Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMIKIRAN KALAM MU’TAZILAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. Rheiavia Putri Utami (2111330011)

2. Al-Padli (2111330025)

DOSEN PEMBIMBING
Drs.M, Nur Ibrahim, M.Pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
 
 
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah azza wajal, shalawat seiring salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman yakni Muhammad Saw. Keluarga,
sahabat dan seluruh umatnya yang setia dan istiqomah berada di atas ajarannya
hingga hari kiamat.
Penulis sangat bersyukur karena berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “pemikiran kalam mu’tazilah”.
Penyusunan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Tauhid Program
Studi Manajemen Dakwah Universitas Islam Negeri Fatmawati Soekarno
Bengkulu. Dalam penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
ilmu Tauhid yang telah memberikan materi perkuliahan serta arahannya,
mudah-mudahan Allah SWT. Membalas atas semua bantuan yang telah
diberikan dengan tulus dan ikhlas. Penulis berharap makalah ini berguna bagi
kita semua amin. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Akhirul kalam,

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Membaca perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus
menerus terjadi perpecahan mulai dari munculnya khawarij dan syiah kemudian
munculah aliran Jabariyah Qodariyah. Satu syiar yang menipu dan mengelabui
orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal
pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang terpuruk dan
terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah dan
berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan
para shahabat-shahabatnya.
Akibat dari hal itu munculah bid’ah-bid’ah yang semakin banyak
dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan
mereka serta memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam,
bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam
yaitu mereka lebih mendahulukan akal. Oleh karena itu pemakalah akan sedikit
membahas tentang Pemikiran Teologi Mu’tazilah.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Mu’tazilah
2.      Latar Belakang Aliran Mu’tazilah
3.      Tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah
4.      Ajaran-ajaran pokok Mu’tazilah
C.   Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian Mu’tazilah
2.      Mengetahui awal mula lahirnya aliran Mu’tazilah
3.      Mengenali Tokoh-tokoh aliran Mu’tazilah
4.      Memahami Ajaran-ajaran pokok dari aliran Mu’tazilah
BAB II
ALIRAN DALAM ILMU KLASIK (MU’TAZILAH)

A.   Pengertian
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya
memisahkan diri.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak
terpengaruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan
menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.

B.   Latar belakang munculnya Aliran Mu’tazilah


Aliran Mu’tazilah muncul kira-kira pada permulaan abad pertama
Hijriyah, di kota Basrah ( Irak).
Basroh ketika itu menjadi kota pusat ilmu pengetahuan dan
kebudayaan islam. Selain itu, aneka kebudayaan asing dan bermacam-
macm agama bertemu di kota itu. Makin meluasnya dan makin
banyaknya orang yang memeluk agama islam menyebabkan adanya
orang yang ingin menghancurkan islam, terutama dari segi aqidah.
            Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya
mereka yang bukan beragama islam, akan tetapi juga datang dari orang-
orang islam sendiri karena masalah politik. Dari pada itu, golongan
Khawarij yang pada mulanya muncul lontara masalah politik, namun
kemudian mereka mempersoalkan pula masalah teologi (tentang masalah
iman dan kufur). Menurut mereka, orang islam yang berdosa besar adalah
kafir, sedangkan menurut Murji’ah tidak. Selanjutnya orang islam yang
demikian itu, menurut Wasil Bin Atha bukan mukmin dan bukan pula
kafir, lalu ia dikenal sebagai Mu’tazilah karena ia berbeda pendapat
dengan gurunya dan memisahkan diri dari padanya.
 Mengenai arti dan asal-usul kata Mu’tazilah terdapat beberap versi yang
ditemukan oleh para ahli ilmu kalam.Yaitu:
1.      Versi Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat
mereka yang mengatakn bahwa orang yang membuat dosa besar
bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi
diantara keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain). Jadi
menurut versi ini kemu’tazilahan itu mula-mula menjadi sifat
orang yang berbuat dosa besar kemudian menjadi sifat atau
nama golongan yang berpendapat tentang posisi orang yang
berdosa besar. Golongan yang berpendapat itu di sebut
Mu’tazilah karena mereka membuat orang yang berbuat dosa
besar jauh dari golongan mukmin dan kafir.
2.      Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Qatadah
Ibnu Da’amah masuk kemesjid basrah dan duduk pada majlis
Amr bin Ubaid yang disangkanya majlis hasan Basri. Setelah
menyadari bahwa ia salah masuk, ia bediri dan meninggalkan
tempat itu sambil berkata,”ini kamu Mu’tazilah”.Sejak itu
mereka di sebut kaum Mu’tazilah.
3.      Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang
lebih 100 tahun sebelum terjadinya perselisihan pendapat Wasil
bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid basrah. Golongan yang
disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak
ikut melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut
pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada pada
salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa
salah, sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.
Sedangkan agama hanya memerintahkan memerangi orang-
orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng,
maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Demikianlah beberapa versi tentang asal-usul sebutan Mu’tazilah.
Sebenarnya kaum Mu’tazilah itu sendiri tidak senang dengan sebutan itu,
karena sebutan itu agaknya  bersifat merendahkan dan ejekan oleh lawan-
lawannya. Akan tetapi karena sebutan itu sudah terlanjur sering disebu-sebut,
maka mereka berusaha mencari alasan-alasan yang menunjukan bahwa sebuat
Mu’tazilah itu adalah sebutan yang baik.
Dalam bukunya “ Almunayat wal amal” Ahmad Bin Al-
murtadha  menulis, bahwa aliran M’tazilah itu sendiri yang memberikan nama
tersebut untuk dirinya, dan mereka tidak menyalahi ijma, bahwa memakai apa
yang telah di ijmakan pada masa pertama islam. Kalau mereka menjauhi
sesuatu, maka pendapat-pendapat yang baru dan Bid’ah-bid’ah itulah yang
mereka jauhi. Kemudian sebutan Mu’tazilah itu disandarkan pada ayat Al-
Qur’an Antara lain :
Surat Al-Mujammil ayat 10:
“dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka
dengan cara yang baik.”

Sebutan yang lebih disenangi oleh kaum Mu’tazilah sebenarnya dalah Ahlul


Adli wat tauhid (golongan keadilan dan tauhid). Golongan Ahlu
Sunnah  menyebutkan Aliran Mu’tazilah dengan sebutan Al-Mu’attilah. Mula-
mula sebutan itu diberikan kepada aliran Jahamiah, karena aliran ini
mengosongkan tuhan dari sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat Tuhan dipersoalkan
keberadaannya oleh aliran Mu’tazilah, maka mereka juga disebut Mu’attilah.

C.   Tokoh-Tokoh Aliran Mu’tazilah

1.      Wasil bin Atha (80 – 131 H)


Wasil  bin Atha Al-Ghazal adalah pendiri Aliran Mu’tazilah,
sekaligus sebagi pemimpinnya yang pertama.ia pula yang terkenal
sebagai orang yang meletakan prinsip pemikiran Mu’tazilah yang
rasional.

2.      Al-Allaf (135 – 235 H)


Nama lengkapnya adalah abdul Huzzail Muhammad bin Al-
Huzzail Al-Allaf. Ia sebagai pemimpin Mu’tazilah kedua di Basrah. Ia
banyak mempelajari Filsafat Yunani. Pengetahuannya tentang Filsafat
memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah
secara teratur. Pengetahuannya tentang logika, membuat dia menjadi
ahli debat. Lawan-lawannya dari golongan Zindiq (orang yang pura-
pura masuk Islam), dari kalangan majusyi, Zoroaster, dan ateis tak
mampu membantah argumentasinya. Menurut riwayat 3000 orang
masuk isalam di tangannya. Puncak kebesarannya dicapai pada masa
Khalifah Al-Ma’mun karena Khalifah ini pernah menjadi muridnnya.
3.      Bisyir bin Al-Mu’tammir (Wafat 226 H)
Ia adalah pemimpin aliran Mu’tazilah di Baghdad.Ia adalah
seorang tokoh aliran ini yang membahas konsep “tawallud” yaitu
batas-batas pertanggung jawaban manusia atas perbuatannya. Bisyir
mempunyai murid-murid yang besar pengaruhnya dalam penyebaran
paham Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.

4.      An-Nazzham (185  - 221 H)


Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin  Hani An-
Nazzham.Ia adalah murid Abdul Huzail Al-Allaf. Ia juga banyak
bergaul dengan para Filosof. Pendapatnya banyak berbeda dengan
aliran Mu’tazilah lainnya.An-Nazzham memiliki ketajaman berpikir
yang luar biasa, antara lain tentang metode keraguan  dan metode
empiraka (percobaan-percobaan) yang merupakan cikal bakal
pembaharuan di Eropa.

5.      Al-jubbai (wafat 303 H)


Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-
Jubbai. Sebutan Al-Jubbai dari nama tempat kelahirannya, yaitu
satu temapt bernama Jubba, di Iran. Al-Jubbai adalah guru Imam
Al-Asy’ari,tokoh utama aliran Ahlusunnah. Ketika Al-Asy’ari
keluar dari barisan Mu’tazilah dan menyerang pendapatnya, ia
membalas Tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil oleh Az-
Zamahsyari. Al-Jubba’I dan anaknya yaitu Abu Hasyim Al-Jubba’I
mencerminkan akhir masa kejayaan aliran Mu’tazilah.

6.      Al-khayyat (wafat 300 H)


Abu Husain Al-Khayyat termasuk tokoh Mu’tazilah
Baghdad. Bukunya yang berjudul “Al-Intisar” berisi tentang
pembeelaan aliran Mu’tazilah dari serangan Ibnu Ar-Rawandi. Ia
hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah.

7.      Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024)


Ia diangkat menjadi kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara
karyanya yang besar adalah ulasan tentang pokok-pokok ajaran
Mu’tazilah.Al-Qadhi Abdul  Jabar termasuk tokoh yang hidup pada
masa kemunduran aliran Mu’tazilah, namun ia mampu berprestasi
baik dalam bidang ilmu maupun dalam jabatan kenegaraan.

8.      Az-Zamahsyari (467 – 538 H)


Nama lengkapnya adalah Jarullah Abdul Qasim Muhmmad
bin Umar.Ia dilahirkan di Desa Zamaksyar ,Iran. Ia terkenal
sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu dan paramasastra. Dalam
Karangannya ia dengan terang-terangan menonjolkan paham
Mu’tazilah, misalanya dalam kitab Tafsiran” Al-Kassyaf “ Ia
berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bedasarkan ajaran-ajaran
Mu’tazilah, terutama lima prisip ajarannya.
D.   AJARAN-AJARAN POKOK ALIRAN MU’TAZILAH
Ada lima ajaran pokok yang menjadi prinsip utama aliran Mu’tazilah.
Kelima ajaran pokok tersebut adalah :

1.      At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah)


Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-Tauhid atau
ke-Maha Esaan Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa
jika ia merupakan zat yang usik, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Dia.
Oleh karena itu,Kaum Mu’tazilah menolak paham Antropomorphisme,yaitu
paham yang menggambarkan Tuhan menyerupai makhluk-Nya. Mereka juga
menolak paham Beatific Vision, yaitu pandangan bahwa tuhan dapat dilihat
oleh manusia.Satu-satunya Sifat Tuhan yang betul-betul tidak mungkin ada
pada makhluk-Nya adalah sifat Qadim. Paha mini mendorong kaum
Mu’tazilah untuk meniadakan sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud
sendiri di luar dzat Tuhan.
Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat.
Tuhan bagi kaum Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha
Hidup, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan sebagainya, tetapi itu tak dapat
dipisahkan dari Dzat Tuhan dengan kata lain, sifat-sifat itu merupakan esensi
Dzat Tuhan.Bagi Mu’tazilah pahm ini mereka muculkan karena keinginan
untuk memelihara kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.

2.      Al-Adl (Keadilan)
Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika
perbuatan Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya
tuhan yang berbuat adil seadil-adilnya.Tuhan tidak mungkin berbuat zalim.
Dalam menafsirkan keadilan mereka mengatakan bahwa “Tuhan tidak
menghendaki keburukan dan tidak menciptakan perbuatan manusia.Manusia
bisa mengerjakan sendiri segala perintah-Nya dan meninggalkan segala
larangan-Nya dengan kekuasaan (kodrat) yang dijadikan oleh Tuhan pada
diri mereka. Ia hannya memerintahkan apa yang dikehendaki-nya. Ia
menghendaki kebaikan-kebaikan yang Ia perintahkan dan tidak campur
tangan dalam keburukan-keburukan yang dilarang”.
3        Al-Wa’d wal al-Wa’id (janji dan ancaman)
Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan pahala dan
akan menjatuhkan siksa kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka
Tuhan tidak dikatakan adil jika Ia tidak member pahala kepada orang yang
berbuat baik dan tidak menghukum orang jahat. Keadilan meghendaki
supaya orang bersalah diberi hukuman berupa neraka dan orang yang
berbuat baik diberi hadiah berupa surga sebagaimana dijanjikan Tuhan.

4        Al-Manzilah bainal Manzilatain (Posisi di antara dua posisi)


Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan
Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya
kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena
iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan pahaPrinsip
keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan
dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan
Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi
sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham
Mu’tazilah tentang iman. Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan
ucapan tetapi juga perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak
beriman,tidak juga kafir seperti disebut terdahulu.

5        Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat
buruk)
Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan pendapat
golongan-golongan umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya dari
segi pelaksanaannya, apakah seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat
buruk itu dilakukan dengan lunak atau dengan kekerasan.
BAB III

A.   Kesimpulan
Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak
terpengaruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan
rasio sebagai dasar argumentasi. Aliran Mu’tazilah mucul kira-kira pada
permulaan abad pertama Hijriyah, di kota Basrah ( Irak).
Menurut Almas’udi,sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang
mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan
kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Almanzilah
bainal manzilatain).
Sedangkan Menurut Ahmad Amin,sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang
lebih 100 tahun sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin
Atha dengan Hasan Basri di mesjid Basrah. . Golongan yang disebut
Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam
pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak
mesti berada pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa
salah, sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.Sedangkan agama hanya
memerintahkan memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua
golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah: At-Tauhid (Kemaha
Esaan Allah), Al-Adl (Keadilan), Al-Wa’d wal al-Wa’id (Posisi diantara dua
posisi), Al-Manzilah bainal Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), Amar
Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)

B.   Kritik dan Saran


      Menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulisan akan lebih Fokus dan delail dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber- sumber yang lebih bnyakyang tentu dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berupa kritik atau saran yang membangun, juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah
dijelaskan. Untuk bagian terakhirdari makahal adalah daftar pustaka. Pada
kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.
DAFTAR PUSTAKA

Jamrah, SA. 2015.STUDI ILMU KALAM.Jakartw:PRENADAMEDIA GROUP


Nasution H. 1986. TEOLOGI ISLAM. Aliran-alira, sejarah Analisa
Prbandingan. Vol Xv+155 hal. Hal 56

Anda mungkin juga menyukai