Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Komponen lingkungan hidup yang akan ditelaah antara lain: curah hujan, suhu,
kelembaban, arah dan kecepatan angin. Data iklim diperoleh dari Bagian Meteorologi TNI-AU
Adisucipto dengan periode pencatatan selama 10 tahun yaitu pada tahun 1999-2008. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa selama 10 tahun pencatatan data iklim tersebut hasil
analisisnya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi iklim daerah penelitian. Kondisi
parameter iklim yang dikumpulkan disajikan pada uraian berikut.
A. Curah Hujan
Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data hujan dari stasiun penakar
hujan yang ada di wilayah studi untuk periode 10 tahun terakhir untuk mengetahui hujan
rata-rata tahunan dan tipe curah hujannya. Curah hujan menunjukkan besarnya hujan
yang terjadi di suatu wilayah studi dan diukur dalam satuan milliliter.
Penetapan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan rasio
atau nisbah nilai Q, yaitu perbandingan antara jumlah rerata bulan kering dengan jumlah
rerata bulan basah. Persamaannya adalah sebagai berikut:
Penetapan bulan kering dan bulan basah, dicari dengan menghitung adanya bulan
kering dan bulan basah setiap tahunnya, kemudian dijumlah untuk jumlah tahun
pencatatan dan kemudian dirata-ratakan. Untuk menentukan bulan disebut sebagai bulan
basah atau sebagai bulan kering, Mohr mengklasifikasikan berdasarkan curah hujan
bulannya sebagai berikut:
Bulan basah adalah suatu bulan dimana curah hujannya lebih besar dari 100 mm,
Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah hujannya lebih kecil dari 60 mm,
Bulan lembab adalah suatu bulan dimana curah hujannya antara 60 - 100 mm.
Penggolongan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson mendasarkan nilai Q
disajikan pada tabel berikut.
Data curah hujan yang dikumpulkan dari dari Bagian Meteorologi TNI AU
Adisucipto periode 1999-2008 di daerah penelitian dan sekitarnya disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 2.7. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 1999-2008
Curah Hujan (mm) Jumlah
No Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Januari 375 330 192 530 174 334 349 391 100 174 2949
2 Februari 312 440 271 456 465 159 484 309 335 346 3577
3 Maret 471 291 466 166 233 268 152 337 284 242 2910
4 April 275 2710 335 120 44 19 254 232 326 264 4579
5 Mei 88 71 9 97 130 24 1 195 40 106 752
6 Juni 29 100 84 0 14 6 106 0 39 9 387
7 Juli 50 0 30 1 0 13 123 0 3 0 220
8 Agustus 1 10 0 0 0 7 12 0 0 0 30
9 September 48 7 2 0 0 2 5 0 0 2 66
10 Oktober 102 10 212 2 29 13 128 1 53 191 741
11 Nopember 357 240 201 262 - 329 87 42 185 306 209
12 Desember 316 182 191 236 301 424 481 329 709 232 3401
Rerata / Tahun 202 366 166 156 126 133 182 153 172 156 181
Hujan Terendah 1 0 0 0 0 2 1 0 0 0 4
Hujan Tertinggi 471 2710 465 530 465 424 484 329 709 346 2710
Jumlah Bulan Basah 7 6 7 6 6 5 8 6 5 8 64
Jumlah Bulan Kering 4 4 5 5 5 7 4 6 6 4 50
Sumber: Data Sekunder, Bagian Meteorologi TNI-AU Adisucipto periode 1999-2008.
Curah hujan maksimum tercatat pada bulan April tahun 2000 (2710 mm) dan
minimum terjadi pada bulan antara Juni - September (0 mm), jumlah rata-rata curah
hujan tahunan sebesar 181 mm/tahun.
Tipe iklim di sekitar wilayah studi dengan rata-rata jumlah bulan kering 50 dan
bulan basah 64 mempunyai nilai Q sebesar 78,13% Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan
Fergusson maka daerah penelitian memiliki tipe iklim golongan D (sedang).
Selain Bagian Meteorologi TNI AU Adisucipto periode 1999-2008, curah hujan di
wilayah studi juga diukur di stasiun pengamat Tegalrejo. Data curah hujan dalam hari
hujan pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 2.8. Curah hujan tertinggi pada tahun 2010
terjadi pada bulan Desember dengan dengan curah hujan mencapai 654 mm dengan
jumlah hari hujan 29 hari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan
curah hujan hanya 70 mm dengan jumlah hari hujan 9 hari.
Tabel 2.8. Curah Hujan Menurut Stasiun Pengamat Hujan Di Tegalrejo Tahun 2010
No Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan (hari)
1 Januari 125 20
2 Februari 265 15
3 Maret 234 11
4 April 175 15
5 Mei 315 21
6 Juni 200 13
7 Juli 70 9
8 Agustus 124 9
9 September 450 15
10 Oktober 260 19
11 Nopember 258 19
12 Desember 654 29
Jumlah 3.130 195
Sumber : Kota Yogyakarta dalam angka, 2010
B. Suhu
Suhu udara merupakan unsur iklim yang berpengaruh terutama terhadap tekanan
udara kemudian berpengaruh pada proses evapotranspirasi. Data suhu udara
dikumpulkan dari data sekunder hasil pencatatan Stasiun Meteorologi TNI-AU Adisucipto
periode 1999-2008. Hasil analisis data sekunder suhu udara di sekitar lokasi kegiatan
disajikan pada tabel berikut.
C. Kelembaban
Data kelembaban udara dikumpulkan dari data hasil pencatatan Stasiun
Meteorologi TNI-AU Adisucipto periode tahun 1999-2008. Data kelembaban udara
disajikan pada tabel berikut.
1 Januari 84
2 Februari 84,5
3 Maret 83
4 April 85
5 Mei 85
6 Juni 82
7 Juli 80,7
8 Agustus 80,7
9 September 78
10 Oktober 82
11 Nopember 81
12 Desember 82
Sumber : Kota Yogyakarta dalam angka, 2010
A. Kualitas Udara
Kecenderungan kualitas udara di Kota Yogyakarta mengalami penurunan
setiap tahun terutama pada jalan-jalan protokol yang padat lalu lintas dan pada batas-
batas kota yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan propinsi lain. Kualitas udara
di sekitar tapak proyek diperoleh dari SLHD Kota Yogyakarta tahun 2010 dan disajikan
pada Tabel 2.14. Terlihat bahwa kondisi kualitas udara di wilayah studi masih di bawah
baku mutu.
B. Kebisingan
Kondisi lingkungan di sekitar tapak proyek merupakan daerah yang padat akan
kendaraan lalulintas. Berdasarkan data AMDAL Mal Jogja Plasa tahun 2005, pengukuran
tingkat kebisingan di tapak proyek pada tahun 2002 sekitar 61-67 dBA. Sasongko (2000)
mengatakan bahwa, kondisi dengan aktivitas lalulintas yang padat memiliki tingkat
kebisingan sekitar 70 dBA. Tingkat kebisingan di tapak proyek masih berada dibawah baku
mutu untuk lokasi perdagangan menurut Keputusan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta No. 176 Tahun 2003 tentang Baku Tingkat Getaran, Kebisingan dan Kebauan di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.2.1.3 Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap
suatu titik acuan. Ada tiga jenis getaran yang dikenal yaitu getaran mekanik, getaran kejut dan
getaran seismik. Getaran mekanik yaitu getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat.
Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan
manusia.
Acuan yang digunakan untuk parameter getaran dalam studi AMDAL ini, adalah
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Getaran. Kondisi rona lingkungan di tapak proyek masih di bawah ambang baku mutu
menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.49 Tahun 1996 Lampiran II tentang
Baku Tingkat Getaran Mekanik berdasarkan dampak kerusakan. Kondisi ini analog dengan hasil
kajian AMDAL Mal Jogja Plasa pada tahun 2005. Hal itu mengingat tidak adanya kegiatan yang
menimbulkan peningkatan getaran yang signifikan.
Tabel 2.15. Baku Tingkat Getaran di Tapak Proyek dan Lingkungan Sekitar
Waktu Hasil Uji Frekuensi BML
Pengukuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jam 08.15 1,00 0,94 1,00 0,82 0,85 0,8 0,8 0,78 1,0 5 < 7,5
8 2 4
Jam 08.16 1,12 1,07 1,15 0,95 1,23 0,9 0,8 0,95 1,2 6,3 <7
5 7 3
Jam 08.17 1,21 1,26 1,36 1,00 1,10 1,1 1,0 1,10 1,4 8 <6
0 0 1
Jam 08.18 1,38 1,51 1,57 0,95 1,32 1,2 1,1 1,32 1,6 10 < 5,2
6 9 3
Jam 08.19 1,57 1,57 1,,96 1,07 1,49 1,3 1,4 1,50 1,9 12,5 < 4,8
3 1 6
Jam 08.20 1,91 1,91 1,81 1,51 1,,61 1,6 1,6 1,81 1,9 16 <4
1 1 1
Jam 08.21 1,76 1,76 1,76 1,63 1,76 1,7 1,8 1,51 1,7 20 < 3,8
6 8 6
Jam 08.22 1,88 1,73 1,88 1,88 1,73 1,8 1,8 1,41 1,5 25 < 3,2
8 8 7
Jam 08.23 1,98 1,78 1,78 1,98 1,78 1,9 1,7 1,19 1,5 31,5 <3
8 8 8
Jam 08.24 1,76 1,51 1,,51 1,76 1,51 1,7 1,5 1,00 1,5 40 <2
6 1 1
Jam 08.25 1,88 1,,57 1,57 1,26 1,26 1,5 1,2 0,94 1,2 50 <1
7 6 6
Sumber : AMDAL Mal Jogja Plasa, 2005
Keterangan :
Tapak proyek
Pola pemanfaatan ruang di lokasi rencana pembangunan Jogja Plaza Mal adalah
Kawasan Perdagangan dan Jasa. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Daerah No 2 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta Tahun 2010 s/d 2029. Kawasan
peruntukan perdagangan dan jasa adalah bagian kawasan budidaya yang didominasi oleh
fungsi perdagangan dan jasa, dengan tingkat pelayanan sesuai hierarkinya. Berdasarkan
RTRW Kota Yogyakarta tersebut, rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan
perdagangan dan jasa diarahkan sebagai pusat pertumbuhan perdagangan secara linier dan
diarahkan di sepanjang jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder. Pada Kawasan
Peruntukan Perdagangan dan Jasa, pengelola kegiatan wajib menyediakan tempat parkir
dalam halaman atau gedung. Perencanaan pintu masuk keluar gedung juga harus diperhatikan
agar tidak mengganggu sirkulasi dan keamanan berlalulintas serta memperhatikan pengaturan
jadwal waktu penyaluran (loading) barang-barang perdagangan pada kawasan yang padat
bangunan dan aktivitas.
Lokasi rencana kegiatan berbatasan dengan pola pemanfaatan ruang sempadan Sungai
Code di sebelah barat dan pola pemanfaatan ruang permukiman di sebelah selatan.
Berdasarkan RTRW Kota Yogyakarta tersebut, rencana lokasi usaha/kegiatan sudah sesuai
dengan pola pemanfaatan ruang yang telah direncanakan.
Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Kota Yogyakarta, rencana lokasi kegiatan berada
di Jalan Sudirman yang merupakan jalan kolektor sekunder. Rencana kegiatan juga berada di
sebelah timur Jalan FM. Noto yang merupakan jalan lokal. Jalan Jenderal sudirman ini
menghubungkan pusat pelayanan kota yang berada di Kecamatan Danurejan, Gedongtengen
dan Gondomanan dengan dengan sub pusat pelayanan kota di sekitar Klitren (Jalan Solo).
Sedangkan Jalan FM. Noto menghubungkan pusat pelayanan lingkungan Terban – Kota Baru.
Lokasi rencana dibangunnya Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza secara fisiografi
merupakan daerah kaki dari gunung api yang masih aktif, yaitu Gunung Merapi. Daerah ini
dicirikan oleh kemiringan lereng yang kecil, kurang dari 5 o. Di daerah ini sungai-sungai
umumnya mulai berair dan berfungsi sebagai jalur yang mengangkut hasil letusan.
Daerah penelitian terbentuk dari proses fluvio-volkanik yang menghasilkan suatu
morfologi yang hampir datar, sehingga biasa disebut sebagai dataran fluvial gunung api ( fluvio-
volcanic plain) (Anonim, 2007). Daerah penelitian termasuk hamparan aluvium yang berasal
dari material endapan Gunungapi Merapi berumur Kuarter. Material umumnya berukuran
pasir halus-kasar hingga bongkah. Material tersebut merupakan endapan lahar dan endapan
aluvium di saat air sungai pembawa material tersebut meluap melampaui tanggul sungai di
masa lampau.
Kondisi morfologi daerah penelitian dikontrol oleh keberadaan Sungai Code yang
terletak kurang lebih 100 meter di sebelah barat rencana lokasi Mal Jogja Plaza. Secara umum
Sungai Code mempunyai ciri-ciri (Anonim, 2007):
1. kemiringan dasar sungai curam, pengaruh sifat ini adalah kecepatan aliran sangat
besar dan karakteristik aliran di dominasi oleh aliran turbulensi.
2. luas daerah tangkapan sungai (catchment area) kecil, berbentuk langsing dan
memiliki sungai utama yang relatif panjang. Kondisi ini mengakibatkan waktu
tempuh air hujan mencapai hilir relatif lama.
3. Distribusi material dasar sungai terdiri dari pasir, kerikil sampai batu besar.
4. material dasar sungai terbentuk oleh endapan akibat erosi alur rusak, longsoran
tebing, bukit atau letusan gunung api pada umumnya dasar sungai bersifat unstable
and move able. Pengaruh sifat ini adalah fluktuasi dasar sungai besar, alur sungai
mudah berpindah oleh perubahan debit dan volume angkutan sedimen.
5. debit sedimen kadang-kadang tidak proposional dengan debit aliran, karena pada
alur curam ada dua fenomena angkutan sedimen yaitu angkutan sedimen individu
dan angkutan sedimen massa.
Alur Sungai Code di sekitar daerah penelitian relatif lurus. Lebar sungai sekitar 5 meter
dengan kedalaman air sekitar 40 cm. Alur sungai ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk aktivitas penambangan pasir dan batu. Kondisi tersebut mengakibatkan terdapat
cekungan-cekungan pada dasar sungai. Pada umumnya tebing sungai telah mengalami
pentaludan. Kondisi talud pada beberapa titik terdapat kerusakan berupa retakan-retakan
akibat akar tanaman perdu di sekitar tebing sungai (Anonim, 2007).
Sungai Code merupakan salah satu sungai yang berhulu di Gunung Merapi.
Sebagaimana sungai-sungai lain yang berhulu di Gunung Merapi, Sungai Code berpotensi
sebagai alur aliran lahar, sehingga daerah- daerah di sekitar Sungai Code berpotensi terkena
ancaman banjir lahar. Namun dengan memperhatikan penampang di barat lokasi proyek yang
mempunyai dimensi lebar sekitar 50 meter dengan kedalaman sekitar 15 meter serta alur
sungai yang relatif lurus, maka kemungkinan banjir lahar sampai ke tapak proyek relatif kecil.
Kondisi fisiografi lokasi rencana pembangunan termasuk kondisi sangat baik, karena
merupakan daerah yang relatif datar dengan kemiringan yang relatif kecil ke arah selatan-
baratdaya. Kondisi ini memungkikan pembuangan air larian (run-off) yang sangat baik, serta
arah aliran airtanah yang sangat baik juga karena menuju ke sungai Code.
2.2.1.6 Hidrologi
Lokasi rencana pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza berada di daerah
antara aliran Sungai Code dengan Sungai Gajahwong dan berada pada salah satu teras Sungai
Code. Sungai ini bermata air di lereng Gunung Merapi, sehingga debit sungai dipengaruhi oleh
hujan yang jatuh di lereng Merapi. Sungai Code mempunyai debit rata-rata bulanan 0,54 m 3/
detik. Debit maksimum terjadi pada bulan Desember sebesar 0,85 m 3/detik, sedangkan debit
minimum terjadi pada bulan Oktober yaitu 0,25 m 3/detik.
memiliki panjang kurang lebih 8,73 km. Sepanjang Sungai Code banyak dijumpai
pemukiman penduduk yang sangat padat dan masih ditemui penduduk yang membuang
limbah domestiknya langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu (SLHD, 2010).
Hasil kualitas air permukaan Sungai Code dapat dilihat pada Tabel 2.16.
No Parameter Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Baku mutu
o
1 Suhu C 30,4 28,1 28,4 29,7 29 29,3 ± 3°suhu udara
2 pH 7,09 7,4 7,5 7,23 7,32 7,14 6 - 8,5
3 TDS mg/L 136 110,5 107,6 262 204 191,3 1000
4 TSS mg/L 36 100* 112* 14 15 148* 50
5 DO mg/L 6,5 6,5 6,73 5,06 7,16 6,95 5
6 BOD mg/L 18* 14* 11* 72* 8* 19* 3
7 Zn mg/L 0,19* - - 0,04 0,03 0,11* 0,05
8 COD mg/L 30* 20 14 80* 10 24 25
9 Sianida mg/L 0,018 0,009 0,004 0,004 0,003 0,009 0,02
10 Fluorida mg/L 0,2 0,46 0,56 1,87* 0,003 - 1,5
11 NO2-N mg/L 0,067* 0,03 0,026 0,146* 0,069* 0,026 0,06
Sumber : SLHD Kota Yogyakarta, 2010
Keterangan
Baku mutu mengacu pada Peraturan Gurbenur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air
di Provinsi DIY.
(-) tidak ada data
*) melebihi baku mutu
Status lingkungan kualitas air permukaan dilokasi sekitar tapak proyek ditentukan
dengan menggunakan metode indeks pencemaran yang ditentukan dengan nilai PI j.
Evaluasi nilai PIj adalah :
0 ≤ PIj ≤ 1,0 : memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1< PIj ≤ 5,0 : cemar ringan
5 < PIj ≤ 10 : cemar sedang
PIj > 10 : cemar berat
Sesuai dengan penentuan indeks pencemaran maka nilai PIj pada tahun 2010
dapat dilihat pada Tabel 2.17 yang menunjukkan bahwa Sungai Code memiliki status
cemaran ringan hingga cemaran sedang.
Keterangan:
C = data laboratorium
L = baku mutu
Berdasarkan hasil analisis kualitas air tanah untuk parameter fisika dan kimia,
semua lokasi pengambilan sampel masih di bawah baku mutu. Sedangkan untuk
paramater biologi, data pengambilan sampel diperoleh dari Puskemas Gondokusuman II
(2011) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.19. hasil analisis menunjukkan bahwa 60%
dari total sampel memiliki kualitas air bersih untuk parameter biologi melebihi baku mutu
atau tidak memenuhi syarat untuk air bersih dan hanya 40% dari total sampel yang
dibawah baku mutu atau memenuhi syarat untuk kualitas air bersih.
Tabel 2.19. Hasil Pemeriksaan Kualitas air bersih di Sekitar Puskemas Gondokusuman II
Kualitas
No Lokasi Sampel Jumlah sampel
MS TMS Keterangan
1 TPM 2 2 SGL
2 TTU 19 12 7 SGL
3 Masyarakat 9 9 SGL
30 12 18 SGL
40% 60%
Sumber : Puskemas Gondokusuman II, 2011
Keterangan :
TPM : tempat pengelolaan makanan
TTU : tempat-tempat umum
SGL : Sumur Gali
MS : memenuhi syarat
TMS: tidak memenuhi syarat
2.2.1.7 Geologi dan Tanah
2.2.1.8 Transportasi
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami
pertumbuhan pesat. Sebutan sebagai kota pelajar dan budaya karena mempunyai banyak
institusi pendidikan dan lokasi wisata menjadikan kota ini tujuan utama para pelajar dari
berbagai kota bahkan dari berbagai pulau di Indonesia yang ingin melanjutkan studi dan tujuan
bagi para wisatawan baik manca negara maupun domestik untuk berkunjung ke wilayah ini.
Hal ini membawa beberapa dampak terhadap sektor transportasi seperti overload-nya volume
lalu lintas terhadap kapasitas jalan, kemacetan di beberapa ruas jalan, kesemrawutan lalu
lintas dan lain-lain.
Saat ini, sistem transportasi intra wilayah di Kota Yogyakarta sangat didominasi oleh
penggunaan sepeda motor. Kondisi ini tidak terlepas dari konteks Kota Yogyakarta sebagai
kota pelajar dengan sarana mobilitas yang paling populer di kalangan pelajar dan mahasiswa
(bahkan karyawan, pegawai, pedagang dan masyarakat umum) adalah sepeda motor (hal ini
juga ditunjang dengan kemudahan kepemilikan sepeda motor). Selain itu, keberadaan
kendaraan tidak bermotor seperti sepeda dan becak menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari dinamika transportasi di Kota Yogyakarta.
Tingginya perkembangan dan pertumbuhan Kota Yogyakarta menyebabkan sektor
transportasi mempunyai peranan yang penting, mengingat sektor ini sangat mempengaruhi
efektivitas dan efisiensi aktivitas sosial ekonomi masyarakat perkotaan. Diantara berbagai
macam aspek transportasi, daya dukung jalan merupakan salah satu aspek yang cukup
berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi transportasi. Makin meningkatnya usaha
pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas
masyarakat dan memperlancar aktivitas ekonomi antar daerah.
Mal Jogja Plaza yang akan dibangun berada pada kawasan yang masuk kategori
kawasan komersial. Lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza berada di samping jalan
negara (Jalan Jenderal Sudirman) dan jalan kota (Jalan FM Noto/Jalan I Dewa Nyoman Oka)
Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat ruas jalan yang ada di sekitar rencana
pembangunan Mal Jogja Plaza kapasitas jalannya hampir terpakai secara penuh, yaitu Jalan
Jenderal Sudirman. Sedangkan untuk ruas jalan lainnya kondisinya masih cukup lancar, artinya
kapasitas jalan masih mampu menampung volume lalu lintas yang melalui ruas jalan tersebut.
Dengan terbatasnya kemingkinan penambahan kapasitas jalan secara fisik (pelebaran jalan),
pengaturan lalu lintas yang lebih akurat dan komprehensif sangat dibutuhkan.
Pola pergerakan lalu lintas pada kawasan disekitar rencana lokasi pembangunan Mal
Jogja Plaza sangat dipengaruhi oleh peruntukan lahan pada kawasan tersebut. Kawasan
disepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan C. Simanjuntak merupakan salah satu kawasan
tarikan arus lalu lintas di Kota Yogyakarta, dimana pada daerah tersebut banyak terdapat
sentra-sentra perdagangan/komersial serta perkantoran/bank.
Secara umum bisa digambarkan sirkulasi pergerakan lalu lintas yang melintas pada
ruas jalan disekitar lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza, yaitu pada pagi hari (yang
merupakan jam puncak pagi sekitar pukul 06.00 – 09.00 WIB) banyak pergerakan kendaraan
dari arah utara Jalan Kaliurang menuju ke arah selatan melalui Jalan C. Simanjuntak (wilayah
Kondisi tutupan vegetasi pada tapak proyek areal rencana pembangunan Mal
Jogja Plaza, sebagian besar merupakan tumbuhan strata perdu/ semak belukar dan
herba/ rumput antara lain jenis-jenis putri malu (Mimosa invisa), tembelekan
(Eupatorium odoratum), teki (Cyperus rotundus), orok-orok (Clotalaria sp.), sidagura
(Sida retusa), bunga pukul empat (Mirabilis jalapa), dan bayam duri (Amaranthus
spinosus).
Beberapa jenis pohon yang pada antara lain waru (Hibiscus tiliaceus), lamtoro
(Leucaena leucocephala), asam kranji (Pytechelobium dulce), flamboyan (Delonix
regia), awar-awar (Ficus septica), kersen (Muntingia calabura), dan jambu biji (Psidium
guajava).
Komposisi tumbuhan sebagai mana tersebut di atas, merupakan jenis-jenis
pioneer yang terdistribusi secara alami dan/ atau tersebar dengan bantuan burung dan
serangga.
Flora di sepanjang Jalan I Dewa Nyoman Oka dan Jalan Jendral Sudirman,
umumnya terdiri dari tumbuhan perindang dan tanaman hias.
2.2.2.2. Satwa liar
Badan air terdekat adalah Sungai Code yang berada di sisi barat tapak proyek.
Biota perairan yang teramati dengan mata telanjang antara lain keberadaan jenis ikan
cethul dan wader, beberapa jenis gastropoda dan cacing, serta serangga.
Lingkungan mikroorganisme merupakan jasad renik yang kasap mata, sehingga
tidak bisa digambarkan atau dijelaskan tanpa mengguna data dari hasil pengamatan
mikroskopis.
Kehidupan biota perairan yang diamati adalah organisme plankton sebagai wakil dari
kehidupan perairan (salah satu indikator biologik).
Tabel 2.21. Luas Wilayah, Jenis Kelamin dan Jumlah Penduduk, Kepadatan serta
Seks Rasio di Wilayah Studi Tahun 2010
Luas Penduduk Kepadatan
Kecamatan Kelurahan Jumlah Seks Rasio
(km2) L P (jw/km2)
Gondokusuman Kotabaru 0,72 2.070 1.705 3.775 5,24 121,41
Jumlah penduduk menurut seks ratio di Kelurahan Kotabaru sebesar 121,41 ini
berarti bahwa diantara 100 orang penduduk perempuan di Kelurahan Kotabaru tahun
2010 terdapat 121 orang penduduk laki-laki. Hal seperti ini juga dialami oleh penduduk
Kelurahan Gowongan dengan sex ratio mencapai 105 orang.
B. Komposisi Penduduk
Penduduk merupakan salah satu sumberdaya pada suatu daerah, yang berfungsi
menjadi kekuatan, namun juga sering sebagai sumber menimbulkan masalah. Sebagai
potensi sumberdaya, penduduk dilihat atau dikaji dari komposisinya seperti komposisi
menurut: tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan perubahan penduduk.
Tabel 2.22. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Di Wilayah Studi Tahun 2010
Kelurahan Kotabaru Kelurahan Terban Kelurahan Gowongan
Pendidikan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Taman Kanak-kanak 516 14.9 1.273 12.8 906 11.0
2. Sekolah Dasar 257 7.4 965 9.7 1.003 12.2
3. SMP/SLTP/sederajat 424 12.3 1.448 14.5 1.276 15.5
4. SMA/SLTA/sederajat 1.037 30.0 3.189 32.0 3.021 36.8
5. Akademi/sederajat 260 7.5 786 7.9 798 9.7
6. Perguruan Tinggi 965 27.9 2.296 23.1 1.212 14.8
Sumber: Diolah dari Monografi Kelurahan Kotabaru, Terban dan Jetis, 2010
Tabel 2.24. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi
Di Wilayah Studi Tahun 2010
C. Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk di Kota Yogyakarta berbanding lurus dengan tingkat
pertumbuhan angkatan kerja. Kondisi ini memang wajar bagi Negara yang sedang
berkembang. Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang
secara aktif melaksanakan kegiatan ekonomis. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah
penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan dan yang sedang bersekolah.
Angkatan kerja di Kota Yogyakarta pada tahun 2010 berjumlah sekitar
376.331 orang, terdiri dari 185.653 orang sedang bekerja dan 14.067 orang mencari kerja.
banyaknya lulusan sekolah menengah yang tidak melanjutkan sekolah dan kemudian
terjun ke dunia kerja di sebabkan kondisi ekonomi keluarga yang masih rendah.
Pertumbuhan angkatan kerja selain dipengaruhi struktur umur dan perekonomian
keluarga juga dipengaruhi oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Jumlah
D. Kesempatan Kerja
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau dinas yang
membidangi ketenagakerjaan Kota Yogyakarta (2010), lowongan kerja atau kesempatan
kerja yang secara transparan diumumkan di wilayah Kota Yogyakarta adalah dalam sektor
Jasa, Industri Pengolahan, Keuangan dan Asuransi, Persewaan Bangunan dan Jasa
Perusahaan, serta Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan. Jumlah pencari kerja yang
tidak disalurkan terus meningkat dari tahun ke tahun. pemerintah masih mempunyai
tanggungan pencari kerja sebanyak 14.067 orang Pada tahun 2010. Jumlah pencari kerja
hal ini akan terus meningkat dengan adanya pencari kerja tahun berikutnya. Sementara
itu pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan pencari kerja yang
ada. Kondisi ini nampaknya akan terus berkembang pada masa-masa yang akan datang
dan diperlukan perhatian dari semua pihak untuk dapat mengatasinya agar tingkat
pengangguran tidak terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dari tabel di atas terlihat bahwa status kepemilikan tanah/lahan yang ada di tiga
kelurahan boleh dikatakan sudah memiliki legalitas hukum, hal ini terlihat dari tidak
adanya tanah yang belum bersertifikat dan semuanya sudah jelas dalam kepemilikan
maupun dari sisi hak pemanfaatan/penggunaannya. Kondisi ini sekaligus menunjukkan
bahwa kesadaran masyarakat dalam aspek hukum khususnya mengenai masalah
pertanahan sudah cukup bagus, hal ini tentunya tidak lepas dari semakin tingginya nilai
ekonimis tanah dari tahun ke tahun diwilayah Kota Yogyakarta.
Penyumbang terbesar PDRB tahun 2010 adalah Sektor Jasa-jasa yang didukung
oleh sub sektor yang berasal dari Jasa Pemerintahan Umum dan Swasta. Penyumbang
terbesar kedua adalah Perdagangan, Hotel dan Restoran Penyumbang pada tahun 2008
sebesar Rp 2.205.216 juta, sedangkan tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1,64%
dan tahun 2010 mengalami peningkatan sebesae 12,68% dibandingkan dengan tahun
2009. Penyumbang terkecil PDRB Kota Yogyakarta adalah sektor pertambangan dengan
yang diikuti oleh sektor Pertanian sektor Listrik, gas dan Air. Dengan adanya Pusat
Perbelanjaan Mal Jogja Plaza akan ikut berkontribusi terhadap pendapatan daerah melalui
pengurusan ijin usaha, pajak PBB, dan ritribusi dari parkir, sampah, penggunaan air tanah,
pembuangan limbah, operasi kegiatan perdagangan, fasilitas hiburan dan operasi kuliner,
sehingga akan meningkatkan pendapataan masyarakat baik yang dapat terlibat langsung
maupun secara tidak langsung.
Dari 80 buah sarana distribusi barang yang terdapat di Kota Yogyakarta sebanyak
18,75% berada di Kecamatan Gondokusuman. Kelurahan Terban mempunyai sarana
distribusi barang lebih banyak kalau dibandingkan dengan Kelurahan Kotabaru. Mal baru
berdiri diharapkan pendistribusian barang akan semakin merata dan terjangkau oleh
masyarakat (eksternalitas positif), sedangkan eksternalitas negatif tidak hanya member-
kan kesempatan kepada segelintir distributor yang mengisi mal tersebut.
E. Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, jika tujuan pembelian produk tersebut untuk
dijual kembali/kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Kosumen mal yang
diharapakan akan berkunjung adalah orang-orang yang berpenghasilan menengah ke
atas, sehingga tidak akan menyaingi pasar yang telah ada yaitu Pasar Terban. Dengan
adanya mal ini akan memberikan eksternalitas negatif terhadap konsumen terhadap
pilihan barang apakah lebih lengkap atau kurang lengkap dibandingkan dengan yang
selama ini telah dijalankan, sedangkan eksternalitas positifnya konsumen banyak pilihan
barang dalam memenuhi kebutuhannya dengan adanya mal baru.
A. Proses Sosial
Proses sosial merupakan suatu bentuk jaringan komunikasi antara individu
dengan kelompok masyarakat dimana proses komunikasi menjadi bagian yang penting
dalam membentuk opini masyarakat dalam membangun ikatan sosial dan menjaga
Berdasarkan hasil konsultasi publik diatas sudah sangat jelas sifat keterbukaan
warga sekitar proyek dan kesadaran akan perkembangan jaman yang tidak bisa
dihindarkan dan menjadi cermin budaya Yogyakarta yang Adiluhung. Sikap dan persepsi
warga sekitar proyek akan sangat cepat berubah jika terjadi gesekan atau benturan baik
budaya maupun kepentingan sehingga dapat mempengaruhi sikap. Untuk dapat
menghindari hal tersebut maka diperlukan pendekatan sistematis dan juga komitmen dari
pemrakarsa untuk menjalankan kegiatan sesuai petunjuk teknis dan peraturan serta jika
diperlukan memberikan kompensasi yang sesuai dan layak untuk warga sekitar.
Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu hal yang menentukan kualitas
sumber daya manusia. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di sekitar wilayah
proyek, disediakan berbagai macam sumberdaya.
Tahun 2008 Provinsi DIY memperoleh penghargaan Manggala Bhakti Husada Kartika
dari Presiden yaitu sebuah penghargaan atas prestasi sebagai provinsi dengan derajad
kesehatan terbaik di Indonesia. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara
nasional sebagai ukuran derajad kesehatan suatu wilayah meliputi : (1) Umur Harapan Hidup,
(2) Angka Kematian Ibu, (3) Angka Kematian Bayi, (4) Angka Kematian Balita, dan (5) Status Gizi
Balita / bayi.
E. Status Gizi
Meskipun angka gizi buruk DIY telah jauh melampaui target nasional (15% di
tahun 2015) namun penderita gizi buruk masih juga dijumpai di wilayah DIY. Tahun 1998
sampai 2002 terdapat peningkatan prosentase balita dengan status gizi baik, namun
demikian tahun 2004 prosentase balita gizi buruk masih tetap dijumpai dengan
prosentasenya mencapai 1,14%. Angka tersebut terus menunjukkan kecenderungan
penurunan.
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi balita di Kota Yogyakarta tahun 2009
diketahui bahwa 86,08% balita dengan status gizi baik, 9,61% balita status gizi kurang,
1,04% balita status gizi buruk dan 3,27% balita dengan status gizi berlebih.
Sarana pelayanan kesehatan di Kota Yogyakarta dibedakan menjadi dua yaitu sarana
pelayanan kesehatan milik pemerintah dan milik swasta. Berdasarkan jenisnya dan jumlah
pelayanan kesehatan di Kota Yogyakarta disajikan pada tabel berikut.
Pola kunjungan rawat jalan Puskesmas dari tahun ke tahun menunjukkan pola
yang hampir sama. Beberapa catatan penting dikaitkan dengan kunjungan rawat jalan
di Puskesmas adalah munculnya berbagai penyakit tidak menular yang semakin tinggi.
Hipertensi dan alergi adalah diantara beberapa penyakit yang memperlihatkan
peningkatan signifikan dalam beberap tahun terakhir.
Berdasarkan laporan SIRS tahun 2009 dapat diketahui bahwa kunjungan rawat
jalan di Rumah Sakit juga masih didominasi oleh penyakit infeksi saluran pernafasan
dan diikuti oleh demam. Pola penyakit rawat jalan di puskesmas maupun rumah sakit
tidak jauh berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, dimana penyakit-penyakit infeksi
masih merupakan sepuluh besar penyakit yang dominan di Kota Yogyakarta.
Penyakit–penyakit yang sudah menurun seperti tuberkulosa paru dan malaria,
masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi
perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yang kurang
mendukung. Kondisi tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai penyakit
tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun lingkungn di
masyarakat. Di sisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat ini masih tetap
menjadi ancaman. Kasus DBD di Kota Yogyakarta merupakan kasus yang perlu selalu
diwaspadai karena merupakan penyakit endemis di 45 kelurahan. Angka kesakitan
DBD diperkirakan 50/100.000 penduduk.
Saat masa pancaroba, beberapa penyakit yang sering kali muncul adalah diare,
demam berdarah, dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Namun, selain beberapa
penyakit itu, di Yogyakarta sekarang juga muncul penyakit Leptospirosis yang
disebarkan melalui air kencing tikus. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota DIY,
selama tahun 2011 penyakit Leptospirosis telah menjangkiti sekitar 17 kasus
Leptospirosis di Kota Yogyakarta. Hingga awal April tahun 2011, sudah ada lima
penderita yang meninggal dunia.
Akses air bersih di Kota Yogyakarta sampai dengan data tahun 2009 adalah ledeng
24.737 (44,23%), SPT 193 (0,35%), dan SGL 30.664 (54,83%) serta lainnya 335 (0,60%).
Sedangkan kepemilikan sarana sanitasi dasar seperti jamban 92,43% dan kepemilikan IPAL
90,44%. Adapun akses air bersih untuk masing-masing kecamatan di Kota Yogyakarta pada
tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.34. Akses Air Bersih Yang Digunakan Masyarakat di Kota Yogyakarta Tahun 2009