Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

A. PENDAHULUAN
Berasarkan fitrahnya, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Artinya
manusia tidak dapat hidup dan berkembang dengan baik tanpa bantuan orang
lain. Hubungan manusia dengan sesama manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidup yang kompleks, yaitu mencakup kebutuhan bersifat fisik dan
psikis. Substansi hubungan manusia itu pada pokoknya adalah saling
memenuhi kebutuhan masing- masing. Ini pertanda bahwa manusia diberikan
batasan-batasan tentang perbuatan yang baik untuk keharmonisan interaksi.
Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para nabi-
Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai
hukum- hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam
menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab manusia
kepada Allah, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Oleh karena itu,
kewajiban semua orang untuk menyadarkan bahwa agama merupakan
kebutuhan umat manusia.
Untuk membahas hal tersebut yang menjadi pokok masalah dalam
tulisan ini adalah untuk menjawab “mengapa manusia membutuhkan agama”,
dengan sub pokok bahasan : Pengertian agama dan agama Islam, Agama-
agama Samawi dan Islam, Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan,
dan Latar belakang perlunya manusia beragama.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian agama
Beberapa alasan sulitnya mengartikan kata agama, sebagaimana yang
ditulis oleh A. Mukti Ali dalam buku Universalitas dan Pembangunan yang
dikutip oleh Abuddin Nata bahwa pertama, pengalaman agama adalah soal
batini, subjektif dan sangat individualis sifatnya. Kedua, orang begitu
bersemangat dan emosional dalam membicarakan agama, karena itu setiap
pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga
kata agama sulit untuk didefinisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama
dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut. 1
Senada dengan itu sukarnya mencari kata- kata yang dapat
digunakan untuk membuat definisi agama, sebagaimana ditulis oleh
Abuddin Nata yang mengutip tulisan Zakiah Daradjat bahwa karena
pengalaman agama yang subyektif, intern dan individual, dimana setiap
orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari orang lain. Di
samping itu, tampak bahwa pada umumnya orang lebih condong kepada
mengaku beragama, kendatipun ia tidak menjalankannya. 2 Beberapa
pendapat di atas perlu dikemukakan dengan tujuan agar dipahami begitu
beragamnya dan bahkan terdapat perbedaan antara seorang ahli jika
dibandingkan dengan pendapat ahli yang lainnya.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, agama berarti segenap
1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2021), 8
2
Ibid, 9

1
kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan
kewajiban- kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. 3 Agama dari
sudut bahasa (etimologi) berarti peraturan- peraturan tradisional, ajaran-
ajaran, kumpulan- kumpulan hukum yang turun temurun dan ditentukan
oleh adat kebiasaan. Kata “agama” berasal dari kata Sanskerta. Ada satu
pendapat yang mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a yang
berarti tidak, dan gam yang berarti pergi. Jadi, “agama” berarti “tidak pergi,
tetap di tempat, dan diwarisi secara turun-temurun”. Agama memang
mempunyai sifat seperti itu. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa
agama berarti teks atau kitab suci. Pada kenya- taannya, agama-agama
memang mempunyai kitab suci. Pada sisi lain, kata gam juga berarti
“tuntunan”, karena memang agama mengan- dung juga ajaran-ajaran yang
menjadi tuntunan hidup bagi para penganutnya. Arti-arti ini dapat
dipahami dengan melihat hasil yang diberikan oleh peraturan- peraturan
agama kepada moral atau materiil pemeluknya, seperti yang diakui oleh
orang yang mempunyai pengetahuan.4
Din dalam bahasa Semit berarti “undang-undang atau hukum”.
Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti “menguasai, menun
dukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan”. Agama memang mem- bawa
peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipa- tuhi orang.
Selanjutnya, agama memang menguasai diri seseorang dan membuat dia
tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menja-lankan ajaran-ajaran agama.
Lebih lanjut lagi, agama membawa kewajiban- kewajiban yang kalau tidak
dijalankan oleh seseorang, ia akan menjadi hutang baginya. Paham
kewajiban dan kepatuhan mem-bawa pula kepada paham balasan. Yang
menjalankan kewajiban dan yang patuh akan mendapat balasan baik dari
Tuhan. Yang tidak menjalankan kewajiban dan yang tidak patuh akan
mendapat balasan yang tidak baik.
Religi berasal dari bahasa Latin. Ada sejumlah ahli yang ber- pendapat
bahwa asal kata religi adalah relegere, yang mengandung arti
mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-
cara mengabdi kepada Tuhan yang tertuang dalam kitab suci yang harus
dibaca. Akan tetapi, pendapat lain menyatakan bahwa kata itu berasal dari
religare yang berarti “mengikat”. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai
sifat mengikat bagi manusia. Selanjut-nya, dalam agama terdapat pula
ikatan antara roh manusia dengan Tuhan karena dalam keberagamaan
terdapat kesediaan manusia me- ngingatkan dirinya dengan Tuhan.
Durkheim dalam bukunya Gambaran Pertama Bagi Penghidupan
Keagamaan menegaskan bahwa agama adalah alam gaib yang tidak dapat
diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal dan pikiran manusia sendiri.
Tegasnya agama adalah suatu bagian dari pengetahuan yang tidak dapat
dicapai oleh ilmu pengetahuan biasa dan tidak dapat diperoleh dengan
pikiran saja. Brunetiere berpendapat bahwa agama sebagai sesuatu yang lain
dari biasa. Menurut Ath- Thanwi dalam buku Kasyaf Isthilahat Al- Funun
disebutkan bahwa agama adalah intisari Tuhan yang mengarahkan orang-
3
WJS Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1982), 18
4
M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Pekan Baru: Amzah, 2004), 2

2
orang berakal dengan kemauan mereka sendiri untuk memperoleh
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Agama bisa digunakan untuk
menyebut agama semua nabi dan khusus untuk Islam saja. Agama
dihubungkan dengan Allah karena ia merupakan sumbernya, dihubungkan
kepada para nabi karena mereka sebagai perantara kemunculannya,
dihubungkan kepada umat karena mereka memeluk dan mematuhinya.
Terlepas dari keragaman istilah yang terkait dengan agama seperti
dijelaskan di atas, intisari keberagamaan adalah ikatan. Agama me-
ngandung arti ikatan yang mengikat dan harus dipegang dan dipatuhi oleh
manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam
kehidupan sehari-hari manusia. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang
lebih besar di luar diri manusia, yang bersifat gaib atau takdapat ditangkap
dengan pancaindera.
Oleh karena itu, agama diberi definisi sebagai berikut:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan keku- atan gaib
yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk kehidupan yang mengan- dung
pengakuan pada adanya suatu sumber kekuatan yang berada di luar diri
manusia dan yang mempengaruhi perbuatan- perbuatan manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu.
5. Suatu sistem tingkah-laku (code of conduct) yang berasal dari suatu
kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
Rasul.5
Dari beberapa definisi tersebut di atas, ada empat unsur yang menjadi
karakteristik agama sebagai beirkut: Pertama, unsur kepercayaan terhadap
kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat mengambil bentuk yang
bermacam- macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib tersebut dapat
mengambil bentuk benda- benda yang memiliki kekuatan misterius ( sakti ),
ruh atau jiwa yang terdapat pada benda- benda yang memiliki kekuatan
misterius; dewa-dewa dan Tuhan atau allah dalam istilah yang lebih khusus
dalam agama Islam. Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang

5
Abi al-Fath Muhammad bin ‘Abd al-Karim bin Abi Bakr Ahmad al- Syah-rastani, al-Milal wa al-
Nihal, Juz I (Mesir: Mustafa al-Bab al- Halabi, 1967 M/1387 H), 37-40. Rangkuman definisi ini juga
dapat dibaca dalam buku karya Harun Nasution Islam ditinjau dari berbagai aspeknya yang juga
dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2021), 14

3
utama sekali dalam paham keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Budhisme
yang asli dan beberapa agama lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu
kekuatan gaib dan cara hidup tiap- tiap manusia yang percaya pada agama
di dunia ini amat rapat hubungannya dengan kepercayaan tersebut.
Kedua, unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup di dunia ini dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan
yang baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
Hubungan baik ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan,
selalu mengingat-Nya, melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjauhi
larangan-Nya
Ketiga, unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. respon
tersebut dapat mengambil bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada
agama primitif, atau perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-
agama monoteisme. Selanjutnya respon tersebut dapat pula mengambil
bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada agama- agama
monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan cara
hidup tertentu bagi masyarakat ang bersangkutan.
Keempat, unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam
bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-
ajaran agama yang bersangkutan, tempat- tempat tertentu, peralatan untuk
menyelenggarakan upacara, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa agama adalah
ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu
generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman
hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang
di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang
selanjutnya menimbulkan respon emosional dan keyakinan bahwa
kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya hubungan yang baik
dengan kekuatan gaib tersebut.6
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa ada lima aspek yang
terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal usulnya, yaitu ada yang
berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan ada yang berasal dari
pemikiran manusia seperti agama ardhi atau agama kebudayaan. Kedua,
aspek tujuannya, yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia di
dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan
adanya kekuatan gaib, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia
ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan
kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional, dan adanya yang dianggap
suci. Keempat, aspek pemasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun
temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi lain. Kelima, aspek
sumbernya, yaitu kitab suci.

2. Agama bisa berbeda-beda


Agama juga dapat dibedakan menjadi dua kategori. Ada agama yang
dianut oleh masyarakat yang masih bersifat primitif dan ada pula yang
dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase primitif. Di antara
6
Opcit, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 15

4
bentuk agama yang terdapat dalam masyarakat primitif adalah dinamisme,
animisme, dan politeisme.
Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib
yang misterius. Dalam paham ini, benda-benda tertentu diyakini
mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh terhadap kehidupan manusia
sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat
jahat. Benda yang mempunyai kekuatan gaib baik akan disenangi dan
dipakai atau dimakan agar orang yang memakai atau memakannya
senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di
dalamnya. Benda yang mempunyai kekuatan gaib dan jahat ditakuti dan
karena itu dijauhi.
Kekuatan gaib itu tidak mengambil tempat yang tetap, tetapi
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Lebih lanjut, kekuatan gaib
itu tak dapat dilihat, yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan
pengaruhnya. Pengaruh baiknya umumnya terlihat dalam bentuk kesuburan
bagi sebidang tanah, rindangnya buah bagi sesuatu pohon, panjangnya
umur bagi seseorang, keberanian luar biasa bagi pahlawan perang, kekuatan
luar biasa bagi seekor binatang, dan sebagainya. Kalau efek-efek tersebut
telah hilang dari tanah, atau pohon, atau pun dari selainnya, maka benda
yang dianggap membawa kesuburan, umur panjang, dan sebagainya itu
berarti telah kehilangan kekuatan gaibnya, dan benda itu pun tidak dihargai
lagi.
Dalam literatur ilmiah, kekuatan gaib itu disebut “mana”, orang
Jepang menyebutnya “kami”, orang India “hari”, “sakti”, dan sebagainya,
orang Pigmi di Afrika menyebutnya, “oudah”, dan orang Indian Amerika
menyebutnya “wakan”, “orienda”, dan “maniti”.7 Dalam bahasa Indonesia
mana ini disebut tuah atau sakti. Di kalangan masyarakat Indonesia, orang
masih menghargai barang-barang yangdianggap bersakti dan bertuah,
seperti keris, batu cincin, dan lain-lain. Dengan memakai benda serupa ini,
orang menganggap dirinya akan dapat terpelihara dari penyakit,
kecelakaan, bencana, dan lain-lain. Mana yang terdapat dalam benda yang
bersangkutan dan merupakan kekuatan gaib itulah yang dianggap
memelihara manusia dari hal-hal buruk yang disebut di atas. Dalam paham
agama dinamisme, diyakini bahwa semakin bertambah mana yang diperoleh
seseorang semakin bertambah jauh pula dia dari bahaya dan bertam-bah
selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu, tujuan
beragama di sini, ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.8
Agama animisme, adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap- tiap
benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, mempunyai roh.
Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh seperti yang
dipahami oleh paham masyarakat yang lebih maju. Dalam masyarakat
primitif, roh masih tersusun dari materi yang halus sekali, yang lebih
menyerupai uap atau udara. Roh bagi mereka mempunyai rupa, misalnya
berkaki dan bertangan yang panjang- panjang, mempunyai umur dan perlu
pada makanan. Mereka bertingkah laku seperti manusia, misalnya pergi
7
Harun Nasution, Falsafat Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 23-24.
8
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Cet.V; Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1985), 10-11.

5
berburu, menari, dan menyanyi.
Terkadang roh dapat juga dilihat, walaupun ia tersusun dari materi
yang halus sekali. Roh dari benda-benda tertentu mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan manusia. Mereka menghormati dan merasa takut pada
roh dari benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat, seperti hutan
yang lebat, danau yang dalam, sungai yang arusnya deras, pohon besar lagi
rindang daunnya, gua yang gelap, dan sebagainya. Masyarakat primitif
mempersembahkan sesajen kepada roh-roh seperti ini untuk menyenangkan
hati mereka. Sesajen biasanya berupa binatang, makanan, kembang, dan
sebagainya. Bagi penganut animisme, roh nenek moyang mereka juga
menjadi objek yang ditakuti dan dihormati.
Dalam konteks agama animisme, tujuan beragama masih terbatas
pada penciptaan atau penjalinan hubungan baik dengan roh-roh yang
ditakuti dan dihormati itu dengan cara berupaya menyenangkan hati
mereka. Tindakan yang membuat mereka marah harus dijauhi karena
kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang
diyakini dapat mengontrol roh-roh tersebut, seperti halnya dalam agama
dinamisme, adalah dukun dan ahli sihir juga. Dalam masyarakat Indonesia,
bahkan yang sudah memeluk agama Islam, masih dijumpai kepercayaan
kepada roh, seperti halnya kepercayaan kepada mana. Bentuknya banyak
terlihat dalam tradisi pemberian sasajen, selamatan, kepercayaan kepada
”makhluk halus” dan lain-lain. Ritus dan tradisi seperti ini adalah bekas dan
peninggalan dari kepercayaan animistis masyarakat kita dari zaman yang
silam.9
Agama politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam
agama ini, bukan lagi roh-roh yang yang menimbulkan perasaan takjub dan
dahsyat, tapi dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui
tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa- dewa dalam politeisme mempunyai
tugas-tugas tertentu. Ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan
panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra,
dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia kuno
disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang
diberi nama Indera dalam agama India kuno, dan Donnar dalam agama
Jerman kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam
agama India kuno, dan Wotan dalam agama Jerman kuno.
Dalam politeisme, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa daripada roh-
roh. Oleh karena itu, tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya
memberi sasajen dan persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga
menyembah dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari
masyarakat yang bersangkutan.8 Dalam politeisme terdapat paham
pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa hujan dan
dewa kemarau mempunyai tugas bertentangan, dewa musim dingin dengan
dewa musim panas, dewa pembanguan dengan dewa penghancuran, dan
sebagainya. Oleh karena itu, bila berdoa, seorang penganut politeisme
(politeis) tidak memanjatkan doa hanya kepada satu dewa, tetapi juga
kepada dewa lawannya.
Ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme
9
Opcit, al- Syah-rastani, al-Milal wa al-Nihal, Juz I, 43-45

6
meningkat statusnya menjadi tiga dewa utama yang mendapat perhatian
dan pujaan yang lebih besar dari yang lain. Dari sini timbul paham dewa
tiga. Dalam ajaran agama Hindu, dewa tiga itu mengambil bentuk Brahma,
Wisnu, Syiwa; dalam agama Weda menjadi Indra, Vithra dan Varuna; dalam
agama Mesir kuno, Osioris dengan isterinya Isis dan anaknya Herus; dan
dalam agama Arab pra-Islam ketiga dewa itu adalah al-Lata, al-‘Uzza, dan
Manata.
Namun demikian, kalau dewa yang terbesar itu saja kemudian yang
dihormati dan dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, paham
demikian telah keluar dari politeisme dan meningkat kepada Henoteisme.
Henoteisme mengakui satu tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa
lain mempunyai tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung paham
Tuhan Nasional. Paham seperti ini terdapat dalam perkembangan paham
keagamaan masyarakat Yahudi. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan
menghancurkan semua dewa suku bangsa Yahudi lain, sehingga Yahweh
menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi. Paham tuhan utama dalam satu
agama ini bisa meningkat menjadi paham tuhan tunggal yang disebut
dengan monoteisme, seperti akan dijelaskan di bawah.
Agama selanjutnya adalah agama monoteisme. Dalam masyarakat
yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi dinamisme,
animisme, politeisme, dan henoteisme, tetapi agama monoteisme atau,
dalam istilah Islam disebut agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme adalah
kepercayaan kepada adanya satu tuhan, Tuhan Maha Esa, pencipta alam
semesta. Dengan demikian, perbedaan antara henoteisme dengan
monoteisme ialah bahwa pada agama yang disebut terakhir tuhan tidak lagi
merupakan tuhan nasional, tetapi tuhan internasional, 10 tuhan semua bangsa
di dunia ini, tuhan alam semesta.
Kalau dalam agama-agama sebelumnya, asal-usul manusia belum
memperoleh perhatian, dalam agama monoteisme, manusia telah diyakini
berasal dari Tuhan dan akhirnya akan kembali ke Tuhan. Oleh karena itu,
dalam agama monoteisme telah muncul kesadaran bahwa kehidupan
manusia tidak hanya terbatas pada kehidupan fisik-material di dunia ini,
tetapi akan berlanjut ke kehidupan berikutnya setelah manusia meninggal
dunia. Dalam Islam, kehidupan kedua ini biasa disebut sebagai kehidupan
akhirat. Di samping itu, dalam agama monoteisme terdapat keyakinan
monoteisme bahwa di antara kedua periode kehidupan tersebut, kehidupan
tahap kedualah yang lebih penting. Periode kehidupan pertama bersifat
sementara saja sedang yang kedua bersifat kekal. Senang atau sengsaranya
seseorang di periode kehidupan kedua nanti bergantung pada baik dan
buruknya kehidupan yang dia jalani dalam periode yang pertama. Kalau dia
hidup di sini sebagai orang-orang baik, dia akan memperoleh kesenangan di
sisi Tuhan kelak. Akan tetapi, kalau dia hidup dalam keadaan jahat, dia akan
mengalami kesengsaraan di akhirat nanti. Paham seperti ini belum jelas
terlihat dalam agama politeisme apalagi dalam agama-agama dinamisme
dan animisme.
10
Al-Imam Syekh Muh}ammad ‘Abduh, al-Qur’an al-Karim Juz ‘Amma (Mesir: Dar al Taufiqiyyah,
1978), h.124-125.

7
Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi
mencarikeselamatan hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup
kedua atau hidup spiritual. Dalam istilah agama, hal ini disebut keselamatan
dunia dan keselamatan akhirat. Jalan mencari keselamatan itu bukan lagi
dengan memperoleh sebanyak mungkin mana, seperti dalam masyarakat
dinamisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan
dewa-dewa, seperti dalam masyarakat animisme dan politeisme. Dalam
agama monoteisme, kekuatan gaib atau supernatural itu dipandang sebagai
suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat yang
menguasai suatu fenomena alam, seperti dalam paham animisme dan
politeisme. Oleh karena itu, Tuhan dalam monoteisme tidak dapat dibujuk
dengan saji-sajian. Kepada Tuhan sebagai pencipta yang mutlak, orang tidak
bisa kecuali menyerahkan diri kepada kehendak-Nya. Pada dasarnya, inilah
arti kata “islam” yang menjadi nama agama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Islam bermakna penyerahan diri seutuhnya kepada
kehendak Tuhan. Dengan penyerahan diri inilah, yaitu dengan mematuhi
perintah dan larangan-larangan Tuhan, seorang penganut agama monote
isme mencoba mencari keselamatan. Di sinilah letak perbedaan besar antara
agama-agama primitif dan agama monoteis.
Tuhan dalam paham monoteisme adalah Maha Suci dan Dia
menghendaki supaya manusia pun tetap suci. Manusia akan kembali kepada
Tuhan, dan yang dapat kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Suci hanyalah
orang-orang yang suci. Orang- orang yang kotor tidak akan diterima
kembali ke sisi Tuhan Yang Maha Suci. Orang-orang kotor akan berada di
neraka, yang berarti jauh dari Tuhan. Orang yang suci akan berada dekat
Tuhan dalam surga. Jalan untuk tetap suci adalah dengan senantiasa
berusaha mendekati dan mengingat Dia, dan tidak pernah melupakan-Nya.
Dengan senantiasa mendekati dan mengingat Tuhan, manusia tidak akan
mudah terperdaya oleh kesenangan kepada materi yang akan membawa
kepada kejahatan, tetapi justru berupaya untuk memperoleh kesenangan
abadi di akhirat. Dengan jalan demikian, manusia senantiasa diharapkan
berusaha supaya tetap mempunyai jiwa yang suci dan bersih serta berusaha
untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan jahat.11

3. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama


Pertanyaan yang seringkali diajukan dewasa ini adalah apakah agama
masih diperlukan oleh umat manusia yang hidup dalam era kemajuan pesat
di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi ini? Melihat sepintas lalu
sejarah peradaban manusia, orang akan menemukan bahwa agama
merupakan kekuatan yang sangat penting dan menentukan dalam
perkembangan umat manusia sekarang ini. Apa yang dikatakan baik dan
mulia pada manusia itu, memperoleh inspirasi dari iman kepada Tuhan,
suatu kebenaran yang barangkali saja orang ateis pun akan sulit
menentangnya. Orang-orang suci, seperti Ibrahim, Musa, ‘Isa, Krisna,
Buddha, dan Muhammad saw., pada gilirannya masing-masing dan dalam
tingkatannya sendiri-sendiri, telah mengubah sejarah umat manusia dan
mengangkat mereka dari kerendahan derajat kepada ketinggian moral yang
11
Mustafa Kamal Pasha, Aqidah Islam (Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003),13-20.

8
tidak mereka sendiri takpernah bayangkan.
Adalah dengan perantaraan ajaran para nabi dan orang-orang suci ini,
manusia memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk melawan wataknya
yang rendah dan memancangkan di hadapannya cita-cita yang mulia dari
sifat tidak mementingkan diri sendiri dan kemauan berbakti kepada umat
manusia. Jika kita mempelajari perasaan yang mulia yang memberi inspirasi
kepada manusia dewasa ini, kita tentu akan mendapatkan bahwa asal-
usulnya itu terdapat pada ajaran dan contoh dari orang-orang saleh yang
mempunyai iman yang dalam kepada Tuhan, dan dengan perantaraan
mereka, ruh iman disebarkan kepada hati umat manusia lainnya.
Di samping itu, kiranya patut dingat bahwa agama juga memberi
kontribusi penting dalam memajukan prinsip-prinsip etika dan moral
kemanusiaan yang berlaku secara universal hingga dewasa ini. Tidak bisa
dibayangkan bagaimana kondisi moralitas manusia secara global seandainya
ada satu atau dua generasi dalam sejarah kemanusiaan universal yang sama
sekali tidak percaya kepada Tuhan. Bisa dibayangkan bentuk prinsip
kehidupan apa yang akan menggantikan agama beserta segala
konsekuensinya. Perumusan prinsip-prinsip atau nilai-nilai moral universal
yang tidak dilandasi oleh kepercayaan kepada adanya Tuhan tidak akan
menjamin terciptanya tatanan dunia yang adil dan bertanggung jawab. Yang
akan muncul adalah manusia- manusia yang mementingkan diri sendiri dan
saling bertarung mengakumulasi materi dan memuaskan kenikmatan tanpa
batas. Jika pola kehidupan seperti ini yang tercipta, bisa dipastikan masa
depan kemanusiaan akan terancam karena setiap orang akan berjuang untuk
memenuhi kepentingan masing-masing tanpa kekhawatiran akan
pertanggungjawaban dan sanksi moral yang akan mereka terima di
kemudian hari.
Kenyataannya, agama tetap merupakan dimensi terpenting dalam
setiap tahap sejarah kemanusiaan universal. Dengan kata lain, agama tidak
pernah hilang dalam sejarah, walau sejenak pun. Memang, mungkin saja ada
masa di sebuah tempat di bumi ini di mana agama tidak diakui oleh
manusia yang mendiami tempat itu. Namun, agama tidak pernah
menghilang sama sekali dalam sejarah manusia. Fakta ini saja sudah cukup
untuk mengatakan bahwa agama merupakan bagian yang vital dari
kehidupan manusia baik di masa lalu, masa kini, maupun di masa depan.
Dengan kata lain, agamalah yang menjadikan peradaban manusia
mencapai tingkatan kemajuan seperti sekarang ini. Bahkan, agamalah yang
pada dasarnya berulang kali menyelamatkan peradaban umat manusia dari
kehancurannya. Sejarah menunjukkan bahwa sejumlah peradaban besar
yang mengalami kemunduran karena kehancuran moralitas manusianya
bisa kembali bangkit karena ditopang oleh munculnya kembali kesadaran
pemilik peradaban itu akan pentingnya spirit keagamaan dalam kehidupan
mereka. Sebuah peradaban dapat tumbuh dan berkembang karena memiliki
landasan moral yang kuat; dan agar landasannya kuat, sebuah moralitas
harus mendapat inspirasi dari kepercayaan kepada Tuhan yang terdapat
dalam ajaran keagamaan.
Lepas dari fakta-fakta tentang peran penting agama seperti
dikemukakan di atas, sejumlah kalangan juga menuding agama

9
bertanggung jawab terhadap timbulnya kebencian dan berkecamuknya
perang di dunia ini. Kalau diperhatikan secara mendalam, akan tampak
bahwa pendapat demikian tidak ditopang oleh argumentasi dan bukti yang
kuat. Cinta, perdamaian, tuntutan menghargai dan berlaku baik dan adil
kepada orang lain, adalah ajaran dasar setiap agama. Tiap bangsa telah
mempelajari ajaran-ajaran moral yang pokok tersebut dengan perantaraan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jika dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu muncul perselisihan, kezaliman dan pertumpahan
darah, maka sifat-sifat itu memang telah ada secara potensial pada bangsa
tersebut sebelum datangnya suatu agama.
Di samping itu, watak yang rendah memang secara potensial terdapat
di setiap bangsa, di samping watak yang baik juga. Adanya watak yang
rendah pada suatu bangsa menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap agama
pada bangsa itu lebih besar lagi. Fakta bahwa manusia seringkali melakukan
tindakan-tindakan yang rendah dan tidak berguna tidaklah menunjukkan
bahwa ajaran-ajaran agama yang mulia itu tidak diperlukan lagi. Malahan
sebaliknya, ajaran-ajaran agama semakin perlu ditebarkan secara lebih
merata dan luas lagi di dunia ini.12 Selain itu, perlu diingat bahwa kebencian
dan perang yang terjadi selama ini pada dasarnya merupakan akibat
persaingan dan perebutan hegemoni atau dominasi ekonomi, sosial, budaya
dan politik antara bangsa-bangsa di dunia.
Kenyataanya, sekarang semakin banyak kalangan yang menyadari
bahwa berbagai persoalan manusia, terutama yang berkaitan dengan aspek
spiritual, hanya dapat diselesaikan dengan agama. Arnold Toynbee, seorang
sejarawan dan cendekiawan terkemuka dari Inggris pada abad ke-20
menegaskan bahwa, “Religion was indispensable for human beings, and without
it, the existence for man was not possible. Religion was essential for solving the most
complicated problems of individual and society. In modern scientific advancement,
religion has still play better and important role for preservation of personality of
man” (Agama sangat diperlukan manusia, dan tanpa agama, eksistensi
manusia takmungkin dapat dipertahankan. Agama penting untuk
memecahkan masalah-masalah pelik dari individu dan masyarakat. Di
zaman kemajuan ilmiah modern sekalipun, agama tetap memainkan
peranan yang lebih baik dan penting dalam menjaga kepribadian manusia).

4. Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan


William James (1842-1910), filsuf dan ahli psikologi dari Amerika
Serikat, menegaskan bahwa, “Selama manusia masih memiliki naluri cemas
dan mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan
Tuhan)”. Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu
dorongan yang terbesar untuk beragama.
Murtadha Muthahhari, pemikir Muslim dari Iran di abad ke-20,
menjelaskan sebagian fungsi dan peranan agama dalam kehidupan yang
tidak mampu diperankan oleh ilmu dan teknologi dalam ungkapan yang
12
H.A. Mukti Ali, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Agama (Cet.I; Bandung: Penerbit Mizan, 1991),
53-54.

10
indah berikut ini.
Ilmu mempercepat anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju.
Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama menyesuaikan
manusia dengan jati dirinya.

Ilmu hiasan lahir, dan agama hiasan batin.

Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, dan agama memberi harapan dan
dorongan bagi jiwa.

Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan “bagaimana”, dan agama


menjawab pertanyaan yang dimulai dengan “mengapa”.
Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya, sedang agama selalu
menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.13

Dalam hubungannya dengan upaya pengembangan ilmu penge-


tahuan dan teknologi, agama sesungguhnya tetap memiliki peran yang
sangat penting, terutama jika manusia tetap ingin menjadi manusia. Sebagai
contoh, dalam eksperimen di bidang bioteknologi, manusia sudah sampai
kepada batas kemampuan ilmiah dalam melakukan rekayasa genetika.
Kemajuan di bidang ini telah memungkinkan ilmuan untuk menduplikasi
gen makhluk hidup dengan kualitas yang lebih baik daripada gen aslinya.
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah keberhasilan dalam eksperimen di
bidang ini akan dilanjutkan tanpa kendali sehingga kelak akan
menghasilkan jenis makhluk hidup, termasuk manusia, yang dapat menjadi
tuan bagi penciptanya sendiri? Apakah ini baik atau buruk bagi
kelangsungan hidup ras manusia di dunia ini? Yang dapat memberikan
jawaban yang pasti dan meyakinkan atas persoalan-persoalan moral seperti
ini adalah agama, dan bukan seni, bukan pula filsafat.
Kenyataan-kenyataan di atas semakin meneguhkan keyakinan kita
bahwa tidak ada alternatif lain yang dapat menggantikan peran agama,
khususnya dalam menyediakan panduan dan ukuran moral dalam rangka
kelangsungan hidup manusia. Penolakan terhadap pentingnya agama dalam
kehidupan telah melahirkan berbagai bencana kemanusiaan sebagai akibat
dari ketidakpastian akan hidup dan masa depan. Konflik dan peperangan
antarmanusia, alienasi (keterasingan) dan keputusasaan, dan sebagainya
adalah persoalan-persoalan kemanusiaan yang memerlukan penyelesaian
dari sudut pandang agama ketimbang sains, seni dan filsafat.
Pada zaman yang semakin sekuler ini, agama memainkan peran
penting terhadap kehidupan berjuta- juta manusia.14 Penyelidikan-
penyelidikan menyatakan bahwa lebih dari 70 prosen penduduk dunia
menunjukkan bahwa mereka menganut salah satu agama. Diseluruh Eropa
Timur, misalnya, semakin banyak orang mengikuti ibadat di Sinagoga,
Mesjid, Kuil, dan Gereja. Dibanyak tempat di dunia, imam, rabi dan pendeta
bekerja bersama- sama untuk menciptakan dunia yang semakin baik dan
13
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Cet.II;
Bandung: Mizan, 1996), 376-377.
14
Michael Keene, Agama- Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 6

11
damai. Sementara itu, perbedaan- perbedaan agama juga sering menjadi
pusat ketidaktenangan internasional dan ketidak ketenteraman penduduk,
seperti yang terjadi pada bekas negara Yugoslavia, Timur tengah dan
Irlandia Utara.
Agama mengambil bagian pada saat- saat yang paling penting dan
pada pengalaman-pengalaman hidup. Agama merayakan kelahiran,
menandai pergantian jenjang masa dewasa, mengesahkan perkawinan serta
kehidupan berkeluarga, dan melapangkan jalan dari kehidupan kini menuju
kehidupan yang akan datang. Agama juga memberikan jawaban- jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan, seperti bagaimana
kehidupan dimulai, mengapa orang menderita, apa yang terjadi terhadap
manusia jika sudah mati. Mengingat semuanya ini kiranya tidak
mengherankan jika agama memberikan banyak inspirasi terhadap karya-
karya terbesar dunia ini seperti dalam seni, musik dan literatur. 15
Islam datang ketika latar sosial masyarakat Arab dipenuhi kegelapan.
Budaya mereka jahiliyah, adat kebiasaannya dipenuhi angkara murka.
Mereka suka poligami tanpa batas, mengubur hidup- hidup anak
perempuan, melegalkan perbudakan, melakukan ihdad berlebihan bagi istri
yang ditinggal mati suaminya, tidak memberi harta warisan kepada kaum
perempuan, dan masih banyak lagi yang lain. Inti agama yang tertuang
dalam lembaran teks wahyu tidak lain bertujuan membebaskan dari
keterjeratan budaya jahiliyah tersebut. Karenanya, ketentuan syari’at dalam
Islam sangat menjunjung moralitas dan nilai- nilai kemanusiaan. 16 (Yasid :
2007 : 99)
Prinsip- prinsip dalam agama adalah penghilangan kesempitan dan
menimalisasi taklif yang menyiratkan adanya keterkaitan ajaran agama
dengan kemaslahatan hamba sepanjang sejarahnya. Tak hanya itu kenyataan
seperti itu juga mengindikasikan bahwa hukum Tuhan dalam pengertiannya
yang substantif bukanlah postulat-postulat teks yang sangat transenden.
Sebaliknya, hukum Tuhan merupakan rangkaian panjang proses pemaknaan
teks itu sendiri melalui mekanisme aktualisasinya sesuai konteks
kemaslahatan umat.
Dengan kata lain, rumusan hukum Tuhan bukanlah bentuk jadi dari
wahyu verbal yang masih bersifat umum dan sangat transenden. Sebaliknya,
hukum Tuhan merupakan akumulasi dari rangkaian pemaknaan teks secara
kreatif dan dinamis untuk merespons aneka persoalan sesuai konteks
masalah. Karena itu, dalam tataran praksisnya hukum Tuhan mengalami
proses evolusi dari yang transendental dan global menjadi diktum- diktum
hukum operasional yang amat teknis mengatur beragam persoalan
kemanusiaan sesuai konteks sosio- historis masing- masing komunitas
hukum.17
Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai
pedoman, aturan dan undang- undang Tuhan yang harus di taati dan mesti
dijalankan dalam kehidupan. Agama sebagai way of life, sebagai pedoman
hidup yang harus diberlakukan dalam segala segi kehidupan. Orang yang
15
Ibid, 7
16
Abu Yasid, Nalar dan Wahyu, (Jakarta: Erlangga, 2007), 99
17
Ibid, 174

12
beragama dapat mendisiplinkan dirinya sendiri, menguasai nafsunya sesuai
dengan ajaran agama. Orang yang beragama cendrung berbuat baik
sebanyak- banyaknya, dengan hartanya, tenaganya dan pikirannya. Dan dia
akan berusaha sehabis daya upayanya untuk menghindarkan dirinya dari
segala perbuatan yang keji dan munkar. Selain itu agama merupakan unsur
mutlak dalam pembinaan karakter pribadi dan membangun kehidupan
sosial yang rukun dan damai.18
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa masayarakat adalah
kumpulan dari individu- individu. Masyarakat akan baik, manakala terdiri
dari pribadi-pribadi yang baik. Pribadi yang baik hanya dapat dibina
melalui ajaran agama. Oleh sebab itu orang yang beragama, walau tidak ada
orang yang tahu, ia tetap berbuat baik dan menjaga diri dari yang dilarang
Tuhan, karena ia yakin bahwa ia tetap diawasi Tuhan. Maka dengan
demikian dapat dikatakan bahwa agama sangat berfungsi dam memiliki
kedudukan yang strategis dalam menata kehidupan manusia untuk
mendapatkan kesemalatan dirinya dan kemaslahatan bagi orang lain.

5. Pengertian Agama Islam


Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti agama
Allah yang disyariatkan-Nya, sejak nabi Adam a.s hingga nabi Muhammad
SAW, kepada umat manusia. Dasar-dasar agama Islam pada setiap zaman
dan bagi setiap umat, tidak berubah, yaitu tetap mengajarkan agar umat
manusia mengimani kepada Allah Yang Esa, kepada para Rasul-Nya dan
sebagainya. Yang berubah hanyalah hal- hal yang berhubungan dengan
syariatnya semata- mata. Syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad akan
kekal, sampai hari kiamat, karena telah sesuai dengan perkembangan waktu
(li kulli zaman) dan perkembangan tempat ( li kulli makan).19
Kata Islam berasal dari kata “salam “ yang artinya selamat, aman
sentosa, sejahtera, yaitu aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia
di dunia dan di akhirat. kata salam terdapat dalam al-Qur’an surat al-
An’am ayat 54; surat al- A’raf ayat 46; dan surat an- Nahl ayat 32. Kata
Islam juga berasal dari kata “ aslama’ yang artinya menyerah atau masuk
Islam, yaitu agama yang mengajarkan penyerahan diri kepada Allah,
tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar menawar. Kata aslama
terdapat dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 112; surat Ali Imran ayat 20
dan 83; surat an- Nisa’ ayat 125; dan surat al-An’am ayat 14.
Kata Islam juga berasal dari kata “silmun” yang artinya keselamatan
atau perdamaian, yakni agama yang mengajarkan hidup yang damai dan
selamat. Kata silmun terdapat dalam surat al- Baqarah ayat 128; dan surat
Muhammad ayat 35. Kata islam berasal dari kata “sulamun’ yang artinya
tangga, kesadaran, yaitu peraturan yang dapat mengangkat derajat
kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada kehidupan yang

18
T.A Lathief Rousydiy, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Medan: Rambow, 1986). 90-92

19
Shodiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: Sienttarama, 1988), 142
13
bahagia.20
Maulana Muhammad Ali dalam mendefinisikan Islam mengambil
firman Allah surat al- Baqarah ayat 208 yang berarti: Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dari pengertian ini, kata Islam dekat artinya dengan kata agama yang
berarti menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Senada dengan
itu Nurcholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah
merupakan hakikat dari pengertian Islam. Pendapat para ulama dan
cendikiawan muslim antara lain sebagai berikut:
Menurut Syaikh Mahmud Syaltut mengatakan bahwa agama yang
ajarannya diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. dan menegaskan
untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh umat manusia dan
mengajak mereka untuk memeluknya. Sedangkan menurut Sidang
Muktamar Islam merumuskan bahwa Islam adalah agama wahyu yang
diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada seluruh
umat manusia. Majelis Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa agama
Islam adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Agama yang
diturunkan tersebut dalam sunnah sahihah, berupa perintah- perintah dan
larangan- larangan serta petunjuk kebaikan manusia. M. Natsir berpendapat
bahwa agama Islam adalah agama kepercayaan dan cara hidup yang
mengandung faktor- faktor sebagai berikut: percaya adanya Tuhan, wahyu,
hubungan antara Allah dengan manusia, roh manusia tidak berakhir, dan
percaya bahwa keridhaan Allah adalah tujuan hidup.
Menurut A. Mukti Ali, mengatakan bahwa agama Islam adalah agama
kepercayaan adanya Allah dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-
utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia. Sedangkan Endang
Saefuddin Anshari, berpendapat bahwa agama Islam adalah agama yang
berupa wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya untuk
disampailkan kepada umat manusia sepanjang masa.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian agama Islam adalah suatu
sistem keyakinan, penyembahan dan aturan- aturan Allah yang mengatur
segala kehidupan manusia dalam berbagai hubungan; baik hubungan
manusia dengan Allah, dengan sesama manusia dan dengan alam. Agama-
agama Samawi dan Islam.21
Islam adalah satu-satunya agama Samawi.22 Sedangkan agama
Nasrani dan agama Yahudi dalam bentuknya yang sekarang tidak dapat lagi
disebut sebagai agama murni Samawi; paling- paling dapat disebut sebagai
agama semi- Samawi atau agama semu- Samawi, karena kedua kitab suci
kedua agama tersebut dalam bentuknya yang sekarang ini sudah sangat
banyak diinterpolasi dengan pikiran- pikiran manusia. Bagaimana halnya
dengan agama Nasrani dan agama Yahudi dalam bentuknya yang asli tentu
saja adalah agama murni- Samawi. Dan oleh karena itu, kedua agama
tersebut dalam bentuknya yang murni menurut pandangan al-Qur’an
20
Opcit, M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, 6
21
Ibid, 7
22
Anshari, Endang Saifuddin, Kuliah Al- Islam, (Jakarta: Rajawali, 1986), 67-69

14
adalah Islam. Bahkan menurut al- Qur’an, agama yang dianut oleh semua
nabi- nabi Allah SWT itu seluruhnya adalah agama Islam.
Dalam al-Qur’an antara lain dijelaskan oleh Allah SWT yang
tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 136: “ Katakanlah (hai orang- orang
mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan
apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan
apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi
dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami
Hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Terdapat juga dalam surat Yunus ayat 72: Nabi Nuh a,s, berkata” Aku
disuruh supaya Aku termasuk golongan Muslimin yaitu orang-orang yang berserah
diri (kepada-Nya)". Di dalam surat al-Baqarah ayat 130- 131 tercatat mengenai
Nabi Ibrahim a.s. sebagai beirkut;“Dan tidak ada yang benci kepada agama
Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami
telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk
patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".
Dikisahkan juga dalam surat Yusuf ayat 101 bahwa: “ Nabi Yusuf
berkata kepada Rabb-nya (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah
Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. Dalam surat Yunus ayat 84,
Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri."
Al-Qur’an mencatat dalam surat Ali- Imran ayat 52, tentang nabi Isa
a.s. “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia:
"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama)
Allah?" para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-
penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslimun).”
Selanjutnya Allah SWT mengutus seorang rasul-Nya, penutup para rasul
Allah yang terdahulu itu. Firman Allah dalam surat an- Nisa’ ayat 163-165,
bahwa: “ Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan
anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan kami berikan Zabur
kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. (mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Dari rangkaian ayat- ayat tersebut, maka jelaslah bahwa menurut
al- Qur’an, Islam adalah satu- satunya agama murni Samawi, sepanjang
masa dan tempat.

C. KESIMPULAN
1. Terlepas dari keragaman istilah yang terkait dengan agama, intisari

15
keberagamaan adalah ikatan. Agama mengandung arti ikatan yang
mengikat dan harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan itu berasal
dari suatu kekuatan yang lebih besar di luar diri manusia, yang bersifat gaib
atau takdapat ditangkap dengan pancaindera, sebagai fitrah yang diberikan
Tuhan kepada hamba-Nya.
2. Agama sangat diperlukan manusia, dan tanpa agama, eksistensi manusia
takmungkin dapat dipertahankan. Agama penting untuk memecahkan
masalah-masalah pelik dari individu dan masyarakat. Di zaman kemajuan
ilmiah modern sekalipun, agama tetap memainkan peranan yang lebih baik
dan penting dalam menjaga kepribadian manusia.
3. Dalam menjalin hubungannya dengan tuhan yang diyakini, manusia punya
cara dan pengalaman spiritualnya sendiri dan masing-masing. Sifat
individualitas dalam berhubungan dengan tuhan yang diyakininya yang
bersifat gaib itulah yang menyebabkan perbedaan dalam menemukan siapa
tuhan yang diyakininya dan membentuk suatu agama.
4. Kebutuhan manusia terhadap agama didasari oleh beberapa faktor dominan,
yaitu faktor fitrah, kekurangan dan kelemahan manusia dan faktor
tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu agama adalah paket yang
sangat dan amat dibutuhkan oleh manusia.
5. Agama sangat berguna dan mempunyai fungsi yang penting dalam
kehidupan manusia, yaitu agama merupakan unsur mutlak dalam
pembinaan karakter pribadi dan membangun kehidupan sosial yang rukun
dan damai, mendidik agar memiliki jiwa yang tenang, membebaskan dari
belenggu perbudakan, berani menegakkan kebenaran, memiliki moral yang
terpuji dan agama dapat mengangkat derajat manusia lebih tinggi dari
makhluk Tuhan yang lain.
6. Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai pedoman,
aturan dan undang- undang Tuhan yang harus di taati dan mesti dijalankan
dalam kehidupan. Agama sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang
harus diberlakukan dalam segala segi kehidupan.
7. Islam adalah agama yang ajarannya (berupa wahyu) berisi sistem keyakinan,
penyembahan dan aturan-aturan Allah yang mengatur segala kehidupan
manusia dalam berbagai hubungan; baik hubungan manusia dengan Allah,
dengan sesama manusia dan dengan alam, diturunkan oleh Allah kepada
rasul-rasul-Nya, menegaskan untuk menyampaikan agama tersebut kepada
seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluknya.

16
17
18

Anda mungkin juga menyukai