Literatur 2-The Insecurity of Urbanism N Topik Pilihan
Literatur 2-The Insecurity of Urbanism N Topik Pilihan
Beberapa decade terakhir terjadi perkembangan pesat pada urban design. Urban design telah berubah
dari marjinalitas menjadi mainstream. Prinsip-prinsip yang dianut oleh desainer urban selama 30 tahun
terakhir mengacu pada lingkungan perkotaan yang lebih baik dan menuju kota yang berkelanjutan. Buku
ini menyajikna esai-esai dari para penulis internasional untuk melihat kembali proses dan mengeksplorasi
ide-ide baru:
-Haruskah urban design mencerminkan masa depan daripada menciptakan kembali masa lalu ?
-Apa kekuatan pendorong baru yang akan membentuk kehidupan perkotaan dan desain perkotaan di
masa depan?
Buku ini mengeksplorasi konsep-konsep baru dan menceritakan berbagai paradigma desain perkotaan
untuk abad 21.
Desain perkotaan diharapkan tidak mengulangi kesalahan masa lalu, bisa beradaptasi dengan kehidupan
sekarang dan masa depan. Perencanaan kota biasanya dimulai dengan baik namun berakhir dengan
buruk. Teori-teori perencanaan perkotaan diterima kalangan intelektual, kemudian mendapatkan
investasi dari promotor yang antusias untuk membangunnya. Proyek mendapatkan banyak pujian oleh
para kritikus yang kemudian disalin oleh perancang lainnya, padahal lokasi yang tidak sesuai. Misalnya, Le
Corbusier’s Unité di Marseilles menjadi inspirasi bagi ribuan proyek perumahan bertingkat tinggi
yang berakhir menjemukan. Siklus ini terus berlanjut, menggunakan konsep asli yang menarik tetapi tidak
diimplementasikan secara tepat, tidak mengherankan bahwa sangat sedikit kemajuan yang dicapai dalam
meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan.
Gerakan Modernisasi
Modernisme menuntut orang untuk menyesuaikan dengan visi arsitek tetapi nyatanya banyak penghuni
yang tidak beradaptasi karena ada ketidaksesuaiian antara cara arsitek menginginkan orang berprilaku di
lingkungan barunya dan bagaimana orang-orang tersebut berprilaku biasanya. Kasusnya, penyewa
terdampar di lantai-lantai tinggi yang jauh dari tanah, dan pintu depan rumah mereka adalah koridor bak
labirin. Hasilnya, penyewa merasa terasingkan dan bangunan hanya diisi sedikit orang. Contoh lain,
industru bangunan dituntut untuk membangun dengan cepat dan murah sehigga muncul system beton
prefabrikasi. Ronan Point, awalnya dibangun untuk 5 lantai, tetapi karena adanya system prefabrikasi,
menjadikan bangunan ditinggikan sehingga pada 1968, Ronan Point runtuh. Hal ini membuat adanya
keengganan terhadap bangunan tinggi dan prefabrikasi yang terjadi selama beberapa decade.
Arsitektur telah gagal karena kombinasi yang butuk antara desain maupun konstruksi, kesalahpahaman
kebutuhan klien atau para pengguna. Alih-alih memenuhi kebutuhan rumah, taman, tempat parkir, arsitek
bereksperimen perumahan dengan penyewa publik, mendapat apresiasi dari majalah arsitektur kala itu.
Kemudian diam-diam dilupakan Ketika mereka melakukan kesalahan.
Belajar dari keberhasilan dan kegagalan perencanaan dan arsitektur, Amerika Utara tidak pernah
mengembangkan system perencanaan komprehensif dari land use seperti UK, tetapi hanya
mengandalkan rencana zonasi sederhana untuk menentukan massa bangunan dan area jalan. Alex Krieger
mengklaim bahwa lahirnya desain perkotaan berasal dari Harvard pada 1956 ketika mengadakan
konferensi Urban Design pertama.
Amerika Memimpin
Image of the City menyediakan analisis jalur, edge, node, landmark, dan district untuk memahami
perkotaan. Mengapa harus memilih masa depan daripada bernostalgia ke masa lalu? Yang diinginkan
adalah yang terbaik dari kedua masa, dinamisme arsitketur modern dengan kekayaan kota abad
pertengahan atau reinasans. Menghargai pola jalan sambal menciptakan ruang perkotaan yang baru dan
menarik. Saat ini, banyak siswa Eropa membuka mata Ketika belajar di Amerika terhadap model desain
perkotaan yang fantastis dengan budaya yang ada.
DIkatakan bahwa beberapa tempat di mana banyak orang merasa nyaman tampaknya telah berevolusi
sevara alami dari waktu ke waktu daripada dirancang dengan sengaja. Jadi, kenapa proses alami ini tidak
dibiarkan saja, mengapa kota perlu dirancang? Jawabannya adalah bahwa kota tidak pernah dirancang
untuk alas an yang sewenang-wenang, tetapi selalu diatur fungsi dan gayanya sesuai pada saat itu.
Contohnya, jalan-jalan mengikuti pola medan kuno, dengan alas an historis, budaya, atau topografi.
Namun, jika masyarakat merasa nyaman dengan peninggalan kuno, kita dapat memberikan bangunan
yang tampak tradisional.
Banyak organisasi dan kelompok yang menekankan untuk meningkatkan kesadaran akan masalah yang
dihadapi masyarakat perkotaan. Adanya masalah kualitas hidup mulai menjadi perdebatan tentang
seperti apa lingkungan perkotaan harusnya diciptakan.
Meningkatkan kesadaran akan ekologi dan keanekaragaman hayati, kota yang dapat dilalui dengam
berjalan kaki, meminimalisir limbah. Akses transportasi umum dan pengelompokan pembangunan di
sekitar titik perhentian merupakan tujuan utama sustainable dan merupakan inti dari Transit Oriented
Development. Hubungan symbiosis antara infrasturktur transportasi dan desain perkotaan perlu
dimanfaatkan dengan baik. Rancangan perkotaan membantu dalam menciptakan lingkunngan pejalan
kaki dengan rute yang jelas ke stasiun-stasiun sehingga meningkatkan jumlah orang transit dan dengan
demikian juga meningkatkan kelangsungan kehidupan ekonomi. Pemberhentian transit menyediakan
elemen penataan ruang public dan meningkatkan aktivitas yang menguntungkan fasilitas pendukung.
Kepadatan bisa ditingkatkan, penggunaan mobil bisa dikurangi, dan urbanitas bisa ditingkatkan.
Urbanitas, yaitu produk urbanisme, merupakan hasil sintesis dari factor social, ekonomi, dan
lingkungan. Praktik desain perkotaan harus memerhatikan 3 hal tersebut agar efektif. Tantangan utama
desain perkotaan adalah bahwa para praktisi berhasil mengatur berbagai masukan profesional. Masukan
ini mencakup :
(1) masalah ruang / bentuk seperti tata letak dan orientasi bangunan, biasanya merupakan keahlian
desainer perkotaan
Pada bab ini, metode desain perkotaan saat ini kurang aman daripada yang seharusnya karena dua alasan
penting. Pertama, sintesis yang diperlukan antara ruang / bentuk, transportasi, dan penggunaan lahan
sering kali terhalang oleh komunikasi yang tidak efektif antara para profesional di berbagai disiplin ilmu.
Kedua, keputusan desain tidak tunduk pada tingkat analisis obyektif transportasi dan tata guna lahan
karena efek fundamental ruang / bentuk pada hasil perkotaan tidak dipahami dengan baik.
Jurang pemisah antara para professional
Ada jurang pemisah yang kritis antara berbagai konsultan profesional yang ditugaskan untuk
membuat dan mengevaluasi skema perkotaan. Dalam manifestasinya yang paling sederhana,
perbedaannya adalah teknis, kekurangan desainer dalam memahami perencana transportasi, konsultan
properti yang memahami desain, dan perencana transportasi yang memahami properti. Hal ini muncul
dari ketidaktahuan salah satu profesional (Bagaimana desainer merancang? Bagaimana perencana
transportasi merencanakan? Bagaimana konsultan properti menilai?) Salah satu contohnya terkait
dengan pergerakan dan desain ruang publik. Paradigma transportasi perkotaan adalah untuk membuat
lalu lintas tetap bergerak “termasuk pejalan kaki” sedangkan tujuan dari perancang ranah publik yaitu
untuk menghentikan orang bergerak dengan memberi mereka tempat duduk. Demikian pula, konsultan
properti sering mencari cara untuk menghindari leakage dalam desain pusat perbelanjaan sedangkan
desainer perkotaan menganjurkan permeabilitas.
Ketika desain dijelaskan oleh desainer ‘ini akan menjadi ruang publik yang hidup’, hal ini biasanya
berasal dari penilaian subjektif, hanya berdasarkan keterampilan dan pengalaman. Sayangnya,
keterampilan dan pengalaman ini lebih banyak mengalami kegagalan. Misalnya, manfaat sosial yang
dimaksudkan dari program perumahan abad ke-20 pada umumnya tidak terealisasi. Ini bukan karena
kurangnya niat, semangat, dan emosi positif, tetapi sebagian besar karena ketidakmampuan untuk
memperkirakan kemungkinan hasil di masa depan terhadap masukan desain tersebut. Akibatnya,
kerusakan sosial terjadi di lingkungan yang diciptakan. Di satu sisi, desainer bisa menyampaikan hasil sosial
dan ekonomi yang diinginkan. Di sisi lain, para profesional lain dengan cepat menyela hubungan antara
desain dan ketidaknyamanan sosial.
Konsekuensi
Salah satu konsekuensi adalah kecurigaan terhadap konsultan lain. (Mereka hanya ingin
mendapatkan gedung, hanya mencoba membangun lebih banyak jalan, hanya ingin mengubah pusat kota
menjadi mal raksasa. Konsekuensi lain adalah kurangnya minat salah satu konsultan yang berakhir, hasil
dari kolaborasi konsultan tersebut bervariasi, kadang bisa diterima. Tempat-tempat yang dihasilkan biasa-
biasa saja dan juga tempat-tempat itu secara cepat menjadi less use dan unsafe. Alasan kedua mengapa
metode desain perkotaan kurang aman adalah proses desain perkotaan - analisis yang tidak memadai
tentang dampak sosio-ekonomi dari keputusan ruang / bentuk. Evaluasi desain gagal menghubungkan
tujuan desain dengan dampaknya pada sosial dan ekonomi. Terutama berlaku untuk desain konseptual
yang sering dijelaskan dengan emosional atau sebagai respons pribadi perancang terhadap suatu situasi.
1. Mengidentifikasi kualitas spasial dan formal desain, termasuk lokasi dan orientasi masing-
masing bangunan dan kumpulan bangunan dan tata letak ruang.
2. Mengamati pola aktivitas manusia - seperti pergerakan dan hunian ruang publik - yang terjadi
dalam tata letak tersebut.
3. Mencari hubungan yang konsisten antara pola ruang / bentuk dan pola aktivitas.
Jenis pendekatan ini dipelopori oleh Bill Hillier dan rekan-rekannya di University College London
pada pertengahan 1970-an. Inovasi Hillier adalah untuk mendeskripsikan bangunan dan dengan
memerhatikan hal:
1. ruang yang berdiri di antara bangunan dan menghubungkannya bersama sebagai tata letak
2. aktivitas dan potensi interaksi sosial yang dibuat oleh tata letak ini
Hal penting di balik space syntax adalah adanya konfigurasi jaringan perkotaan memberikan
pengaruh yang kuat pada disposisi penggunaan lahan perkotaan dan pola pergerakan yang mengalir di
antara keduanya. Dan yang paling penting untuk praktik desain perkotaan adalah mengetahui hubungan
antara ruang dan aktivitas tersebut untuk dapat diramal pada pembangunan dengan menguji hasil desain
yang diusulkan dalam spatial mode.
Berawal dari cara untuk memahami hubungan antara desain dan hasilnya nanti, space syntax
berkembang menjadi cara untuk mengembangkan desain dan menciptakan perkotaan yang lebih baik.
Karya Hillier ini tumbuh di lingkungan akademis internasional dengan penelitian space syntax lebih dari
lima puluh universitas di seluruh dunia. Proyek termasuk Millennium Footbridge and Trafalgar Square di
London telah dikembangkan menggunakan teknik ini untuk menghasilkan dan menguji opsi desainnya.
Metode space syntax obyektif ini mengangkat masalah penting untuk desain perkotaan.
Sebelumnya, desainer dapat menghindari kesalahan desain yang buruk karena tidak bisa menghubungkan
input desain dengan output sosial ekonomi. Di sisi lain, adanya pilihan antara subjektivitas desain dan
objektivitas transportasi, para pembuat keputusan seringkali memilih untuk mengikuti angka-angka.
Maka, space syntax mampu mengidentifikasi faktor desain yang akan mempengaruhi langkah kaki,
meningkatkan pengawasan alami dan ruang social, sehingga dapat mengambil keputusan yang lebih baik
pada desain yang diusulkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa praktisi space syntax mulai mengembangkan
metodologi yang sebelumnya berfokus pada desain dengan memasukkan sejumlah faktor transportasi
dan properti. Para praktisi ini telah menciptakan alat analitik baru yang tidak hanya terlibat dengan
masalah tata letak, lokasi dan orientasi bangunan tetapi juga dengan pengaruh simpul transportasi lokal
dan pola penggunaan lahan pada aktivitas manusia. Dengan cara ini, desain juga mementingkan
kepentingan perencana transportasi dan konsultan properti. Proses baru ini tidak hanya memungkinkan
perancang untuk membuat rekomendasi transportasi dan penggunaan lahan, tapi juga menyerahkan
‘pena desainer’ ke tangan konsultan transportasi atau properti.
Cara space syntax memberikan solusi parsial untuk beberapa tantangan desain perkotaan, seperti
meramalkan pola umum perilaku manusia di ruang perkotaan (bergerak, berhenti, duduk) dan beberapa
kondisi sosial yang muncul (apakah tempat-tempat tersebut kemungkinan besar merupakan komunitas
yang hidup atau zona mati). Kondisi sosial ini tentunya memiliki efek terhadap ekonomi, seperti
pendapatan tinggi area ritel diperoleh dari adanya lalu lintas pejalan kaki yang lebih tinggi. Tata kota mana
yang mengarah ke nilai properti lebih tinggi? Seberapa besar kemungkinan untuk penghematan
perawatan dari rencana tata kota yang mendorong pergerakan dengan berjalan kaki? Ini adalah
pertanyaan-pertanyaan yang harusnya menjadi perhatian para pembuat keputusan perkotaan. Jika bisa
dijawab, ini akan menjadi dialog antardisiplin, analisis yang obyektif, dan tentu saja muncul kreativitas
dan inovasi yang sehat.
Topik Pilihan: KOTA DAN PEMUKIMAN YANG BERKELANJUTAN
Sumber: https://www.un.org/en/chronicle/article/goal-11-cities-will-play-important-role-achieving-sdgs
Planning Sustainable Cities by UNHABITAT https://issuu.com/unric/docs/planning_sustainable_cities
Dalam Sustainable Development Goals, terdapat tujuan nomor 11 yang berbunyi “Sustainable cities and
communities”. SDG 11 ini bertujuan untuk memperbarui dan merencanakan kota dan pemukiman manusia lainnya
dengan cara yang menawarkan peluang bagi semua, dengan akses ke layanan , energi, perumahan, transportasi dan
ruang publik hijau, sekaligus mengurangi penggunaan sumber daya dan dampak lingkungan.
Penataan kota di masa depan perlu mempertimbangkan faktor-faktor aspek socio-spasial yang mempengaruhi kota.
Berikut adalah aspek yang cenderung berkembang dan mempengaruhi kota:
- Tantangan alam
Fokus alam yang kini paling penting adalah perubahan iklim. Perubahan iklim menyulitkan
memberikan dampak terhadap ratusan ribu orang harus menahan lapar, kesusahan mendapatkan air
bersih, dan banjir. Hal ini biasanya terjadi pada kota yang miskin. Hal ini juga menyebabkan orang dengan
pendapatan rendah untuk tinggal di lokasi yang rentan akan bahaya alam. Fokus alam yang kedua adalah
persediaan minyak dan peningkatan harga bahan bakar fosil. Penggunaan minyak pada kendaraan dan
emisi pesawat berimbas pada gas rumah kaca dan global warming. Di samping itu, perkembangan kota juga
mengeksploitasi penggunaan lahan dan alam yang efeknya mengakibatkan banjir dan tanah longsor.
Tantangan alam bukan hanya paksaan alam, namun sebagai produk dari perencanaan dan
perkembangan kota yang gagal. Maka dari itu, penting untuk mengambil langkah yang mengurangi resiko
bencana alam, tidak hanya untuk resiko alam skala besar, namun juga dalam skala kecil seperti kecelakaan
yang dapat membunuh 1.2 juta orang per tahun. Pejalan kaki dan jalur gerak kendaraan adalah fokus utama
dalam perencanaan kota
- Perubahan ekonomi
Proses globalisasi dan penyusunnan ekonomi berimbas pada pasar tenaga kerja. Keadaan yang
terjadi seperti: pada beberapa decade terakhir, wanita merupakan pekerja yang berbayar, namun terjadi
kecenderungan “casualization” dari tenaga kerja yang membuat mereka rentan menjadi krisis ekonomi.
Perencanaan kota pada negara maju dan berkembang harus memperhatikan ketidaksetaraan dan
kemiskinan dengan tingkat aktivitas informal yang tinggi untuk bertahan hidup.
- Perubahan kelembagaan
Di China, dalam kekuasaan terjadi peningkatan pengambilan keputusan di tingkat yang lebih
rendah dari sistem administrasi. Hukum perencanaan meminta pendekatan teknikal ke perencanaan kota
dengan regulasi yang terstruktur untuk mempromosikan lingkungan.
Perencanaan kota bergantung pada kehadiran pemerintah lokal yang stabil, efektif, dan bertanggung
jawab. Banyak di negara berkembang yang tidak memiliki hal ini. Padahal, kondisi perencanaan kota bisa
menjadi kesempatan jalan untuk kekuatan politik dan ekonomi.
- Perubahan dalam masyarakat
Sejak 1960, penduduk enggan menerima keputusan perencanaan dari politikan yang padahal memberikan
dampak bagi kehidupan mereka. Maka dari itu, perencana harus mengedukasi bahwa penerapan
perencanaan bisa jadi efektif bila ada dukungan masyarakat.
Isu ketidakrataan urbanisasi terjadi di sub-Saharan Africa. Urbanisasi terjadi karena kondisi ekonomi.
Urbanisasi yang paling banyak mobilitasnya terjadi di Afrika dan beberapa di Asia. Di Afrika, ikatan urban-
rural masih kuat. Strategi ini sebagai fungsi untuk keamanan ekonomi dan sosial, menyediakan akses untuk
simbiosis kesempatan ekonomi.
- Perubahan sosio-spasial kota
Perubahan ekonomi mengakibatkan perubahan sosio-spasial. Contohnya di Amerikan Latin dan Caribbean
cities, terjadi peningkatan kekhawatiran akan kriminal di kalangan menengah dan atas, sehingga terjadi
segregasi dimana munculnya gated community atau hunian komplek. Di kota yang miskin, bentuk spasial
muncul dari upaya kalangan berpenghasilan rendah untuk membeli lahan yang terjangkau di lokasi yang
masuk akal. Proses ini membawa kota dan pinggiran kota terjadi urbanisasi. Hal ini terjadi di area rural
seperti Indonesia.
Perencanaan pemukiman kota sudah terjadi dari abad 7 SM. Adanya kondisi yang berubah setiap waktu yang
mengakibatkan kota pun memerlukan perencanaan yang baru sebagai solusi untuk aspek yang berubah.
- “Gap” antara perencanaan yang ketinggalan jaman dan isu perkotaan masa kini
- Masalah dengan pendekatan sebelumnya (modernist) terhadap urban planning
Masalah yang paling menonjol adalah master planning dan urban modernism yang sepenuhnya gagal
mengakomodasi kehidupan pertumbuhan penduduk, kota yang miskin dan informal. Di banyak kota di
dunia, ada perencanaan lebih tua dan muda. Bentuk urban planning tidak bisa semata-mata hanya
menambahkan strategi untuk respon baru, dalam kondisi tertentu, strategi baru itu bisa berdampak
langsung ke aspek lain seperti dapat memperburuk kemiskinan dan pertemgkaran.
Pada awal abad 20,, dunia mengalami ketidaknyamanan akibat urbanisasi. Rata-rata tingkat pertumbuhan kota
adalan 2,6% per tahun 1950 hingga 2007. Periode ini mengalami peningkatan 4 kali lipat populasi dunia dari 0,7
miliar menjadi 3,3 miliar. Sehingga diperkirakan pada 2050, jumlah populasi dunia akan berlanjut hingga 6,4 miliar.
- Negara maju dan transisi: Proses urbanisasi terjadi lebih banyak di negara maju. Pertumbuhan penduduk
masa kini akan mengakibatkan migrasi dari negara berkembang ke negara maju.
- Negara berkemang: sekitar 44% penduduk di negara berkembang tinggal di area urban. Hal ini diperkirakan
akan terjadi pertumbuhan penduduk 67& di tahun 2050. Negara berkembang sedang mengalami urbanisasi
tercepat di seluruh dunia. Ini bisa menjadi perhatian akan mdningkatnya migrasi desa ke kota.
- Asia: rumah bagi 3,7 miliar orang atau sekitar 60% populasi dunia, merupakan daerah yang mengalami
urbanisasi paling ceoat di dunia. Dalam 27 tahun terakhir, terjadi peningkatan 5 kali lipat. Pada tahun 2050,
diperkirakan 2/3 penduduk tinggal di perkotaan. Urbanisasi terkait transisi ekonomi, dan peningkatan
globalisasi.
Sustainable development, atau sustainbility didefinisikan oleh the Brundtland Commission sebagao
pembangunan yang memenuhi kebutuhan semua orang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan.
Dalam perencanaan kota, inii sebagao pengakuan baru bagaimana lingkungan dan aspek sosial dai
perkembangan butuh terintergasi dengan perkembangan ekonomi.
Akibat dominasi kota di kota maju dan urbanisasi yang cepat di kota berkembang, tidak dapat dipungkiri bahwa
kota memakai sumber daya alam dengan cara terkonsentrasi. Hal ini mengakibatkan proporsi yang besar dari
polutan mengotori air, danau, sungai, laut, dan tanah. Namun, sisi positifnya adalah di area urban merupakan
lokasi perkembangan ekonomi, kemajuan sosial dan teknologi dibuat, dan kekayaan bergantung pada
pembangunan nasional dibuat.
Berkelanjutan berarti harus aman bagi lingkungan, mendorong sosial dan ekonomis produktif. Sejak awal 1990,
konsep berkelanjutan telah diakui dan bertujuan untuk memnimalisi penggunaan non pembaruan sumber daya,
pencapaian penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui, dan tetap berada dalam kapasitas daya serap
sampah lokal dan global. Tindakan untuk mencapai tujuan ini menyediakan hubungan antara alam dan
lingkungan.
The United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) menyatakan bahwa konsep
pengembangan berkelanjutan bukan hanya untuk perlindungan lingkungan, namun juga sebagai konsep baru
untuk pertumbuhan ekonomi yang menyediakan keadilan dan kesempatan untuk semua orang di dunia tanpa
menghancurkan sumber alam. Penerapan pengembangan berkelanjutan pada kota menjadi tantangan
perencana kota untuk mencari jalan baru akan masalah tentang kemiskinan perkotaan dan penciptaan kekayaan
sekaligus menangani lingkungan perkotaan baik yang alami maupun buatan, dan masalah sosial serta budaya
masyarakat perkotaan.
Untuk menerapkan pembangunan kota berkelanjutan adalah bagaimana mengintergasikan agenda coklat
dengan agenda hijau. Agenda hijau adalah tentang sistem alami di ekosistem lokal, biregional, dan global yang
dimanfaatkan oleh kota, pemukiman sebagai layanan ruang terbuja, keanekaragaman hayati, penyediaan air,
penyebaran limbah, udara sehat, dan iklim. Dalam perencanaan kota, agenda hijau dipastikan untuk dikelola
secara efektif sebagai fungsi hijau, namun unsur ini sering dianggap tidak penting. Agenda coklat mengenai
penggunaan lahan, rekayasa sistem pengelolaan sampah, meminimalkan konsumsi energi dan transportasi,
pengurangan material, dan penciptaan lingkungan yang efisien. Di kota, unsur coklat selalu mengkonsumsi dan
mendominasi unsur hijau.
Secara global, terdapat 8 fokus utama untuk mengintegrasikan agenda hijau dan coklat: