Anda di halaman 1dari 6

2.

Gagal Jantung
a. Definisi dan Etiologi
Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau
fungsi yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan oksigen ke
seluruh tubuh. Secara klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks
dimana seseorang memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung; tanda khas gagal
jantung dan adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.1
Sebagian besar kasus gagal jantung disebabkan oleh disfungsi sistolik yaitu kondisi
di mana fungsi kontraktil miokardium tidak adekuat yang biasanya dikarnakan penyakit
jantung sikemik dan hipertensi. Selain itu bisa juga disebabkan karena disfungsi disatolik
(biasanya terjadi pada orang tua, DM, dan wanita) yaitu kondisi di mana ketidakmampuan
jantung beistirahat dan mengisi misalnya pada hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis
miokardium, endapan amilod, ataupun perikarditis konstriktif. Selanjutnya dapat juga
disebabkan disfungsi katup atau pada jantung normal yang dibebani oleh muatan abnormal
(cairan atau tekanan).2
1. Siswanto, B., dkk. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi ke-2. Jakarta :
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2020.
2. Kumar et al. Robbins Basic Pathology. Ninth Edition. Canada; Elsevier; 2013.

c. Patofisiologi
Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pompa jantung, seperti iskemia, hipertensi, infeksi, dan sebagainya. Penurunan
kapasitas awalnya akan dikompensasi oleh mekanisme neurohormonal: sistem saraf
adrenergik, sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Kompensasi awal
bertujuan untuk menjaga curah jantung dengan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel
(preload) dan kontraksi miokardium. Namun seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas
sistem tersebut akan menyebabkan kerusakan sekunder pada ventrikel, seperti remodeling
ventrikel kiri dan kompensasi jantung. Kadar angiotensin II, aldosteron, dan katekolamin
akan semakin tinggi, mengakibatkan fibrosis dan apoptosis miokardium yang bersifat
progresif. Pada tahap yang berlanjut, penurunan fungsi ini juga akan disertai peningkatan
risiko terjadinya aritmia jantung.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 Jilid
2. Jakarta: Media Aesculapius; 2016.
e. Faktor Risiko
Faktor risiko gagal jantung dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah adalah keturunan, jenis kelamin, dan usia.
2. Faktor resiko yang dapat diubah
a. Pola makan
Kadar kolesterol darah yang tidak sehat. Kolesterol adalah zat lilin, seperti
lemak yang dibuat oleh hepar atau ditemukan dalam makanan tertentu. Hepar
akan membuat kolesterol yang cukup untuk kebutuhan tubuh, tetapi tubuh sering
mendapatkan lebih banyak kolesterol dari makanan yang dimakan. Konsumsi
kolesterol yang lebih banyak daripada yang bisa digunakan tubuh, kolesterol
tambahan bisa menumpuk di dinding arteri, termasuk di jantung. Hal ini
menyebabkan penyempitan arteri dan dapat mengurangi aliran darah ke jantung,
otak, ginjal, dan bagian tubuh lainnya. Ada dua jenis utama kolesterol darah yaitu
kolesterol LDL (low-density lipoprotein), yang dianggap sebagai kolesterol
"jahat" karena dapat menyebabkan penumpukan plak di arteri, dan kolesterol
HDL (high-density lipoprotein), yang dianggap menjadi kolesterol "baik" karena
kadar yang lebih tinggi memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung.
b. Kebiasaan merokok
Merokok dapat merusak jantung dan pembuluh darah, yang meningkatkan
risiko penyakit jantung seperti aterosklerosis dan serangan jantung. Selain itu,
kandungan rokok seperti nikotin, dapat meningkatkan tekanan darah. Karbon
monoksida dari asap rokok juga dapat mengurangi jumlah oksigen yang dapat
dibawa oleh darah. Paparan perokok pasif juga dapat meningkatkan risiko
penyakit jantung, bahkan bagi yang bukan perokok.
c. Riwayat obesitas
Obesitas terkait dengan kadar kolesterol dan trigliserida "jahat" yang lebih
tinggi dan menurunkan kadar kolesterol "baik". Obesitas dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi dan diabetes serta penyakit jantung.
d. Riwayat Diabetes Melitus
Diabetes menyebabkan gula menumpuk di dalam darah. Risiko kematian
akibat penyakit jantung untuk orang dewasa dengan diabetes lebih tinggi daripada
orang dewasa yang tidak menderita diabetes.
e. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik yang dapat menyebabkan penyakit jantung. Ini juga
dapat meningkatkan kemungkinan memiliki kondisi medis lain yang merupakan
faktor risiko, termasuk obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan
diabetes. Aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan risiko penyakit jantung.
f. Riwayat Hipertensi
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama penyakit jantung. Ini adalah
kondisi medis yang terjadi ketika tekanan darah di arteri dan pembuluh darah
terlalu tinggi.
National Center for Chronic Disease Prevention. Know Your Risk for Heart Disease.
https://www.cdc.gov/heartdisease/risk_factors.htm di akses 8 November 2021.

h. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :


1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik : Stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan
curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan
otak).
3. Episode trombolitik : Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung : Masuknya cairan ke kantung
perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal.
CPO menurunkan dan aliran balik vena ke jantung menuju tomponade jantung.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

3. Patomekanisme gejala pada kasus


a. PND dan orthopnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah sebuah episode akut dari
pernapasan pendek yang berat dan batuk yang biasanya muncul saat malam hari
dan menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya, biasanya terjadi setelah satu
sampai tiga jam setelah pasien beristirahat. PND dapat bermanifestasi sebagai
batuk atau mengi, yang dipikirkan timbul karena peningkatan tekanan pada arteri
bronkial sehingga terjadi kompresi saluran napas, disertai dengan edema
interstisial paru yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya resistensi saluran
pernapasan pada pasien. Jika pada kondisi orthopnea keadaan dapat membaik jika
pasien berubah posisi dari berbaring ke duduk, pada PND batuk dan mengi
menetap meskipun pasien melakukan perubahan posisi.1
Tiga komponen utama yang berkontribusi terhadap dispnea yaitu sinyal aferen,
sinyal eferen, dan pemrosesan informasi pusat. Pemrosesan sentral di otak
membandingkan sinyal aferen, eferen dan dispnea terjadi ketika terjadi
ketidaksesuaian antara keduanya, seperti ketika kebutuhan akan ventilasi
(pensinyalan aferen) tidak dipenuhi oleh pernapasan fisik (pensinyalan eferen).
Reseptor aferen memungkinkan otak untuk menilai apakah perintah eferen atau
motorik ke otot ventilasi efektif, memenuhi tuntutan tekanan jalan napas, aliran
udara, dan/atau gerakan paru yang diperlukan. Ketika ini merespons perintah
secara tidak tepat, intensitas dispnea meningkat. Korteks sensorik secara
bersamaan diaktifkan saat sinyal motorik dikirim ke dinding dada, menghasilkan
sensasi sadar dari usaha otot dan sesak napas. Ada juga komponen psikologis
yang kuat untuk dyspnoea, karena beberapa orang menyadari pernapasan mereka
dalam keadaan seperti itu tetapi tidak mengalami kesusahan yang khas dari
kondisi tersebut.2
Ortopnea (dispnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari ektermitas
meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru. Suplai darah yang
kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta
timbul gejala letih, lemah dan lesu. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawah
ke arah sirkulasi sentral. Pasien yang dapat bernapas hanya pada posisi tegak
(ortopnea) dapat didudukkan di sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong
kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra disokong
dengan bantal. Bila terdapat kongesti paru, maka lebih baik pasien didudukkan di
kursi karena posisi ini dapat memperbaiki perpindahan cairan dari paru.2
1. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editors. Braunwald’s Heart Disease
a Textbook of Cardiovascular Medicine Volume 1. 8th ed. Philadeplhia:
Saunders Elsevier; 2008. p 561.
2. Coccia C B I, et al. Dyspnoea : Pathophysiology and a clinical approach.
SAMJ Vol. 106. No.1. 2016.

b. Edema Perifer
Edema pada kaki merupakan salah satu tanda dari gagal jantung, hal ini
terjadi karena jantung kanan tidak berfungsi dengan optimal, sehingga darah dari
bagian bawah tubuh akan mengalami retensi. Anggota gerak bawah, merupakan
bagian yang paling mudah untuk terjadinya penumpukan darah, karena letaknya
yang paling jauh dari jantung serta pengaruh gravitasi. Retensi darah pada kaki
ini lah yang menyebabkan edema pada kaki pasien dengan gagal jantung.
Clark AL, Cleland JGF. Causes and treatment of oedema in patients with
heart failure. Nat Rev Cardiol. 2013 Mar;10(3):156–70.

6.Tatalaksana pada Kasus


Tatalaksana farmakologi yang dapat diberikan adalah :
1. Diuretik : Furosemid oral bila tanda dan gejala kongesti masih ada, dengan dosis
1 mg/kg BB atau lebih
2. ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) bila tidak ada kontra indikasi; dosis
dinaikan bertahap sampai dosis optimal tercapai. ACE inhibitor yang dapat
digunakan adalah captopril dengan dosis awal 6,25 mg (3x/hari) hingga mencapai
dosis target yaitu 50-100 mg (3x/hari).
3. Beta blocker dosis kecil bila tidak ada kontra indikasi, dosis naik bertahap Bila
dosis sudah optimal tetapi laju nadi masih cepat (>70x/menit), dengan :
a. Irama sinus, dapat ditambahkan Ivabradin mulai dosis kecil 2x2 mg, 5 mg,
maksimal 2x5 mg.
b. Irama atrial fibrilasi - respons ventrikel cepat serta fraksi ejeksi rendah, tetapi
fungsi ginjal baik, berikan digoxin dosis rumat 0,25 mg pagi.
4. Mineralocorticoid Receptor Blocker (Aldosterone Antagonist) dosis kecil bila
tidak ada kontra indikasi. Jenis yang dapat digunakan adalah spironolakton
dengan dosis awal 25 mg (1x/hari).
Sedangkan untuk tatalaksana non farmakologi, yaitu :
1. Pola makan sehat untuk jantung yaitu perbanyak konsumsi sayur dan buah, diet
garam dan lemak, pengurangan konsumsi gula, dan konsumsi makanan yang
mengandung cukup potassium (kentang, ubi, bayam, pisang, dan kedelai.
2. Asupan cairan harus diperhatikan. Batasi jumlah cairan <2 L per hari
3. Perubahan gaya hidup dengan menurunkan berat badan jika overweight atau
obesitas, Menghentikan konsumsi rokok, alcohol, dan kafein, melakukan aktivitas
fisik ringan seperti jalan 3-5 kali/minggu 20-30 menit, dan istirahat yang cukup.
Kemenkes RI. Petunjuk teknis: Penatalaksanaan Penyakit Kardio Untuk Dokter. 2017.

Anda mungkin juga menyukai