Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT SEJARAH KRITIS

1. Pengertian Filsafat Sejarah Kritis

Sebagai akibat adanya serangkaian kritik tajam terhadap pemikiran filsafat


sejarah spekulatif baik dari sudut logika ataupun metodologi, maka lahirlah suatu
pemikiran baru dalam filsafat sejarah yang disebutnya sebagai aliran filsafat
sejarah kritis. Pemikiran filsafat sejarah kritis ini mulai timbul sejak abad ke 19,
justru ketika aliran filsafat sejarah filsafat spekulatif sedang mencapai puncak .
pada awal abad berikutnya, abad ke 20, titik pijak aliran pemikiran filsafat sejarah
kritis semakin sah dan mantap setelah terbukti pemikiran-pemikiran dan kritiknya
mampu memberikan pukulan hebat terhadap pemikiran-pemikiran tersebut.
Berbeda dengan dengan filsafat spekulatif yang meneliti dan mengarahkan
analisisnya pada proses sejarah itu sendiri, maka filsafat sejarah kritis meneliti
meneliti dan lebih mengarahkan kepada masalah-masalah bagaimana masa silam
itu dapat dilukiskan, digambarkan atau dapat direkonstruksikan kembali. Filsafat
sejarah kritis lebih memusatkan perhatiannya kepada pemikiran-pemikiran
mengenai hakikat sebagai suatu disiplin atau cabang ilmu pengetahuan (Patrick
Gardiner, 1985:124). Filsafat sejarah kritis adalah filsafat ilmu sejarah (atau
historiografi). Filsafat sejarah kritis ini sering disebut pula filsafat sejarah analitis
atau filsafat sejarah formal. Hubungan antara filsafat sejarah kritis dan ilmu
sejarah sama seperti hubungan antara filsafat ilmu dan ilmu. Keduanya meneliti
secara filosofis bagaimana proses pengumpulan pengetahuan terjadi dan
bagaimana proses itu dapat dibenarkan, baik dalam arti umum ataupun dalam arti
formal.

2. Objek Filsafat Sejarah Kritis

Objek formal filsafat sejarah kritis adalah proses pemikiran dan penalaan-
penalaran dalam pemikiran mengenai hakikat ilmu sejarah (Walsh, 1977:6),
terutama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersipat konseptual dan
epistemologis (Gardiner, 1985:12), ialah mengenai tujuan-tujuan penelitian
sejarah, klasifikasi sumber-sumber sejarah (heuristik), analisis (kritik) sumber-
sumber sejarah, penafsiran (interpertasi).
3. Skeptisisme, Konstruktivisme, Re-Enactmentisisme dan
Verifikasionisme
Aliran skeptisisme menyangsikan secara prinsip akan kesahihan (Validitas)
pengetahuan sejarah. Menurut mereka tidak mungkin diperoleh pengetahuan
mengenai masa silam yang terandalkan, karena setiap generasi ahli sejarah
memiliki kebenarannya sendiri mengenai masa silam. Fakta sejarah yang sekarang
dipandang benar dan handal, mungkin saja dikemudian hari akan ternyata tidak
benar dan menyesatkan.

Aliran Konstruktivisme tidak seekstrem aliran skeptisisme. M. Oakeshot,


dalam Experience and its Modes (1933) dan L. Goldstein, dalam Historical
Knowing (1976) berpendapat bahwa pengetahuan mengenai masa silam (sejarah)
dapat dimungkinkan dan dibenarkan bila didukung adanya bukti-bukti historis,
seperti dokumen-dokumen, prasasti-prasasti dan lain-lain.

Aliran re-enactmentisisme. Tokoh aliran ini ialah R.G. Collingwood


(1889-1943). Ia berusaha membela dan menyelamatkan kepastian pengetahuan
sejarah. Menurut R.G. Collingwood, seorang peneliti sejarah dimungkinkan untuk
menghayati gagasan-gagasan, pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan para tokoh
pelaku sejarah yang sedang dipelajarinya. Apabila seseorang menghayati
kejadian-kejadian dimasa silam, maka ia akan mampu pula untuk mengulangi
kejadian-kejadian. Proses mengulangi gagasan-gagasan, pikiran-pikiran, kejadian-
kejadian dimasa silam itu dinamakan re-enactment of the past, artinya
mementaskan kembali, memperagakan kembali masa silam.

Aliran verifikasionisme memiliki pandangan yang sangat dekat dengan


pandangan konstruktivisme apabila tidak boleh dikatakan identik. Menurut
pandangan verifikasionisme, apabila didapatkan bahan-bahan bukti sejarah, maka
tidak perlu lagi disangsikan akan keterandalan pengetahuan sejarah masa silam
itu. Bahan bukti sejarah itu dapat diteliti disaat sekarang (verification, artinya
pembuktian).
4. Tokoh-tokoh Filsuf Sejarah Kritis dan Pemikirannya

Terdapat dua teori utama yang membahas pemikiran sejarah. Pertama teori
positivisme pada abad ke 19. Aguste comte (1798-1657) dengan teori positivisme
telah melihat sejarah sebagai suatu ilmu yang identik dengan sosiologi. Sejarah
harus dikomparasikan dengan kegiatan-kegiatan yang praktis, seperti misalnya
dengan ilmu teknik. Sebelumnya tokoh empiris abad ke 18, David Hume (1712-
1776), seorang filsuf skotlandia, tidak melihat alasan untuk mempertanyakan,
bahkan kemudian menegaskan bahwa studi sejarah secara logis dan epistemologis
ada pada tingkat yang sama dengan bentuk ilmu empiris yang manapun.

Teori yang kedua yang dikembangkan oleh filsuf-filsuf sejarah dari


jerman, filsuf italia, Corce (1866-1953) dan filsuf InggrisR.G. Collingwood
(1889-1943). Teori ini menekankan suatu gambaran idealis tentang pengetahuan
sejarah. Sejarah memiliki metode sendiri, maka sejarah pun merupakan suatu ilmu
pengetahuan. Sejarah adalah ilmu pengetahuan yang khusus yang tidak abstrak
tetapi konkret, yang berakhir bukan pada pengetahuan yang umum, melainkan
pada pengetahuan dari kebenaran individu. Teori Idealis mengenai sejarah ini
secara jelas dipaparkan dalam karya R,G Collingwood, the Idea of History (1946),
yang secara ringkas mengemukakan dua proposisi esensial mengenai idealisme
sejarah, yaitu :

a. Sejarah adalah pemikiran dan pemahaman manusia


b. Pengertian sejarah adalah memiliki ciri-ciri yang unik atau khas

Sejarawan dapat menembus ke bagian dalam dari pristiwa-pristiwa yang


dipelajarinya. Sejarah dapat dipahami karena sejarah itu merupakan manifestasi
dari ingatan. Pada abad ke 16 di prancis sejumlah sejarawan sekelompok ahli
humnity yang demikian kuat pengaruh oleh studi hukum mulai mengesampingkan
kerangka kerja kristen yang formal tentang waktu. Jean Bodin telah memberikan
karakteristik historis yang begitu kontras antara studi sejarah manusia dan studi
dunia yang bukan manusia. La Poperliniere, seorang sejarawan Hugenot,
menyimpulkan bahwa kerja studi sejarah itu sendiri dibentuk oleh proses sejarah,
suatu gerakan drastis dalam prilaku atau watak historistis dan ke arah penandaan
sesuatu sebagai hasil dari evolusi sejarah.

Seperti halnya sejarawan-sejarawan jerman, Giambasttista Vico juga


menolak pemikiran-pemikiran yang mekanistik dalam sejara. Ia melawan
Cartessianisme, suatu tradisi pemikiran yang telah dimulai sejak awal abad ke 17
oleh filsafat Prancis Descartes. Menurut Descartes, ilmu pengetahuan hanya akan
maju dengan mengunakan metode ilmu pasti atau matimatika. Pandangan Vico itu
tercantum dalam karyanya Scienza Nouva, New Sciene, 1725.Menurut Vico
manusia dapat memahami alam semesta ini dengan memahami atau mengalami
sebagian dari apa yang yang ada dalam alam ini, namun ia tetap mengakui bahwa
pencipta alam ini adalah tuhan. Yang paling besar peranannya dalam membangun
otonomi dan teori sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang terlepas dari teori dan
metode-metode ilmu-ilmu empiris adalah sejarawan Jerman, Wilhelm Dilthey
(1833-1911). Ia pun termasuk bepandangan idealisme, yang percaya bahwa segala
pristiwa dan kejadian dipimpin oleh rohani. Sejarah, karenanya juga dikuasai oleh
paham idealisme. Menurut Dilthey dasar segala kenyataan adalah sejarah. Paha,
Dilthey ini merupakan dasar pemikiran Historisisme. Pandangan historisme
adalah pandanganyang memutlakan sejarah dengan ciri-ciri :

a. Seluruh kebudayaan manusia dalam segala seginya adalah sejarah


(historie).
b. Oleh karna segala bentuk kebudayaan bersifat menyejarah, maka tidak
ada hal-hal yang mutlak sifatnya.

Gagasan dan pemikiran historisisme Dilthey dikembangkan oleh murid-


muridnya ialah Eduard Spranger, G. Simmel dan Oswald Spengler. Pengertian
historisisme merangkum kepada aliran-aliran pemikiran sejarah di jerman yang
dimulai dari timbulnya romantisisme pada akhir abad ke 18 hingga ke 19 dan
yang pengaruhnya sampai awal abad ke 20.
5. Fakta dan Kebenaran Sejarah

Sesuai dengan sifatnya yang sekali terjadi (einmalig), maka setiap pristiwa
sejarah (Event) akan segera lenyap, sehingga kenyataan-kenyetaan masa lampau
itu tidak mungkin lagi kita saksikan. Fakta sejarah dapat didefinisikan sebagai
informasi atau keterangan yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah setelah kita
saring dan kita uji dengan kritik sejarah (Notosusanto,1964: 28-29). Jelaslah
bahwa fakta sejarah tidak sama dengan data sejarah hanyalah bahan-bahan untuk
menyusun fakta-fakta sejarah.

Dalam filsafat sejarah dibedakan antara fakta sejarah dengan pernyatan


sejaraj. Yang dimaksud dengan pernyataan sejarah adalah pernyataan mengenai
fakta-fakta sejarah yang telah menggambarkan keadaan masa silam.

a. Kebenaran Pertanyaan Sejarah

Terdapat empat teori mengenai kebenaran pernyataan sejarah ini, ialah


teori performance (teori tindak bahasa), teori Pragmatis, teori korespondensi dan
teori koherensi tetapi menurut teori performance (tindak bahasa) pengetahuan
baru dapat pula terjadi yaitu apabila dengan pernyataan itu seseorang tidak
sekedar melimpahkan pengetahuan baru bagi kita, apabila kita membacanya.
Teori kedua teori pragmatis. Menurut teor ini suatu pertanyaan dipandang benar,
apabila pernyataan itu terbukti merupakan pedoman yang dapat diandalkan bagi
perbuatan kita. Demikian maka teori kebenaran pragmatis tidak memberikan
perspektif yang menarik bagi ilmu sejarah.

Teori korespondensi lebih menekankan pada kesesuaian antara pernyataan


dengan (korespondens, artinya sesuai atau serasi). Suatu pernyataan sejarah
dipandang benar, apabila pernyataan itu memiliki persasuian dengan fakta-fakta.
Teori ini menurut adanya ekuivalensi antara pernyataan dengan fakta atau
kenyataan sejarah.

Menurut teori koherensi, suatu pernyataan sejarah dipandang benar,


apabila pernyataan itu sesuai atau ada kitannya (koherensi) dengan pernyataan-
pernyataan yang kebenaranya sudah diterima.
6. Objektivitas Sejarah

Didalam ilmu-ilmu alam ditandai oleh Objek yang independen, dunia fisik
dan adanya cara pemikiran yang standar mengenai persoalan subyek. Objek ilmu-
ilmu sosial dan sejarah adalah manusia. Objek itu adalah pribadi. Menghilangkan
kecenderungan-kecenderungan yang bersifat pribadi (subyektif) untuk tetap
Objektif adalah sukar dalam penelaahan ilmu sosial. Apabila dalam tahap-tahap
heuristik (sumber) dan kritik (analisis sumber) lebih dimungkinkan ada jaminan
Objektivitas, tidak demikian halnya pada tahap terakhir, ialah tahap interpertasi
dan historiografi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adanya subjektivitas
dalam interpretasi sejarah.

a. Sikap berat sebelah pribadi (personal bias), adalah rasa senang dan
tidak senang seseorang terhadap seseorang individu ataupun jenis-jenis
orang.
b. Prangsangka kelompok (group prejudice), adalah anggapan-anggapan
yang dimiliki masing-masing sejarawan sebagai anggota kelompok,
baik sebagai kelompok nasional, agama, politik dan sosial.
c. Teori-teori tentang interpretasi sejarah mengenai faftor-faktor
sejarah, adalah teori-teori untuk memberikan interpertasi mengenai
faktor-faktor mana yang paling besar pengaruhnya terhadap terjadinya
suatau pristiwa.
d. Pandangan dunia (weltanschaung), juga dapat membawa pengaruh
kepada penulisan sejarah.

Teori subjektivitas sejarah sebenarnya dimungkinkan karena adanya sudut


pandang tertentu dalam suatu ilmu, termasuk dalam ilmu sejarah.

7. Eksplanasi Sejarah

Eksplanasi sejarah yang paling sederhana adalah eksplanasi menurut


metode jurnalistik dalam peyusunan berita ialah 5 W dan 1 H dan sama seperti
sejarah perlu adanya hal itu. Sejarawan harus dapat menembus ke dalam hakikat
yang mendalam dari pristiwa-pristiwa sejarah yang dipelajarinya. Pristiwa sejarah
mengandung unsur-unsur bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar pristiwa
sejarah merupakan wujud, fisik atau gerak suatu pristiwa sejarah.

a. Deskripsi dan Penjelasan (Eksplanasi) Sejarah

Filsuf sejarah menyatakan bahwa secara prinsipil mustahil membedakan


antara deskripsi sejarah dengan eksplanasi sejarah. Eksplanasi sejarah selalu
menunjuk hubungan kausal dari beberapa deskripsi sejarah. Hubungan itu selalu
berObjek pada deskripsi-deskripsi sejarah itu, namun kaitan itu bukanlah
kenyataan seajarah itu sendiri, sehingga eksplanasi sejarah tidak pernah pula
merupakan suatu deskripsi mengenai sesuatu dalam kenyataan sejarah.

b. Teori-teori Eksplanasi sejarah\

Terdapat beberapa teori mengenai eksplanasi (penjelasan) sejarah. Patrick


Gardiner membedakan dua jenis teori eksplanasi yaitu:

1. Teori hukum-hukum yang menjelaskan segalanya


Menurut teori ini penjelaan sejarah tidak berbeda jauh dari penjelasan-
penjelasan dalam ilmu-ilmu alam.
2. Teori seri yang terus menerus
Menurut teori ini dalam menjelaskan sejarah seseorang sejarawan
harus menelusuri, setapak demi setapak, hubungan antara tahap-tahap
yang lebih awal dan tahap-tahap yang lebih dari perubahan sejarah.

8. Hukum Sejarah
a. Perulangan dalam ilmu-ilmu Alam dan dalam Sejarah

Yang dimakdsud dengan perulangan ialah bahwa gejala-gejala yang


diteliti dapat diamati berulang-ulang tanpa ada perubahan baik wujud atau
pristiwanya. Pristiwa sejarah senantias tergantung pada ruang dan tempat,
disamping sangat erat terkait dengan alam pikiran manusia yang meletarbelakangi
pristiwa tersebut.
b. Hukum dalam Sejarah

Studi sejarah yang menekankan unsur-unsur umum (general tendecies) ini


sering disebut sejarah teoritis. Sifat hukum sejarah, karena keajegan yang menjadi
unsur utama dari suatu hukum ternyata dalam sejarah sangat kondisional,
sehingga hukum itu tidak dapat diterapkan pada setiap pristiwa.

c. Prediksi dalam sejarah

Keterbatasan-keterbatasan untuk memprediksi dalam sejarah tentu saja


tidak boleh menjadi penghalang bagi kita untu melakukan proyeksi dimasa depan.
Berdasarkan kecenderungan-kecenderunga yang ada pada masa lampau kita dapat
mengadakan proyeksi-proyeksi dimasa kini dan masa depan. Tentu saja proyeksi
itu tidak sekokoh sebagai dilakukan oleh para ilmuan ilmu-ilmu alam. Semakin
sejarawan mampu memberikan pengertian yang baik mengenai masa kini dan
akan lebih baik pula untuk meproyeksi kecenderungan-kecenderungan sejarah
dimasa mendatang.

9. Kesadaran Sejarah
a. Kesadaran akan perubahan

Bentuk kesadaran sejarah yang pertama adalah kesadaran akan perubahan.


Konsep perubahan merupakan konsep yang paradoksal, karena memadukan dua
pengertian yang sekaligus saling bertentangan, ialah pengertian perbedaan dan
persamaan. Kesadaran sejarah bagaikan dua sisi mata uaang pada satu sisi
memperlihatkan adanya kebhenikaan dalam berbagai periode sejarah masa silam
disisi satunya lagi menunjukan suatu stabilitas sesuatu yang tak berubah dalam
proses sejarah.

b. Kesadaran akan waktu

Kesadaran perubahan menyadarkan kita adanya gerakan yang terus-


menerus suatu irama yang tak kunjung berhenti. Kesadaran waktu
merupakankesanggupan manusia utnuk melihat segala sesuatu tidak hanya
tercurah pada masa sekarang. Paduan keseluruahn waktu inilah yang mendorong
manusia untuk setiap saat memberikan makna kepada wakru.
c. Bagaimana dapat ditumbuhkan kesadaran sejarah

Melalui sejarah pengalaman-pengalam manusia dimasa silam dingat kembali.


Mengingat berati berusaha untuk mengalami atau mengetahui lagi pengalamn-
pengalam di masa lampau. Tanpa sejarah kita tidak akan memiliki pengetahuan
mengenai kita, masyarakaat bangsa kita. Menumbuhkan kesadran sejarah dapat
melalui dua bentuk, bentuk nasional dan bentuk internasional.

1. Bentuk nasional
Bentuk nasional ialah melalui mempelajari pertumbuhan sejarah
bangsanya
2. Bentuk internasonal
Bentuk internasional adalah melalui mempelajari sejarah dunia.
DAFTAR PUSTAKA

 Daliman A, (2017). Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Ombak

Anda mungkin juga menyukai