Anda di halaman 1dari 40

1

Dampak pelaksanaan kebijakan pengelolaan lahan dan air terhadap

peningkatan produktivitas pertanian

di kabupaten Magetan

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Diajukan oleh :
Brian Gustami
D0104042

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di masa lalu, pembangunan pertanian di Indonesia lebih dipandang

sebagai upaya sistematis peningkatan produksi di subsistem budidaya atau

usahatani pertanian (on farm agribusiness). Paradigma pembangunan ekonomi

yang menempatkan pertanian sebagai sektor pendukung yang tangguh bagi

pembangunan sektor industri juga masih memandang pertanian sebagai

kegiatan budidaya atau usahatani (farming). Paradigma dan pemikiran

pengembangan usaha ekonomi produktif di sektor pertanian juga relatif masih

sama dengan itu.

Paradigma dan pemikiran di atas memang perlu diubah dan dikembangkan

di masa mendatang karena tantangan dan lingkungan ekonomi baik internal


2

maupun eksternal pembangunan ekonomi nasional telah mengalami perubahan

dan pergeseran yang mendasar dan menyeluruh. Pembangunan pertanian harus

dipandang sebagai upaya pengembangan yang utuh dan menyeluruh dari

seluruh kegiatan ekonomi yang terkait didalamnya. Dengan pengertian seperti

ini, maka pembangunan ekonomi nasional kita juga tidak cukup lagi

menempatkan sektor pertanian sebagai pendukung atau pelengkap.

Pengalaman dan kenyataan faktual peranan dan kontribusi sektor pertanian ini

dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat mendukung

pernyataan ini.

Pada beberapa dekade yang lalu sektor pertanian telah terbukti lebih

tangguh untuk bertahan dan mampu pulih lebih cepat dibandingkan dengan

sektor-sektor yang lain, sehingga berperan sebagai penyangga pembangunan

nasional. Sektor pertanian terus dituntut untuk berperan dalam perekonomian

nasional melalui pembentukan produk-produk domestik bruto (PDB),

perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan

kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan

masyarakat.

Pembangunan merupakan proses secara sadar untuk melakukan perubahan

kearah lebih baik dan dibina untuk mencapai tujuan tertentu sehingga

perubahan tersebut mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu

hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang

yang dilaksanakan oleh pemerintah dan didukung oleh partisipasi masyarakat

dengan menggunakan teknologi terpilih. Oleh karena itu, pembangunan juga


3

harus dilaksanakan secara merata di segala bidang karena kemajuan salah satu

bidang juga merupakan indikator keberhasilan di bidang yang lain.

Oleh karena itu pembangunan pertanian harus dipandang sebagai

rangkaian kegiatan yang mengimplementasikan konsep agribisnis secara utuh

dan integral dengan pembangunan wilayah, serta memanfaatkan sumberdaya

dan budaya yang ada. Sedangkan tujuan akhir dari sistem agribisnis adalah

peningkatan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan/kesejahteraan petani

dan peningkatan kesempatan kerja, sehingga pengembangan sistem agribisnis

harus didukung oleh keterlibatan seluruh stakeholders terkait dan masyarakat.

Kegiatan yang relatif dominan adalah kegiatan pertanian, yaitu dalam

bentuk sumbangan hasil produksi (product contribution), sumbangan pasar

(market contribution), dan sumbangan faktor produksi (factor contribution)

serta sumbangan kesempatan kerja (employment contribution).

Peran agribisnis yang besar tersebut telah memberikan sumbangan yang

sangat berarti dalam mengurangi jumlah masyarakat pedesaan yang miskin,

disamping juga memberikan sumbangan nyata terhadap berbagai kemajuan

yang dicapai secara nasional. Peningkatan produksi hampir di semua

komoditas dari kegiatan ekonomi terbesar tersebut merupakan faktor yang

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pembangunan agribisnis

yang selama ini telah dilakukan juga merupakan wujud nyata usaha

peningkatan pemerataan pembangunan. Sedangkan daya tahan dalam

menghadapi berbagai perubahan keadaan dan tantangan dari kegiatan


4

pertanian dan para petaninya merupakan unsur pokok yang membentuk

stabilitas nasional yang mantap dan tangguh.

Untuk menjawab tantangan-tantangan masa depan, pembangunan

pertanian merupakan salah satu strategi yang harus diimplementasikan karena

pengembangan sektor pertanian nantinya akan memberikan manfaat besar.

Pertama, meningkatkan pendapatan atau income masyarakat. Ini disebabkan

karena sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Indonesia

yang notabene adalah sebagai negara agraris. Dan juga sektor pertanian

merupakan lahan yang potensial untuk meningkatkan pendapatan riil

masyarakat sekaligus akan memperkuat persediaan pangan serta stabilisasi

harga pangan. Stabilisasi harga pangan sangat penting untuk mendukung

ketahanan pangan daerah dan nasional. Kedua, mengurangi laju kemiskinan

secara simultan. Bahwa realitas terhadap pengembangan sektor pertanian

merupakan langkah strategis untuk meminimalisasi kemiskinan melalui

optimalisasi sektor pertanian dan hasil produksinya. Sebagai negara agraris,

Indonesia dituntut untuk mampu melaksanakan pembangunan di sektor

pertanian karena sektor inilah yang paling potensial ditengah persaingan

global yang semakin meningkat. Pembangunan pertanian merupakan bagian

dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan masyarakat yang bergerak di sektor pertanian. Masyarakat

Indonesia yang bergerak di sektor pertanian sebagian besar bermukim di

pedesaan dengan tingkat pendapatan yang masih rendah sehingga

kesejahteraannya juga masih rendah pula.


5

Bagi bangsa Indonesia, dengan jumlah penduduk tahun 2007 ini yang

mencapai lebih dari 200 juta jiwa dan pada tahun 2020, diperkirakan akan

mencapai sekitar 220 juta jiwa, pengadaan pangan merupakan persoalan yang

serius. Pengalaman sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa

masalah ketahanan pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan

stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya produksi ekonomi agregat (biaya

hidup), dan stabilitas sosial politik nasional. Oleh karena itu, ketahanan

pangan menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional.

Secara teori, pengadaan pangan dapat dipenuhi dari produksi domestik,

impor atau kombinasi keduanya. Apabila mengandalkan impor bahan pangan

dari pasar internasional, disamping akan menguras devisa yang sangat besar,

juga mengandung resiko besar. Akhir-akhir ini muncul kebijakan dari

pemerintah untuk mengimpor beras dari luar negeri dengan alasan bahwa lima

(5) tahun mendatang Indonesia akan mengalami defisit pangan (beras)

sehingga mau tidak mau pemerintah harus melakukan kebijakan impor beras

tersebut walaupun banyak ditentang oleh berbagai pihak, khususnya para

petani lokal. Kebijakan impor beras dipandang akan mematikan pertanian

dalam negeri karena harga beras impor cenderung lebih rendah sehingga hal

ini akan semakin memperburuk nasib petani Indonesia. Sehingga jalan keluar

yang terbaik adalah dengan menggalakkan program ketahanan pangan

sebagaimana program ini telah ada sejak zaman orde baru (orba) melalui

program swasembada pangan.


6

Permasalahan umum yang terjadi di Kabupaten Magetan adalah pertama,

setiap tahun terjadi kekurangan persediaan air irigasi yang berdampak pada

kekeringan. Kedua, terus berkembangnya alih fungsi lahan dari lahan

pertanian menjadi ke non pertanian. Ketiga, kesuburan lahan pertanian

mengalami penurunan sebagai akibat degradasi kualitas lingkungan, keempat,

Jumlah pemilikan lahan petani Kabupaten Magetan rata-rata kurang dari 0,50

Hektar (Ha), yang berakibat terhadap keterbatasan kemampuan didalam

menerapkan teknologi rekomendasi, hal ini menyebabkan rendahnya

kemampuan meningkatkan produktivitas (Dinas Pertanian Magetan, 2007).

Oleh karena itu, diperlukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan

tersebut dan mengeluarkan satu kebijakan yang mampu mengakomodasi

program-program tersebut. Kebijakan Pengelolaan Lahan Dan Air (PLA)

merupakan salah satu cara yang bertujuan untuk memperkuat Ketahanan

Pangan dimana dengan program-programnya berusaha untuk meningkatkan

produktivitas pertanian.

Pengelolaan Lahan dan Air dananya bersumber dari APBD Kabupaten

(Pendamping Tugas Pembantuan) serta APBN Dana Alokasi Khusus (DAK)

mempunyai uraian program seperti Sosialisasi PLA (Perbaikan Jaringan

Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT), Optimasi lahan kawasan tanaman pangan,

metode penanaman Self Rice of Intensification (SRI), serta infrastruktur

peningkatan produksi dan produktifitas pertanian melalui Pipanisasi jaringan

irigasi usaha tani, irigasi tanah dangkal dengan bantuan pompa air, pengeboran

dan pemasangan.
7

Dilihat dari berbagai program yang terdapat dalam Kebijakan Pengelolaan

Lahan dan Air di Kabupaten Magetan, tentu saja memerlukan suatu kerjasama

diantara pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pertanian dengan berbagai

pihak lain dengan tujuan untuk mewujudkan hasil yang konkret yaitu untuk

mencapai keberhasilan pangan yang ditandai dengan peningkatan

produktivitas pertanian sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan.

Semangat bekerjasama diantara sesama satuan organisasi atau instansi serta

diantara sesama pejabat dalam penyelenggaraan pembangunan daerah,

memang sangat penting artinya sebagai landasan keberhasilan usaha

pembangunan itu. Masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

pembangunan. Pembangunan sebagai proses peningkatan kemampuan

manusia untuk menentukan masa depannya mengandung arti bahwa

masyarakat perlu dilibatkan dalam proses itu, yaitu perlu berpartisipasi dalam

sebuah kebijakan.

Bahkan masyarakatpun dapat mempengaruhi dinamika organisasi atau

suatu kebijakan karena suatu partisipasi masyarakat walaupun berlangsung

dalam kancah administrasi, ia tetap suatu proses yang bersifat politis.

Masyarakat dapat memudahkan pengambilan keputusan dengan memberikan

atau mengajukan informasi yang bermanfaat, atau mereka dapat pula

melambankan proses tersebut.

Bryant dan White (1982 : 97), menyebutkan beberapa dilema-dilema khas

yang menghadang para administrator ketika mereka menangani proyek-proyek

atau suatu kebijakan.


8

”Dilema-dilema khas yang seringkali menghadang para administrator ketika

mereka menangani proyek-proyek atau suatu kebijakan yaitu akses, daya

tanggap, profesionalisme serta keefektifan. Hal tersebut secara langsung

akan mempengaruhi baik dalam pengambilan keputusan ataupun dalam

kinerja”

Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, maka dapat dijelaskan secara

terperinci sebagai berikut :

a. Akses diartikan sebagai upaya menentukan kelompok-kelompok atau

anggota-anggota masyarakat manakah yang harus dicakup.

b. Daya Tanggap diartikan terhadap siapakah para administrator harus

tanggap. Terhadap masyarakat yang terorganisasi atau masyarakat

yang tak terorganisasi dan lebih sulit diamati.

c. Profesionalisme diartikan sebagai cara apakah yang terbaik untuk

mengevaluasi preferensi warga masyarakat bila hal itu berlawanan

dengan pertimbangan, penilaian, dan disiplin profesional.

d. Keefektifan diartikan sebagai apa yang dapat dikerjakan seorang

administrator jika masyarakat yang terorganisasi memveto atau

merongrong suatu program sehingga hanya sedikit yang terlaksana.

Adanya pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air ini maka

diharapkan akan memberi dampak yang signifikan terhadap peningkatan

produktivitas pertanian sehingga mampu untuk mewujudkan ketahanan

pangan di Kabupaten Magetan.


9

B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang di atas maka penulis mengajukan perumusan

masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah dampak pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air

terhadap peningkatan produktivitas pertanian di Kabupaten Magetan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Operasional

a. Untuk menganalisis bagaimanakah pelaksanaan kebijakan pengelolaan

lahan dan air di Kabupaten Magetan.

b. Untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan

kebijakan pengelolaan lahan dan air terhadap produktivitas pertanian.

2. Tujuan Fungsional

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

sebagai bahan pemikiran dalam melanjutkan dan meningkatkan kualitas

pelaksanaan kebijakan pengelolaan lahan dan air khususnya di Kabupaten

Magetan.

3. Tujuan Individual

Untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar Sarjana S 1 di Jurusan

Ilmu Administrasi, Program Studi Ilmu Administrasi Negara,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret

Surakarta.
10

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah daerah setempat dalam rangka

peningkatan Ketahanan Pangan di Kabupaten Magetan dan sebagai bahan

pertimbangan untuk melakukan peningkatan ketahanan pangan di daerah

lain.

2. Dapat lebih meningkatkan mutu pelaksanaan kebijakan pada tahun-tahun

mendatang serta memberi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan

khususnya di bidang pembangunan pertanian dan dalam hal ini adalah

peningkatan ketahanan pangan.

3. Bahan referensi bagi peneliti lain guna mengembangkan teori lain yang

berhubungan dengan permasalahan pembangunan pertanian khususnya

dalam peningkatan Ketahanan Pangan.

E. Landasan Teori

1. Dampak Kebijakan

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat dari suatu

aktivitas. Aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, kimia, fisik maupun biologi

(Soemarwoto, 1994 : 43). Menurut Thomas R Dye (Dalam Antonius Tarigan,

2006 : 2) dampak kebijakan adalah keseluruhan efek yang ditimbulkan oleh

suatu kebijakan dalam kehidupan nyata.

Dalam kaitannya dengan kebijakan tertentu, penilaian yang dilakukan pada

suatu akhir pelaksanaan kebijakan haruslah mampu menjawab mengenai hasil

atau akibat yang menunjuk kepada suatu hal yang spesifik dan juga menjawab

tentang dampak yang membawa akibat perubahan sosial ekonomi yang


11

berkenaan dengan atau dalam batas antara kemanfaatan yang diakibatkan oleh

efek yang terjadi.

Dalam akhir pelaksanaan suatu kebijakan maka harus ada penilaian

terhadap berjalannya kebijakan tersebut, apakah sudah mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya atau tidak serta dampak yang ditimbulkan dalam

jangka pendek. Sehingga bisa dikatakan bahwa setelah kebijakan

diimplementasikan akan menimbulkan suatu efek atau hasil/akibat.

Dampak menurut Wibawa (1994 : 19 – 30), dapat dibedakan menjadi

dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Dampak yang

diharapkan mengandung pengertian bahwa ketika kebijakan dibuat, pemerintah

telah menentukan dampak apa saja yang akan terjadi. Lebih dari itu, pada akhir

implementasi kebijakan muncul pula dampak-dampak tidak terduga yang

diantaranya ada yang diharapkan dan tidak diharapkan atau yang diinginkan

dan yang tidak diinginkan.

Dampak yang terjadi terhadap tiap-tiap unit sosial tidak akan terpisah satu

sama lain dalam artian dampak kebijakan terhadap individu atau rumah tangga

akan merembet pada kelompok dan sebaliknya dampak yang berlangsung

mengenai suatu organisasi atau kelompok dapat merembet pada individu dan

rumah tangga (Wibawa, 1994 : 53). Dengan demikian yang dimaksud dampak

yaitu perubahan yang muncul akibat pelaksanaan suatu kebijakan.

Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan oleh pelaksana suatu

kebijakan, Riga Adiwaso (Dalam Retna Wulandari, 1995 : 21), mengemukakan

3 (tiga) analisis dampak :


12

”Berhubungan dengan dampak yang diakibatkan oleh pelaksana kebijakan

maka terdapat tiga analisis dampak dalam suatu kebijakan yaitu (1)

analisis dampak sosial demografi; (2) analisis dampak psiko sosial; (3)

analisis dampak sosial ekonomi”.

Ketiga analisis dampak ini yang menurut pendapat Riga Adiwarso

merupakan analisis dampak yang umum digunakan dalam menganalisa suatu

dampak yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan. Penjelasan secara terperinci

dari ketiga hal tersebut sebagai berikut :

1. Analisis dampak sosial demografi

Lebih menekankan dampak ekonomi dan demografi dalam tingkat

kelompok, komunitas, dan daerah dimana kegiatan akan dilaksanakan.

2. Analisis dampak psiko sosial

Menekankan pada dampak psikologi, termasuk dampak terhadap nilai,

sikap, dan kepercayaan serta persepsi mengenai perubahan pada tingkatan

individu dan kelompok.

3. Analisis dampak sosial ekonomi

Menekankan pada aspek kualitatif dan dampak terhadap individu,

kelompok, dan penduduk daerah dengan menggunakan konsep dari

berbagai disiplin ilmu termasuk psikologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu


13

sosial lainnya, termasuk didalamnya data sosial ekonomi sehingga

seringkali dianggap merupakan analisis dampak yang paling lengkap.

Dari ketiga analisis dampak yang telah dikemukakan di atas, peneliti

cenderung untuk memilih analisis dampak sosial ekonomi yang menurut

peneliti sangat sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan karena lebih

menekankan pada dampak sosial maupun ekonomi yang diakibatkan oleh

kebijakan yang sedang dilaksanakan sehingga analisis dampak sosial ekonomi

dirasakan lebih cocok dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi peneliti

nantinya.

2. Pelaksanaan (Implementasi) Kebijakan

Pelaksanaan kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam

proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan suatu kebijakan hanyalah sebuah

dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Huntington

bahkan berpendapat, perbedaan yang paling penting antara suatu negara

dengan negara lain tidak terletak pada bentuk atau ideologinya, tetapi pada

tingkat kemampuan melaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat

dilihat pada kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang

dibuat oleh kabinet atau presiden negara bersangkutan (Huntington, 1968:1).

Menurut Lundin (2007:629) masalah implementasi dapat terjadi karena:

”An implementation problem occurs when a political decision is not

carried out in accordance with what the decision maker wants. We assume

that local practice should be in line with the elected officials intentions,
14

that is, agents should follow the principal’s intentions. This perspective is

easy to endorse, based on normative democratic theory. Politicians

cannot implement a policy all by themselves; they have to rely on a civil

service to do this. Consequently, a prerequisite for satisfactory democracy

is that politicians control and govern a civil service that respects their

decisions.

Menurut Salusu (2003:409), implementasi adalah seperangkat kegiatan

yang dilakukan menyusul satu keputusan. Suatu keputusan selalu dimaksudkan

untuk mencapai sasaran tertentu. Guna merealisasikan pencapaian sasaran itu

diperlukan serangkaian aktivitas. Jadi dapat dikatakan bahwa implementasi

adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai tujuan tertentu.

Sedangkan menurut Nugroho (2004:158), pelaksanaan kebijakan pada

prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik maka

ada dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam

bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan

dari kebijakan publik tersebut.

Menurut Abidin (2002:188), suatu kebijakan dianggap berkualitas dan

mampu dilaksanakan bila mengandung beberapa elemen berikut :

”Secara umum suatu kebijakan dianggap berkualitas dan mampu

dilaksanakan bila mengandung elemen (1) Tujuan yang ingin dicapai atau
15

alasan yang dipakai untuk mengadakan kebijakan itu; (2) Asumsi yang

dipakai realistis; (3) Informasi yang digunakan lengkap dan benar”.

Penjelasan secara terperinci adalah sebagai berikut :

1. Tujuan yang ingin dicapai atau alasan yang dipakai untuk mengadakan

kebijakan itu. Tujuan atau alasan suatu kebijakan dapat dikatakan baik,

kalau tujuan atau alasan itu :

a. Rasional. Artinya tujuan dapat dipahami atau diterima oleh akal

yang sehat. Ini terutama dilihat dari faktor-faktor pendukung yang

tersedia. Suatu kebijakan yang tidak mempertimbangkan faktor

pendukung, tidak dapat dianggap kebijakan yang rasional.

b. Diinginkan (desirable). Tujuan dari kebijakan menyangkut

kepentingan orang banyak sehingga mendapat dukungan dari

banyak pihak.

2. Asumsi yang dipakai dalam proses perumusan kebijakan itu realistis.

Asumsi tidak mengada-ada. Asumsi menentukan tingkat validitas suatu

kebijakan.

3. Informasi yang digunakan cukup lengkap dan benar. Suatu kebijakan

menjadi tidak tepat kalau didasarkan pada informasi yang tidak benar atau

sudah kadaluarsa (out of date). Sementara kebijakan yang didasarkan pada

informasi yang kurang lengkap boleh jadi tidak sempurna atau tidak tepat.
16

Akan tetapi tidak semua kebijakan berhasil dilaksanakan secara sempurna

karena pelaksanaan kebijakan pada umumnya memang lebih sukar dari sekedar

merumuskannya.

Menurut Abidin (2002:202), dalam pelaksanaan kebijakan pada umumnya,

beberapa faktor yang biasanya mempersulit pelaksanaan suatu kebijakan antara

lain berasal dari pertama, kondisi fisik; kedua, terjadinya perubahan politik;

dan ketiga adalah tabiat dari sekelompok orang terhadap kebijakan.

Penjelasan secara terperinci adalah sebagai berikut :

1. Kondisi fisik, seperti terjadinya perubahan musim atau bencana alam.

Dalam banyak hal kegagalan pelaksanaan kebijakan sebagai akibat dari

faktor alam ini sering dianggap bukan sebagai kegagalan dan karena itu

dapat dimaafkan, sekalipun dalam hal-hal tertentu sebenarnya bisa

diantisipasi untuk mencegah atau mengurangi resiko yang terjadi.

2. Faktor politik. Terjadinya perubahan politik yang mengakibatkan

pertukaran pemerintahan dapat mengubah orientasi atau pendekatan dalam

pelaksanaan atau bahkan dapat menimbulkan perubahan pada seluruh

kebijakan yang telah dibuat.

3. Tabiat atau attitude dari sekelompok orang yang cenderung tidak sabar

menunggu berlangsungnya proses kebijakan dengan sewajarnya dan

memaksa melakukan perubahan. Akibatnya, terjadi perubahan kebijakan

sebelum kebijakan itu diimplementasikan.

Menurut Rosas, Case dan Tholstrup menyebutkan bahwa tingkat

implementasi adalah faktor yang penting dalam jurnalnya :


17

”Holding time constant, the level of implementation was an important

factor, struggling and maintaining of the level of implementation can

increase the result of implementation”.

Oleh karena itu, kebijakan yang baik mempunyai tujuan yang rasional dan

diinginkan, asumsi yang realistis dan informasi yang relevan dan lengkap.

Tetapi, tanpa pelaksanaan yang baik, sebuah rumusan kebijakan yang baik

sekalipun hanya akan merupakan sekedar dokumen yang tidak mempunyai

banyak arti dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air

a. Pengelolaan

Istilah pengelolaan dalam bahasa inggris adalah management, selain

pengelolaan masih banyak istilah-istilah lain yang digunakan untuk

menterjemahkan bahasa tersebut, yaitu kepemimpinan, ketatalaksanaan,

kepengurusan, pembinaan, penguasaan. Akan tetapi penulis di Indonesia sering

menggunakan istilah manajemen.

Oleh karena itu peneliti menggunakan istilah manajemen untuk

membahas konsep pengelolaan, seperti pendapat Drukcer (1990 : 92), yang

diterjemahkan oleh LPPM Jakarta mengemukakan :

”bahwa manajemen harus memberikan arah jurusan kepada lembaga yang

dikelolanya, ia harus memikirkan secara tuntas misi lembaga itu,

menetapkan sasaran-sasaran dan mengorganisasi sumber-sumber daya


18

untuk tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga. Sesungguhnya

manajemen bertanggungjawab terhadap pengarahan visi serta sumber-

sumber daya ke jurusan hasil-hasil yang paling besar dan efisien”.

Pengertian manajemen akan peneliti ambil dari beberapa penulis, antara

lain dari pendapat Hasibuan (1993 : 3), yang menjelaskan bahwa manajemen

adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan

sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

tertentu.

Sedangkan menurut Kontz dan O’Donnel (1996 : 3), manajemen adalah

suatu usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan

demikian, manajer mengandalkan koordinasi atas sejumlah aktivitas lain yang

meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan

pengendalian

b. Kebijakan Lahan dan Air

Sebagai bagian integral pembangunan pertanian secara utuh, kegiatan

Pengelolaan Lahan dan Air diarahkan untuk mendukung terwujudnya

pembangunan pertanian berkelanjutan melalui upaya konservasi dan

peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya air (Dinas Pertanian

Kabupaten Magetan).

Serta mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi.

2. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber air irigasi.


19

3. Meningkatkan produktivitas lahan melalui peningkatan index

pertanaman.

4. Melaksanakan upaya konservasi sumber air irigasi.

5. Mengurangi dampak bencana alam banjir dan kekeringan.

(Petunjuk Teknis Kegiatan Pengelolaan Lahan dan Air di Kab.

Magetan Tahun 2006).

4. Ketahanan pangan

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis.

Pangan adalah kebutuhan pokok sekaligus menjadi esensi kehidupan manusia,

karenanya hak atas pangan menjadi bagian sangat penting dari hak azasi

manusia (HAM). Disamping itu, ketahanan pangan adalah bagian dari

ketahanan nasional yang saat ini dinilai paling rapuh. Pembangunan ketahanan

pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam Undang-Undang nomor 7 tahun

1996 tentang Pangan yang dirumuskannya sebagai usaha mewujudkan

ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup,

mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh

setiap individu.

Pangan merupakan kebutuhan hidup terpenting bagi manusia setelah udara

dan air.  Oleh karenanya ketahanan pangan individu, rumah tangga, dan

komunitas merupakan hak azasi manusia. Lebih dari pada itu ketahanan

pangan merupakan hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan atas
20

pangan dan penjajahan melalui pangan diatas dunia ini harus dihapuskan

karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Ketahanan pangan menyangkut ketersediaan dan keterjangkauan terhadap

pangan yang cukup dan bermutu.  Dalam hal ini terdapat aspek pasokan

(supply), yang mencakup produksi dan distribusi pangan.  Disamping itu juga

terdapat aspek daya beli, yang mencakup pula tingkat pendapatan individu dan

rumah tangga.  Juga terdapat aspek aksesibilitas setiap orang terhadap pangan,

yang berarti mencakup hal yang berkaitan dengan keterbukaan dan

kesempatan individu dan keluarga mendapatkan pangan. 

Pengertian pangan sendiri juga memiliki dimensi yang luas.  Mulai dari

pangan yang esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif

(keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat

esensial lain); serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan

budaya, seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan, dan sebagainya. 

Dengan demikian pangan tidak hanya berarti pangan pokok dan jelas tidak

hanya berarti beras akan tetapi pangan yang terkait dengan berbagai hal lain.

Sedangkan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan

Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992

yaitu akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan

pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat.

Menurut Budi Setiawan dalam Baliwati (2004 : 6) Secara umum,

ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu kecukupan (sufficiency),

akses (acces), keterjaminan (security), dan waktu (time). Sistem ketahanan


21

pangan merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu : ketersediaan

pangan dan stabilitas harga, kemudahan memperoleh pangan, dan pemanfaatan

lahan.

Saat ini ketahanan pangan belum dicapai pada seluruh rumah tangga

walaupun pada tingkat nasional hasilnya telah lebih baik. Masih banyak rumah

tangga yang belum mampu mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup,

terutama dalam hal mutu dan tingkat gizinya. Dalam hal ini, menurut

Krisnamurti (2003 : 14), keanekaragaman pangan menjadi salah satu pilar

utama dalam ketahanan pangan.

Keanekaragaman pangan memang merupakan salah satu prasyarat pokok

dalam konsumsi pangan yang cukup mutu dan gizinya. Usaha

menganekaragamkan pangan masyarakat sebenarnya bukan merupakan hal

yang baru. Beberapa tonggak sejarah yang penting dalam usaha

penganekaragaman pangan, pada tahun 1950-an telah dilakukan usaha melalui

Panitia Perbaikan Makanan Rakyat, tahun 1963 dikembangkan Usaha

Perbaikan Gizi Keluarga, tahun 1974 dikeluarkan Inpres 14/1974 tentang

Perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR) yang kemudian disempurnakan

dengan Inpres 20/1979, melanjutkan proses sebelumnya pada Pelita VI telah

pula dikembangkan Program Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG).

Usaha membangun ketahanan pangan pada umumnya dan

keanekaragaman pangan pada khususnya diaktualisasikan kembali antara lain

melalui Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia No.7 tahun 2005

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun


22

2004-2009 yang mengamanatkan pembangunan pertanian pedesaan melalui

empat langkah pokok dan salah satu di antara langkah pokok tersebut adalah

pengamanan ketahanan pangan.

Menurut Krisnamurti (2003 : 20-21), usaha penganekaragaman pangan

masyarakat tetap harus terus dilakukan. Pertama, kerena ketahanan pangan

adalah hal yang tidak dapat ditunda apalagi ditinggalkan. Sebagai komponen

utama ketahanan pangan masyarakat, pengembangan keaneragaman pangan

harus terus dilakukan, diperkuat, dan dikembangkan. Kedua, karena walaupun

proses penganekaragaman telah terjadi dalam masyarakat Indonesia, namun

tingkat keanekaragaman pangan seperti yang selama ini diharapkan hingga

kini masih belum tercapai.

Peningkatan ketahanan pangan masyarakat harus diarahkan pada

kekuatan ekonomi domestik yang mampu menyediakan pangan yang cukup

bagi seluruh masyarakat terutama dari produksi dalam negeri, dalam jumlah

dan keragaman yang cukup, aman dan terjangkau dari waktu ke waktu.

Menurut Departemen Pertanian dalam Nainggolan (2005) bahwa strategi

pemantapan kemandirian pangan dilakukan melalui kebijakan pokok

ketahanan pangan yaitu :

1. Menjamin ketersediaan pangan yang diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga dengan bertumpu pada

kemampuan produksi dalam negeri, melalui pengembangan sistem

produksi, efisiensi sistem usaha pangan, teknologi produksi pangan, sarana

dan prasarana produksi pangan serta mempertahankan dan


23

mengembangkan lahan produktif dan memanfaatkan potensi sumberdaya

lokal. Pemerintah memberikan dukungan peningkatan produktifitas

pangan, terutama pangan pokok, termasuk pemanfaatan sumber daya lahan

dan air, penataan pertanahan dan sistem tata ruang yang memadai.

2. Menjamin cadangan pangan pemerintah dan masyarakat. Cadangan

digunakan untuk mengantisipasi kekurangan pangan atau terjadi gejolak

harga dan atau keadaan darurat. Pemerintah baik pusat maupun daerah

harus menyediakan dan mengelola cadangan pangan tertentu yang bersifat

pokok.

3. Mengembangkan sistem distribusi perdagangan yang adil dan efisien.

Distribusi mulai dari petani produsen, pedagang, pengolah, dan konsumen.

Pemerintah mengembangkan sistem distribusi pangan yang mampu

menjangkau setiap rumah tangga diseluruh wilayah sepanjang waktu

secara efektif dan efisien. Pemerintah juga mengembangkan sarana dan

prasarana distribusi pangan serta mendorong partisipasi masyarakat.

4. Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan yang

diwujudkan melalui pengendalian stabilitas harga pangan, peningkatan

daya beli, pemberian bantuan pangan dan pangan bersubsidi kepada

masyarakat miskin dan rawan pangan untuk peningkatan kualitas gizinya.

Pemerintah memantau dan mengidentifikasi secara dini terhadap

kekurangan dan surplus pangan, kerawanan pangan, dan ketidakmampuan

masyarakat dalam memenuhi pangan.


24

5. Menjaga stabilitas harga pangan yang diarahkan untuk menghindari

gejolak harga yang mengakibatkan keresahan masyarakat. Tindakan ini

dilakukan melelui pengelolaan pasokan pangan, kelancaran distribusi

pangan, kebijakan perdagangan dan intervensi pasar bila diperlukan.

6. Mencegah dan menangani keadaan rawan pangan dan gizi yang

disebabkan oleh bencana alam, konflik sosial dan masa paceklik yang

berkepanjangan. Hal ini dilakukan melalui pemberian bantuan pangan dan

pelayanan kesehatan serta penguatan kapasitas dan kelembagaan

masyarakat pedesaan dan perkotaan.

7. Melakukan diversifikasi usaha dan konsumsi pangan. Diversifikasi usaha

diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani,

peternak dan nelayan kecil melalui pengembangan usaha tani terpadu,

pelestarian sumber daya alam, pengelolaan sumber daya air, dan

keanekaragaman hayati. Diversifikasi konsumsi pangan untuk mencapai

konsumsi pangan yang bergizi berimbang. Kedua hal ini dilakukan dengan

pengembangan teknologi dan industri pangan sesuai sumber daya,

kelembagaan dan budaya lokal, serta melalui komunikasi, informasi dan

edukasi gizi.

8. Menata lahan dan air yang diarahkan untuk menjamin penyediaan pangan

yang cukup, aman, dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan melalui

pengembangan lahan pertanian produktif, mencegah alih fungsi lahan

pertanian, memelihara jaringan irigasi bersama masyarakat.


25

9. Meningkatkan peran serta masyarakat melalui pengembangan aktifitas

produksi, perdagangan dan distribusi pangan, pengelolaan cadangan

pangan, konsumsi pangan dan gizi seimbang serta melakukan pencegahan

dan penanggulangan masalah pangan. Pemerintah memfasilitasi

keikutsertaan masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi

pangan dan gizi, serta peningkatan kapasitas dan motivasi masyarakat.

10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan dan

penyuluhan pangan secara lebih komprehensif. Hal ini dilakukan dengan

melalui kerjasama sinergis dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi,

dan lembaga pengembangan swadaya masyarakat yang beradab,

bertanggung jawab dan menjunjung nilai-nilai kebenaran.

Ketahanan pangan erat kaitannya dengan pembangunan sektor pertanian

karena sektor inilah yang berperan terhadap masalah kecukupan atau

ketersediaan pangan bagi suatu negara. Untuk menciptakan ketahanan pangan

yang mantap maka pemerintah melakukan usaha peningkatan produksi pangan

karena dengan tercukupinya kebutuhan pangan bagi suatu masyarakat maka

ketahanan pangan akan mudah tercapai. Pemerintah harus memberikan solusi

yang nyata di lapangan sebagai tindakan konkret pemerintah dalam menyikapi

cukupnya ketersediaan pangan di dalam masyarakat. Usaha untuk

meningkatkan produksi pertanian dapat dilaksanakan dengan baik antara lain

melalui tiga langkah-langkah yang tepat.

”Untuk menciptakan ketahanan pangan yang mantap maka pemerintah

melakukan usaha peningkatan produksi pertanian yang dilakukan melalui


26

(1) Intensifikasi pertanian; (2) Ekstensifikasi pertanian; (3) Perluasan

areal pertanian” (Mubyarto, 1973 : 35).

Usaha meningkatkan produksi pertanian melalui langkah-langkah di atas

mempunyai pengertian sebagai berikut :

1. Intensifikasi pertanian yaitu usaha meningkatkan produksi pertanian

dengan cara mempergunakan lebih banyak modal, tenaga kerja, dan

ketrampilan pada satuan waktu dan luas lahan pertanian yang sudah ada.

Contoh : penggunaan teknologi panca usaha tani.

2. Ekstensifikasi pertanian yaitu orang berusaha memperoleh manfaat dari

sebidang lahan pertanian tertentu dengan mempergunakan modal dan

tenaga kerja yang lebih sedikit daripada keadaan sebelumnya.

3. Perluasan areal pertanian (expanding agricultural land) yaitu usaha untuk

meningkatkan produksi dimana tambahan modal, tenaga kerja, dan

teknologi dipergunakan untuk merubah penggunaan tanah non pertanian

menjadi lahan pertanian. Contoh : pencetakan sawah, proyek persawahan

pasang surut.

5. Produktivitas Pertanian

Pengertian produktivitas beragam macam dan versinya. Secara filosofis,

produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan bahwa mutu kehidupan

hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, sedangkan hari esok harus lebih baik

dari hari ini. Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara

output dan input (Dewan Produktivitas Nasional, 1983).


27

Sementara itu Walter Aigner (Dalam Masduqi, 2003 : 3), menyatakan

produktivitas itu sudah ada sejak awal peradaban manusia. Sebab produktivitas

menyangkut the will (keinginan) dan effort (upaya) manusia untuk

meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang.

“Terdapat ciri-ciri orang yang produktif, antara lain : berjiwa transparan,


memegang amanah, cerdas, berjiwa entrepreneurship, sportif dalam arti
berani dikoreksi dan mengoreksi orang lain serta disiplin dan kooperatif”
(Walter Aigner, dalam Masduqi 2003 : 3).

Dalam aplikasinya, masih menurut Walter Aigner (2003:3) orang yang

disebut melakukan produktivitas disebut “orang produktif” yang memiliki ciri-

ciri sebagai berikut :

a. Berjiwa transparan, karena orang yang produktif berkeinginan maju,

terbuka, dan berupaya instropeksi diri.

b. Memegang amanah, bermakna seseorang bisa dipercaya dan

bertanggungjawab. Sebab dirinya selalu berusaha lebih baik dan lebih

baik lagi.

c. Cerdas atau kreatif, selalu berupaya untuk bisa beradaptasi dan

mempertahankan eksistensi untuk menghadapi perubahan-perubahan.

d. Berjiwa entrepreneurship. Orang yang produktif pada umumnya.

e. Sportif. Berani mengoreksi dan dikoreksi oleh orang lain, serta

mengakui keberadaan orang lain.

f. Disiplin. Orang yang produktif senantiasa menghargai waktu dan

peraturan.

g. Kooperatif. Orang yang produktif menyadari bahwa dalam bekerja

butuh orang lain dan kerjasama yang baik.


28

Sehingga dalam membudayakan produktivitas perlu partisipasi baik dari

masyarakat, perusahaan maupun pemerintah sehingga ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.

Sementara itu, produktivitas pertanian adalah hasil yang dicapai

khususnya di bidang pertanian yaitu mampu mendapat hasil produksi yang

lebih baik daripada hasil yang didapat pada waktu sebelumnya. Dalam bidang

pertanian mungkin dapat diambil contoh yaitu adanya peningkatan produksi

padi yang mana bisa diperoleh karena upaya-upaya yang dilakukan, seperti

peningkatan luas panen melalui pencetakan sawah baru dan peningkatan

intensitas tanaman.

Cara untuk meningkatkan produktivitas memiliki dua langkah, yaitu :

Pertama, melalui langkah panjang yaitu dengan memberikan keterampilan dan

penyuluhan kepada petani dengan mempertimbangkan berbagai metode kerja

yang akan dilakukan. Dan menciptakan suatu budaya bekerjasama dan kondisi

kerja yang kondusif dan bersinergi. Serta mampu memanfaatkan teknologi

terkini sehingga diharapkan dengan pemanfaatan teknologi tersebut mampu

mendapat hasil dan tujuan yang ingin diperoleh.

Kedua, melalui langkah pendek yaitu dengan penggunaan bahan baku dan

peralatan yang dibutuhkan dalam peningkatan produksi apabila bahan baku dan

peralatan yang dibutuhkan tersedia maka akan mempermudah pelaksanaan

kerja yang bermuara pada pencapaian meningkatnya produksi sehingga

mewujudkan peningkatan produktivitas. Akan tetapi, tidak melupakan adanya


29

pertimbangan dari segi biaya produksi dan pemberian upah untuk

kesejahteraan.

”Produktivitas juga mempunyai indikator-indikator. Peningkatan

produktivitas dapat dilihat dari aspek-aspek berikut, yaitu (a). Tercapainya

tujuan yang telah ditetapkan; (b). Terwujudnya peningkatan kualitas dari

suatu program yang telah dicanangkan; (c). Meningkatnya kesejahteraan

penduduk”. (Mulyono, 2004 : 68).

Produktivitas juga mempunyai indikator-indikator. Indikator-indikator

peningkatan produktivitas adalah :

a. Tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Suatu program atau kebijakan pastilah mempunyai arah tujuan

ataupun misi yang dibawa. Tujuan dari suatu program atau kebijakan

memiliki peran penting bagi sasaran tujuan itu sendiri sehingga penting

untuk diwujudkan.

b. Terwujudnya peningkatan kualitas daripada suatu program yang telah

dicanangkan.

Dalam proses pembangunan peningkatan mutu pembangunan

dirasakan sangatlah penting. Tidak hanya secara kuantitas saja yang

harus dicapai akan tetapi secara kualitas harus dapat

dipertanggungjawabkan.

c. Meningkatnya kesejahteraan penduduk.


30

Dalam bahasa ekonomi terdapat istilah ekstrapolasi kurva dimana

memiliki arti bahwa harus ada peningkatan atau kemajuan dalam setiap

tindakan. Kemajuan yang dimaksud tidak lain adalah untuk

mendapatkan keuntungan serta terwujudnya kesejahteraan bagi

masyarakat sekitar (Mulyono, 2004 : 68)

F. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual digunakan untuk mempertegas batasan-batasan yang

digunakan supaya tidak terjadi kesalahan penafsiran. Konsep-konsep yang

digunakan adalah :

a. Dampak adalah perubahan yang muncul akibat pelaksanaan suatu

kebijakan.

b. Kebijakan adalah suatu program yang diproyeksikan dengan

tujuan-tujuan tertentu nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.

c. Pengelolaan Lahan dan Air adalah upaya untuk mendukung

terwujudnya pembangunan pertanian berkelanjutan melalui upaya

konservasi dan peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya air.

d. Pelaksanaan kebijakan adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan

menyusul satu keputusan.

e. Produktivitas adalah tingkat hasil/produksi yang didapatkan per hektar

tanam dalam satu kali penanaman.


31

f. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga

(RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

g. Dampak pelaksanaan adalah perubahan yang muncul akibat

pelaksanaan suatu kebijakan.

2. Definisi Operasional

Untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman terhadap hasil

penelitian yang dilakukan, maka definisi operasional yang disajikan dalam

penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Dampak pelaksanaan merupakan hasil pelaksanaan kebijakan

Pengelolaan Lahan dan Air di kabupaten Magetan. Indikator hasil

pelaksanaan kebijakan ini dapat dilihat dari keberhasilan tiga program

di dalam kebijakan tersebut terhadap peningkatan produktivitas

pertanian terutama tanaman pangan (padi) dan hortikultura.

b. Kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air dilakukan melalui tiga program

kebijakan yaitu pertama, metode penanaman System of Rice

Intensification (SRI) di Desa Panggung, Kecamatan Barat untuk

meningkatkan produksi padi; kedua, program optimasi lahan pertanian

di Desa Krowe, Kecamatan Lembeyan untuk mengubah lahan terlantar

menjadi lahan pertanian produktif; ketiga, rehabilitasi JITUT untuk

memperbaiki efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi.


32

c. Ketahanan Pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka

pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang

berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan

pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam serta

tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya

beli masyarakat.

G. Kerangka Berpikir

Di dalam pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air (PLA)

pemerintah daerah dalam hal ini melalui Dinas Pertanian Kabupaten Magetan

menggunakan beberapa langkah untuk meningkatkan produktivitas pertanian

dalam rangka menjalankan kebijakan Pengelolaan Lahan Dan Air (PLA)

antara lain adalah sebagai berikut, pertama adalah penerapan Usaha Tani Padi

Sawah Metode SRI (System of Rice Intensification), kedua adalah optimasi

Lahan Pertanian Kawasan Tanaman Pangan dan yang ketiga adalah

Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT). Dengan adanya

pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air ini maka diharapkan akan

memberikan dampak dan hasil yang signifikan untuk peningkatan

produktivitas pertanian sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan

sebagai tujuan yang lebih besarnya.

Skema kerangka pemikiran pada penelitian ini digambarkan sebagai

berikut :

Kebijakan
Pengelolaan Lahan
Dan Air
33

Implementation of Implementasi Implementasi


System of Rice Optimasi Lahan Rehabilitasi
Intensification Kawasan Tanaman Jaringan Tingkat
Pangan Usaha Tani
(JITUT)

Peningkatan
Produktivitas Pertanian

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini lebih menitikberatkan pada penelitian lapangan (field

research) yang bermaksud untuk mengetahui permasalahan yang ada di lokasi

penelitian yaitu pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) serta

koordinasi yang dilakukan oleh aparat pemerintah Kabupaten Magetan dengan

kelompok tani dalam kebijakan tersebut.

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

kualitatif. Dari jenis penelitian ini, peneliti sudah mengetahui beragam

variabel yang terlibat dalam sasaran studinya. Data yang dikumpulkan


34

berwujud kata-kata dalam kalimat atau gambar yang mempunyai arti lebih

dari sekedar angka atau jumlah. Sedangkan dalam studi kasusnya mengarah

pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi

tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya.

(Sutopo, 2002 : 110).

Berbagai tabel juga disajikan tetapi hanya bersifat deskriptif untuk

mendukung uraian kualitatif yang disajikan. Sebagian data bersifat kualitatif

yang didasarkan pada pengamatan langsung ke obyek penelitian dan

wawancara mendalam dengan sejumlah informan.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Dinas Pertanian Kabupaten Magetan.

Dipilihnya daerah ini sebagai obyek penelitian karena :

a. Dinas Pertanian Kabupaten Magetan sebagai pelaksana kebijakan

Pengelolaan Lahan dan Air dimana kesemuanya disusun sebagai upaya

untuk meningkatkan ketahanan pangan.

b. Dinas Pertanian Kabupaten Magetan merupakan instansi pemerintah

yang paling mengetahui segala potensi pembangunan pertanian di

Magetan serta berbagai kendala yang terjadi didalamnya.

c. Dalam lokasi ini memungkinkan untuk mendapatkan data-data yang

diperlukan sesuai dengan permasalahan yang ada.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive

sampling. Teknik purposive sampling ini yang dipakai karena dipandang lebih
35

mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi

realitas yang tidak tunggal. Pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang

dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan

yang sedang diteliti. Sampel ditentukan berdasarkan pada ciri tertentu yang

dianggap mempunyai hubungan erat ciri populasi. Peneliti dengan sengaja

menentukan anggota sampelnya berdasarkan kemampuan dan pengetahuannya

tentang keadaan populasi. Bahkan di dalam pelaksanaan pengumpulan data,

pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan

peneliti dalam memperoleh data. (Sutopo, 2002 : 36)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Wawancara mendalam

Teknik pengumpulan data untuk memperoleh informasi melalui

tanya-jawab secara langsung dengan nara sumber atau responden yang

diteliti untuk melengkapi data yang diperlukan.

Dalam penelitian ini, proses wawancara dilakukan secara formal dan

informal, dengan cara tanya jawab terhadap pihak-pihak yang dirasa

terlibat dengan permasalahan yang sedang diteliti. Peneliti terlebih dahulu

membuat kerangka garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam

proses wawancara tersebut.

b. Observasi
36

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data

yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman

gambar serta melakukan pengamatan langsung untuk mengumpulkan dan

mencatat segala informasi serta hal-hal yang relevan dengan masalah

penelitian.

Observasi yang dilakukan adalah observasi berperan aktif, di mana

peneliti tidak bersikap pasif sebagai pengamat. Peneliti melihat dan

mendengarkan apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan

oleh para informan dalam aktivitas sehari-hari. Aktivitas yang diamati

terutama berkaitan dengan topik penelitian tanpa melakukan intervensi

atau memberi stimulus pada aktivitas subyek penelitian. Serta dengan

mempertimbangkan akses yang bisa diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai

alat pengumpulan data.

c. Dokumen

Dokumen berguna untuk menunjang dalam pengumpulan data.

Dokumen ini terdiri dari tulisan atau artikel, foto-foto, data statistik, dan

bahan-bahan pustaka yang membahas permasalahan yang sama dengan

penelitian. Data-data yang diperoleh dari pengumpulan dokumentasi

kemudian dapat dijadikan referensi yang menunjang proses penelitian.

5. Sumber Data

Ada dua jenis data dalam penelitian yang digunakan yaitu :

a. Data primer
37

Yaitu data yang diperoleh langsung dari orang-orang yang

berhubungan dengan obyek penelitian. Data ini diperoleh melalui

wawancara yang didukung dengan observasi. Adapun pihak yang menjadi

informan dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Magetan

2. Wakil Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Magetan

3. Kepala Sub Dinas Produksi Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Aneka

Tanaman

4. Kepala Sub Dinas Ketahanan Pangan

5. Kepala Sub Bagian Kepegawaian

6. Staf-staf Dinas Pertanian Kabupaten Magetan yang lain yang banyak

membantu peneliti dalam memperoleh data yang berguna.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari sumber lain selain sumber primer.

Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui arsip, laporan,

buku-buku, dokumentasi, data statistik, serta dari pengamatan obyek yang

dilakukan peneliti.

6. Validitas Data

Untuk menjamin validitas data yang akan diperoleh dalam penelitian ini,

maka peningkatan validitas data akan dilakukan dengan teknik pemeriksaan


38

terhadap keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data.

Dalam penelitian ini, jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi

data atau dalam istilah Patton (Sutopo, 2002 : 79), juga sering disebut

triangulasi sumber. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Cara ini mengarahkan

peneliti agar didalam mengumpulkan data, wajib menggunakan beragam

sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan lebih

mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda.

Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih

teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang

diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber sejenis

maupun sumber yang berbeda jenisnya.

7. Analisa Data

Dalam analisa data terdapat 3 (tiga) komponen utama yang harus

diperhatikan. (Miles & Huberman dalam Sutopo, 2002 : 91-93).

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,

dan abstraksi data dari fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang

pelaksanaan penelitian. Dan mengatur data dengan sedemikian rupa

sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.


39

b. Sajian data (data display)

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset yang dilakukan.

c. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data

terakhir, karena itu penelitian bersifat terbuka terhadap data yang

dikumpulkan.

Dalam penelitian ini aktivitas ketiga komponen berbentuk interaksi

sebagai proses siklus. Peneliti tetap bergerak diantara ketiganya dengan

komponen pengumpulan data selama proses pengumpulan data

berlangsung. Proses analisis ini yang disebut dengan model analisis

interaktif (interactive model analysis).

Untuk jelasnya digambarkan sebagai berikut :

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA SAJIAN DATA

PENARIKAN KESIMPULAN
40

Gambar 1.2 Analisis Model Interaktif

Anda mungkin juga menyukai