Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

POLITIK HUKUM PIDANA

“HUBUNGAN POLITIK HUKUM PIDANA DENGAN POLITIK SOSIAL”

KELOMPOK III:

Jakson Malo (51119116)

Natalia Sartony De Fatima (51119092)

Yohanes Febrinio Misa Nino (51119121)

Denis Frediyus Adang (51119114)

Aprilia Defita Mauk (51120064)

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatnya sehingga penulis makalah ini dengan judul “HUBUNGAN POLITIK
HUKUM PIDANA DENGAN POLITIK SOSIAL” dapat menyelesaikan dengan baik.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana " HUBUNGAN POLITIK
HUKUM PIDANA DENGAN POLITIK SOSIAL".

Dalam Penulisan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna membantu
dalam pengembangan makalah ini.

Kupang, 30 Oktober 2021

TIM PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB III: PEMBAHASAN

BAB IV: PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Realitas sosial menunjukkan, masalah esensial yang menyebabkan mandeknya
penegakan hukum (law enforcement) yakni, hukum yang berlaku (baca: peraturan
perundang-undangan) tidak berjalan efektif di tengah masyarakat, adalah karena
materi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak sesuai (lagi)
dengan kenyataan dalam masyarakat1.
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan sosial adalah ciri khas
yang melekat pada masyarakat, sebab masyarakat selalu mengalami perkembangan.
Menurut Fred Riggs ada tiga tingkat perkembangan masyarakat yakni: masyarakat
menyatu (fused), prismatik dan terpecah-pecah (defused). Pada tingkat masyarakat
menyatu keadaan masyarakat masih berpola sederhana, sehingga permasalahan sosial
yang dihadapi tidak terlalu kompleks. Sedangkan pada tingkat masyarakat prismatik
masalah yang rumit sudah mulai tampak.
Dalam hal ini hukum hadir untuk mengatur tingkah laku sosial dan mengatasi
problem-problem yang ada dalam suatu negara bahkan diseluruh dunia, antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok dan individu dalam masyarakat.
Karena dengan perkembangan zaman dan hukum bersifat dinamis maka hukum harus
mengikuti perkembangan zaman untuk mengatur dan membatasi tingkah laku
masyarakat.
Sarjana ilmu politik mengakui pentingnya sosiologi bagi studi tentang politik.
Ilmu sosiologi memberikan wawasan berharga mengenai lingkungan masyarakat
dimana sistem politik dijalankan. Dalam proses demikian banyak muncul dan
berkembang karya-karya yang dapat dikelompokan sebagai bidang sosiologi politik
seperti studi perbandingan system politik untuk mengembangkan masyarakat-
masyarakat secara khusus. Karya sosiologi politik lainnya adalah penelitian mengenai
hubungan antara masalah-masalah politik dan masyarakat, antara struktur sosial dan
struktur politik, tingkah laku sosial dengan tingkah laku politik (Rush dan Althoff,
2005).
1
Antonius Sudirman, EKSISTENSI HUKUM DAN HUKUM PIDANA DALAM DIANMIKA SOSIAL Suatu Kajian teori
dan praktik Sosial (Semarang: BP UNDIP, 2009). Hlm 13
Politik Hukum Pidana dapat juga disebut Kebijakan Hukum Pidana/Penal
Policy atau Pembaharuan Hukum Pidana. Melaksanakan Politik Hukum Pidana
berarti usaha mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang’.
Dengan demikian apabila dilihat dari aspek “Politik Hukum”, maka berarti “Politik
Hukum Pidana” mengandung arti bagaimana negara mengusahakan atau membuat
dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik untuk masa kini dan
yang akan datang. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana sering
dikenal dengan berbagai istilah, antara lain “penal policy”, “criminal law policy”, atau
“strafrechtspolitiek”.
Dalam kaitan ini menurut Marc Ancel, ‘Criminal Policy’ is the ratinal
organization of the control of crime by society. Sedangkan menurut G. Peter
Hoefnagels, Criminal policy is the rational organization of the social reactions to
crime. Berdasarkan pengertian di atas, maka pendekatan yang harus digunakan dalam
Politik Hukum Pidana yaitu selain pendekatan yuridis normatif, juga memerlukan
pendekatan yuridis faktual/empiris yang berupa pendekatan sosiologis, historis dan
komparatif bahkan komprehensif dari berbagai disiplin sosial lainnya dan pendekatan
integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.2

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Hubungan Politik Hukum Pidana Dengan Politik Sosial?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN


1. Untuk Mengetahui Hubungan Politik Hukum Pidana Dengan Politik Sosial!
2. Guna Dapat Menambah Wawasan Tentang Hubungan Politik Hukum Pidana
Dengan Politik Sosial!

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
DR. Maroni., S.H., M.Hum., PENGANTAR POLITIK HUKUM PIDANA (CV. ANUGRAH UTAMA RAHARJA, cetakan
pertama 2016). Hlm 1 dan 2
A. LANDASAN TEORITIS DAN LANDASAN KONSEPTUAL
1. Pengertian politik hukum pidana
a. Politik hukum
Mengkaji politik hukum pidana tidak bisa dilepaskan dari politik
hukum. Politik hukum terdiri atas rangkaian kata politik dan hukum.
Menurut Sudarto, istilah politik dipakai dalam berbagai arti. Perkataan
politiek dalam bahasa Belanda berarti sesuatu yang berhubungan dengan
negara atau membicarakan masalah kenegaraan.
Talcott Persons mengartikan politik sebagai “aspek dari semua
perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi tujuan-tujuan
kolektif”. Politik menurut Hoogerwerf adalah “usaha mencapai tujuan
tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu.” Politik
atau dengan kata lain ‘kabijakan’ juga dapat dipahami sebagai keputusan
yang menggariskan cara yang paling efektif dan efi sien untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan bersama.
Politik sangat erat kaitannya dengan hukum, karena hakikat hukum
pada dasarnya adalah pernyataan politik dari pemerintah yang dituangkan
ke dalam suatu norma. Dengan kata lain, politik hukum dapat diartikan
sebagai legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional
berupa pembuatan dan pembaruan kebutuhan. Politik hukum juga
mengkaji hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan hukum yang
telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para
penegak hukum.
Secara etimologis istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa
Indonesia dari istilah Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan
dari dua kata recht dan politiek. Secara terminologis, politik hukum dapat
didefi nisikan sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai
untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.
Politik hukum juga dapat diartikan sebagai kebijakan dasar yang
menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk. Dari
segi lain, masalah politik hukum adalah mengenai nilai-nilai,
penentuannya, pengembangannya, dan pemberian bentuk hukumnya.
Dengan kata lain, salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu
tata hukum nasional yang baik antara lain adalah politik nasional.
Dalam Kamus Bahasa Belanda yang ditulis oleh Van der Tas, kata
politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam Bahasa
Indonesia berarti kebijakan (policy) dari penjelasan tersebut politik hukum
dapat diartikan secara singkat sebagai legal policy atau kebijakan hukum.
Abdul Hakim Garuda Nusantara menyatakan, politik hukum secara
harfiah dikatakan sebagai kebijakan hukum yang hendak diterapkan atau
dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara. Bernard L.
Tanya mengkonstruksikan politik hukum sebagai apa yang seharusnya,
yang tidak selamanya identik dengan yang ada. Politik hukum tidak
bersifat pasif dengan apa yang ada, melainkan aktif mencari apa yang
seharusnya. Bernard juga menambahkan keberadaan politik hukum
ditandai oleh tuntutan untuk memilih dan mengambil tindakan.
Sebagaimana politik hukum menyangkut cita-cita atau harapan, maka visi
hukum tentu harus ditetapkan terlebih dahulu, dan dalam jalur visi itulah
bentuk dan isi hukum dirancang bangun untuk mewujudkan visi tersebut.
Dalam pengertian formal, Andi Hamzah berpendapat politik hukum
hanya mencakup satu tahap saja, yaitu menuangkan kebijakan pemerintah
dalam bentuk produk hukum atau disebut legislative drafting. Sedangkan
dalam pengertian materiel, politik hukum mencakup legislative drafting,
legal executing, legal review.
Sebagai legal policy, politik hukum diartikan sebagai arah hukum yang
akan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara yang
bentuknya dapat berupa pembuatan hukum baru dan penggantian hukum
lama. Dalam arti yang seperti ini politik hukum harus berpijak pada tujuan
negara dan sistem hukum yang berlaku di negara yang bersangkutan yang
dalam konteks Indonesia melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum.
Dalam studinya Moh. Mahfud menyatakan tolak tarik antara hukum
dan politik dapat saja dikatakan sebagai sebuah fakta. Untuk melihat
hubungan itu tergantung pada asumsi, konsep, atau dasar pandangan yang
digunakan. Dalam hal ini hubungan hukum dan politik bisa didasarkan
pada pandangan das sollen (keinginan atau keharusan) dan das sein
(kenyataan). Das sollen mengandung arti bahwa hukum berada pada posisi
tertinggi yang menentukan bagaimana seharusnya politik diselenggarakan.
Dalam pandangan ini, politiklah yang diposisikan sebagai variabel
terpengaruh (dependent variable) oleh hukum. Sedangkan Das sein dalam
pandangan ini beranggapan bahwa politik determinan atas hukum. Artinya
hukum dapat dikonsepkan sebagai undang-undang yang dibuat oleh
lembaga legislatif sehingga dapat dikatakan bahwa hukum adalah produk
politik. Bisa juga dalam perspektif gabungan keduanya, das sollen sein,
yakni hubungan hukum dan politik tidak bisa dikatakan ada yang lebih
dominan atau yang lebih unggul karena keduanya secara simetris saling
mempengaruhi. Kalau politik diartikan sebagai kekuasaan, maka lahirlah
pernyataan politik dan hukum itu ‘interdetermin’, sebab “politik tanpa
hukum itu zalim”, sedangkan “hukum tanpa politik itu lumpuh”.3
b. Politik hukum pidana
Istilah Politik Hukum Pidana Memahami keberadaan suatu realitas
sains (ilmu pengetahuan), pemahaman secara ontologikal sangat
diperlukan, guna membantu pemahaman komprehensif terhadap realitas
sains tersebut. Memahami secara ontologikal, pertama-tama dapat
dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu etimologikal (asal kata) dari
istilah atau terminologi yang membentuk nama sains tersebut.
Demikian pula dengan ontologi sains “Politik Hukum Pidana" yang
merupakan suatu displin ilmu baru dalam ilmu hukum pidana. Pemahaman
secara komprehensif dapat dilakukan dengan cara demikian, atau juga
dapat dilihat dari sudut pandang asal “keilmuan hukum” yang
membentuknya. Penjelasannya seperti berikut ini.
Pertama, dilihat secara etimologikal, istilah atau terminology "Politik
Hukum Pidana” berasal dari bahasa atau terminologi hukum Belanda
yakni “strafrechtspolitiek”. Terminologi hukum ini secara etimologikal
bila didekonstruksi dari semua kosa kata pembentuknya, terbentuk dari
tiga kosa kata yang masing-masing terdiri dari dua terminologi hukum,
yaitu: “straf berarti "pidana”, dan “recht" berarti “hukum”, serta satu
terminology politik, yaitu “politiek” yang berarti “kebijakan” yang
merupakan salah satu aspek dari maknawi “politik”.

3
Amrani, Hanafi, S.H., M.h., LL.M., Ph.D. POLITIK PEMBAHARUAN POLITIK HUKUM PIDANA (Yogyakarta: UUI
Press, Cetakan Pertama 2019) Hlm 1-4
Kedua, jika didekonstruksi berdasarkan asal keilmuannya, terminologi
hukum “strafrechtspolitiek” dibentuk dari dua kosa kata yakni “strafrecht"
berarti "Hukum Pidana" yang berinduk pada "Ilmu Hukum Pidana”, dan
“politiek” berarti “kebijakan" yang berinduk pada "Ilmu Politik”. Jadi
terminologi “strafrechtspolitiek" dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan dan dijadikan terminologi hukum Indonesia dengan istilah
“Politik Hukum Pidana” atau “Kebijakan Hukum Pidana".
Ketiga, jika ditinjau dari sudut pandang asal “keilmuan hukum”, “Ilmu
Politik HP" sebenarnya berasal (derivasi) dari Ilmu Politik Hukum” yang
secara khusus mengkonsentrasikan bidang studinya pada “peraturan
perundang-undangan Hukum Pidana” atau “Hukum Pidana Positif”
sebagai objek formalnya. Dan “Hukum Pidana Positif” itu sendiri
merupakan objek formal dari “Ilmu HP". Dengan demikian, terminologi
“strafrechtspolitiek” (Politik HP) erat berkait dengan terminologi hukum
"rechtspolitiek”. Jadi, terminology “strafrechtspolitiek, bila didekonstruksi
dari optic "keilmuan hukum", sebenarnya masing-masing berasal dari
disiplin “Ilmu Politik Hukum" dan "Ilmu Hukum Pidana". Oleh karena itu,
untuk pemahaman komprehensifitas substansi “Ilmu Politik Hukum
Pidana”, sudah seharusnya dipahami terlebih dahulu substansi dari kedua
ilmu hukum tersebut dengan baik. Disandingkan dengan terminologi
hukum Inggris, istilah “Politik atau Kebijakan Hukum Pidana” dikenal
dengan istilah “Penal Law Policy” atau “Criminal Law Policy". Secara
etimologikal istilah ini masing-masing berasal dari kosa kata “penal law”
atau "criminal law” yang sama-sama berarti “Hukum Pidana”, dan istilah
policy" berarti “kebijakan”. Dengan demikian istilah "Penal Law Policy”
dan “Criminal Law Policy” dapat pula disepadankan dengan terminologi
“Kebijakan HP” atau “Politik Hukum Pidana”.
Namun, perlu diketahui bahwa terminologi hukum “Penal Law
Policy", memiliki maknawi lebih luas dari terminologi hukum “Penal
Policy". Dikatakan demikian karena beberapa alasan. Pertama, ditinjau
dari makna masing-masing istilah antara istilah “Penal Law Policy"
dengan istilah “Penal Policy” keduanya memiliki arti tidak sama persis
(terdapat perbedaan dalam yang lingkup bidang studinya). Istilah “Penal
Law Policy" sebagaimana diketahui berarti “Kebijakan Hukum Pidana"
(Memiliki arti sama dengan Criminal Law Policy). Sedangkan istilah
"Penal Policy" berarti “Kebijakan Pidana". Istilah “Penal Policy" secara
etimologikal masing-masing berasal dari kosa kata “penal" (bahasa Latin
yang diadopsi ke dalam bahasa Inggris), sesungguhnya kosa kata tersebut
memiliki akar kata “poena" yang berarti “pidana", sedangkan kosa kata
“policy” berasal dari bahasa Inggris berarti “kebijakan”.
Bila masing-masing asal kata tersebut direkonstruksi, maka
terbentuklah kata “Penal Policy" yang sepadan artinya dengan “Kebijakan
Pidana”. Kedua, ditinjau dari luas lingkup bidang studinya, “Kebijakan
HP" mempelajari kebijakan dari semua permasalahan pokok yang dimiliki
oleh Hukum Pidana, yakni menyangkut kebijakan mengenai “Tidak
Pemidanaan”, “Penajatuhan Pemidanaan”, dan “Pemidanaan”. Adapun
“Kebijakan Pidana" lingkup bidang studinya hanya menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan “pidana” dan “pemidanaan” (P) saja.
Berdasarkan hal-hal yang menyangkut “Kebijakan Pidana" inilah
nantinya akan ditetapkan dalam KUHP dan dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang bersifat administratif. Dengan maksud agar
kejahatan yang diatur dalam perundang-undangan administratif tersebut
dapat dicegah bahkan dapat ditanggulangi secara represif melalui
pemidanaan.4
Menurut muliadi, politik hukum pidana (criminal law politics) pada
dasarnya merupakan aktifitas yang menyangkut proses menentukan tujuan
dan cara melaksanakan tujuan tersebut.
Menurut sudarto, istilah hukum pidana dipakai dalam berbagai arti,
yaitu; 1) perkataa politiek dalam bahasa belanda berarti suatu yang
berhubungan dengan negara, 2) berarti membicarakan masalah kenegaraan
atau yang berhubungan denga negara.5

2. Pengertian politik sosial

4
Dr. A. Widianda Gunakaya SA., S.H., M.H. dan Dr. Mas Putra Zenno J., S.H., M.H. POLITIK HUKUM PIDANA
“Prespektif Pembaharuan Hukum Pidana Dalam RKUHP”. (Malang, Jawa Timur: Setara Press. Cetakan Pertama,
Februari 2021) Hlm 8-10
5
Faizal. POLITIK HUKUM PIDANA. (Cicokol, Kota Tangerang: Rangkang Education. Cetakan Pertama, 2020). Hlm
50-51
Politik Sosial adalah proses penanaman nilai, pengetahuan serta
ketrampilan yang berkaitan dengan segala proses pengambilan keputusan dan
kebijakan dalam kehisupan bernegaradan berbangsa, dimana proses ini
dilakukan dari pengurus ke anggota, pemimpinkepada bawahan atau
masyarakat luas, dari orang tua kepada generasi muda dan lain-lain, dengan
tujuan agar masyarakat atau anggota berperprilaku sesuai dengan aturan dan
nilai yang telah ditetapkan bersama.
Almond dan Powell, politik Sosial sebagai proses dengan mana sikap
sikap dan nilai-nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai mereka
dewasa dan orang-orang dewasa ini direkrut ke dalam peran-peran. Grenstein
menuliskan dalam bukunya “International Encyolopedia of The Social
Sciences.
Kemudian Easton dan Denuis mengemukan bahwa politik sosial yaitu
suatu proses perkembangan diri sebagai anggota masyarakat untuk
mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya Proses
sosialisasi politik dapat dilakukan dapat tingkatan individu maupun
komunitas, dimana dalam tingkat komunitas, sosialisasi dilihat sebagai sarana
untuk mewarisan nilai, sikap, pengetahuan dan keyakinan politik kepada
generasi berikutnya. Sedangkan tingkat individu, politik sosial dapat dilihat
sebagai proses warga negara atau negara dalam membentuk pandangan-
pandangan dan keyakinan politik.6

BAB III

PEMBAHASAN

6
Maroni. 2003. pengantar Politik Hukum Pidana : Jakarta: Rajawali. 41
A. Hubungan Politik Hukum Pidana Dengan Politik Sosial
Sebagaimana diketahui, Politik Hukum Pidana ditinjau dari sudut pandang
Politik Kriminal, adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan
Hukum Pidana yang baik (rasional). Usaha penanggulangan kejahatan dengan cara
pembuatan, penyusunan dan perumusan Hukum Pidana yang baik (rasional), pada
hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha perlindungan
masyarakat (social defence). “Social Defence" itu sendiri sesungguhnya merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Politik Sosial (social policy) yang dapat diartikan
sebagai usaha rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan atau
usaha rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, di samping dapat dilakukan
dengan "social defence policy" (kebijakan perlindungan masyarakat), juga dapat
dilakukan dengan "social welfare polcy" (kebijakan dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat). Jadi, dapat dikatakan, bahwa Politik Hukum Pidana merupakan bagian
integral dari Kebijakan Sosial.7
Kebijakan kesejahteraan social Pada prinsipnya sebuah kebijakan tidak
terlepas dari keterlibatan seluruh element yang ada baik itu masyarakat sebagai bagian
yang terikat dalam hasil putusan kebijakan sampai pada tahap pemerintah sebagai
badan pembuat kebijakan tersebut. Kebijakan memiliki beragam definisi, yang
masing-masing memiliki penekanan berbeda, hal ini tidak terlepas dari latar belakang
seorang ilmuan tersebut.
Namun demikian, satu hal yang perlu diingat dalam mendefinisikan kebijakan,
adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai
apa yang sebenarnya dilakukan, dalam suatu jurnal dikutip oleh Dian Fitriani
menjelaskan bahwa Thomas R. Dye mendefinisikan bahwa kebijakan publik itu
adalah “kebijakan merupakan pilihan-pilihan apapun oleh pemerintah, baik untuk
melakukan sesuatu maupun untuk tidak melakukan sesuatu (whatever government
choose to do or not to do), terbitnya kebijakan publik dilandasi kebutuhan untuk
penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat. Kebijakan publik ditetapkan oleh
para pihak (stakeholders), terutama pemerintah yang diorientasikan pada pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

7
Dr. A. Widianda Gunakaya SA., S.H., M.H. dan Dr. Mas Putra Zenno J., S.H., M.H. POLITIK HUKUM PIDANA
“Prespektif Pembaharuan Hukum Pidana Dalam RKUHP”. (Malang, Jawa Timur: Setara Press. Cetakan Pertama,
Februari 2021)
Kebijakan sosial atau social policy pada dasarnya adalah upaya mencapai
kesejahteraan serta perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan cita –
cita bangsa Indonesia yang tercantum jelas dalam pembukaan UUD 1945. Oleh sebab
itu dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka dibuatlah kebijakan kesejahteraan
rakyat (Social Welfare) dan kebijakan perlindungan rakyat (sosial defence). Adapun
definisi kesejahteraan sosial yang lain menurut Suharto (2009: 154) adalah sebagai
berikut: “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,
spiritual dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.
Berdasarkan definisi tersebut maka kesejahteraan sosial merupakan keadaan
untuk memenuhi semua kebutuhan dari mulai material dan spiritual sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik dan layak tanpa adanya halangan apapun.
Fungsi sosialnya tersebut dapat juga berupa sosialisasinya serta mobilitas dalam
kesehariannya.
Sebuah teori yang sejalan dengan dasar Negara Indonesia tersebut adalah teori
Negara Kesejahteraan (Welfare State). Teori yang menegaskan bahwa Negara yang
pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan rakyat. Dan untuk dapat
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada lima pilar kenegaraan,
yaitu: Demokrasi (Democracy), Penegakan Hukum (Rule of Law), Perlindungan Hak
Asasi Manusia (The Human Right Protection), Keadilan Sosial (Social Justice) dan
Anti Diskriminasi (Anti-Discrimination). Di mana kesejahteraan sosial (social
welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material untuk
memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya,
oleh sebab itu dengan menggunakan sistem ekonomi kesejahteraan, pemerintah dapat
berperan aktif dalam mengupayakan mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat
secara keseluruhan seperti memudahkan masyarakat untuk melangsungkan hidupnya
dengan pemanfaatan kartu sosial/jaminan sosial.
Teori sistem dipetakan oleh George Ritzer pada pradigma fakta sosial yang
dikhususkan pada masalah sosial berkaitan dengan nilai, institusi atau pranata sosial
seperti untuk mengatur dan menyelenggara eksistensi kehidupan masyarakat yang
mengungkapkan bahwa individu secara konstan berinteraksi dengan individu lain,
terjadilah perubahan dalam sebuah sistem. seperti dalam teori pekerjaan sosial adalah
dengan keadilan sosial masyarakat atau perubahan sosial serta bekerja interpersonal
dalam kesejahteraan.
Kesejahteraan sosial merupakan suatu program yang terorganisir yang
sisematis dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiyah, merupakan konsep
relatif baru berkembang di negara yang belum maju untuk memberikan sistem
pelayanan sosial kepada individu, kelompok, maupun masyarakat. Perkembangan
teori sistem, rentang kehidupan interaksi simbolis, dan pertukaran sosial merupakan
gejala di masyarakat kita. Pendekatan kesejahteraan sosial terbagi dalam tiga kajian,
yaitu philantropi, pekerjaan/intervensi sosial, dan admnistrasi sosial sebagai penghasil
jasa dan fasilitas serta sistem adaptasi yang memobilisasi sistem pencapaian tujuan
didalam tatanan masyarakat.
Asumsi yang kuat bahwa Indonesia didesain sebagai negara kesejahteraan
(welfare state) dapat dilihat pada pembukaan UUD 1945 bahwa “pemerintah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan
umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Jaminan sosial nasional (JSN) adalah
program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan untuk memberi perlindungan
sosial agar penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia. Peran jaminan sosial dan
pelayanan sosial guna menciptakan negara kesejahteraan belum memiliki kerangka
yang jelas, justru pada saat ini pemerintah terjebak didalam arus liberalisme dan
kapitalisme seperti memajukan pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin demi
bersaing dengan dunia barat dan melepas tangan jaminan sosial dan pelayanan sosial
kepada pihak masyarakat yang lahir dari pergulatan politik dan ideologi.
Konstitusi menyiratkan bahwa pemberdayaan (empowerment) harus dilakukan
negara untuk rakyat yang lemah menuju kemandirian (self-empowerment) dan
kemartabatan (dignity). Konstitusi tegas mengamanatkan kesejahteraan sosial sebagai
prioritas tertinggi kebijakan publik negeri ini. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 menyatakan,
perekonomian berdasarkan atas asas kekeluargaan atau persaudaraan (brotherhood),
yang menjunjung kesejahteraan bersama sebagai tujuan utama, bukan persaingan
individualisme.
Namun menikmati pelayanan negara di bidang kesehatan dengan bidang
asuransi kesehatan sekolah gratis sampai jenjang perguruan tinggi, sistem transportasi
yang murah dan efisien serta standar hidup yang tinggi. Sangat terlihat jelas wujud
negara kesejahteraan itu belum tampak di negara ini, kondisi ini sangat menyakitkan
bagi rakyat yang tidak mampu, selain itu daya saing pertumbuhan ekonomi global
yang semakin maju menjadikan negara kita terpuruk, menjadikan kontstitusi yang
dicita-citakan semakin jauh dari kenyataan, yang seharusnya welfare state memenuhi
segala kebutuhan warga negara sepenuhnya disediakan oleh pemerintah secara
totalitas, tidak mementingkan golongan dan pihak tertentu dengan berbagai alasan.
Kebijakan sosial fokus pada kajian tentang upaya negara dalam memecahkan
masalah-masalah sosial. Fokus ini meliputi dua substansi utama, yakni kesejahteraan
sosial (social welfare) dan pelayanan sosial (social services). Substansi kesejahteraan
sosial mendiskusikan mengenai bagaimana peran negara melalui serangkaian
kebijakan beserta indikatornya menentukan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan
substansi pelayanan sosial mencakup implementasi pelayanan negara dalam lima
wilayah dominan (the big five) yaitu jaminan sosial, perumahan, pendidikan,
kesehatan dan pekerjaan sosial.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perubahan sosial adalah ciri khas yang melekat dalam masyarakat
,sebab masyarakat selalu mengalami perkembangan.masalah yang
menyebabkan mandeknya penegakan hukum yakni hukum yang berlaku tidak
berjalan efektif ditengah masyarakat.dalam hal ini hukum hadir untuk
mengatur tingkah laku sosial dan mengatasi masalah-masalah yang ada di
suatu negara.Politik Hukum Pidana dapat juga disebut kebijakan hukum
pidana atau pembaharuan hukum pidana ,apabila dilihat dari aspek “politik
hukum” maka politik hukum pidana mengandung arti bagaimana negara
mengusahakan suatu perundang -undangan pidana untuk masa kini dan yang
akan datang.berdasarkan penjelasan tersebut maka kesejahteraan sosial berarti
keadaan untuk memenuhi semua kebutuhan dari material ,spiritual sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik dan layak tanpa adanya
halangan apapun.

B. SARAN
Di era globalisasi ini proses penanaman nilai, pengetahuan serta
ketrampilan yang berkaitan dengan segala proses pengambilan
keputusan,kebijakan dan nilai-nilai politik harus ditanamkan kepada anak-
anak sampai mereka dewasa dan orang-orang dewasa ini direkrut ke dalam
peran-peran. Perluh diketahui Politik sangat erat kaitannya dengan hukum.
politik hukum sebagai legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara
nasional berupa pembuatan dan pembaruan kebutuhan. Hal ini perluh
dilakukan agar perubahan yang terjadi nantinya menjadi lebih baik lagi.
Politik hukum juga mengkaji hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan
ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga dan
pembinaan para penegak hukum.
DAFTAR ISI

Antonius Sudirman, EKSISTENSI HUKUM DAN HUKUM PIDANA DALAM DINAMIKA SOSIAL Suatu
Kajian teori dan praktik Sosial (Semarang: BP UNDIP, 2009).

DR. Maroni., S.H., M.Hum., PENGANTAR POLITIK HUKUM PIDANA (CV. ANUGRAH UTAMA
RAHARJA, cetakan pertama 2016).

Dr. A. Widianda Gunakaya SA., S.H., M.H. dan Dr. Mas Putra Zenno J., S.H., M.H. POLITIK HUKUM
PIDANA “Prespektif Pembaharuan Hukum Pidana Dalam RKUHP”. (Malang, Jawa Timur: Setara Press.
Cetakan Pertama, Februari 2021)

Faizal. POLITIK HUKUM PIDANA. (Cicokol, Kota Tangerang: Rangkang Education. Cetakan Pertama,
2020).

Maroni. 2003. pengantar Politik Hukum Pidana : Jakarta: Rajawali

Anda mungkin juga menyukai