Anda di halaman 1dari 17

A.

Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah merupakan alat mengungkapkan diri baik

secara lisan ataupun tertulis, dari segi rasa, karsa, dan cipta serta pikir baik

secara etis, estetis, maupun secara logis.

1. Sejarah Bahasa Indonesia

a. Bahasa Indonesia sebelum Kemerdekaan

Berdasarkan beberapa prasasti yang ditemukan, yaitu Kedukan

Bukit (683), Talang Tuo ( 684), Telaga Batu (tidak berangka tahun),

Kota Kapur, Bangka (686), dan Karang Brahi (686)membuktikan

bahwa kerajaan Sriwijaya menggunakan bahasa Melayu Kuno. Di

samping sebagai bahasa bahasa resmi pemerintahan, bahasa Melayu

juga sudah digunakan sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa

pengantar dalam mempelajari ilmu agama dan bahasa perdagangan.

Pada abad ke-15 kerajaan Malaka di Semananjung berkembang

dengan sangat cepat mejadi pusat perdagangan dan pusat pertemuan

para pedagang dari Indonesia, Tiongok, dan Gujarat. Perkembangan

yang sangat cepat ini berdampak positif terhadap bahasa Melayu, dan

bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa perdagangan dan juga

penyiaran agama Islam.

Perkembangan Malaka sangat cepat, tetapi hanya berlangsung

sebentar, karena pada tahun 1511 Malaka ditaklukan oleh angkatan

laut Portugis, dan pada tahun 1641 ditaklukan oleh Belanda, dengan

kata lain Belanda hamper menguasai seluruh Nusantara.

1
Masalah yang harus dihadapi Belanda adalah masalah bahasa

pengantar. Tidak ada pilihan lain kecuali bahsa Melayu yang

digunakan sebagai bahasa pengantar, karena oada saat itu bahasa

Melayu sudah digunakan sebagai lingua franca di seluruh Nusantara.

Dari hari ke hari kedudukan Bahasa Melayu sabagai lingua

franca semakin kuat, terutama pada tumbuhnya rasa persatuan dan

kebangsaan di kalangan pemuda pada awal abad ke-20 sekalipun

mendapat rintangan dari pemerintahan dan segolongan orang Belanda

yang berusaha keras menghalangi perkembangan bahasa Melayu dan

berusaha menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa nasional di

Indonesia.

Hingga berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia pada tahun

1942 bahasa Melayu masih digunakan. Barulah pada masa

pendudukan Jepang bahasa Indonesia memperoleh kesempatan

berkembang, karena bahasa yang digunakan pemerintah Jepang adalah

bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, sehingga pada tanggal 17

Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi siap menerima

kedudukan sebagai bahasa Negara.

b. Bahasa Indonesia setelah Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 bahasa

Indonesia semakin mantap kedudukannya. Perkembangannya pun

cukup pesat.

2
Pemerintah Orde lama dan Orde baru menaruh perhatian yang

besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia di antaranya melalui

pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang

sekarang menjadi Pusat Bahasa dan penyelenggaraan Kongres Bahasa

Indonesia. Perubahan ejaan Bahasa Indonesia dari Ejaan van

Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan Yang Disempurnakan

selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.

Melalui perjalan sejarah yang panjang, bahsa Indonesia telah

mencapai perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah

penggunanya, maupun dari segi sistem tata bahasa dan kosakata serta

maknanya.

 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

a. Bahasa Indonesia sebagai Lambang Kebanggaan Nasional

b. Bahasa Indonesia sebagai Lambang Identitas Nasional

c. Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu berbagai suku bangsa

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan Antardaerah dan

Antarbudaya

2. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan

b. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam dunia

Pendidikan

3
c. Bahasa Indonesia sebagai Alat Penghubung di Tingat Nasional

untuk Kepentingan Pembangunan dan Pemerintahan

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu

Pengetahuan, dan Teknologi

B. Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu bahasa

Indonesia yang digunakan dalam menulis karya ilmiah. Sebagai bahasa

yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori atau

gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan bisa menjadi

media yang efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun

lisan. Selanjutnya, bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik

cendikia, lugas dan jelas, menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari

gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat, dan konsisten.

Ciri ragam Bahasa Indonesia Ilmiah sebagai berikut:

1) Kaidah bahasa Indonesia yang digunakan harus benar sesuai

dengan kaidah pada bahasa Indonesia baku, baik kaidah tata

ejaan maupun tata bahasa (pembentukan kata, frasa, klausa,

kalimat, dan paragraf).

2) Ide yang diungkapkan harus benar, sesuai dengan fakta yang

dapat diterima akal sehat (logis).

3) Ide yang diungkapkan harus tepat dan hanya mengandung satu

makna. Hal ini tergantung pada ketepatan memilih kata dan

4
penyusunan struktur kalimat. Jadi, kalimat yang digunakan

efektif.

4) Kata yang dipilih harus bernilai denotatif yaitu makna yang

sebenarnya.

5) Ide diungkapkan dalam kalimat harus padat isi/ bernas. Oleh

sebab itu, penggunaan kata dalam kalimat seperlunya, tetapi

pemilihannya tepat.

6) Pengungkapan ide dalam kalimat ataupun alinea harus lugas

yaitu langsung menuju pada sasaran.

7) Unsur ide dalam kalimat ataupun alinea diungkapkan secara

runtun dan sistematis.

8) Ide yang diungkapkan dalam kalimat harus jelas sehingga tidak

menimbulkan salah tafsir.

 Berbagai Ragam Bahasa

Ragam bahasa yang digunakan dalam suasana

akrab(santai)biasanya mempunyai kelianan dibandingkan dengan bahasa

yang dipakai dalam suasana resmi.

Brenstein menanamkan kedua ragam bahasa yang terakhir ini

sebagai ragam ringkas (restricted code) yaitu bahasa yang digunakan pada

suasan akrab biasanya yang memahami hanya lawan bicara, dan ragam

lengkap (elaborate code) yaitu bahasa yang digunakan dalam suasana

resmi seperti pidato resmi, seramah ilmiah, perkuliahan atau kegiatan

resmi lainnya.

5
1. Ragam Lisan dan Ragam Tulisan

Ragam suatu bahasa dapat dibedakan berdasarkan jenis kesatuan

dasarnya (Halim, 1998). Dilihat dari wujud kesatuan dasar ini ragam

bahasa dapat pula dibedakan antara ragam lisan dan ragam tulisan.

Kesatuan dasar ragam tulisan adalah huruf. Tidak semua bahasa terdiri

atas ragam lisan dan tulisan, tetapi pada dasarnya semua bahasa

mempunyai ragam lisan.

2. Ragam Baku dan Nonbaku

Ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang digunakan pada

situasi formal sedangkan ragam bahasa nonbaku adalah ragam bahasa

yang digunakan pada situasi informal.

3. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang Fungsional

Ragam Bahasa Ilmiah, ciri bahasa indonesia ragam ilmiah:

a. Bahasa Indonesia ragam baku;

b. Pengunaan kalimat efektif;

c. Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda:

d. Pengunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan

menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias;

e. Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga

objektivitas isi tulisan; dan

f. Adanya keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan

Antaralinea.

6
C. Pembakuan Bahasa Indonesia

Pembakuan atau penstandaran bahasa adalah pemilihan acuan yang

dianggap paling wajar dan paling baik dalam pemakaian bahasa.Masalah

kewajaran terkait dengan berbagai aspek. Dalam berbahasa, misalnya,aspek ini

meliputi situasi,tempat,mitra bicara, alat, status penuturnya, waktu,dan lain-lain.

Aspek-aspek tersebut disebut juga dengan istilah konteks.

Ada beberapa hal yang perlu dipedomani untuk penetapan bahasa baku

atau standar. Pedoman itu meliputi hal sebagai berikut.

1. Dasar keserasian; bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi,baik tulis

maupun lisan.

2. Dasar keilmuan; bahasa yang digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah.

3. Dasar kesastraan; bahasa yang digunakan dalam berbagai karya sastra.

Proses pemilihan atau penyeleksian dan penetapan salah satu ragam

bahasa resmi kenegaraan/kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan dan

pengembangannya yang dilakukan secara kontinu disebut pembakuan bahasa atau

penstandaran bahasa.

a. Bahasa Baku

Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai

komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam

situasi resmi atau dalam lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat

oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku (Junus dan Arifin Banasuru,

1996:62)

7
b. Fungsi Bahasa Baku

Selain berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa

resmi, bahasa baku mempunyai fungsi lain. Gravin dan Mathint (Chaer : 252)

menjelaskan bahwa bahasa baku bersifat sosial politik, yaitu fungsi pemersatu,

fungsi pemisah, fungsi harga diri, dan fungsi kerangka acuan.

Alwi, dkk. (1998:14-20) menjelaskan bahwa bahasa baku mendukung

empat fungsi, tiga di antaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan

yang satu lagi bersifat objektif. Fungsi – fungsi tersebut adalah:

1. Fungsi pemersatu

2. Fungsi pemberi kekhasan

3. Fungsi pembawa kewibawaan

4. Fungsi sebagai kerangka acuan.

c. Bahasa Indonesia Baku

Andaikata kita sudah memiliki salah satu ragam bahasa untuk dijadikan

ragam baku,maka pembakuan itu harus dilakukan pada semua tataran, baik

fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, maupun semantik. Secara

resmi,berdasarkan Ejaan Yang Disempurnkan, fonem-fonem bahasa Indonesia

sudah ditentukan, tetapi yang berhubungan dengan pelafalan belbelum pernah

dilakukan pembakuan.

Menurut Konsensus, seseorang telah berbahasa Indonesia dengan lafal

baku apabila ia tidak menampakkan cirri-ciri bahasa daerah. Dengan pelafalan

baku itu,seseorang tidak diketahui secara linguistik darimana ia berasal. Secara

8
singkat dapat dikatakan bahwa dalam berbahasa Indonesia baku,ia tidak

terpengaruh oleh bahasa-bahasa lain yang dikuasainya.

D. Penulisan Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang sudah mengungkapkan pikiran

secara utuh. Kalimat dapat bersifat lisan atau tulis. Karena merupakan satuan

bahasa terkecil yang sudah mengungkapkan pikiran secara utuh, kalimat tidak

menjadi bagian dari kalimat yang lain.

1. Ciri Kalimat

Selain didasarkan pada adanya intonasi, tanda baca, atau

ketakterikatannya pada konstruksi yang lebih besar; kalimat juga ditandai oleh

kemungkinan diubahnya susunan. Di dalam hubungan itu, pengubahan harus

tidak mengubah pesan. Perhatikan contoh berikut.

Karena pengubahan susunan yang tidak mengakibatkan perubahan

makna terjadi pada, konstruksi yang merupakan kalimat ialah konstruksi

Sebaliknya, konstruksi hanya merupakan frase.

2. Unsur-Unsur Kalimat

Selain subjek dan predikat, kalimat dapat disusun dari unsur yang lebih

kompleks. Hal itu dapat dilihat pada contoh berikut.

Ayah // selalu mengirimi // kami // uang // pada setiap awal bulan.

S P O Pl. K

Contoh memperlihatkan bahwa kalimat dapat disusun berdasarkan unsur

yang berupa subjek, predikat, objek (O), pelengkap (Pl.), dan keterangan

9
(K). Konstruksi S-P-O-Pl.-K merupakan konstruksi yang paling lengkap.

Sebagai catatan, dalam sebuah kalimat boleh terdapat lebih dari satu K.

3. Memperhatikan pemakaian huruf seperti :

 Huruf Kapital

1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada

awal kalimat.

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan

yang berhubungan

4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,

keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang

diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan

sebagai pengganti nama orang tertentu.

6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama

instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.

7)  Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama orang.

8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,

dan bahasa.

9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,

dan hari raya.

10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama diri

geografi.

10
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi

negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama

dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang

sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga

ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan.

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk

semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat

kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di,

14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama

gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang

digunakan dalam penyapaan atau pengacuan.

16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan

dalam penyapaan.

17) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti

keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan

lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan

lengkap itu.

11
 Huruf Miring

Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,

majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Catatan: Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan

dan dirujuk dalam tulisan tidak ditulis dengan huruf miring, tetapi diapit

dengan tanda petik.

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau

mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau

ungkapan yang bukan bahasa Indonesia. Ungkapan asing yang telah

diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai

kata Indonesia.

Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan

dicetak miring digarisbawahi.

 Huruf Tebal

Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku,

bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka,

indeks, dan lampiran. Pemakaian huruf tebal :

1) Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau

mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk

keperluan itu digunakan huruf miring.

12
2) Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan lema dan

sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan

polisemi.

Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau kata yang

akan dicetak dengan huruf tebal diberi garis bawah ganda.

E. Penulisan Unsur Serapan

Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah

diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara

umum.

Masyarakat Indonesia sekarang, telah banyak menggunakan kata – kata

serapan. Mereka berpendapat bahwa menggunakan kata – kata serapan adalah

suatu hal yang dapat menjadikan mereka dianggap sebagai orang yang

terpelajar, gaul, modern dan lain-lain. Padahal, di sisi lain penggunaan kata

serapan tidak hanya menimbulkan dampak positif, namun juga akan

menimbulkan dampak negatif yang tidak disadari oleh masyarakat.

Dalam perkembangannya bahasa Indonesia mengambil unsur atau kata

dari bahasa lain, seperti bahaa daerah atau bahasa asing. Sudah banyak kosa

kata dari bahasa asing dan daerah yang digunakan dalam bahasa Indonesia.

Terlebih dahulu kata-kata itu disesuaikan dengan kaidah yang berlaku

dalam bahasa Indonesia, baik itu dalam hal pengucapan maupun penulisannya.

Kata-kata sepeerti itulah yang dinamakan dengan Kata-Kata Serapan.

13
Proses penyerapan itu dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat

dibawah ini terpenuhi, yaitu :

1. Istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya

2. Istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan

Indonesianya.

3. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan

jika istilah Indonesia   terlalu banyak sinonimya

 Kata Serapan Masuk Ke Dalam Bahasa Indonesia Dengan 4 Cara Yaitu:

a. Cara Adopsi

Terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing

itusecarakeseluruhan.

Contoh : supermarket, plaza, mall

b. Cara Adaptasi

Terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu,

sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa

Indonesia

Contoh :

Pluralization > pluralisasi

Acceptability > akseptabilitas

c. Penerjemahan

Terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung

dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari padanannya dalam

Bahasa Indonesia

14
Contohnya :

           Overlap > tumpang tindih

           Try out > uji coba

d. Kreasi

Terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yangada

dalam bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, akan

tetapi memiliki perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut bentuk fisik yang

mirip seperti penerjemahan.

Boleh saja kata yang ada dalam bahasa aslinya ditulis dalam 2 atau 3 kata,

sedangkan bahasa Indonesianya hanya satu kata saja.

Contoh :

Effective > berhasil guna

           Spare parts > suku cadang

Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai

bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif

diserap secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek.

Pedoman EYD mengatur kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur-unsur

serapan. Beberapa kaidah yang berlaku misalnya c di muka a, u, o, dan konsonan

menjadi k (cubic menjadi kubik, construction menjadi konstruksi), q menjadi k

(aquarium menjadi akuarium, frequency menjadi frekuensi), f tetap f (fanatic

menjadi fanatik, factor menjadi faktor), ph menjadi f (phase menjadi fase,

physiology menjadi fisiologi).

15
Akhiran-akhiran asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan kaidah

bahasa Indonesia. Misalnya akhiran -age menjadi -ase, -ist menjadi -is, -ive

menjadi –if.

Akan tetapi, dengan berbagai kaidah unsur serapan tersebut, kesalahan

penyerapan masih sering kali dilakukan oleh para pemakai bahasa. Pujiono

menemukan kata sportifitas lebih banyak muncul di Google dibandingkan kata

sportivitas, demikian pula dengan kata aktifitas dibandingkan dengan kata

aktivitas.

Cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaian  kata serapan .

Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja. Meski kontak budaya

dengan penutur bahasa – bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu

ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat

mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja

Satu hal lagi, bahasa Indonesia memang termasuk luwes dalam menerima

dan menyerap unsur dari berbagai bahasa lain. Namun keluwesan ini hendaknya

tidak membuat kita serampangan dalam membentuk istilah baru dan mengabaikan

khazanah bahasa kita.

 Macam Dan Sumber Bentuk Serapan

Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat berupa bentuk dasar atau

bentuk turunan. Pada prisipnya dipilih bentuk tunggal, kecuali kalau konteksnya

condong pada bentuk jamak pemilihan bentuk tersebut dilakukan dengan

pertimbangan

1. Konteks situasi dan ikatan kalimat

16
2. Kemudahan belajar bahasa

3. Kepraktisan.

       Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah inggris

yang pemakaiannya sudah internasional, yakni yang dilazimkan oleh para ahli

dalam bidangnya. Penulisan istilah itu sedapat-dapatnya dilakukan dengan

mengutamakan ejaannya dalam bahasa sumber tanpa mengabaikan segala lafal.

Misalnya:

Bound morpheme                   morfem terikat

Clay colloid                             koloid lempung

Clearance                                volume ruang bakar

Subdivision                             subbagian

17

Anda mungkin juga menyukai