Lampiran 11. (Lanjutan)
Lampiran 11. (Lanjutan)
Lampiran 11. (Lanjutan)
Lampiran 11. (Lanjutan)
Lampiran 12. Daftar Isi Spill Kit
Lampiran 13. Pemakaian, Pengembalian dan Sisa Narkotika di Ruang
Rawat / OK
Lampiran 14. Form Supervisi Depo Farmasi
Lampiran 15. Form Supervisi Ruangan
Lampiran 16. Form Supervisi Farmasi Ke Instalasi User
Lampiran 17. Daftar Dosis Anak
Lampiran 18. Form Laporan Stok Opname Barang
Lampiran 19. Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika
Lampiran 20. Struktur Organisasi ISP
Lampiran 21. Struktur Organisasi Instalasi Gas Medik
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
FARMASI RUMAH SAKIT

di

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK


MEDAN

STUDI KASUS
Post Debriment Periprosthetic Joint Infection

Oleh:

Learnita Sinurat, S.Farm.


NIM 193202056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2020
RINGKASAN
Telah dilakukan studi kasus pada Praktek Kerja Profesi (PKP) Farmasi
Rumah Sakit di Rawat Inap Terpadu (Rindu – B) Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik. Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 9 Maret hingga 8 Mei 2020.
Tujuan dilaksanakannya studi kasus ini adalah untuk memantau penggunaan obat
pada pasien Ny. T yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.
Studi kasus yang diambil yaitu pasien “Prosthetic Joint Infections”.
Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan
pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah
ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga
pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien, dan memberikan
pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas
penggunaan obat.
Penilaian yang didapat adalah pasien mendapatkan terapi obat yang
seharusnya diterima pasien, pasien memiliki indikasi penyakit dan diberikan
tindakan yang sesuai serta adanya interaksi antara obat yang memerlukan
pemantauan lebih lanjut. Oleh karena itu diharapkan kepada tenaga yang terkait
agar memonitoring dalam menjalankan terapi terhadap pasien.

ii
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL........................................................................................................ i
RINGKASAN............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 5
2.1 Periprosthetic Joint Infection............................................................... 10
2.1.1 Definisi............................................................................................... 10
2.1.2 Patofisiologi....................................................................................... 10
2.1.3 Etiologi............................................................................................... 10
2.1.4 Klasifikasi.... ...................................................................................... 11
2.1.5 Diagnosis..... ...................................................................................... 11
2.1.5.1 Pemeriksaan.................................................................................... 11
2.1.6 Tata Laksana...................................................................................... 12
2.2 Tinjauan Umum Obat........................................................................... 14
2.2.1 Ringer laktat....................................................................................... 14
2.2.2 Dextrose ............................................................................................ 14
2.2.3 Ceftriaxone......................................................................................... 15
2.2.4 Fenitoin ........................................................................................... 15
2.2.5 Viccilin ............................................................................................. 15
2.2.6 Hyphobac........................................................................................... 16
2.2.7 Omeprazole........................................................................................ 16
2.2.8 Neurobion drip................................................................................... 16
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM DAN PEMBAHASAN......... 17
3.1 Penatalaksanaan Umum dan Pembahasan............................................ 17
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan........................................................ 18
3.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................. 18
3.3.1 Pemeriksaan Penunjang Lainnya....................................................... 20
3.4 Pemilihan Terapi Obat.......................................................................... 21
3.5 Assesment Terapi Obat......................................................................... 22
3.6 Drug Related Problem List................................................................... 31
3.5 SOAP 5 Desember 2016....................................................................... 35
3.6 SOAP 6 Desember 2016....................................................................... 37
3.7 SOAP 7 Desember 2016....................................................................... 40
3.8 SOAP 8 Desember 2016....................................................................... 42
3.9 SOAP 9 Desember 2016....................................................................... 44
3.10 SOAP 10 Desember 2016................................................................... 46
3.11 SOAP 11 Desember 2016................................................................... 48
3.12 SOAP 12 Desember 2016................................................................... 51
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 53
BAB V KESIMPULAN ............................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 55

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Pasien............................................................................... 17


Tabel 3.2 Ringkasan pada waktu pasien masuk RSUP H. Adam
Malik....................................................................................... 17
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien............................................... 18
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik.......................................... 19
Tabel 3.5 Pemilihan Terapi Obat.............................................................. 20
Tabel 3.6 Assesment Terapi Obat............................................................. 21
Tabel 3.7 Permasalahan terkait obat (Drug Related Problem List)......... 30
Tabel 3.8 Pharmacist Care Plan............................................................... 33
Tabel 3.9 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
5 Desember 2016.................................................................... 34
Tabel 3.10 Permasalahan terkait obat pada tanggal 5 Desember 2016... 35
Tabel 3.11 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
5 Desember 2016.................................................................... 35
Tabel 3.12 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
6 Desember 2016.................................................................. 36
Tabel 3.13 Permasalahan terkait obat pada tanggal 6 Desember 2016.... 38
Tabel 3.14 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
6 Desember 2016.................................................................. 38
Tabel 3.15 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
7 Desember 2016.................................................................. 39
Tabel 3.16 Permasalahan terkait obat pada tanggal 7 Desember 2016.... 40
Tabel 3.17 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
7 Desember 2016.................................................................. 40
Tabel 3.18 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
8 Desember 2016.................................................................. 41
Tabel 3.19 Permasalahan terkait obat pada tanggal 8 Desember 2016.... 42
Tabel 3.20 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
8 Desember 2016.................................................................. 43
Tabel 3.21 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
9 Desember 2016.................................................................. 43
Tabel 3.22 Permasalahan terkait obat pada tanggal 9 Desember 2016.... 44
Tabel 3.23 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
9 Desember 2016.................................................................. 45
Tabel 3.24 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
10 Desember 2016................................................................ 45
Tabel 3.25 Permasalahan terkait obat pada tanggal 10 Desember 2016.. 47
Tabel 3.26 Pharmacist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
10 Desember 2016................................................................ 47
Tabel 3.27 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
11 Desember 2016................................................................ 47
Tabel 3.28 Permasalahan terkait obat pada tanggal 11 Desember 2016.. 49
Tabel 3.29 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
11 Desember 2016................................................................ 49
Tabel 3.30 Obat yang digunakan selama pasien dirawat tanggal
12 Desember 2016................................................................ 50

iv
Tabel 3.31 Permasalahan terkait obat pada tanggal 12 Desember 2016.. 51
Tabel 3.32 Pharmachist’s Care Plan Monitoring Worksheet tanggal
12 Desember 2016................................................................ 51

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Menkes RI, 2016).

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada

pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk

pelayanan farmasi klinik (Menkes RI, 2016).

Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan

pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian,

mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada

produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi kepada pasien

(patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care)

(Menkes RI, 2016).

Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut untuk

merealisasikan perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi produk

menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara

terus-menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan.

1
Dengan demikian, apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah

di negara sendiri (Menkes RI, 2016).

Visite pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap baik

yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk

mengamati kondisi klinis pasien secara langsung. Tujuannya adalah menilai

rasionalitas penggunaan obat dengan evaluasi penggunaan obat untuk menjamin

obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh

pasien(Menkes RI, 2016).

Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi

disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi

sendi, jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem

muskuloskeletal (Brunner & Suddart, 2006).

Infeksi sendi periprostetik (Periprosthetic Joint Infection) merupakan

salah satu komplikasi dan etiologi kegagalan implan setelah artroplasti sendi,

dapat mengakibatkan beban keuangan yang substansial pada sistem layanan

kesehatan dan morbiditas fisik, serta psikologis yang signifikan pada pasien

(Farry, 2018).

Penempelan bakteri terhadap implan adalah langkah pertama dalam

patogenesis Periprosthetic Joint Infection. Bakteri yang menempel terhadap

implan akan membentuk biofilm. Biofilm adalah struktur kompleks yang terdiri

dari mikroorganisme yang diselimuti makromolekul glikosidik dan struktur

pelindung lainnya. Bukti menunjukkan internalisasi intraselular stafilokokus

sebagai mekanisme yang  berkontribusi terhadap patogenesis Periprosthetic Joint

2
Infection dan ketahanan terhadap pengobatan. Sebagian besar Periprosthetic Joint

Infection disebabkan oleh Gram positif (Staphylococcus aureus dan koagulase-

negatif Staphylococcus). Namun ada juga kasus Periprosthetic Joint Infection

yang disebabkan oleh bakteri gram negatif dan jamur (Farry, 2018).

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka

mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja

profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu

praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah

dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan

kesehatan pasien. Studi pengkajian penggunaan obat secara rasional

dilaksanakandi ruang rawat inap terpadu Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik (RSUP HAM). Studi kasus yang diambil adalah Periprosthetic Joint

Infections di ruang rawat inap terpadu Paviliun Perinatologi.

1.2 Tujuan
a. Melaksanakan asuhan kefarmasian pada pasien dengan diagnosa Periprosthetic

Joint Infections

b. Melakukan pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan

obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat

(PTO), monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi penggunaan obat

(EVO).

c. Memberikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam

rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periprosthetic Joint Infection

2.1.1 Definisi

Infeksi sendi periprostetik (Periprosthetic Joint Infection) merupakan

salah satu komplikasi dan etiologi kegagalan implan setelah artroplasti sendi,

dapat mengakibatkan beban keuangan yang substansial pada sistem layanan

kesehatan dan morbiditas fisik, serta psikologis yang signifikan pada pasien

(Farry, 2018).

2.1.2 Patofisiologi

Penempelan bakteri terhadap implan adalah langkah pertama dalam

patogenesis Periprosthetic Joint Infection. Bakteri yang menempel terhadap

implan akan membentuk biofilm. Biofilm adalah struktur kompleks yang terdiri

dari mikroorganisme yang diselimuti makromolekul glikosidik dan struktur

pelindung lainnya. Bukti menunjukkan internalisasi intraselular stafilokokus

sebagai mekanisme yang  berkontribusi terhadap patogenesis Periprosthetic Joint

Infection dan ketahanan terhadap pengobatan. Sebagian besar Periprosthetic Joint

Infection disebabkan oleh Gram positif (Staphylococcus aureus dan koagulase-

negatif Staphylococcus). Namun ada juga kasus Periprosthetic Joint Infection

yang disebabkan oleh bakteri gram negatif dan jamur (Farry, 2018).

2.1.3 Etiologi

Periprosthetic Joint Infection dini (terjadi < 3 bulan setelah operasi

indeks) biasanya bermanifestasi dengan nyeri sendi akut, radang (kehangatan dan

4
eritema), efusi sendi, dan hilangnya fungsi. Saluran sinus dan drainase purulen

juga dapat berkembang dalam beberapa kasus. Periprosthetic Joint Infection

kronis biasanya muncul dengan nyeri sendi kronis dan pelonggaran prostesis

(Farry, 2018).

2.1.4 Klasifikasi

Menurut Legout dan Senneville Periprosthetic Joint Infection

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Periprosthetic Joint Infection dini (infeksi yang terjadi dalam 3 bulan

implantasi.

2. Periprosthetic Joint Infection tertunda (3-12 bulan setelah implantasi)

3. Periprosthetic Joint Infection terlambat (lebih dari 12 bulan setelah

implantasi)

2.1.5 Kriteria

Menurut Musculoskeletal Infection Society (MSIS), kriteria


Periprosthetic Joint Infection antara lain:
1. Adanya saluran sinus yang berhubungan dengan prostesis
2. Terdapat patogen pada kultur dari setidaknya dua sampel jaringan atau
cairan yang terpisah yang diperoleh dari sendi prostetik yang terkena
3. Peningkatan laju endap darah (LED) dan konsentrasi CRP serum. LED
dan CRP adalah tes skrining standar untuk setiap pasien yang mengalami
revisi artroplasti terlepas dari penyebab kegagalan.
4. Peningkatan jumlah sel darah putih sinovial (WBC)
5. Peningkatan persentase neutrofil sinovial (PMN%)
6. Adanya nanah pada sendi yang terkena
7. Isolasi mikroorganisme dalam kultur jaringan atau cairan periprostetik

5
2.1.5 Diagnosa

2.1.5.1 Pemeriksaan

1. Laju sedimentasi eritrosit meningkat (LED)

2. Nilai protein C-reaktif meningkat

3. Jumlah sel darah putih meningkat (Ting et al, 2017)

2.1.6 Tata Laksana

Meskipun membuat diagnosis Periprosthetic Joint Infection yang akurat

dan efisien sering menjadi tantangantersendiri, kesulitan terbesar adalah

menentukan pemilihan metode yang optimal untukmengobati sendi yang

terinfeksi.

1. Irigasi dan Debridemen

Secara tradisional, irigasi dan debridement dengan pertukaran komponen

prostetik modular telah menjadi pilihan pengobatan pada Periprosthetic Joint

Infection pasca operasi akut. Hal ini sebagian disebabkan oleh gagasan bahwa

dengan infeksi akut, bakteri belum membentuk lapisan biofilm glycocalyx yang

tak tertembus di sepanjang komponen prostetik. Secara teoritis, dengan

melakukan irigasi dan debridemen, seseorang dapat mengurangi bakteri di sendi

dan mempertahankan implan, sehingga meminimalkan morbiditas pasien. Infeksi

oleh stafilokokus resisten methicillin telah terbukti menghasilkan tingkat

keberhasilan yang lebih rendah yaitu 16-28% setelah irigasi dan

debridemen(Farry, 2018).

2. Revisi Artroplasti Satu Tahap

Meskipun revisi artroplasti dua tahap merupakan pengobatan pilihan untuk

6
Periprosthetic Joint Infection di Amerika Serikat, banyak negara di Eropa telah

lama menganjurkan penggunaan prosedur satu tahap, dengan menyebutkan

penurunan morbiditas, biaya lebih rendah, dan hasil yang sebanding.

Untuk memastikan hasil revisi satu tahap yang memadai, pasien yang dipilih

harus sesuai dan teknik bedah yang dilakukan harus cermat. Di Eropa, banyak

keberhasilan prosedur satu tahap dikaitkan dengan sinovektomi radikal

dan debridemen jaringan lunak bersamaan dengan penambahan administrasi

antibiotik sistemik pasca operasi. Tingkat keberhasilan setelah revisi artroplasti

satu tahap di Eropa mencapai hingga 81,9% (Farry, 2018).

3. Revisi Artroplasti Dua Tahap

Pengobatan Periprosthetic Joint Infection dengan revisi artroplasti dua

tahap telah digunakan selama lebih dari empat dekade. Tahap pertama melibatkan

reseksi menyeluruh terhadap semua bahan asing, debridemen jaringan lunak yang

terinfeksi di sekitarnya, dan penempatan spacer semen yang diimpregnasi

antibiotik. Tahap kedua melibatkan pengangkatan spacer dan jaringan nekrotik

tambahan, irigasi menyeluruh, dan penempatan implan prostetik baru (Farry,

2018).

4. Antibiotik Oral Jangka Panjang

Selain dapat digunakan setelah reimplantasi setelah revisi dua tahap, terapi

antibiotik oraljangka panjang dapat juga digunakan pada pasien dengan

immunocompromised ataukomorbiditas yang terlalu signifikan untuk menjalani

prosedur pembedahan. Pasien-pasien inicenderung memiliki risiko morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi jika menjalani operasidaripada Periprosthetic Joint

7
Infection mereka sendiri.Tidak ada literatur mengenai pengobatan Periprosthetic

Joint Infectiondengan terapi antibiotik oral jangka panjangsaja tanpa intervensi

bedah.Penggunaan terapi antibiotik oral jangka panjang masih terbukti

memberikan hasil yanglebih baik dibandingkan terapi lainnya, namun pada pasien

yang berisiko terlalu tinggi untukmenjalani intervensi bedah, terapi antibiotik oral

jangka panjang mungkin merupakan pilihanyang paling baik (Farry, 2018).

2.2 Tinjauan Umum Obat

2.2.1 Ringer laktat

Ringer laktat adalah larutan steril yang digunakan sebagai penambah

cairan dan elektrolit tubuh untuk mengembalikan keseimbangannya. Komposisi

dari ringer laktat per liter yaitu Na 130 meq, K 4 meq, Cl 109,5 meq, Ca 2,7 meq,

laktat 27,5 meq (MIMS, 2016).

Dosis bersifat individual. Kontraindikasi : alergi terhadap sodium laktat,

pada anak-anak > 28 hari dan orang dewasa pemberian ringer laktat dengan

ceftriaxone bersamaan dari satu selang infus tidak dianjurkan.. Efek samping yaitu

nyeri dada, detak jantung tidak normal. turunnya tekanan darah, kesulitan

bernapas, batuk bersin-bersin, ruam kulit, gatal pada kulit (MIMS, 2016).

2.2.2 Dextrose

Dextrose adalah gabungan antara senyawa gula sederhana dan air, yang

digunakan untuk meningkatkan kadar gula di dalam darah, pada kondisi

hipoglikemia. Dosis bersifat individual (MIMS, 2016).

8
Interaksi obat: konsultasikan dengan dokter sebelum menggunakan

dextrose suntik apabila sedang mengonsumsi furosemide, hydrochlorothiazide,

hydrocortisone, atau prednisone. Penggunaan dextrose secara bersamaan dengan

obat-obat tersebut dapat mengakibatkan interaksi tidak diinginkan. Efek samping

yaitu: sakit kepala, demam, cemas, berkeringat, lemah, kulit pucat, sulit

konsentrasi, batuk kronis, kejang, halusinasi, denyut jantung kian cepat atau tidak

beraturan (Badan POM RI, 2015).

2.2.3 Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah obat yang digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi

bakteri. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri atau

membunuh bakteri dalam tubuh. Contoh infeksi bakteri yang dapat disembuhkan

ceftriaxone adalah penyakit gonore dan infeksi bakteri lainnya. Selain itu, obat ini

juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi pada luka operasi (MIMS, 2016)

Dosis IV dewasa adalah 1-2 g/hr dlm 1 atau 2 dosis terbagi. Interaksi:

dapat menyebabkan pegendapan kristal pada paru-paru dan ginjal jika digunakan

bersama dengan cairan infus yang mengandung kalsium. Efek samping yaitu,

nyeri tenggorokan, nyeri perut, mual, muntah, diare, feses menjadi hitam, napas

pendek, perdarahan atau memar yang terjadi spontan, kelelahan atau merasa

lemas, sariawan (Badan POM RI, 2015).

2.2.4 Phenytoin

Indikasinya adalah sebagai obat antikejang dan juga digunakan untuk

mengatasi seizure refractory terhadap phenobarbital. Loading dose phenytoin

9
adalah 15 sampai 20 mg/kgBB melalui intravena infus selama 30 menit. Dosis

pemeliharaannya italah 4 sampai 8 mg/kgBB secara intravena. Efek sampingnya

ialah pembengkakan jaringan dan nekrosis. Hipotensi dan aritmia pernah

dilaporkan. Dalam pemakaian phenytoin harus dimonitoring elektrokardiogram,

tekanan darah dan fungsi pernafasan. Larutan hanya dapat kompatibel dengan NS

(Neofax, 2014).

2.2.5 Viccilin

Infeksi saluran napas atas dan bawah, genito-urinarius, saluran cerna, GO,

septikemia, peritonitis, endokarditis bakterialis, osteomielitis, meningitis, ISK

, sepsis, kulit dan jaringan lunak (Badan POM RI, 2015).

Dosis IV dewasa 1-2 g/hr dlm 1 atau 2 dosis terbagi. Kontra indikasi :

hipersensitif terhadap penisilin. Risiko tinggi ruam kulit dengan infeksi

mononukleus (Badan POM RI, 2015).

2.2.6 Hypobhac

Hypobhac adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi saluran

kemih dengan komplikasi, septikemia, hingga infeksi kulit dan struktur kulit. Obat

yang mengandung netilmicin ini dapat digunakan oleh siapa saja dari segala usia,

termasuk neonatus, bayi dan anak-anak (Badan POM RI, 2015).

Dosis dewasa: 4-6 mg/kgBB/hari. Terapi diberikan 7-12 hari. Efek

samping yang disebabkan oleh pemakaian hypobhac (netilmicin) adalah

terjadinya nefrotoksik dan ototoksik (MIMS, 2016).

2.2.7 Omeprazole

Indikasi tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan

10
duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum, regimen

eradikasi H. pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis, Sindrom Zollinger

Ellison. (Badan POM RI, 2015).

Pengurangan asam lambung selama anestesi umum (profilaksis aspirasi

asam), 40 mg pada sore hari, satu hari sebelum operasi kemudian 40 mg 2-6 jam

sebelum operasi. Injeksi intravena diberikan selama 5 menit atau melalui infus

intravena; profilaksis aspirasi asam, 40 mg harus telah diberikan seluruhnya, 1

jam sebelum operasi. Efek samping yaitu, paraesthesia, vertigo, alopesia,

ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati yang parah,

hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada sakit yang berat

(Badan POM RI, 2015).

2.2.8 Neurobion drip

Neurobion merupakan vitamin untuk gangguan saraf dan lainnya yang terkait

dengan gangguan fungsi metabolik, yang dipengaruhi oleh kekurangan vitamin B

kompleks, termasuk polineuropati diabetes, neuritis perifer alkoholik dan

neuropati pasca influenzal. Komposisi per 3 ml ampul Vit B1 100 mg, vit B6 100

mg, vit B12 1,000 mcg. Neurobion Injeksi dan Neurobion Injeksi 5000

disuntikkan ke otot sekali sehari atau 2-3 kali per minggu. Obat suntikan ini hanya

diberikan oleh dokter, atau oleh tenaga medis sesuai petunjuk dokter (MIMS,

2016).

11
BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM DAN PEMBAHASAN

3.1 Penatalaksanaan Umum dan Pembahasan.


Tabel 3.1 Data Pasien

Informasi demografi dan administrasi


Nama : Ny. T
Nomor RM : 18-13-44-35
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bekasi
Ruang Rawat : Bougenville Gedung D
Jaminan : KS-NIK
Diagnosa Masuk : Total Knee Replacement
Diagnosa Akhir : Post Debriment Periprosthetic Joint Infection
Dokter : dr. Noha Roshadiansyah, Sp. OT
Tanggal Masuk : 5 Agustus 2019 Pukul 19.19 WIB
Tanggal Keluar : 14 Agustus 2019
Masalah
Ringkasan pada waktu pasien masuk RSUD
Riwayat Penyakit medis akut
Kota Bekasi dr. Chasbullah Abdulmadjid
dan kronik
 Keluhan Utama : mengeluh nyeri Pernah operasi -
dibagian lutut, jatuh menahan badan. penggantian
Kaki kemerahan dan keluar cairan sendi lutut (Total
Knee
Replacement),
pernah jatuh ± 2
bulan lalu

Tabel 3.2 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUD Kota Bekasi dr.
Chasbullah Abdulmadjid
Masalah
Ringkasan pada waktu pasien masuk RSUD Kota Riwayat
medis akut
Bekasi dr. Chasbullah Abdulmadjid Penyakit
dan kronik
Ny. Toipah umur 55 tahun, yang masuk RSUD Kota - -
Bekasi dr. Chasbullah Abdulmadjid pada tanggal 5
Agustus 2016 dengan keluhan utama nyeri pada
bagian lutut kurang lebih 2 bulan, karena jatuh dan
menahan badan yang mengakibatkan lutut kemerahan
dan mengeluarkan cairan, pasien juga mengeluh sulit
tidur. Pasien mempunyai riwayat penyakit dahulu
berdasarkan hasil radiologi pasien melakukan tindakan

12
Genu sinistra memasang TKR (Total Knee
Replacement) kiri yaitu penggantian sendi total
merupakan penggantian kedua permukaan artikuler
dalam sendi dengan bahan logam atau sintetis.

3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan

3.2.1 Riwayat penyakit terdahulu

Pernah operasi penggantian sendi lutut (Total Knee Replacement), pernah

jatuh ± 2 bulan lalu.

3.2.2 Riwayat penyakit keluarga

Jantung (–), HT () namun tidak minum obat, DM (–), Asma (–)

3.2.3 Riwayat penggunaan obat terdahulu

Riwayat penggunaan obat terdahulu tidak ada

3.3 Pemeriksaan Fisik

Selama dirawat di RSUD Kota Bekasi dr. Chasbullah Abdulmadjid, pasien

telah menjalani pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat

pada Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien

Tanggal Pemeriksaan
Pemeri Nor
ksaan mal 5/0 6/8 7/8 8/8 9/8 10/8 11/ 12/ 13/ 14/
8 8 8 8 8

Kesadar Comp CM CM CM CM CM CM CM CM CM CM
an os
ment
is

Keadaa Ring Seda Seda Seda Sedan Sedan Seda Seda Seda Seda Seda
n an ng ng ng g g ng ng ng ng ng
umum /

13
seda
ng
TD 120/
(Blood 80
Pressur mm 120 120 120 110 110 120 120 120 120 120
e) Hg /90 /90 /80` /70 /80 /90 /80 /70 /90 /90
RR
16-20
(Respir
x/men 24x 20x 20x 20x 20x 20x - - - -
atory
it
Rate)
60-
HR
100
(Heart 85x 85x 84x 89x 70x - 80x 80x - -
x/me
Rate)
nit
Suhu
o 36-
C
37 36 36 36 36 36 36 36 36 - -
(Tempe o
C
rature)

Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik

Data Hasil
No Pemeriksaan Tanggal
Satuan Rujukan
Laboratorium

HEMATOLOGI 5/08 6/08 7/08 8/08


1 Hemoglobin g/dl 12-14 10,7 9,4 9,1 11,4
2 LED Mm 0-15 94 46 65
3 Eritrosit (RBC) 106/µl 4-5 4,26 3,53 3,42
4 Leukosit ( WBC) µl 4000-11000 1010 1190
14300 9900
0 0
5 Hematokrit % 37-47 31,0 27,7 26,7 33,2
6 Trombosit (PLT) g/dL 150-400 491 435 412
7 MCV Fl 82-92 77,5 78,2 77,9
8 MCH Pg 27-32 26,7 26,7 26,7
9 MCHC g/dl 32-37 34,5 34,1 34,3
FAAL HEMOSTATIS
Waktu Protombin
1 Pasien Detik 12,2 13,5
2 Kontrol Detik 15,4 15,3
APTT
1 Pasien Detik 20-40 30,4
2 Kontrol Detik 27,1-
34,7
40,6

14
KIMIA KLINIK
HATI
1 AST(SGOT) µ/L ≤37 18
2 ALT(SGPT) µ/L ≤41 14
GINJAL
1 Ureum mg/dL 20-40 39
Kreatinin+Egfr
1 Kreatinin Mg/dL 0,5-1,5 1,12
2 eGFR Ml/min/1,73 90-120 54

ELEKTROLIT
1 Natrium(Na) mmol/L 135-145 -
2 Kalium (K) mmol/L 3,5-5,9 -
4 Klorida (Cl) mmol/L 94-111 -

3.3.1 Pemeriksaan Penunjang Lainnya

3.3.1.1 Hasil Pemeriksaan Radiologi (05/08/2016)

Keterangan : Pernah melakukan tindakan Genu sinistra memasang TKR

(Total Knee Replacement)

3.3.1.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan imunoserologi yang terdiri dari CRP (protein C-reaktif)

kuantitatif dinyatakan tinggi melebihi >5,0 mg/dL

Kesimpulan: Infeksi pada inflamasi

Periprosthetic Joint Infection

3.3.2 Interpretasi Data Laboratorium

Dari data hasil pemeriksaan laboratorium pasien mengalami anemia akibat

perdarahan selama operasi yang dapat dilihat dari kadar Hb (10,7 g/dL),

Hematokrit (31,0%), Trombosit (491 g/dL), MCV (77,5 fL), MCH (26,7 Pg),

15
disertai perdarahan luka yang akan lebih lama berhenti dapat dilihat dari Waktu

protombin pasien (13,5 detik). Pasien mengalami infeksi pada luka sendi dapat

dilihat dari nilai LED (94 Mm), Leukosit (10100 µl). Pasien juga mengalami

penurunan fungsi ginjal stage 3A dilihat dari nilai e-GFR (54 Ml/min/1,73).

3.4 Pemilihan Terapi Obat

Tabel 3.5 Pemilihan Terapi Obat

Jenis Obat Tanggal pemberian obat


Regimen Bentuk 9/ 14/
No Nama 10/ 11/ 12/ 13/
Dagang/Generi dosis Sediaa 5/08 6/08 7/08 8/08 0 08
k n 08 08 08 08
8
I. Terapi Cairan
Infus RL *tergantung
1 √ - - √ √ √ √ √ -
20 tpm kebutuhan
Infus terapi Infus
2 Dextrose cairan - √ √ √ - - - - -
20 tpm harian
II. Terapi Obat
Ceftriaxone Injeksi
1g, max
5 1g 4g/hari. - √ √ √ √ √ √ - -
1x1 (Inj)

Viccilin 250-500/ Injeksi


6 6 jam - √ √ √ √ √ √ √ √
2x1 (Inj)
4-6 Injeksi √ √ √ √ √
Hypobhac
7 mg/kgBB/ - √ √ -
2x1 (Inj)
hari,
Omeprazole 40 mg/hari Injeks
8 - √ √ √ √ √ √ -
1x1 (Inj) i
Neurobion 1x/hari Injeks √
9 - √ √ √ √ √ √ -
1x1 (Inj) i
Jadwal Pemberian Obat Makanan dan Terapi

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 2 3 4

Jam

16
Pagi Siang Sore Tengah Malam

Alergi / Toleransi
Alergi Reaksi
- -

Riwayat Sosial
Alkohol -
Kafein -
Merokok -

Catatan:
Ada interaksi antara obat dengan obat

3.5 Assesment Terapi Obat

Tabel 3.6 Assessment Terapi Obat / Drug Assesment Worksheet (DTAW)

Drug Related
Tipe Masalah Komentar/Catatan
Problems
1.Hubungan antara - ada masalah Pada tanggal 05 Agustus
terapi obat dan 2016 :
masalah medis - dibutuhkan  Kadar hemoglobin dibawah
Assessment informasi lebih normal (10.7 g/dL) tetapi telat
- Apakah obat lanjut mendapat terapi penambah
digunakan tanpa - Tidak ada masalah darah. Baru diberikan pada
indikasi klinis? atau intervensi tidak tanggal 06 Agustus.
diperlukan  Nyeri dirasakan tetapi tidak
-Pengobatan tidak diberikan terapi
teridentifikasi (tidak  Kadar e-GFR (54) dibawah
ada label atau normal
penerimaan Pada tanggal 06 Agustus
kunjungan klinik 2016:
sebelumnya yang  Nyeri masih dirasakan
tidak diketahui)? Pada tanggal 07 Agustus
2016:
-Apakah kondisi  Nyeri masih dirasakan
medis tidak terobati?  Mual dirasakan tetapi tidak

17
diberi terapi
-Apakah Pada tanggal 08 Agustus
memerlukan terapi 2016 :
obat?  Nyeri masih dirasakan
Pada tanggal 09 Agustus
2016 :
 Nyeri masih dirasakan
Pada tanggal 10 Agustus
2016 :
 Nyeri masih dirasakan
Pada tanggal 11 Agustus
2016 :
 Nyeri masih dirasakan
 Pada tanggal 12 Agustus
2016 :
 Nyeri masih dirasakan
2. Pemilihan obat - ada masalah Pada Pada tanggal 06
yang sesuai Agustus 2016 :
Assessment - dibutuhkan  Pemberian Viccilin dan
-Apa manfaat informasi lebih Hypobhac sebagai terapi
komparatif dari lanjut empiris. Lakukan uji kultur
pengobatan yang -Tidak ada masalah untuk mengetahui tegaknya
dipilih? atau intervensi tidak diagnosis infeksi, penyebab
diperlukan infeksi dan antibiotik yang
-Apa keamanan
sensitive
relatif dari obat yang
Pada tanggal 07 Agustus
dipilih
2016:
 Pemberian Viccilin dan
Hypobhac sebagai terapi
empiris. Lakukan uji kultur
untuk mengetahui tegaknya
diagnosis infeksi, penyebab
infeksi dan antibiotik yang
sensitive
Pada tanggal 08 Agustus
2016:
 Pemberian Viccilin dan
Hypobhac sebagai terapi
empiris. Lakukan uji kultur
untuk mengetahui tegaknya
diagnosis infeksi, penyebab
infeksi dan antibiotik yang
sensitive

18
Pada tanggal 09 Agustus
2016:
 Pemberian Viccilin dan
Hypobhac sebagai terapi
empiris. Lakukan uji kultur
untuk mengetahui tegaknya
diagnosis infeksi, penyebab
infeksi dan antibiotik yang
sensitive
Pada tanggal 10 agustus
2016:
 Pemberian Viccilin dan
Hypobhac sebagai terapi
empiris. Lakukan uji kultur
untuk mengetahui tegaknya
diagnosis infeksi, penyebab
infeksi dan antibiotik yang
sensitive
Pada tanggal 11 Agustus
2016:
 Pemberian Viccilin dan
Hypobhac sebagai terapi
empiris. Lakukan uji kultur
untuk mengetahui tegaknya
diagnosis infeksi, penyebab
infeksi dan antibiotik yang
sensitive
3.Regimen obat -Ada masalah Pada tanggal 06 Agustus
Assessment 2016
- apakah terapi telah - Dibutuhkan  Ceftriaxone inj
sesuai untuk pasien informasi lebih (Monthly Index of Medical
tersebut? lanjut Specialities)
Profilaksis infeksi bedah: 1-
- apakah dosis yang 2 g sebagai dosis tunggal
ditentukan dan Dosis yang diberikan: 1 g
frekuensi dosis -Tidak ada masalah (sesuai)
dalam rentang atau intervensi  Viccilin inj
terapi yang biasa tidak diperlukan (Monthly Index of Medical
sudah tepat atau Specialities)
dimodifikasi untuk 1-2 g/hari dalam 1 atau 2
faktor pasien dosis terbagi
tertentu? Yang diberikan = 500mg/12
jam (sesuai)
- apakah rute /

19
dosis / bentuk /  Hypobhac
cara pemberian (PIONAS)
yang tepat, 4-6 mg/kg BB
khasiat, keamanan, Yang diberikan: 300 mg/hari
kenyamanan, (sesuai)
pembatasan pasien  Omeprazole
dan biaya? (Monthly Index of Medical
Specialities)
- adakah Profilaksis pasien bedah : 40
penjadwalan dosis mg sekali sehari
untuk Yang diberikan: 1x sehari 40
memaksimalkan mg (sesuai)
efek terapi dan  Neurobion
kepatuhan dan (Monthly Index of Medical
untuk Specialities)
meminimalkan 1-2 x/hari
efek samping, Yang diberikan: 1 x sehari
rejimen obat yang Pada tanggal 07 Agustus
kompleks? 2016
 Viccilin inj
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 g/hari dalam 1 atau 2
dosis terbagi
Yang diberikan = 500mg/12
jam (sesuai)
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
 Omeprazole
(Monthly Index of Medical
Specialities)
Profilaksis pasien bedah : 40
mg sekali sehari
Yang diberikan: 1x sehari 40
mg (sesuai)
 Neurobion
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 x/hari
Yang diberikan: 1 x sehari
Pada tanggal 08 Agustus
2016

20
 Viccilin inj
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 g/hari dalam 1 atau 2
dosis terbagi
Yang diberikan = 500mg/12
jam (sesuai)
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
 Omeprazole
(Monthly Index of Medical
Specialities)
Profilaksis pasien bedah : 40
mg sekali sehari
Yang diberikan: 1x sehari 40
mg (sesuai)
 Neurobion
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 x/hari
Yang diberikan: 1 x sehari
Pada tanggal 09 agustus
2016
 Viccilin inj
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 g/hari dalam 1 atau 2
dosis terbagi
Yang diberikan = 500mg/12
jam (sesuai)
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
 Omeprazole
(Monthly Index of Medical
Specialities)
Profilaksis pasien bedah : 40
mg sekali sehari
Yang diberikan: 1x sehari 40
mg (sesuai)
 Neurobion

21
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 x/hari
Yang diberikan: 1 x sehari
Pada tanggal 10 Agustus
2016
 Viccilin inj
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 g/hari dalam 1 atau 2
dosis terbagi
Yang diberikan = 500mg/12
jam (sesuai)
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
 Omeprazole
(Monthly Index of Medical
Specialities)
Profilaksis pasien bedah : 40
mg sekali sehari
Yang diberikan: 1x sehari 40
mg (sesuai)
 Neurobion
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 x/hari
Yang diberikan: 1 x sehari
Pada tanggal 11 Agustus
2016
 Viccilin inj
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 g/hari dalam 1 atau 2
dosis terbagi
Yang diberikan = 500mg/12
jam (sesuai)
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
 Omeprazole
(Monthly Index of Medical

22
Specialities)
Profilaksis pasien bedah : 40
mg sekali sehari
Yang diberikan: 1x sehari 40
mg (sesuai)
 Neurobion
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 x/hari
Yang diberikan: 1 x sehari
Pada tanggal 12 Agustus
2016
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
 Omeprazole
(Monthly Index of Medical
Specialities)
Profilaksis pasien bedah : 40
mg sekali sehari
Yang diberikan: 1x sehari 40
mg (sesuai)
 Neurobion
(Monthly Index of Medical
Specialities)
1-2 x/hari
Yang diberikan: 1 x sehari
Pada tanggal 13 Agustus
2016
 Hypobhac
(PIONAS)
4-6 mg/kg BB
Yang diberikan: 300 mg/hari
(sesuai)
4.Duplikasi terapi - Ada masalah Pada tanggal 5 Agustus
2016
Assessment - Dibutuhkan  Tidak ada
- apakah ada informasi lebih Pada tanggal 6 Agustus
duplikasi terapi? lanjut 2016
 Tidak ada
- Tidak ada Pada tanggal 7 Agustus
masalah atau 2016
intervensi tidak  Tidak ada
diperlukan Pada tanggal 8 Agustus

23
2016
 Tidak ada
Pada tanggal 9 Agustus
2016
 Tidak ada
Pada tanggal 10 Agustus
2016
 Tidak ada
Pada tanggal 11 Agustus
2016
 Tidak ada
Pada tanggal 12 Agustus
2016
 Tidak ada
Pada tanggal 13 Agustus
2016
 Tidak ada
5.Alergi obat - Ada masalah Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Assessment terhadap obat
- adakah alergi - Dibutuhkan
pada pasien atau informasi lebih
intoleran lanjut
terhadap obat-
obatan?   - Tidak ada
masalah atau
intervensi tidak
diperlukan
6. Reaksi obat yang - Ada masalah Dari kondisi klinis data pasien dan
tidak diharapkan hasil pemeriksaan lab tidak
Assessment - Dibutuhkan menunjukkan adanya masalah yang
- apakah ada gejala informasi lebih ditimbulkan akibat penggunaan obat.
atau masalah lanjut
medis
kemungkinan - Tidak ada
menjadi masalah atau
penginduksi obat? intervensi tidak
diperlukan
- apa kemungkinan
ada masalah yang
terkait obat?
7. Interaksi: - Ada masalah Pada tanggal 6 Agustus 2016
Assessment  Viccilin berinteraksi dengan
Obat+obat - Dibutuhkan hypobhac jika diberikan
- apakah ada informasi lebih secara bersamaan yaitu
interaksi obat lanjut menurunkan efek hypobhac

24
dengan obat? (Moderat)
- Tidak ada  Hypobhac berinteraksi
- apakah signifikan? masalah atau dengan omeprazol
intervensi tidak menyebabkan
- adakah diperlukan hipomagnesemia (Moderat)
kontraindikasi dari - Ada masalah Pada tanggal 7 Agustus 2016
obat (relatif atau  Viccilin berinteraksi dengan
absolut) yang - Dibutuhkan hypobhac jika diberikan
diberikan pada informasi lebih secara bersamaan yaitu
karakteristik lanjut menurunkan efek hypobhac
pasien tertentu saat (Moderat)
ini? - Tidak ada  Hypobhac berinteraksi
masalah atau dengan omeprazol
Obat+ Penyakit intervensi tidak menyebabkan
diperlukan hipomagnesemia (Moderat)
- apakah ada - Ada masalah Pada tanggal 8 Agustus 2016
penggunaan obat-  Viccilin berinteraksi dengan
obatan yang - Dibutuhkan hypobhac jika diberikan
bermasalah pada informasi lebih secara bersamaan yaitu
pasien? lanjut menurunkan efek hypobhac
(Moderat)
Obat+makanan  Hypobhac berinteraksi
- Adakah interaksi dengan omeprazol
obat dengan menyebabkan
nutrian - Tidak ada hipomagnesemia (Moderat)
(makanan)? masalah atau Pada tanggal 9 Agustus
- Apakah intervensi tidak 2016
signifikan? diperlukan  Viccilin berinteraksi dengan
hypobhac jika diberikan
Obat + tes secara bersamaan yaitu
laboratorium menurunkan efek hypobhac
- Adakah interaksi (Moderat)
obat dengan  Hypobhac berinteraksi
pemeriksaan dengan omeprazol
laboratorium ?
menyebabkan
hipomagnesemia (Moderat)
- Apakah
signifikan ? Pada tanggal 10 Agustus 2016
 Viccilin berinteraksi dengan
hypobhac jika diberikan
secara bersamaan yaitu
menurunkan efek hypobhac
(Moderat)
 Hypobhac berinteraksi
dengan omeprazol
menyebabkan

25
hipomagnesemia (Moderat)
Pada tanggal 11 Agustus 2016
 Viccilin berinteraksi dengan
hypobhac jika diberikan
secara bersamaan yaitu
menurunkan efek hypobhac
(Moderat)
 Hypobhac berinteraksi
dengan omeprazol
menyebabkan
hipomagnesemia (Moderat)
Pada tanggal 12 Agustus 2016
 Hypobhac berinteraksi
dengan omeprazol
menyebabkan
hipomagnesemia (Moderat)
8. Kegagalan terapi - Ada masalah Pasien patuh dalam terapi
pengobatan
- apakah pasien - Dibutuhkan
gagal menerima informasi lebih
pengobatan karena lanjut
kesalahan sistem
atau - Tidak ada
ketidakpatuhan? masalah atau
- adakah faktor- intervensi tidak
faktor yang diperlukan
menghambat
pencapaian
keberhasilan
terapi?

9.Benturan finansial - Ada masalah Dari keterangan keluarga pasien,


Assessment tidak ada masalah terkait masalah
- apakah biaya - Dibutuhkan biaya.
pengobatan yang informasi lebih lan
dipilih sudah jut
efektif?
- Tidak ada
- apakah biaya terapi masalah atau
obat merupakan intervensi tidak
kesulitan keuangan diperlukan
bagi pasien?
10. Pengetahuan Apoteker telah menjelaskan kepada

26
pasien terhadap - Ada masalah keluarga pasien mengenai obat yang
terapi obat diberikan dan manfaat pemberian
Assessment - Dibutuhkan obat.
- apakah pasien informasi lebih
mengetahui lanjut
indikasi efek
samping dari - Tidak ada
pengobatan yang masalah atau
diberikan? intervensi tidak
diperlukan
- apakah pasien
mendapatkan
keuntungan dari
pengetahuan
tersebut?

3.6 Drug Related Problem List


 Tabel 3.7 Permasalahan terkait obat (Drug Related Problem List)
Tanggal Masalah Intervensi
Kadar hemoglobin dibawah Disarankan kepada dokter untuk
normal (10.7 g/dL) tetapi telat diberikan terapi penambah darah,