Anda di halaman 1dari 40

KA-ANDAL

Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

2.2 LINGKUP RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL


2.2.1 Komponen Geo-Fisik-Kimia
2.2.1.1 Iklim

Komponen lingkungan hidup yang akan ditelaah antara lain: curah hujan, suhu,
kelembaban, arah dan kecepatan angin. Data iklim diperoleh dari Bagian Meteorologi TNI-AU
Adisucipto dengan periode pencatatan selama 10 tahun yaitu pada tahun 1999-2008. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa selama 10 tahun pencatatan data iklim tersebut hasil
analisisnya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi iklim daerah penelitian. Kondisi
parameter iklim yang dikumpulkan disajikan pada uraian berikut.

A. Curah Hujan
Data curah hujan dikumpulkan dengan mencatat data hujan dari stasiun penakar
hujan yang ada di wilayah studi untuk periode 10 tahun terakhir untuk mengetahui hujan
rata-rata tahunan dan tipe curah hujannya. Curah hujan menunjukkan besarnya hujan
yang terjadi di suatu wilayah studi dan diukur dalam satuan milliliter.
Penetapan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) menggunakan rasio
atau nisbah nilai Q, yaitu perbandingan antara jumlah rerata bulan kering dengan jumlah
rerata bulan basah. Persamaannya adalah sebagai berikut:

Jumlah rata rata bulan kering


Jumlah rata-rata bulan basah
Q=

Penetapan bulan kering dan bulan basah, dicari dengan menghitung adanya bulan
kering dan bulan basah setiap tahunnya, kemudian dijumlah untuk jumlah tahun
pencatatan dan kemudian dirata-ratakan. Untuk menentukan bulan disebut sebagai bulan
basah atau sebagai bulan kering, Mohr mengklasifikasikan berdasarkan curah hujan
bulannya sebagai berikut:
 Bulan basah adalah suatu bulan dimana curah hujannya lebih besar dari 100 mm,
 Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah hujannya lebih kecil dari 60 mm,
 Bulan lembab adalah suatu bulan dimana curah hujannya antara 60 - 100 mm.
Penggolongan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson mendasarkan nilai Q
disajikan pada tabel berikut.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-25


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

Tabel 2.6. Penggolongan Tipe Iklim


No Tipe Iklim Q (dalam %) Keterangan
1 A 0 – 14,3 Sangat basah
2 B 14,3 – 33,3 Basah
3 C 33,3 – 60,0 Agak basah
4 D 60,0 - 100,0 Sedang
5 E 100 - 167,0 Agak kering
6 F 167,0 – 300,0 Kering
7 G 300,0 – 700,0 Sangat kering
8 H > 700,0 Amat sangat kering
Sumber: Schmidt dan Fergusson (1951)

Data curah hujan yang dikumpulkan dari dari Bagian Meteorologi TNI AU
Adisucipto periode 1999-2008 di daerah penelitian dan sekitarnya disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 2.7. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 1999-2008
Curah Hujan (mm) Jumlah
No Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Januari 375 330 192 530 174 334 349 391 100 174 2949
2 Februari 312 440 271 456 465 159 484 309 335 346 3577
3 Maret 471 291 466 166 233 268 152 337 284 242 2910
4 April 275 2710 335 120 44 19 254 232 326 264 4579
5 Mei 88 71 9 97 130 24 1 195 40 106 752
6 Juni 29 100 84 0 14 6 106 0 39 9 387
7 Juli 50 0 30 1 0 13 123 0 3 0 220
8 Agustus 1 10 0 0 0 7 12 0 0 0 30
9 September 48 7 2 0 0 2 5 0 0 2 66
10 Oktober 102 10 212 2 29 13 128 1 53 191 741
11 Nopember 357 240 201 262 - 329 87 42 185 306 209
12 Desember 316 182 191 236 301 424 481 329 709 232 3401
Rerata / Tahun 202 366 166 156 126 133 182 153 172 156 181
Hujan Terendah 1 0 0 0 0 2 1 0 0 0 4
Hujan Tertinggi 471 2710 465 530 465 424 484 329 709 346 2710
Jumlah Bulan Basah 7 6 7 6 6 5 8 6 5 8 64
Jumlah Bulan Kering 4 4 5 5 5 7 4 6 6 4 50
Sumber: Data Sekunder, Bagian Meteorologi TNI-AU Adisucipto periode 1999-2008.

Curah hujan maksimum tercatat pada bulan April tahun 2000 (2710 mm) dan
minimum terjadi pada bulan antara Juni - September (0 mm), jumlah rata-rata curah
hujan tahunan sebesar 181 mm/tahun.
Tipe iklim di sekitar wilayah studi dengan rata-rata jumlah bulan kering 50 dan
bulan basah 64 mempunyai nilai Q sebesar 78,13% Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan
Fergusson maka daerah penelitian memiliki tipe iklim golongan D (sedang).
Selain Bagian Meteorologi TNI AU Adisucipto periode 1999-2008, curah hujan di
wilayah studi juga diukur di stasiun pengamat Tegalrejo. Data curah hujan dalam hari

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-26


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

hujan pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 2.8. Curah hujan tertinggi pada tahun 2010
terjadi pada bulan Desember dengan dengan curah hujan mencapai 654 mm dengan
jumlah hari hujan 29 hari, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli dengan
curah hujan hanya 70 mm dengan jumlah hari hujan 9 hari.

Tabel 2.8. Curah Hujan Menurut Stasiun Pengamat Hujan Di Tegalrejo Tahun 2010
No Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan (hari)
1 Januari 125 20
2 Februari 265 15
3 Maret 234 11
4 April 175 15
5 Mei 315 21
6 Juni 200 13
7 Juli 70 9
8 Agustus 124 9
9 September 450 15
10 Oktober 260 19
11 Nopember 258 19
12 Desember 654 29
Jumlah 3.130 195
Sumber : Kota Yogyakarta dalam angka, 2010

B. Suhu
Suhu udara merupakan unsur iklim yang berpengaruh terutama terhadap tekanan
udara kemudian berpengaruh pada proses evapotranspirasi. Data suhu udara
dikumpulkan dari data sekunder hasil pencatatan Stasiun Meteorologi TNI-AU Adisucipto
periode 1999-2008. Hasil analisis data sekunder suhu udara di sekitar lokasi kegiatan
disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.9. Data Suhu Udara Bulanan Tahun 1999-2008


Suhu Udara Bulanan (oC) Rerata
No Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Januari 26,0 26,2 25,4 26,5 26,6 28,8 26,6 26,4 27,0 26,3 26,6
2 Februari 26,1 26,2 26,0 26,2 26,4 26,4 26,7 26,8 27,3 25,8 26,4
3 Maret 26,2 25,4 26,2 27,1 27,0 26,6 27,3 26,6 26,6 25,7 26,5
4 April 24,8 26,3 26,9 27,1 27,8 28,1 27,3 26,5 27,0 26,8 26,9
5 Mei 26,7 27,0 27,2 27,2 26,9 27,1 27,7 26,6 27,0 26,3 27,0
6 Juni 26,1 25,5 25,3 26,2 23,9 25,9 27,4 25,6 26,4 25,6 25,8
7 Juli 25,1 25,0 25,6 25,9 24,8 26,2 26,2 24,9 25,7 24,4 25,4
8 Agustus 25,7 25,1 25,7 25,1 25,2 25,4 25,8 25,1 25,5 25,7 25,4
9 September 26,7 27,3 27,4 26,2 25,8 26,7 27,0 25,7 26,0 27,0 26,6
10 Oktober 27,3 26,9 27,0 27,5 27,1 27,5 27,3 27,5 27,5 27,5 27,3
11 Nopember 26,3 26,2 27,0 27,8 - 27,6 27,4 29,0 26,8 26,3 27,1
12 Desember 26,5 26,4 26,3 27,2 26,5 26,7 25,9 27,5 26,4 25,9 26,5
Rerata Tahunan 26,1 26,1 26,3 26,7 26,1 26,9 26,8 26,5 26,6 26,1 26,5

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-27


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

Sumber: Data Sekunder, Bagian Meteorologi TNI-AU Adisucipto.


Dari hasil data sekunder di peroleh suhu rata-rata adalah 26,5 oC. Selain dari
Bagian Meteorologi TNI AU Adisucipto periode 1999-2008, data suhu udara juga diperoleh
dari Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Kota Yogyakarta dalam angka,
2010) yang disajikan dalam Tabel 2.10. Suhu udara rata-rata tertinggi pada tahun 2010
terjadi pada bulan Desember yaitu 28,1°C dan Suhu udara rata-rata terendah pada tahun
2010 terjadi pada bulan Januari yaitu 26,7°C.

Tabel 2.10. Suhu Udara di Kota Yogyakarta Tahun 2010

No Bulan Suhu (°C)


1 Januari 26,7
2 Februari 27,2
3 Maret 27,5
4 April 27,5
5 Mei 27,6
6 Juni 27,3
7 Juli 26,9
8 Agustus 27,2
9 September 27,1
10 Oktober 27,2
11 Nopember 27,4
12 Desember 28,1
Sumber : Kota Yogyakarta dalam angka, 2010

C. Kelembaban
Data kelembaban udara dikumpulkan dari data hasil pencatatan Stasiun
Meteorologi TNI-AU Adisucipto periode tahun 1999-2008. Data kelembaban udara
disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.11. Data Kelembaban Udara Tahun 1999-2008


N Kelembaban Udara Bulanan ( % )
Bulan Rerata
o 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Januari 86 85 86 87 84 85 86 87 81 83 85
2 Februari 85 86 84 87 87 78 89 86 82 84 85
3 Maret 85 89 86 83 83 80 84 90 84 85 85
4 April 91 86 83 83 79 79 83 87 86 79 84
5 Mei 80 80 80 80 81 82 77 85 80 75 80
6 Juni 78 79 82 78 73 79 81 81 79 73 78
7 Juli 79 77 79 75 67 78 81 79 78 69 76
8 Agustus 74 72 73 73 69 74 78 - 75 69 74
9 September 72 80 75 72 70 79 78 73 73 66 77
10 Oktober 78 86 82 73 78 74 80 72 75 71 77
11 Nopember 85 86 83 80 - 81 81 72 82 81 81
12 Desember 83 83 83 84 85 85 89 83 86 81 84
Rerata Tahunan 81 75 88 79 78 80 82 81 80 76 80

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-28


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

Sumber: Data Sekunder, Bagian Meteorologi TNI-AU Adisucipto 1999-2008.


Dari data yang dikumpulkan diperoleh rata-rata kelembaban di wilayah studi
adalah 80%. Selain dari Bagian Meteorologi TNI AU Adisucipto periode 1999-2008, data
kelembaban udara juga diperoleh dari Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta
(Kota Yogyakarta dalam angka, 2010) yang disajikan dalam Tabel 2.12. Kelembaban udara
rata-rata tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada bulan Februari yaitu 84,5% dan
kelembaban udara rata-rata terendah pada tahun 2010 terjadi pada bulan September
yaitu 78%.

Tabel 2.12. Kelembaban Udara di Kota Yogyakarta Tahun 2010

No Bulan Kelembaban (%)

1 Januari 84
2 Februari 84,5
3 Maret 83
4 April 85
5 Mei 85
6 Juni 82
7 Juli 80,7
8 Agustus 80,7
9 September 78
10 Oktober 82
11 Nopember 81
12 Desember 82
Sumber : Kota Yogyakarta dalam angka, 2010

D. Arah dan kecepatan angin


Kecepatan angin diperoleh melalui pengolahan data meteorologi dari Bagian
Meteorologi TNI AU Adisucipto tahun 1999-2008. Kecepatan angin merupakan unsur iklim
yang berperan terhadap evapotranspirasi. Data angin di daerah penelitian meliputi arah
dan kecepatan angin disajikan pada Tabel 2.13.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-29


Tabel 2.13. Arah dan Kecepatan Angin (Knots) di Sekitar Wilayah Studi

Arah dan Kecepatan Angin ( Knots ) Rerata


No Bulan
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Januari SW 4 SW 4 W 3 SW 2 SW 3 SW 3 SW 4 SW 4 SW 5 SW 6 SW 3,8
2 Februari SW 4 SW 3 W 3 ES 2 SW 2 SW 1 SW 3 SW 3 SW 4 SW 5 SW 3,0
3 Maret SW 3 SW 4 W 2 ES 2 SW 2 SW 3 SW 3 SW 4 SW 5 SW 4 SW 3,2
4 April SW 4 SW 3 S 2 SW 2 S 2 ES 2 SW 4 SW 4 SW 3 ES 4 SW 3,0
5 Mei S 3 S 3 S 2 SW 2 S 2 SW 3 ES 3 ES 2 ES 4 S 3 S 2,7
6 Juni SW 3 SW 3 S 2 SW 2 S 1 SW 2 S 3 ES 3 S 4 SW 3 SW 2,3
7 Juli S 3 SW 3 S 2 SW 2 SW 1 SW 3 S 4 S 3 SW 4 SW 3 SW 2,8
8 Agustus SW 3 S 2 W 2 SW 2 SW 1 ES 3 SW 3 SW - SW 5 S 4 SW 2,5
9 September SW 4 SW 3 S 3 SW 3 SW 3 S 4 S 4 SW 5 S 6 S 5 SW/S 4,0
10 Oktober SW 4 W 3 SW 2 SW 3 SW 3 SW 4 SW 4 SW 5 S 6 S 5 SW 3,9
11 Nopember SW 4 W 3 SW 2 SW 3 - - SW 3 S 4 SW 5 S 5 SW 4 SW 3,3
12 Desember SW 4 SW 4 W 3 SW 2 SW 4 SW 3 SW 3 SW 4 SW 5 SW 5 SW 3,7
Rerata Tahunan SW 3, SW 3, S 2, SW 2, SW 2, SW 2, SW 3, SW 3, SW 4, SW 4, SW 2,97
6 2 3 3 0 8 5 0 7 6
Sumber: Data Sekunder, Bagian Meteorologi TNI-AU Adisucipto 1999-2008.
Keterangan:
SW : South West
S : South
ES : East South

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-30


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

Gambar 2.7. Windrose di Sekitar Lokasi Kegiatan

Berdasarkan data dari Bagian Meteorologi TNI AU Adisucipto tahun 1999-2008


arah angin dominan berasal dari Barat Daya (SW), sedangkan rata-rata kecepatan di
sekitar wilayah studi adalah 2,97 knots.

2.2.1.2 Kualitas Udara dan Kebisingan

A. Kualitas Udara
Kecenderungan kualitas udara di Kota Yogyakarta mengalami penurunan
setiap tahun terutama pada jalan-jalan protokol yang padat lalu lintas dan pada batas-
batas kota yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan propinsi lain. Kualitas udara
di sekitar tapak proyek diperoleh dari SLHD Kota Yogyakarta tahun 2010 dan disajikan
pada Tabel 2.14. Terlihat bahwa kondisi kualitas udara di wilayah studi masih di bawah
baku mutu.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-31


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

Tabel 2.14. Kualitas Udara Ambien di Dekat Lokasi Kegiatan


N Parameter Satuan Lama pengukuran Hasil pengukuran Baku Mutu*
o
1 SO2 µg/Nm3 1 jam 809 900
2 CO µg/Nm3 1 jam 76.201 30.000
3 NO2 µg/Nm3 1 jam 51,7 400
4 TSP µg/Nm3 24 jam 125 230
5 Pb µg/Nm3 24 jam 0,247 2
Keterangan :
* Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.153 tahun 2002 tentang Baku Mutu
Udara Ambien Daerah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

B. Kebisingan
Kondisi lingkungan di sekitar tapak proyek merupakan daerah yang padat akan
kendaraan lalulintas. Berdasarkan data AMDAL Mal Jogja Plasa tahun 2005, pengukuran
tingkat kebisingan di tapak proyek pada tahun 2002 sekitar 61-67 dBA. Sasongko (2000)
mengatakan bahwa, kondisi dengan aktivitas lalulintas yang padat memiliki tingkat
kebisingan sekitar 70 dBA. Tingkat kebisingan di tapak proyek masih berada dibawah baku
mutu untuk lokasi perdagangan menurut Keputusan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta No. 176 Tahun 2003 tentang Baku Tingkat Getaran, Kebisingan dan Kebauan di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2.2.1.3 Getaran

Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap
suatu titik acuan. Ada tiga jenis getaran yang dikenal yaitu getaran mekanik, getaran kejut dan
getaran seismik. Getaran mekanik yaitu getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat.
Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan
manusia.
Acuan yang digunakan untuk parameter getaran dalam studi AMDAL ini, adalah
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-49/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Getaran. Kondisi rona lingkungan di tapak proyek masih di bawah ambang baku mutu
menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.49 Tahun 1996 Lampiran II tentang
Baku Tingkat Getaran Mekanik berdasarkan dampak kerusakan. Kondisi ini analog dengan hasil
kajian AMDAL Mal Jogja Plasa pada tahun 2005. Hal itu mengingat tidak adanya kegiatan yang
menimbulkan peningkatan getaran yang signifikan.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-32


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

Tabel 2.15. Baku Tingkat Getaran di Tapak Proyek dan Lingkungan Sekitar
Waktu Hasil Uji Frekuensi BML
Pengukuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jam 08.15 1,00 0,94 1,00 0,82 0,85 0,8 0,8 0,78 1,0 5 < 7,5
8 2 4
Jam 08.16 1,12 1,07 1,15 0,95 1,23 0,9 0,8 0,95 1,2 6,3 <7
5 7 3
Jam 08.17 1,21 1,26 1,36 1,00 1,10 1,1 1,0 1,10 1,4 8 <6
0 0 1
Jam 08.18 1,38 1,51 1,57 0,95 1,32 1,2 1,1 1,32 1,6 10 < 5,2
6 9 3
Jam 08.19 1,57 1,57 1,,96 1,07 1,49 1,3 1,4 1,50 1,9 12,5 < 4,8
3 1 6
Jam 08.20 1,91 1,91 1,81 1,51 1,,61 1,6 1,6 1,81 1,9 16 <4
1 1 1
Jam 08.21 1,76 1,76 1,76 1,63 1,76 1,7 1,8 1,51 1,7 20 < 3,8
6 8 6
Jam 08.22 1,88 1,73 1,88 1,88 1,73 1,8 1,8 1,41 1,5 25 < 3,2
8 8 7
Jam 08.23 1,98 1,78 1,78 1,98 1,78 1,9 1,7 1,19 1,5 31,5 <3
8 8 8
Jam 08.24 1,76 1,51 1,,51 1,76 1,51 1,7 1,5 1,00 1,5 40 <2
6 1 1
Jam 08.25 1,88 1,,57 1,57 1,26 1,26 1,5 1,2 0,94 1,2 50 <1
7 6 6
Sumber : AMDAL Mal Jogja Plasa, 2005

Keterangan :
Tapak proyek

2.2.1.4 Ruang dan Lahan

Pola pemanfaatan ruang di lokasi rencana pembangunan Jogja Plaza Mal adalah
Kawasan Perdagangan dan Jasa. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Daerah No 2 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Yogyakarta Tahun 2010 s/d 2029. Kawasan
peruntukan perdagangan dan jasa adalah bagian kawasan budidaya yang didominasi oleh
fungsi perdagangan dan jasa, dengan tingkat pelayanan sesuai hierarkinya. Berdasarkan
RTRW Kota Yogyakarta tersebut, rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan
perdagangan dan jasa diarahkan sebagai pusat pertumbuhan perdagangan secara linier dan
diarahkan di sepanjang jalan arteri sekunder dan kolektor sekunder. Pada Kawasan
Peruntukan Perdagangan dan Jasa, pengelola kegiatan wajib menyediakan tempat parkir
dalam halaman atau gedung. Perencanaan pintu masuk keluar gedung juga harus diperhatikan
agar tidak mengganggu sirkulasi dan keamanan berlalulintas serta memperhatikan pengaturan

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-33


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

jadwal waktu penyaluran (loading) barang-barang perdagangan pada kawasan yang padat
bangunan dan aktivitas.
Lokasi rencana kegiatan berbatasan dengan pola pemanfaatan ruang sempadan Sungai
Code di sebelah barat dan pola pemanfaatan ruang permukiman di sebelah selatan.
Berdasarkan RTRW Kota Yogyakarta tersebut, rencana lokasi usaha/kegiatan sudah sesuai
dengan pola pemanfaatan ruang yang telah direncanakan.
Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Kota Yogyakarta, rencana lokasi kegiatan berada
di Jalan Sudirman yang merupakan jalan kolektor sekunder. Rencana kegiatan juga berada di
sebelah timur Jalan FM. Noto yang merupakan jalan lokal. Jalan Jenderal sudirman ini
menghubungkan pusat pelayanan kota yang berada di Kecamatan Danurejan, Gedongtengen
dan Gondomanan dengan dengan sub pusat pelayanan kota di sekitar Klitren (Jalan Solo).
Sedangkan Jalan FM. Noto menghubungkan pusat pelayanan lingkungan Terban – Kota Baru.

2.2.1.5 Fisiografi/Bentuk Lahan

Lokasi rencana dibangunnya Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza secara fisiografi
merupakan daerah kaki dari gunung api yang masih aktif, yaitu Gunung Merapi. Daerah ini
dicirikan oleh kemiringan lereng yang kecil, kurang dari 5 o. Di daerah ini sungai-sungai
umumnya mulai berair dan berfungsi sebagai jalur yang mengangkut hasil letusan.
Daerah penelitian terbentuk dari proses fluvio-volkanik yang menghasilkan suatu
morfologi yang hampir datar, sehingga biasa disebut sebagai dataran fluvial gunung api ( fluvio-
volcanic plain) (Anonim, 2007). Daerah penelitian termasuk hamparan aluvium yang berasal
dari material endapan Gunungapi Merapi berumur Kuarter. Material umumnya berukuran
pasir halus-kasar hingga bongkah. Material tersebut merupakan endapan lahar dan endapan
aluvium di saat air sungai pembawa material tersebut meluap melampaui tanggul sungai di
masa lampau.
Kondisi morfologi daerah penelitian dikontrol oleh keberadaan Sungai Code yang
terletak kurang lebih 100 meter di sebelah barat rencana lokasi Mal Jogja Plaza. Secara umum
Sungai Code mempunyai ciri-ciri (Anonim, 2007):
1. kemiringan dasar sungai curam, pengaruh sifat ini adalah kecepatan aliran sangat
besar dan karakteristik aliran di dominasi oleh aliran turbulensi.
2. luas daerah tangkapan sungai (catchment area) kecil, berbentuk langsing dan
memiliki sungai utama yang relatif panjang. Kondisi ini mengakibatkan waktu
tempuh air hujan mencapai hilir relatif lama.
3. Distribusi material dasar sungai terdiri dari pasir, kerikil sampai batu besar.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-34


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

4. material dasar sungai terbentuk oleh endapan akibat erosi alur rusak, longsoran
tebing, bukit atau letusan gunung api pada umumnya dasar sungai bersifat unstable
and move able. Pengaruh sifat ini adalah fluktuasi dasar sungai besar, alur sungai
mudah berpindah oleh perubahan debit dan volume angkutan sedimen.
5. debit sedimen kadang-kadang tidak proposional dengan debit aliran, karena pada
alur curam ada dua fenomena angkutan sedimen yaitu angkutan sedimen individu
dan angkutan sedimen massa.

Alur Sungai Code di sekitar daerah penelitian relatif lurus. Lebar sungai sekitar 5 meter
dengan kedalaman air sekitar 40 cm. Alur sungai ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk aktivitas penambangan pasir dan batu. Kondisi tersebut mengakibatkan terdapat
cekungan-cekungan pada dasar sungai. Pada umumnya tebing sungai telah mengalami
pentaludan. Kondisi talud pada beberapa titik terdapat kerusakan berupa retakan-retakan
akibat akar tanaman perdu di sekitar tebing sungai (Anonim, 2007).
Sungai Code merupakan salah satu sungai yang berhulu di Gunung Merapi.
Sebagaimana sungai-sungai lain yang berhulu di Gunung Merapi, Sungai Code berpotensi
sebagai alur aliran lahar, sehingga daerah- daerah di sekitar Sungai Code berpotensi terkena
ancaman banjir lahar. Namun dengan memperhatikan penampang di barat lokasi proyek yang
mempunyai dimensi lebar sekitar 50 meter dengan kedalaman sekitar 15 meter serta alur
sungai yang relatif lurus, maka kemungkinan banjir lahar sampai ke tapak proyek relatif kecil.
Kondisi fisiografi lokasi rencana pembangunan termasuk kondisi sangat baik, karena
merupakan daerah yang relatif datar dengan kemiringan yang relatif kecil ke arah selatan-
baratdaya. Kondisi ini memungkikan pembuangan air larian (run-off) yang sangat baik, serta
arah aliran airtanah yang sangat baik juga karena menuju ke sungai Code.

2.2.1.6 Hidrologi

Lokasi rencana pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza berada di daerah
antara aliran Sungai Code dengan Sungai Gajahwong dan berada pada salah satu teras Sungai
Code. Sungai ini bermata air di lereng Gunung Merapi, sehingga debit sungai dipengaruhi oleh
hujan yang jatuh di lereng Merapi. Sungai Code mempunyai debit rata-rata bulanan 0,54 m 3/
detik. Debit maksimum terjadi pada bulan Desember sebesar 0,85 m 3/detik, sedangkan debit
minimum terjadi pada bulan Oktober yaitu 0,25 m 3/detik.

A. Kualitas air sungai


Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) kota Yogyakarta
tahun 2009, Sungai Code merupakan sungai yang berada ditengah kota Yogyakarta dan

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-35


KA-ANDAL
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza PT. ARTA SARANA

memiliki panjang kurang lebih 8,73 km. Sepanjang Sungai Code banyak dijumpai
pemukiman penduduk yang sangat padat dan masih ditemui penduduk yang membuang
limbah domestiknya langsung ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu (SLHD, 2010).
Hasil kualitas air permukaan Sungai Code dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16. Kualitas Air Permukaan Sungai Code tahun 2010

No Parameter Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Baku mutu
o
1 Suhu C 30,4 28,1 28,4 29,7 29 29,3 ± 3°suhu udara
2 pH 7,09 7,4 7,5 7,23 7,32 7,14 6 - 8,5
3 TDS mg/L 136 110,5 107,6 262 204 191,3 1000
4 TSS mg/L 36 100* 112* 14 15 148* 50
5 DO mg/L 6,5 6,5 6,73 5,06 7,16 6,95 5
6 BOD mg/L 18* 14* 11* 72* 8* 19* 3
7 Zn mg/L 0,19* - - 0,04 0,03 0,11* 0,05
8 COD mg/L 30* 20 14 80* 10 24 25
9 Sianida mg/L 0,018 0,009 0,004 0,004 0,003 0,009 0,02
10 Fluorida mg/L 0,2 0,46 0,56 1,87* 0,003 - 1,5
11 NO2-N mg/L 0,067* 0,03 0,026 0,146* 0,069* 0,026 0,06
Sumber : SLHD Kota Yogyakarta, 2010
Keterangan
Baku mutu mengacu pada Peraturan Gurbenur DIY No. 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air
di Provinsi DIY.
(-) tidak ada data
*) melebihi baku mutu

Status lingkungan kualitas air permukaan dilokasi sekitar tapak proyek ditentukan
dengan menggunakan metode indeks pencemaran yang ditentukan dengan nilai PI j.
Evaluasi nilai PIj adalah :
0 ≤ PIj ≤ 1,0 : memenuhi baku mutu (kondisi baik)
1< PIj ≤ 5,0 : cemar ringan
5 < PIj ≤ 10 : cemar sedang
PIj > 10 : cemar berat

Sesuai dengan penentuan indeks pencemaran maka nilai PIj pada tahun 2010
dapat dilihat pada Tabel 2.17 yang menunjukkan bahwa Sungai Code memiliki status
cemaran ringan hingga cemaran sedang.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-36


Tabel 2.17 Hasil Indeks Pencemaran Air
Januari Februari Maret April Mei Juni
No Parameter
C/L C/Lbaru C/L C/Lbaru C/L C/Lbaru C/L C/Lbaru C/L C/Lbaru C/L C/Lbaru
1 Suhu 1,13 1,13 1,04 1,04 1,05 1,05 1,10 1,10 1,07 1,07 1,09 1,09
2 pH 0,13 0,13 0,12 0,12 0,20 0,20 0,02 0,02 0,06 0,06 0,09 0,09
3 TDS 0,14 0,14 0,11 0,11 0,11 0,11 0,26 0,26 0,20 0,20 0,19 0,19
4 TSS 0,72 0,72 2,00 2,51 2,24 2,75 0,28 0,28 0,30 0,30 2,96 3,36
5 DO 0,05 0,05 0,05 0,05 0,03 0,03 0,06 0,06 0,02 0,02 0,00 0,00
6 BOD 10,00 6,00 4,67 4,35 3,67 3,82 26,67 8,13 2,67 3,13 8,00 5,52
7 Zn 3,80 3,90 0,00 0,00 0,80 0,80 0,60 0,60 2,20 2,20
8 COD 0,72 0,72 0,80 0,80 0,56 0,56 2,88 2,88 0,40 0,40 0,76 0,76
9 Sianida 0,90 0,90 0,45 0,45 0,20 0,20 0,20 0,20 0,15 0,15 0,45 0,45
10 Fluorida 0,13 0,13 0,31 0,31 0,37 0,37 1,25 1,25 0,00 0,00 – –
11 NO2-N 1,12 1,24 0,50 0,50 0,43 0,43 2,43 2,93 17,97 7,27 0,43 0,43
Maks   6,00   4,35 3,82 8,13 3,13 5,52
Rata-rata   1,38   0,97 0,91 1,50 0,59 1,52
Pij 4,33 3,09 2,72 6,11 5,60 3,91
Sumber : Data Sekunder, SLHD Kota Yogyakarta 2009.

Keterangan:
C = data laboratorium
L = baku mutu

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-37


B. Kondisi Airtanah
Airtanah di daerah penelitian dikontrol oleh Sistem Akuifer Merapi (SAM) yang
tersusun atas litologi hasil rombakan batuan volkanik Merapi Muda berupa endapan tuf,
pasir, dan breksi yang terkonsolidasi lemah dengan sisipan lempung – lempung pasiran.
Formasi batuan ini dapat dibedakan menjadi dua formasi, yaitu Formasi Yogyakarta dan
Formasi Sleman (MacDonald & Partners, 1984). Formasi Sleman lebih tua dari Formasi
Yogyakarta, sehingga Formasi Sleman berada di bawah Formasi Yogyakarta. Litologi
Formasi Sleman berupa pasir, gravel, dan boulder, sedangkan material Formasi
Yogyakarta terdiri dari pasir, gravel, silt, dan lempung. Sistem Akuifer Merapi (SAM),
mempunyai topografi yang miring ke selatan, sesuai dengan topografinya yang semakin
rendah dari utara menuju ke selatan pola alirannya radial sentrifugal seperti biasa yang
terdapat pada daerah vulkan yang berbentuk kerucut (Anonim, 2007).
Dalam system akuifer Merapi, Kota Yogyakarta merupakan bagian tengah dari
sistem akuifer itu (Putra, 2011). Ketebalan akuifer Merapi cukup beragam, secara umum
semakin bertambah besar kea rah selatan. Di daerah Ngaglik, ketebalamannya mencapai
80 meter, di Kota Yogyakarta mencapai 150 meter, sementara di luar graben Yogyakarta
yang berada di selatan kota ketebalannya 45 meter (Hendrayana, 1993 dalam Putra,
2011).
Karena daerah penelitian berada pada sisi selatan Gunungapi Merapi,
menyebabkan pergerakan airtanahnya secara menyeluruh mengalir dari utara ke selatan
dengan gradien muka freatik 1 : 20 di bagian utara hingga 1 : 250 di bagian selatan. Muka
freatik airtanah terpotong oleh lembah-lembah sungai, sehingga dapat dimungkinkan
munculnya mataair. Sungai Code merupakan sungai yang berasal dari salah satu mataair
tersebut, yang bernama mataair Kletak (Anonim, 2007).
Kedalaman muka airtanah di sekitar lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza
tidak terlalu dalam, yaitu pada kedalaman 12,15 - 12,50 meter. Di sebelah utara
(Kelurahan Terban) kedalamannya 10,2 meter, di sebelah timur (Gedung perkantoran dan
pemukiman kelurahan Kotabaru) kedalamannya 11,9 meter.
Berdasarkan profil geologi sumur-sumur bor di daerah penelitian diketahui
bahwa pada umumnya sumur-sumur di daerah penelitian belum mencapai lapisan kedap
air, namun seringkali sumur-sumur ini menembus lensa-lensa lempung yang tipis. Daerah
penelitian merupakan daerah dengan tipe akuifer semi tertekan.
Kualitas airtanah/sumur di sekitar lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza
pada pengukuran tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 2.18.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-38


Tabel 2.18. Hasil Analisis Kualitas Airtanah/Sumur pada Pengukuran Tahun 2010
Lokasi
No Parametar Satuan BML
A B C
A FISIKA
1. Temperatur - Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau
2. TDS mg/l 1500 268 242 235
3. TSS mg/L 25 ttd ttd ttd
B KIMIA
1. Besi mg/l 1 0,02 0,07 0,03
2. Fluorida mg/l 1.5 0,4 0,01 0,02
3. Klorida mg/l 600 41,44 46,7 -
4. NO3 – N mg/l 10 2,9 4,7 4,1
5. NO2 – N mg/l 1 0,006 0 -
6. pH - 6.5 – 9 6,7 6,43 6,79
7. Seng mg/l 15 0,01 0,06 0,13
8. Sianida mg/l 0,1 0,006 0,009 -
9. Sulfat mg/l 400 70 51 56
Sumber : SLHD Kota Yogyakarta, 2010
Keterangan :
BML : Per. Men. Kes. RI No. 416/Men.Kes/Per/IX/90
A : Gondolayu
B : Terban
C : Kotabaru
(-) : data tidak tersedia

Berdasarkan hasil analisis kualitas air tanah untuk parameter fisika dan kimia,
semua lokasi pengambilan sampel masih di bawah baku mutu. Sedangkan untuk
paramater biologi, data pengambilan sampel diperoleh dari Puskemas Gondokusuman II
(2011) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.19. hasil analisis menunjukkan bahwa 60%
dari total sampel memiliki kualitas air bersih untuk parameter biologi melebihi baku mutu
atau tidak memenuhi syarat untuk air bersih dan hanya 40% dari total sampel yang
dibawah baku mutu atau memenuhi syarat untuk kualitas air bersih.

Tabel 2.19. Hasil Pemeriksaan Kualitas air bersih di Sekitar Puskemas Gondokusuman II
Kualitas
No Lokasi Sampel Jumlah sampel
MS TMS Keterangan
1 TPM 2 2 SGL
2 TTU 19 12 7 SGL
3 Masyarakat 9 9 SGL
30 12 18 SGL
40% 60%
Sumber : Puskemas Gondokusuman II, 2011
Keterangan :
TPM : tempat pengelolaan makanan
TTU : tempat-tempat umum
SGL : Sumur Gali
MS : memenuhi syarat
TMS: tidak memenuhi syarat
2.2.1.7 Geologi dan Tanah

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-39


Lokasi rencana pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza berada di
dataran kaki Gunung Merapi. MacDonald and Partners (1984) menyebutkan bahwa di
Yogyakarta terdapat 2 (dua) formasi batuan yaitu Formasi Sleman dan Formasi
Yogyakarta. Formasi Sleman tersingkap di utara Yogyakarta sedang di sebelah selatan,
Formasi Sleman tertutup oleh Formasi Yogyakarta. Formasi Sleman pada umumnya
lebih kasar daripada Formasi Yogyakarta. Formasi-formasi ini secara litologi dapat
dibedakan karena letak Formasi Sleman selalu di bawah Formasi Yogyakarta. Kedua
formasi ini berupa endapan geluh pasir kerikil dan kerakal yang belum mengalami
konsolidasi berumur Kuarter.
Di daerah Yogyakarta hanya dapat ditemui satu jenis tanah saja, yaitu jenis
tanah regosol kelabu sampai regosol coklat keabu-abuan. Bahan induk regosol adalah
abu dan tuf vulkanik yang berasal dari Gunungapi Merapi. Darmawidjaya (1972)
mengemukakan bahwa regosol yang bahan induknya abu vulkanik mempunyai sifat-
sifat seperti berikut:
 Solum tanah tipis hingga tebal
 Warna tanah kelabu coklat
 Tekstur pasir
 Struktur remah
 Konsistensi lepas sampai teguh
 pH 4 – 7
 porositas dan permeabilitas sedang hingga tinggi
 daya menahan air kecil
 derajat erosi peka terhadap erosi
 kandungan unsur hara cukup akan unsur P dan K yang masih segar dan belum siap
untuk diserap tanaman
 kekurangan unsur N
 produktifitas tinggi
Dames (1955) memasukkan tanah Kotamadya Yogyakarta ke dalam jenis tanah
YA2 (Grey young andesitic sand) yang merupakan hasil pelapukan material yang
dikeluarkan oleh Gunung Merapi muda yang mempunyai komposisi mineral-mineral
augit, hipersten, andesitik. Regosol mempunyai daya peresapan air hujan yang sangat
besar sehingga infiltrasi air hujan sangat besar yang akhirnya menambah airtanah.
Disamping itu mempunyai sifat airtanah yang dapat bergerak bebas dan cepat
sehingga jika ada polutan yang masuk ke dalam airtanah maka akan segera terbawa ke

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-40


daerah sekitarnya dengan cepat. Oleh karena pada saat ini kondisi lahan terbuka di
lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza banyak ditumbuhi vegetasi semak perdu,
maka run-off / limpasan airhujan mempunyai koefisien kecil atau tidak ada yang
melimpas ke luar lahan lokasi pembangunan karena seluruhnya terinfiltrasi ke dalam
tanah. Kondisi yang demikian maka parameter limpasan air hujan (run-off) atau aliran
air permukaan masih tergolong sangat baik.

2.2.1.8 Transportasi

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami
pertumbuhan pesat. Sebutan sebagai kota pelajar dan budaya karena mempunyai banyak
institusi pendidikan dan lokasi wisata menjadikan kota ini tujuan utama para pelajar dari
berbagai kota bahkan dari berbagai pulau di Indonesia yang ingin melanjutkan studi dan tujuan
bagi para wisatawan baik manca negara maupun domestik untuk berkunjung ke wilayah ini.
Hal ini membawa beberapa dampak terhadap sektor transportasi seperti overload-nya volume
lalu lintas terhadap kapasitas jalan, kemacetan di beberapa ruas jalan, kesemrawutan lalu
lintas dan lain-lain.
Saat ini, sistem transportasi intra wilayah di Kota Yogyakarta sangat didominasi oleh
penggunaan sepeda motor. Kondisi ini tidak terlepas dari konteks Kota Yogyakarta sebagai
kota pelajar dengan sarana mobilitas yang paling populer di kalangan pelajar dan mahasiswa
(bahkan karyawan, pegawai, pedagang dan masyarakat umum) adalah sepeda motor (hal ini
juga ditunjang dengan kemudahan kepemilikan sepeda motor). Selain itu, keberadaan
kendaraan tidak bermotor seperti sepeda dan becak menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari dinamika transportasi di Kota Yogyakarta.
Tingginya perkembangan dan pertumbuhan Kota Yogyakarta menyebabkan sektor
transportasi mempunyai peranan yang penting, mengingat sektor ini sangat mempengaruhi
efektivitas dan efisiensi aktivitas sosial ekonomi masyarakat perkotaan. Diantara berbagai
macam aspek transportasi, daya dukung jalan merupakan salah satu aspek yang cukup
berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi transportasi. Makin meningkatnya usaha
pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan mobilitas
masyarakat dan memperlancar aktivitas ekonomi antar daerah.
Mal Jogja Plaza yang akan dibangun berada pada kawasan yang masuk kategori
kawasan komersial. Lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza berada di samping jalan
negara (Jalan Jenderal Sudirman) dan jalan kota (Jalan FM Noto/Jalan I Dewa Nyoman Oka)

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-41


dan berada pada area simpang antara Jalan Jenderal Sudirman – Jalan Cornel Simanjuntak
yang merupakan simpang bersinyal dan simpang antara Jalan Jenderal Sudirman – Jalan
Sunaryo/Jalan I Dewa Nyoman Oka yang merupakan simpang tidak bersinyal. Volume lalu
lintas yang melintas pada ruas jalan yang berada disekitar lokasi rencana pembangunan Mal
Jogja Plaza cukup tinggi, hal ini mengingat ruas-ruas jalan tersebut termasuk kategori jaringan
jalan utama bagi mobilitas masyarakat di Kota Yogyakarta. Kondisi lalu lintas yang ada tersebut
harus ditangani dengan baik mengingat bangunan yang direncanakan merupakan pusat
perdagangan yang pastinya akan menjadi tarikan dan bangkitan lalu lintas pada daerah
sekitarnya.
Disekitar area rencana pembangunan Mal Jogja Plaza terdapat beberapa jenis aktifitas
yang beragam, disebelah selatan terdapat aktifitas pendidikan (SMU Stella Duce), disisi barat
terdapat aktifitas perdagangan (penjual ban dan velg mobil), disisi timur terdapat aktifitas
perkantoran dan perdagangan (bank dan store) serta disisi utara terdapat aktifitas
perdagangan. Pola guna lahan yang beragam disekitar lokasi rencana pembangunan Mal Jogja
Plaza sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola pergerakan lalu lintasnya, seperti peak
hours atau jam-jam puncak yang terjadi (untuk guna lahan sebagai tempat pendidikan pada
jam berangkat dan pulang sekolah akan berpotensi menyebabkan ganggunan lalu lintas, untuk
guna lahan sebagai perkantoran jam berangkat, istirahat dan pulang kantor akan berpotensi
menyebabkan gangguan lalu lintas, sedangkan untuk tempat perdagangan relatif berbeda jam
puncaknya antara aktifitas perdagangan yang satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis
barang yang dijual).
Pola pergerakan lalu lintas di sekitar lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza
harus teridentifikasi dengan cermat. Hal ini penting, mengingat pola peruntukan lahan sangat
mempengaruhi pola pergerakan lalu lintas. Dengan identifikasi yang baik terhadap pola
pergerakan lalu lintas akan memudahkan dalam menetapkan strategi penanganan atau
manajemen lalu lintas pada daerah tersebut.
Kondisi lalu lintas pada ruas jalan yang berada disekitar lokasi rencana pembangunan
Mal Jogja Plaza disajikan dalam tabel berikut.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-42


Tabel 2.20. Kondisi Lalu Lintas Pada Ruas Jalan di Sekitar Lokasi
Rencana Pembangunan Mal Jogja Plaza
Panjang Lebar Volume
Nama Jalan Fungsi Status VCR
(m) (m) (kend/hari)
Cik Ditiro KS K 750 13,0 68.620 0,69
Kahar Muzakkir L K 273 8,0 - -
C. Simanjuntak AS P 945 9,0 23.003 0,27
Jenderal Sudirman KS N 1.440 13,0 71.932 0,95
Jenderal Sudirman (barat) KS N 1.440 13,0 71.932 0,99
Suroto KS K 420 9,0 85.799 0,58
Sabirin L K 369 6,0 - -
Suhartono L K 163 6,0 - -
Supadi L K 284 8,0 - -
Hadi Darsono L K 160 6,0 - -
Sajiono L K 241 11,0 - -
Juwadi L K 460 8,0 - -
Serma Taruna Roully L K - - - -
Yos Sudarso KS K 654 10,0 30.330 -
Faridan M. Noto L K 432 12,0 - -
Sunaryo L K 235 7,0 - -
I Dewa Nyoman Oka L K 630 13,0 - -
Ahmad Jazuli L K 494 7,0 - -
Abu Bakar Ali KS K 908 12,0 63.254 0,63
Kleringan L K 309 7,0 - -
Pangeran Mangkubumi KS K 1.480 7,0 25.707 0,36
Sumber: Dishub Kota Yogyakarta, 2009

Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat ruas jalan yang ada di sekitar rencana
pembangunan Mal Jogja Plaza kapasitas jalannya hampir terpakai secara penuh, yaitu Jalan
Jenderal Sudirman. Sedangkan untuk ruas jalan lainnya kondisinya masih cukup lancar, artinya
kapasitas jalan masih mampu menampung volume lalu lintas yang melalui ruas jalan tersebut.
Dengan terbatasnya kemingkinan penambahan kapasitas jalan secara fisik (pelebaran jalan),
pengaturan lalu lintas yang lebih akurat dan komprehensif sangat dibutuhkan.
Pola pergerakan lalu lintas pada kawasan disekitar rencana lokasi pembangunan Mal
Jogja Plaza sangat dipengaruhi oleh peruntukan lahan pada kawasan tersebut. Kawasan
disepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan C. Simanjuntak merupakan salah satu kawasan
tarikan arus lalu lintas di Kota Yogyakarta, dimana pada daerah tersebut banyak terdapat
sentra-sentra perdagangan/komersial serta perkantoran/bank.
Secara umum bisa digambarkan sirkulasi pergerakan lalu lintas yang melintas pada
ruas jalan disekitar lokasi rencana pembangunan Mal Jogja Plaza, yaitu pada pagi hari (yang
merupakan jam puncak pagi sekitar pukul 06.00 – 09.00 WIB) banyak pergerakan kendaraan
dari arah utara Jalan Kaliurang menuju ke arah selatan melalui Jalan C. Simanjuntak (wilayah

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-43


utara Jalan Kaliurang pada saat ini banyak dibangun kawasan permukiman, sedangkan
kawasan perkantoran, perdagangan dan pendidikan masih banyak terdapat di kawasan Kota
Yogyakarta), Jalan Jenderal Sudirman maupun Jalan Suroto (ketiga ruas jalan tersebut
merupakan rute perjalanan masyarakat sekitar menuju ke tempat aktifitasnya). Pada siang hari
(antara pukul 12.00 – 14.00 WIB yang merupakan jam puncak siang pada Jalan Sudirman dan
Jalan C. Simanjuntak) banyak pergerakan kendaraan yang menuju/meninggalkan Jalan C.
Simanjuntak dan Jalan Jenderal Sudirman (disepanjang ruas jalan tersebut banyak terdapat
restoran atau warung makan, sehingga pada saat istirahat kantor kawasan ini menjadi tarikan
arus lalu lintas). Sedangkan jam puncak sore di ruas Jalan C. Simanjuntak, Jalan Jenderal
Sudirman dan Jalan Suroto terjadi pada sekitar pukul 16.00 – 18.00 WIB yaitu pada saat jam
pulang kerja.
Berdasarkan data dan uraian diatas, dapat digambarkan kondisi kepadatan lalu lintas
pada ruas jalan disekitar rencana lokasi pembangunan Mal Jogja Plaza yang berpotensi
menimbulkan gangguan lalu lintas berupa kemacetan lalu lintas. Aspek transportasi harus
mendapat perhatian serius dalam mengupayakan pengaturan lalu lintas yang lebih akurat.

2.2.2 Komponen Biologi


2.2.2.1 Vegetasi

Kondisi tutupan vegetasi pada tapak proyek areal rencana pembangunan Mal
Jogja Plaza, sebagian besar merupakan tumbuhan strata perdu/ semak belukar dan
herba/ rumput antara lain jenis-jenis putri malu (Mimosa invisa), tembelekan
(Eupatorium odoratum), teki (Cyperus rotundus), orok-orok (Clotalaria sp.), sidagura
(Sida retusa), bunga pukul empat (Mirabilis jalapa), dan bayam duri (Amaranthus
spinosus).
Beberapa jenis pohon yang pada antara lain waru (Hibiscus tiliaceus), lamtoro
(Leucaena leucocephala), asam kranji (Pytechelobium dulce), flamboyan (Delonix
regia), awar-awar (Ficus septica), kersen (Muntingia calabura), dan jambu biji (Psidium
guajava).
Komposisi tumbuhan sebagai mana tersebut di atas, merupakan jenis-jenis
pioneer yang terdistribusi secara alami dan/ atau tersebar dengan bantuan burung dan
serangga.
Flora di sepanjang Jalan I Dewa Nyoman Oka dan Jalan Jendral Sudirman,
umumnya terdiri dari tumbuhan perindang dan tanaman hias.
2.2.2.2. Satwa liar

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-44


Atas dasar kondisi vegetasi di dalam areal tapak proyek dan merupakan
habitat bagi beberapa jenis satwa liar, beberapa jenis burung dan serangga banyak
dijumpai di lokasi tersebut. Beberapa jenis burung tersebut antara lain walet
(Collocalia sp.), burung gereja (Passer montanus), burung layang-layang api (Hirundo
rustica), layang-layang batu (Hirundo tahitica), trotokan (Picnonotus goiavier), cinenen
(Orthomus sp.), bondol haji (Lonchura maja), bondol peking (Lonchura punctulata),
dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides); Dari kelompok serangga, antara lain
kupu-kupu (Ordo Lepidoptera), lalat (Ordo Diptera, Famili Muscidae), lalat hijau, lalat
rumah (Musca domestica), ngengat (Ordo Lepidoptera, Famili Coccinellidae), ngengat
totol putih (Ordo Lepidoptera), kepik merah (Ordo Coleoptera Famili Coccinellidae),
capung hijau kecil (Pantala sp.), capung biru kecil (Famili Aeshidae), capung oranye
(Pantala flavescent), capung ular warna hijau (Ortherum sabina), tawon (Vispatidae),
semut hitam besar (Famili Formicidae), semut hitam kecil (Famili Formicidae), laba-
laba (Famili Arachnidae), belalang (valanga sp.), belalang (Famili Tettigonidae), walang
sangit (Ordo Hemiptera), jangkrik (Famili Gryllidae), nyamuk (Famili Culicidae).

2.2.2.3. Biota perairan

Badan air terdekat adalah Sungai Code yang berada di sisi barat tapak proyek.
Biota perairan yang teramati dengan mata telanjang antara lain keberadaan jenis ikan
cethul dan wader, beberapa jenis gastropoda dan cacing, serta serangga.
Lingkungan mikroorganisme merupakan jasad renik yang kasap mata, sehingga
tidak bisa digambarkan atau dijelaskan tanpa mengguna data dari hasil pengamatan
mikroskopis.
Kehidupan biota perairan yang diamati adalah organisme plankton sebagai wakil dari
kehidupan perairan (salah satu indikator biologik).

2.2.3 Komponen Sosial


2.2.3.1 Demografi

A. Jumlah dan Kepadatan Penduduk


Kelurahan Kotabaru di Kecamatan Gondokusuman sebagai lokasi “Rencana
Pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja Plaza” merupakan lokasi proyek (on site),
sedangkan wilayah Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman dan Kelurahan

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-45


Gowongan, Kecamatan Jetis sebagai lokasi off site diprakirakan akan banyak terkena
dampak dari kegiatan rencana pembangunan tersebut.
Pada tahun 2010 Kelurahan Kotabaru dengan luas wilayah 0,72 Km 2, jumlah
kepala keluarga sebesar 1.007 KK dan jumlah penduduk sebanyak 3.775 jiwa terdiri dari
jumlah penduduk Laki-laki sebanyak 2.070 jiwa dan perempuan sebanyak 1.705 jiwa,
kepadatan penduduk aritmatik tahun 2010 sebesar 5,24 jiwa per Km 2, kalau dibandingkan
dengan kedua kelurahan yang terkena dampak, Kelurahan Kotabaru jumlah penduduk dan
kepadatannya merupakan yang terendah. Disamping itu daerah ini merupakan daerah
bisnis (perdagangan), perkantoran dan sekolahan. Gambaran lebih lengkap tentang luas
wilayah, jumlah dan kepadatan serta seks rasio penduduk disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.21. Luas Wilayah, Jenis Kelamin dan Jumlah Penduduk, Kepadatan serta
Seks Rasio di Wilayah Studi Tahun 2010
Luas Penduduk Kepadatan
Kecamatan Kelurahan Jumlah Seks Rasio
(km2) L P (jw/km2)
Gondokusuman Kotabaru 0,72 2.070 1.705 3.775 5,24 121,41

Terban 0,80 5.455 5.660 11.115 13,89 96,38

Jetis Gowongan 0,46 5.548 5.265 10.993 23,90 105,30


Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2011

Jumlah penduduk menurut seks ratio di Kelurahan Kotabaru sebesar 121,41 ini
berarti bahwa diantara 100 orang penduduk perempuan di Kelurahan Kotabaru tahun
2010 terdapat 121 orang penduduk laki-laki. Hal seperti ini juga dialami oleh penduduk
Kelurahan Gowongan dengan sex ratio mencapai 105 orang.

B. Komposisi Penduduk
Penduduk merupakan salah satu sumberdaya pada suatu daerah, yang berfungsi
menjadi kekuatan, namun juga sering sebagai sumber menimbulkan masalah. Sebagai
potensi sumberdaya, penduduk dilihat atau dikaji dari komposisinya seperti komposisi
menurut: tingkat pendidikan, mata pencaharian, dan perubahan penduduk.

1. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan


Di dalam mencari pekerjaan salah satu variabel yang juga menentukan adalah
masalah pendidikan. Tinggi rendahnya kualitas penduduk banyak ditentukan oleh
tingkat pendidikan mereka, dengan pendidikan yang tinggi akan mempertinggi juga
keterbukaan anggota masyarakat terhadap ide-ide pembangunan. Oleh karena itu

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-46


pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses pembangunan,
untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai pendidikan penduduk
disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.22. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Di Wilayah Studi Tahun 2010
Kelurahan Kotabaru Kelurahan Terban Kelurahan Gowongan
Pendidikan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Taman Kanak-kanak 516 14.9 1.273 12.8 906 11.0
2. Sekolah Dasar 257 7.4 965 9.7 1.003 12.2
3. SMP/SLTP/sederajat 424 12.3 1.448 14.5 1.276 15.5
4. SMA/SLTA/sederajat 1.037 30.0 3.189 32.0 3.021 36.8
5. Akademi/sederajat 260 7.5 786 7.9 798 9.7
6. Perguruan Tinggi 965 27.9 2.296 23.1 1.212 14.8
Sumber: Diolah dari Monografi Kelurahan Kotabaru, Terban dan Jetis, 2010

Di Kelurahan Kotabaru, Terban dan Gowongan pendidikan SLTA/sederajat


adalah sebanyak 1.037 orang, 3.189 orang dan 4.243 orang atau 30,0%, 32,0% dan
36,8%, sedangkan tamatan perguruan tinggi terbanyak di Kelurahan Kotabaru yaitu
sebanyak 965 orang atau 27,9% kalau dibandingkan dengan 2 kelurahan yang terkait.

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Matapencaharian


Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Kotabaru, Terban dan Gowongan
didominasi oleh pegawai swasta, wiraswasta/pedagang, PNS/ABRI, jasa (seperti tukang
becak, sopir, montir) dan lainnya. Komposisi mata pencaharian penduduk secara lebih
lengkap disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.23. Jumlah Penduduk Berdasarkan Matapencaharian


Di Wilayah Studi Tahun 2010
Kelurahan Kotabaru Kelurahan Terban Kelurahan Gowongan
Pendidikan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. PNS/ABRI 282 16.3 508 13.0 279 6.3
2. Swasta 495 28.6 1.902 48.6 1.848 41.7
3. Wiraswasta/pedagang 351 20.3 1.218 31.1 1.321 29.8
4. Tani - - 6 0.2 4 0.1
5. Buruh tani - - 7 0.2 - -
6. Pertukangan - - 36 0.9 4 0.1
7. Pemulung 35 2.0 - - - -
8. Pensiunan 105 6.1 232 5.9 269 6.1
9. Jasa 463 26.7 7 0.2 709 16.0
Sumber: Diolah dari Monografi Kelurahan Kotabaru, Terban dan Jetis, 2010
Berdasarkan tabel tersebut di atas nampak bahwa 28,6%, 48,6% dan 41,7%
penduduk di Kelurahan Kotabaru, Terban dan Gowongan bermatapencaharian sebagai
pegawai swasta ini tidak lepas dari banyaknya perdagangan/jasa yang berada di tiga
wilayah studi.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-47


3. Perubahan Penduduk
Perubahan penduduk pada umumnya dipengaruhi oleh proses kelahiran,
kematian, dan migrasi penduduk. Pada daerah atau wilayah yang sempit dan bersifat
statis, perubahan penduduk pada umumnya hanya dipengaruhi oleh peristiwa
kelahiran dan kematian. Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2009 adalah
284.275 jiwa dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 292.661 jiwa, dengan demikian
mengalami kenaikan sebanyak 8.386 jiwa atau sekitar 2%. Faktor penentu
pertumbuhan penduduk di wilayah Kota Yogyakarta secara umum adalah adanya
kelahiran dan migrasi masuk (datang). Diantara 3 kelurahan di wilayah studi, Kelurahan
Terban memiliki perubahan jumlah penduduk yang paling besar melakukan migrasi ke
luar (pergi/pindah). Gambaran tentang perubahan penduduk di wilayah kecamatan
studi secara lebih rinci disajikan pada Tabel 2.24.

Tabel 2.24. Jumlah Penduduk Menurut Kelahiran, Kematian, Datang dan Pergi
Di Wilayah Studi Tahun 2010

Kecamatan Kelurahan Lahir Meninggal Datang Pindah Perubahan


Gondokusuman Kotabaru 54 13 78 53 25

Terban 50 73 350 435 85

Jetis Gowongan 136 90 226 274 48


Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2011

C. Angkatan Kerja
Pertumbuhan penduduk di Kota Yogyakarta berbanding lurus dengan tingkat
pertumbuhan angkatan kerja. Kondisi ini memang wajar bagi Negara yang sedang
berkembang. Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang
secara aktif melaksanakan kegiatan ekonomis. Tidak termasuk dalam kategori ini adalah
penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan dan yang sedang bersekolah.
Angkatan kerja di Kota Yogyakarta pada tahun 2010 berjumlah sekitar
376.331 orang, terdiri dari 185.653 orang sedang bekerja dan 14.067 orang mencari kerja.
banyaknya lulusan sekolah menengah yang tidak melanjutkan sekolah dan kemudian
terjun ke dunia kerja di sebabkan kondisi ekonomi keluarga yang masih rendah.
Pertumbuhan angkatan kerja selain dipengaruhi struktur umur dan perekonomian
keluarga juga dipengaruhi oleh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Jumlah

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-48


angkatan kerja di Kelurahan Terban sebanyak 9.045 orang terdiri dari 7.591 yang bekerja
penuh, 1.971 orang bekerja tak tentu, 234 orang masih sekolah dan sebanyak 2.652 orang
sebagai Ibu Rumah Tangga. Angkatan kerja di Kelurahan Terban sebanyak 7.336 orang,
sebanyak 2.919 orang bekerja secara penuh, 410 orang bekerja tidak tentu, 1.225 orang
masih sekolah dan sebanyak 1.097 orang sebagai Ibu Rumah Tangga.

D. Kesempatan Kerja
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau dinas yang
membidangi ketenagakerjaan Kota Yogyakarta (2010), lowongan kerja atau kesempatan
kerja yang secara transparan diumumkan di wilayah Kota Yogyakarta adalah dalam sektor
Jasa, Industri Pengolahan, Keuangan dan Asuransi, Persewaan Bangunan dan Jasa
Perusahaan, serta Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan. Jumlah pencari kerja yang
tidak disalurkan terus meningkat dari tahun ke tahun. pemerintah masih mempunyai
tanggungan pencari kerja sebanyak 14.067 orang Pada tahun 2010. Jumlah pencari kerja
hal ini akan terus meningkat dengan adanya pencari kerja tahun berikutnya. Sementara
itu pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan pencari kerja yang
ada. Kondisi ini nampaknya akan terus berkembang pada masa-masa yang akan datang
dan diperlukan perhatian dari semua pihak untuk dapat mengatasinya agar tingkat
pengangguran tidak terus meningkat dari tahun ke tahun.

2.2.3.2. Sosial Ekonomi

A. Pola Kepemilikan Lahan


Berdasarkan data monografi ke tiga kelurahan yaitu Kotabaru, Terban dam
Gowongan tahun 2010 pola kepemilikan dan pemafaatan lahan yang ada di tiga kelurahan
disajikan dalam tabel berikut.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-49


Tabel 2.25. Pola Kepemilikan Lahan Di Wilayah Studi Tahun 2010
Kelurahan Kelurahan Kelurahan
Status Kepemilikan Kotabaru Terban Gowongan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Sertifikat hak milik 87 19.9 1.282 38.9 830 67.5
2. Sertifikat hak guna usaha - - - - - -
3. Sertifikat hak guna bangunan 270 61.8 206 6.3 372 30.2
4. Sertifikat hak pakai 80 18.3 160 4.9 17 1.4
5. Tanah bersertifikat - - 1.648 50.0 1 0.1
6. Tanah bersertifikat Prona - - - - 10 0.8
7. Tanah yg belum bersertifikat - - - - - -
Sumber: Diolah dari Monografi Kelurahan Kotabaru, Terban dan Jetis, 2010

Dari tabel di atas terlihat bahwa status kepemilikan tanah/lahan yang ada di tiga
kelurahan boleh dikatakan sudah memiliki legalitas hukum, hal ini terlihat dari tidak
adanya tanah yang belum bersertifikat dan semuanya sudah jelas dalam kepemilikan
maupun dari sisi hak pemanfaatan/penggunaannya. Kondisi ini sekaligus menunjukkan
bahwa kesadaran masyarakat dalam aspek hukum khususnya mengenai masalah
pertanahan sudah cukup bagus, hal ini tentunya tidak lepas dari semakin tingginya nilai
ekonimis tanah dari tahun ke tahun diwilayah Kota Yogyakarta.

B. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Kondisi perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator makro
ekonomi, antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Besarnya nilai PDRB yang
berhasil dicapai merupakan refleksi dari kemampuan daerah dalam mengelola
sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya. PDRB Kota Yogyakarta berdasarkan harga
berlaku pada tahun 2010 mencapai Rp 11.743.079 juta atau naik 8,90% dibandingkan
tahun 2009. Sementara itu apabila diperhitungkan berdasarkan harga konstan 2000, nilai
PDRB yang dicapai sebesar Rp 5.505.942 juta atau tumbuh sebesar 0,16% dibandingkan
tahun sebelumnya. Distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha secara lengkap
disajikan pada Tabel 2.26.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-50


Tabel 2.26. Produk Domestik Regional Bruto Kota Yogyakarta
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2008-2010 (Juta Rupiah)
Usaha 2008 2009 2010
29.89 30.8 32.
1. Pertanian
3 84 929
2. Penggalian 506 525 566
1.04 1.1
964.4
3. Industri Pengolahan 9.60 75.
76
8 980
215
183.8 202.
4. Listrik, Gas dan Air Bersih .19
21 338
3
948
854.8 896.
5. Bangunan .79
14 647
7
2.46 2.7
2.205
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 5.11 77.
.216
1 716
1.72 1.8
1.684
7. Pengangkutan & Komunikasi 0.32 83.
.221
3 369
1.62 1.8
1.502
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahan 8.99 00.
.387
5 227
2.59 2.9
2.381
9. Jasa-Jasa 6.83 08.
.480
1 302
11.
10.5
9.806 743
PDRB 91.2
.814 .07
62
9
Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka Tahun 2011

Penyumbang terbesar PDRB tahun 2010 adalah Sektor Jasa-jasa yang didukung
oleh sub sektor yang berasal dari Jasa Pemerintahan Umum dan Swasta. Penyumbang
terbesar kedua adalah Perdagangan, Hotel dan Restoran Penyumbang pada tahun 2008
sebesar Rp 2.205.216 juta, sedangkan tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1,64%
dan tahun 2010 mengalami peningkatan sebesae 12,68% dibandingkan dengan tahun
2009. Penyumbang terkecil PDRB Kota Yogyakarta adalah sektor pertambangan dengan
yang diikuti oleh sektor Pertanian sektor Listrik, gas dan Air. Dengan adanya Pusat
Perbelanjaan Mal Jogja Plaza akan ikut berkontribusi terhadap pendapatan daerah melalui
pengurusan ijin usaha, pajak PBB, dan ritribusi dari parkir, sampah, penggunaan air tanah,
pembuangan limbah, operasi kegiatan perdagangan, fasilitas hiburan dan operasi kuliner,
sehingga akan meningkatkan pendapataan masyarakat baik yang dapat terlibat langsung
maupun secara tidak langsung.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-51


C. Produsen
Produsen dalam ekonomi adalah organisasi/kelompok/orang yang menghasilkan
suatu barang/jasa yang mempunyai nilai pakai dan nilai guna untuk dikonsumsi oleh
konsumen. Orang yang memakai atau memanfaatkan barang dan jasa hasil produksi
untuk memenuhi kebutuhan adalah konsumen. Produsen yang akan memasok barang-
barang dagangan di mal tidak saja dari produsen besar seperti Unilever, tetapi juga
produsen kecil seperti penyediaan souvenir (pernak-pernik anak muda), produsen pakai
dan lainnya. Eksternalitas negatif produsen memperhitungkan biaya pendistribusiannya
sampai ke mal, sedangkan internal positif produsen dapat memasok barang-barangnya ke
mal tersebut, sehingga dapat bersaing di pasaran.
D. Kesempatan Berusaha (Distribusi)
Kegiatan usaha seperti berwiraswasta atau berdagang kelihatan ikut mendominasi
pula kegiatan perekonomian wilayah Kecamatan Godokusuman dan Kelurahan Kotabaru.
Berdasarkan data Dinas Perijinan Kota Yogyakarta tahun 2010 fasilitas perekonomian
seperti; toko kelontong, minimarket (toko barang kebutuhan sehari-hari), swalayan dan
supermarket di kota Yogyakarta terdapat 80 buah tersebar di 13 kecamatan, kecamatan
yang belum tersentuh dengan adanya swalayan, minimarket dan supermarket terdapat di
Kecamatan Kraton. Fasilitas perekonomian terutama untuk distribusi barang yang telah
ada di Kecamatan Godokusuman dan Jetis seperti minimarket, swalayan dan supermarket
disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.27. Sarana Distribusi Barang dan Jasa Yang Ada


Di Kecamatan Gondokusuman dan Jetis

No. Nama Kecamatan Kelurahan Usaha


1. PT. Circleka Indonesia Utama Baciro Toko barang kebutuhan
Gondokusuman sehari-hari (minimarket)
2. PT. Circleka Indonesia Utama Kotabaru Toko barang kebutuhan
Cabang Yogyakarta sehari-hari (minimarket)
3. PT. Mirota Noyan Terban Toko serba ada/ Supermarket
4. Niniek Widjajanti Kotabaru Minimarket
5. PT. Circleka Indonesia Utama Kotabaru Toko barang kebutuhan
Cabang Yogyakarta sehari-hari (minimarket)
6. PT. Lion Super Indo Terban Toko barang kebutuhan
sehari-hari (minimarket)
7. PT. Indomarco Prismatama Demangan Toko barang kebutuhan
sehari-hari (minimarket)
8. Drs. H. Anwari, SH. Terban Minimarket “DEA”
9. PT. Indomarco Prismatama Baciro Toko Kelontong (minimarket)
10. Frans Gunawan Rukmana Baciro Swalayan/ (minimarket

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-52


11. Johnny PM. Sianipar Klitren Toko barang kebutuhan
sehari-hari (minimarket)
12. PT. Hero Supermarket.Tbk. Klitren Supermarket “Giant”
13. PT. Lion Super Indo Klitren Supermarket
14. PT. Gardena Graha Klitren Supermarket dan
Departemen Store
15. PT. Matahari Putra Utama Terban Supermarket
16. R. Andi Riantoro Jetis Cokrodiningratan Minimarket
17. PT. Circleka Indonesia Utama Cokrodiningratan Minimarket
18. PT. Circleka Indonesia Utama Gowongan Minimarket 24 Jam
19. PT. Indomarco Prismatama Cokrodiningratan Toko barang kebutuhan
sehari-hari (minimarket)
Sumber: Dinas Perijinan Kota Yogyakarta, 2010

Dari 80 buah sarana distribusi barang yang terdapat di Kota Yogyakarta sebanyak
18,75% berada di Kecamatan Gondokusuman. Kelurahan Terban mempunyai sarana
distribusi barang lebih banyak kalau dibandingkan dengan Kelurahan Kotabaru. Mal baru
berdiri diharapkan pendistribusian barang akan semakin merata dan terjangkau oleh
masyarakat (eksternalitas positif), sedangkan eksternalitas negatif tidak hanya member-
kan kesempatan kepada segelintir distributor yang mengisi mal tersebut.

E. Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, jika tujuan pembelian produk tersebut untuk
dijual kembali/kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor. Kosumen mal yang
diharapakan akan berkunjung adalah orang-orang yang berpenghasilan menengah ke
atas, sehingga tidak akan menyaingi pasar yang telah ada yaitu Pasar Terban. Dengan
adanya mal ini akan memberikan eksternalitas negatif terhadap konsumen terhadap
pilihan barang apakah lebih lengkap atau kurang lengkap dibandingkan dengan yang
selama ini telah dijalankan, sedangkan eksternalitas positifnya konsumen banyak pilihan
barang dalam memenuhi kebutuhannya dengan adanya mal baru.

2.2.3.3. Sosial Budaya

A. Proses Sosial
Proses sosial merupakan suatu bentuk jaringan komunikasi antara individu
dengan kelompok masyarakat dimana proses komunikasi menjadi bagian yang penting
dalam membentuk opini masyarakat dalam membangun ikatan sosial dan menjaga

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-53


kesepakatan bersama. Di dalam kehidupan masyarakat dikenal adanya dua ujud pola
interaksi antara individu dengan karakteristik masing-masing, yaitu tipe masyarakat
paguyuban yang merupakan tipe masyarakat yang menjunjung tinggi etika dan
kebersamaan serta memegang teguh kebudayaan, norma agama, dengan semboyan
“mangan ora mangan kumpul” sebagai gambaran setia kawan dan kegotongroyongan
yang menjadi ciri masyarakat “asli” Yogyakarta dan tipe masyarakat patembayan yang
merupakan citra masyarakat individu dan masyarakat yang memegang teguh arti
kebersamaan dalam individu (Soejono Soekanto, 1970). Ujud yang ke dua tersebut
didukung oleh Leibo yang mengatakan bahwa ketetanggaan dalam masyarakat masih
memperlihatkan sifat-sifat sebagai kelompok primer yaitu kelompok yang ditandai dengan
saling kenal mengenal sesama anggota serta kerjasama yang erat dan bersifat pribadi
(Jetta Leibo, 1986). Cooley memandang bahwa konflik dan kerjasama merupakan bagian
atau tahap yang tidak terpisahkan dari suatu proses sosial di masyarakat. Pranata sosiaal
dapat dijadikan sebagai solusi untuk mewujudkan suatu kerjasama apabila terjadi konflik
dalam masyarakat, sehingga bisa tercipta kondisi yang harmonis dalam masyarakat.
Proses sosial ada dua bentuk/tipe yaitu proses/interaksi sosial yang bersifat kerjasama
dan yang bersifat pertentangan/konflik.
Dalam kaitannya dengan rencana pembangunan Pusat Perbelanjaan Mal Jogja
Plaza proses sosial yang akan diamati adalah proses sosial yang terjadi antara penduduk
asli/lokal dengan penduduk pendatang yang masuk karena adanya kegiatan mal. Banyak
aktivitas yang telah ada di sekitar Kelurahan Kotabaru saat ini seperti: perkantoran,
Mc Donal’s, dan Warung Ramiten juga terdapat beberapa lembaga pendidikan seperti,
SLTP 8, Stelladuce, SMA 6, SMA 3, Kursus Bahasa Inggris ELTI, bisnis jual beli dan reparasi
ban, perdagangan, warung makan dan sebagainya; sedikit banyak telah ikut menentukan
bentuk proses sosial yang terjadi di wilayah ini. Khusus pada lembaga pendidikan
dimungkinkan akan timbul kebiasaan baru berupa nongkrong-nongkrong di mal bagi siswa
yang notabene masih berusia remaja menginjak dewasa yang masih mencari jatidiri,
kebiasaan ini selain sudah menjadi perubahan pola perilaku akan mungkin menimbulkan
dampak konflik.
Adanya komponen kegiatan rekrutmen tenaga kerja merupakan kegiatan yang
berpotensi mempengaruhi proses sosial di lingkungan lokasi proyek,terkait dengan
peraturan tentang porsi tenaga kerja lokal dan luar lingkungan proyek, disebabkan karena
pihak pemrakarsa tentusaja memiliki hak untuk memilih pekerja sesuai dengan kebutuhan
untuk menjalankan usahanya. Ditambah, pekerja pendatangsudah tentu akan membawa

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-54


kebudayaan dan kebiasaan mereka dari daerah asal, sedikit banyak hal ini akan
mempengaruhi proses sosial dilingkungan lokasi proyek. Secara perkiraan profesional,
dimungkinkan terjadi gesekan atau benturan kebudayaan, kebiasaan dan kepentingan
antara pekerja dengan penduduk asli, jika tidak dilakukan pendekatan dan sosialisasi serta
adaptasi terencanadan bila diperlukan memberikan kompensasi kepada warga sekitar
oleh pihak pelaksana dan pemrakarsa terhadap lingkungan lokasi proyek berada.

B. Sikap dan Persepsi Masyarakat


Suatu sikap adalah potensi pendorong yang ada dalam jiwa individu untuk
bereaksi terhadap lingkungannya beserta segala hal yang ada di dalam lingkungan itu
berupa manusia lain, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda atau konsep-konsep. Menurut
Mattulada (1985: 47), walaupun sikap itu ada dalam jiwa masing-masing individu dalam
masyarakat dan seolah-olah bukan bagian dari kebudayaannya, tetapi sikap itu
terpengaruh oleh kebudayaan, artinya dipengaruhi oleh norma-norma atau konsep-
konsep nilai budaya yang dianut oleh individu bersangkutan. Sikap individu tersebut
biasanya ditentukan oleh tiga unsur, yaitu keadaan fisik individu tersebut, keadaan
jiwanya dan norma-norma serta konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Persepsi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tanggapan langsung atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Depdikbud, 1991: 759). Menurut
kamus Psikologi, persepsi yaitu proses untuk mengingat atau mengidentifikasikan sesuatu
(Drever, 1986: 338). Persepsi adalah suatu konsep yang mengacu pada persoalan
bagaimana individu menanggapi atau memberi makna dan nilai terhadap sesuatu. Jika
persepsi tersebut dikemukakan oleh banyak orang atau sekelompok orang dalam wilayah
tertentu, maka persepsi tersebut tidak lagi persepsi individual melainkan persepsi
masyarakat atau persepsi sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa persepsi
merupakan bagian dari sikap.
Keberadaan Kampung Romo Mangun yang terletak di sebelah barat rencana
pembangunan mal yang merupakan perkampungan wisata dengan kondisi perkampungan
yang terletak dibantaran Sungi Code dengan struktur rumah permanen, semi permanen,
dan rumah panggung dari papan/bambu yang dihuni oleh penduduk asli maupun
pendatang dengan sistem kontrak/kost. Dengan adanya pembangunan mal ini
kemungkinan akan bertambah ramai dan berkembang.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-55


Sikap dan persepsi masyarakat dengan adanya Rencana Pembangunan Pusat
Perbelanjaan Mal Jogja Plaza dari hasil konsultasi publik yang diadakan pada tanggal 28
September 2011 bertempat di Balai Pertemuan Gotong Royong, Kelurahan Kotabaru,
Kecamatan Godokusuman. Dihadiri oleh berapa instansi terkait dan elemen masyarakat
sekitar rencana kegiatan. Pada prinsipnya masyarakat menerima kegaiatan ini dengan
beberapa persyaratan:

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-56


a. Memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar kegiatan;
b. Dapat berperan serta dalam pembangunan di wilayah Kelurahan Kotabaru dan
Kecamatan Gondokusuman;
c. Dapat memberikan peluang kerja dan berusaha pada masyarakat sekitar;
d. Ada pengaturan lalulintas selama konstruksi dan operasional;
e. Tidak mengganggu aktivitas masyarakat sekitar kegiatan.

Berdasarkan hasil konsultasi publik diatas sudah sangat jelas sifat keterbukaan
warga sekitar proyek dan kesadaran akan perkembangan jaman yang tidak bisa
dihindarkan dan menjadi cermin budaya Yogyakarta yang Adiluhung. Sikap dan persepsi
warga sekitar proyek akan sangat cepat berubah jika terjadi gesekan atau benturan baik
budaya maupun kepentingan sehingga dapat mempengaruhi sikap. Untuk dapat
menghindari hal tersebut maka diperlukan pendekatan sistematis dan juga komitmen dari
pemrakarsa untuk menjalankan kegiatan sesuai petunjuk teknis dan peraturan serta jika
diperlukan memberikan kompensasi yang sesuai dan layak untuk warga sekitar.

2.2.4 Komponen Kesehatan Masyarakat

Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu hal yang menentukan kualitas
sumber daya manusia. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di sekitar wilayah
proyek, disediakan berbagai macam sumberdaya.

2.2.4.1. Derajat Kesehatan

Tahun 2008 Provinsi DIY memperoleh penghargaan Manggala Bhakti Husada Kartika
dari Presiden yaitu sebuah penghargaan atas prestasi sebagai provinsi dengan derajad
kesehatan terbaik di Indonesia. Indikator yang dinilai paling peka dan telah disepakati secara
nasional sebagai ukuran derajad kesehatan suatu wilayah meliputi : (1) Umur Harapan Hidup,
(2) Angka Kematian Ibu, (3) Angka Kematian Bayi, (4) Angka Kematian Balita, dan (5) Status Gizi
Balita / bayi.

A. Umur Harapan Hidup


Peningkatan umur harapan hidup di DIY merupakan yang terbaik di Indonesia
bersama dengan DKI dan Bali, namun demikian bila dibandingkan dengan negara-negara
Asia Tenggara masih tetap lebih rendah (misal Singapura). Tahun 2008, umur harapan
hidup masyarakat DIY diperkirakan telah meningkat mencapai 74,1 tahun (BPS 2009,
www.datastatistik-Indonesia.com).

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-57


Secara khusus, Umur harapan hidup di Kota Yogyakarta pada tiga tahun terakhir
mengalami peningkatan. Tahun 2006 UHH Kota Yogyakarta adalah 72,17 tahun, tahun
2007 meningkat menjadi 73,10 tahun, UHH tahun 2008 menjadi 74 tahun, dan UHH tahun
2009 menjadi 75 tahun.
Peningkatan umur harapan hidup ini dipengaruhi oleh multifaktor yang dalam hal
ini kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting didalamnya. Peran pengaruh
kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka kematian, perbaikan sistem
pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat.

B. Angka Kematian Ibu


Secara Nasional angka kematian ibu di Provinsi DIY juga tetap menempati salah
satu yang terbaik. Meskipun demikian angka yang dicapai tersebut masih relative cukup
tinggi jika dibandingkan dengan bebagai wilayah di Asia Tenggara dan dibandingkan target
McDonal’s. Adapun jumlah kematian ibu maternal di Kota Yogyakarta tahun 2009 adalah
3 orang, tahun 2008 adalah 1 orang, tahun 2007 ada 4 orang dan tahun 2006 ada 3 orang.
Angka kematian ibu pada tahun 2009 di Kota Yogyakarta adalah 61,57, angka
kematian tahun 2008 adalah 20,39, angka kematian tahun 2007 adalah 82,10 dan angka
kematian tahun 2006 adalah 61,79. Penyebab kematian ibu maternal paling banyak
disebabkan karena perdarahan pada saat persalinan.

C. Angka Kematian Bayi


Untuk Kota Yogyakarta jumlah kematian bayi pada tahun 2009 sebanyak 39 orang
dari 4.859 kelahiran hidup. Jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2008 jumlah kematian bayi adalah 28 orang dari 5032 kelahiran
hidup., tahun 2007 jumlah kematian bayi 15 orang dari 4970 kelahiran hidup dan tahun
2006 jumlah kematian bayi 37 orang dari 4835 kelahiran hidup.
Adapun angka kematian bayi tahun 2009 adalah 8, angka kematian bayi tahun
2008 adalah 5,68, angka kematian bayi tahun 2007 adalah 3,02 dan tahun 2006 angka
kematian bayi di Kota Yogyakarta adalah 7,62.

D. Angka Kematian Balita


Angka kematian balita di Kota Yogyakarta dalam 8 tahun terakhir ini jauh lebih
kecil dari angka maksimal yaitu 43/1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2009 angka
kematian balita adalah 1%, dengan jumlah kematian balita 5 orang. Pada tahun 2008 dan
2007 jumlah balita yang meninggal adalah 8 orang dimana angka kematian balita tahun
2008 adalah 1,6% dan tahun 2006 adalah 1,64%. Adapun jumlah kematian bayi dan balita
menurut kecamatan di Kabupaten/Kota Yogyakarta Tahun 2009 disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 2.28. Jumlah Kematian Bayi dan Balita Menurut Kecamatan

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-58


di Kota Yogyakarta Tahun 2009
Jumlah
Kecamatan
Lahir Hidup Jumlah Bayi Mati Jumlah Balita Mati
1. Mantrijero 469 2 0
2. Kraton 255 0 0
3. Mergangsan 431 0 0
4. Umbulharjo 618 1 0
5. Kotagede 311 3 1
6. Gondokusuman 397 0 0
7. Danurejan 244 3 3
8. Pakualaman 123 0 0
9. Gondomanan 203 1 0
10. Ngampilan 171 1 1
11. Wirobrajan 432 0 0
12. Gedongtengen 326 1 0
13. Jetis 410 0 0
14. Tegalrejo 382 3 0
Sumber: Profil Dinkes Kota Yogyakarta, 2010

E. Status Gizi
Meskipun angka gizi buruk DIY telah jauh melampaui target nasional (15% di
tahun 2015) namun penderita gizi buruk masih juga dijumpai di wilayah DIY. Tahun 1998
sampai 2002 terdapat peningkatan prosentase balita dengan status gizi baik, namun
demikian tahun 2004 prosentase balita gizi buruk masih tetap dijumpai dengan
prosentasenya mencapai 1,14%. Angka tersebut terus menunjukkan kecenderungan
penurunan.
Berdasarkan hasil pemantauan status gizi balita di Kota Yogyakarta tahun 2009
diketahui bahwa 86,08% balita dengan status gizi baik, 9,61% balita status gizi kurang,
1,04% balita status gizi buruk dan 3,27% balita dengan status gizi berlebih.

2.2.4.2. Sarana Prasara Kesehatan

Sarana pelayanan kesehatan di Kota Yogyakarta dibedakan menjadi dua yaitu sarana
pelayanan kesehatan milik pemerintah dan milik swasta. Berdasarkan jenisnya dan jumlah
pelayanan kesehatan di Kota Yogyakarta disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.29. Jenis dan Sarana Pelayanan Kesehatan


di Kota Yogyakarta Tahun 2009
No. Sarana Kesehatan Jumlah
1. Puskesmas Rawat Inap 3
2. Puskesmas Induk 15

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-59


3. Puskesmas Pembantu 11
4. Puskesmas Keliling 18
5. Rumah sakit Pemerintah 2
6. Rumah Sakit Swasta 7
7. Rumah Sakit Khusus 9
8. Rumah Bersalin 12
9. BKIA 2
10. Balai Pengobatan/Klinik 29
11. Apotik 123
12. Laboratorium Kesehatan 11
13. Toko Obat 29
14. Optik 20
15. Bidan Praktek Swasta 198
16. Dokter Praktek Berkelompok 9
17. Prakter Dokter Umum 501
18. Praktek Dokter Spesialis 402
19. Praktek Dokter Gigi 200
20. Praktek Dokter Gigi Spesialis 59
21. Perawat 708
Sumber: Profil Dinkes Kota Yogyakarta, 2010

Ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmas pada umumnya sudah baik. Jumlah


tenaga kesehatan yang ada di seluruh Puskesmas di Kabupaten/Kota Yogyakarta tahun 2009
adalah sebagai berikut :

Tabel 2.30. Jumlah Tenaga Kesehatan Seluruh Puskesmas


di Kota Yogyakarta Tahun 2009

Jenis Tenaga Tahun 2009


Medis 103
Perawat dan bidan 176
Farmasi 31
Gizi 22
Teknisi Medis 12
Sanitasi 16
Kesehatan Masyarakat 8
Sumber: Profil Dinkes Kota Yogyakarta, 2010

2.2.4.3. Pola Penyakit

Pola kunjungan rawat jalan Puskesmas dari tahun ke tahun menunjukkan pola
yang hampir sama. Beberapa catatan penting dikaitkan dengan kunjungan rawat jalan
di Puskesmas adalah munculnya berbagai penyakit tidak menular yang semakin tinggi.
Hipertensi dan alergi adalah diantara beberapa penyakit yang memperlihatkan
peningkatan signifikan dalam beberap tahun terakhir.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-60


Tabel 2.31. Sepuluh Besar Jenis Penyakit di Puskesmas
Se Kota Yogyakarta Tahun 2009

No Jenis Penyakit di Puskesmas Jumlah


1 ISPA 80796
2 Penyakit lain pada saluran pernafasan bagian atas 38764
3 Penyakit system otot dan jaringan pengikat 31569
4 Penyakit kulit alergi 13972
5 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 12617
6 Penyakit kulit infeksi 12087
7 Penyakit tekanan darah tinggi 10595
8 Diare (termasuk tersangka kolera) 8835
9 Penyakit mata lain-lain 8106
10 Gingivitis dan penyakit periodental 5354
Sumber: Profil Dinkes Kota Yogyakarta, 2010

Berdasarkan laporan SIRS tahun 2009 dapat diketahui bahwa kunjungan rawat
jalan di Rumah Sakit juga masih didominasi oleh penyakit infeksi saluran pernafasan
dan diikuti oleh demam. Pola penyakit rawat jalan di puskesmas maupun rumah sakit
tidak jauh berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, dimana penyakit-penyakit infeksi
masih merupakan sepuluh besar penyakit yang dominan di Kota Yogyakarta.
Penyakit–penyakit yang sudah menurun seperti tuberkulosa paru dan malaria,
masih memiliki potensi untuk meningkat kembali (re-emerging) mengingat kondisi
perilaku dan lingkungan (fisik, ekonomi, sosial, budaya) masyarakat yang kurang
mendukung. Kondisi tergambar dari masih belum tereliminasinya berbagai penyakit
tersebut dan masih tingginya faktor risiko baik perilaku maupun lingkungn di
masyarakat. Di sisi lain penyakit endemis seperti DBD sampai saat ini masih tetap
menjadi ancaman. Kasus DBD di Kota Yogyakarta merupakan kasus yang perlu selalu
diwaspadai karena merupakan penyakit endemis di 45 kelurahan. Angka kesakitan
DBD diperkirakan 50/100.000 penduduk.
Saat masa pancaroba, beberapa penyakit yang sering kali muncul adalah diare,
demam berdarah, dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Namun, selain beberapa
penyakit itu, di Yogyakarta sekarang juga muncul penyakit Leptospirosis yang
disebarkan melalui air kencing tikus. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota DIY,
selama tahun 2011 penyakit Leptospirosis telah menjangkiti sekitar 17 kasus
Leptospirosis di Kota Yogyakarta. Hingga awal April tahun 2011, sudah ada lima
penderita yang meninggal dunia.

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-61


Penyakit Leptospirosis disebabkan oleh kuman Lepstospirosia Sp. Kuman ini
biasanya terkandung dalam air seni atau tubuh hewan, seperti tikus, anjing, babi, kuda,
kucing, maupun domba.

2.2.4.4. Kesehatan Lingkungan

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan. HL Blum


menyatakan lingkungan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu lingkungan sehat untuk menjamin
kehidupan manusia. Lingkungan sehat yang dimaksud dalam visi Indonesia sehat 2010
adalah lingkungan yang kondusif untuk hidup sehat, bebas polusi, tersedia air bersih,
lingkungan memadai, permukiman sehat, perencanaan kawasan sehat, serta
terwujudnya kehidupan yang saling tolong menolong dengan memelihara budaya
bangsa.
Manusia membutuhkan tempat untuk tinggal dan bernaung. Seiring kemajuan
peradaban, tuntutan terhadap rumah tinggal semakin tinggi tidak hanya dari segi
keamanan dan estetika namun juga segi kesehatan. Rumah berhubungan erat dengan
kesehatan penghuninya sehingga perlu diperhatikan persyaratan sehat suatu rumah.
Rumah sehat secara umum dapat memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis,
mencegah penularan penyakit dan dapat mencegah terjadinya kecelakaan.
Berdasarkan data sekunder yang ada untuk jumlah rumah di Kota Yogyakarta
pada tahun 2009 sebanyak 91.542 rumah, dimana 52.666 rumah (57,42%) telah
dilakukan pemeriksaan kesehatan rumah. Diketahui bahwa dari 52.666 rumah yang
diperiksa pada tahun 2009 ini, 89,53% masuk dalam kategori rumah sehat. Sedangkan
untuk sebelumnya yaitu tahun 2008, persentase rumah sehat adalah 86,46% dan
tahun 2007 sebanyak 91,63%. Persentase rumah sehat di Kota Yogyakarta fluktuatif
dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan adanya perbedaan jumlah rumah yang
diperiksa untuk masing-masing tahun.
Untuk kategori rumah tangga yang ber-PHBS, hasil yang didapat masing-
masing tahunrumah tangga yang ber-PHBS di Kota Yogyakarta adalah 100% dari
jumlah rumah yang dipantau 80.674 rumah. Secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 2.32. Rumah Tangga Ber-PHBS di Kota Yogyakarta Tahun 2009

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-62


Rumah Tangga
Kecamatan
Jumlah Dipantau Ber PHBS %
1. Mantrijero 7.143 7.143 100
2. Kraton 4.590 4.590 100
3. Mergangsan 6.621 6.621 100
4. Umbulharjo 12.374 12.374 100
5. Kotagede 6.762 6.762 100
6. Gondokusuman 6.863 6.863 100
7. Danurejan 5.578 5.578 100
8. Pakualaman 2.077 2.077 100
9. Gondomanan 3.350 3.350 100
10. Ngampilan 3.844 3.844 100
11. Wirobrajan 4.523 4.523 100
12. Gedongtengen 3.487 3.487 100
13. Jetis 6.249 6.249 100
14. Tegalrejo 7.240 7.240 100

Kondisi sanitasi lingkungan diantaranya dapat ditunjukkan melalui tingkat


ketersediaan fasilitas sanitasi di lingkungan permukiman, disamping pola perilaku
masyarakat setempat. Fasilitas sanitasi yang dimaksud adalah sarana penunjang bagi
keperluan MCK seperti sumur, WC umum dan kamar mandi umum. Cakupan
kepemilikan sanitasi dasar dihitung dari jumlah KK yang memiliki dibagi jumlah KK yang
diperiksa dikalikan 100%. Adapun cakupan kepemilikan sanitasi dasar di Kota
Yogyakarta 4 tahun terakhir ini disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2.33. Cakupan Kepemilikan Sanitasi Dasar di Kota Yogyakarta Tahun


2009
Tahun
Sarana Sanitasi Dasar
2006 2007 2008 2009
1. Persediaan air bersih 98% 98,20% 100% 100%
2. Jamban 97% 93,49% 95,33% 92,43%
3. Tempat sampah 97% 98,91% 98,91% 91,77%
4. Pengelolaan air limbah 93% 95,46% 90,49% 90,44%
Sumber: Profil Dinkes Kota Yogyakarta 2010

Akses air bersih di Kota Yogyakarta sampai dengan data tahun 2009 adalah ledeng
24.737 (44,23%), SPT 193 (0,35%), dan SGL 30.664 (54,83%) serta lainnya 335 (0,60%).
Sedangkan kepemilikan sarana sanitasi dasar seperti jamban 92,43% dan kepemilikan IPAL
90,44%. Adapun akses air bersih untuk masing-masing kecamatan di Kota Yogyakarta pada
tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.34. Akses Air Bersih Yang Digunakan Masyarakat di Kota Yogyakarta Tahun 2009

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-63


Jumlah Akses Air Bersih
No Kecamatan Keluarga
Leding SPT SGL Lainnya
diperiksa
1 Matrijeron 4561 555 10 2458 -
2 Kraton 1674 222 1 255 264
3 Mergangsan 3954 2246 88 3154 -
4 Umbulharjo 5711 742 - 5512 -
5 Kotagede 5085 805 2 3890 1
6 Gondokusuman 10298 3360 4 3595 -
7 Danurejan 3742 1253 19 1896 -
8 Pakualaman 1060 936 17 776 -
9 Gondomanan 1420 861 39 520 -
10 Ngampilan 2237 1992 7 487 -
11 Wirobrajan 6851 1350 - 2274 -
12 Gedongtengen 6150 3051 3 775 -
13 Jetis 3846 4421 - 758 -
14 Tegalrejo 8900 3606 - 5224 70
Total 64454 24736 193 30664 335
Sumber: Profil Dinkes Kota Yogyakarta, 2010

Bab 2. Ruang Lingkup Studi II-64

Anda mungkin juga menyukai