Anda di halaman 1dari 6

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN


KEGURUAN

UTS KLS I MK SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

PRODI PAI SEMESTER 2 TAHUN 2021

Nama : Garin Wahyudi

NPM : 2011010383

Semester : II

PRODI : Pendidikan Agama Islam

Kelas :I

Dosen pengampu : Yahya Rifa’I M.Pd

PERTANYAAN/SOAL

1. Jelaskan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam pada masa Rosulullah SAW di
Makkah dan Madinah.
2. jelaskan bentuk transformasi intelektual Yunani, Persia, dan Romawi ke Dunia islam
3. Apa saja pengaruh madrasah Nizhamiyah terhadap perkembangan Pendidikan Islam?
4. Jelaskan Asal-usul Surau Sebagai Lembaga Pendidikan Islam dan metode
pembelajarannya.
5. Sistem Pendidikan Islam Pada pesantren mempunyai Keunikan tersendiri sehingga
mempunyai ciri khas tersendiri, sebutkan dan jelaskan sistem pendidikan pesantren
tentang metode pengajarannya.
20 MEI 2021
Selamat mengerjakan
JAWABAN

1. Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Madinah


Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga
mengajarkan Alquran karena Alquran merupakan intisari dan sumber pokok ajaran Islam.
Disamping itu Nabi Muhamad SAW juga mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Intinya, pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan
keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia supaya mempergunakan akal
pikirannya dalam memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam
semesta sebagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah.
Mahmud Yunus dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa
pembinaan pendidikan Islam di Makkah meliputi:
1. Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan
dipersekutukan dengan nama berhala.
2. Pendidikan akliyah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusiadari segumpal darah
dan kejadian alam semesta.
3. Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada
sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4. Pendidikan jasmani atau kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan
tempat kediaman. Sedangkan pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Madinah dapat
dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan
tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh
ajaran Islam, dan merupakan cerminan dari sinar tauhid tersebut.
- Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Madinah
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah
dengan membentuk dan membina masyarakat baru menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu
padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya
(sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
- Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku
dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.
- Nabi mempersaudarakan orang-orang dari berbagai kaum, mula-mula diantara sesama kaum
Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu
bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.
- Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum
Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-
masing seperti waktu di Makkah.
- Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan
masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakan
pendidikan bagi warga masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab sosial, baik secara
materil maupun moral.
Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat
baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat
juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut
hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari
Nabi Muhammad SAW dan shalat jum’at berjamaah.

2. Proses transformasi terkait erat dengan sistem pendidikan islam yang berlaku pada saat itu.
Baik dari segi kelembagaan, materi, maupun metodenya. Kontak awal islam dengan
peradaban klasik terjadi karena proses perluasan wilayah. Adanya keterkaitan antara
peradaban Barat dan peradaban Islam, dimana perkembangan islam mengambil manfaat dari
peradaban barat dan sebaliknya pada masa sesudahnya.
Sejak terjadinya ekspansi islam ke beberapa wilayah diluar jazirah arab, seperti Bizantium
hingga Konstantinopel. Islam mulai berkenalan secara intensif dengan berbagai kultur yang
ditemuinya. Kenyataan bahwa daerah-daerah baru tersebut telah memiliki akar dan tradisi
intelektual serta kebudayaan yang tinggi telah mendorong perkembangan pengetahuan dalam
ranah pemikiran islam. Kebijakan untuk mempertahankan pusat-pusat pengetahuan dan
budaya, yang umumnya memiliki tradisi kefilsafatan yunani yang kuat menjadi jembatan
terjadinya transformasi intelektual dari filsafat yunani ke dalam tradisi intelektual islam.
Transformasi intelektual yunani ke dalam islam mengambil bentuknya sendiri yang
disesuaikan dengan ajaran islam. Karena itu, beberapa hal ditafsirkan kembali dalam
pemahaman yang islami tanpa mencabut nilai dasar dari pemikiran induknya. Tradisi
intelektual islam adalah tradisi yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai pijakan
epistomologisnya dan lebih bersifat naqly, dan bermuara pada tujuan mengesakan Allah
sebagai asas ajaran islam. Sementara tradisi yunani berpijak pada logika rasional dan sangat
dipengaruhi oleh mitologi dan politeisme.

3. Madrasah Nizhamiyah telah banyak memberikan pengaruh terhadap


masyarakat, baik dibidang politik, ekonomi maupun bidang sosial keagamaan.
Nizham al-Mulk sebagai pejabat pemerintah yang memiliki andil besar dalam
pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan kepentingan nya dalam
pemerintahan merupakan suatu yang sangat menentukan. Dalam batas ini
madrasah merupakan kebijakan religio-politik penguasa. Dalam bidang ekonomi
madrasah Nizhamiyah memang dimaksudkan untuk mempersiapkan pegawai
pemerintah, khususnya dilapangan hukum dan administrasi di samping sebagai
lembaga untuk mengajar ilmu Syari'ah dalam rangka mengembangkan ajaran
sunni Madrasah Nizhamiyah diterima oleh masyarakat karena sesuai dengan
lingkungan dan keyakinannya dilihat dari segi sosial keagamaan, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Ajaran yang diberikan di Madrasah Nizhamiyah adalah ajaran sunni, sesuai
dengan ajaran yang dianut oleh sebahagian besar masyarakat pada saat itu.
2. Madrasah Nizhamiyah diajar oleh para ulama yang terkemuka.
3. Madrasah ini memfokuskan pada ajaran fiqih yang dianggap sesuai dengan
kebutuhan masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan kehidupan yang sesuai
dengan ajaran dan keyakinan mereka.

4. Surau merupakan lembaga pendidikan tertua di Minangkabau, bahkan sebelum Islam


masuk ke Minangkabau surau sudah ada. Dengan datangnya Islam, surau juga mengalami
proses islamisasi, tanpa harus mengalami perubahan nama. Selanjutnya surau semakin
berkembang di Minangkabau. Di samping fungsinya sebagai tempat beribadah (shalat),
tempat mengajarkan Al-Qur'an dan Hadis serta ilmu lainnya, juga sebagai tempat
musyawarah, tempat mengajarkan adat, sopan santun, ilmu beladiri (silat Minang) dan juga
sebagai tempat tidur bagi pemuda yang mulai remaja dan bagi laki-laki tua yang sudah
bercerai. Ini barangkali sudah merupakan aturan yang berlaku di Minangkabau, karena di
rumah orang tuanya tidak disiapkan kamar untuk anak laki-laki remaja atau duda, maka
mereka bermalam di surau. Hal ini secara alamiah menjadi sangat penting, karena dapat
membentuk watak bagi generasi muda Minangkabau, baik dari segi ilmu pengetahuan
maupun ketrampilan praktis. Setelah Islam berkembang, arsitektur bangunan surau di
Minangkabau masih terpengaruh oleh budaya dan kepercayaan setempat. Misalnya, puncak
bangunan surau ada yang bergonjong. Ini sebagai refleksi dari kepercayaan mistis tertentu
dan belakangan sebagai lambang adat Minangkabau.

Dengan berkembangnya lembaga pendidikan surau ini, terjadi transformasi ilmu


pengetahuan dan budaya terhadap pemuda-pemuda Minang. Ilmu yang didapatkan di surau
ini tidak hanya ilmu agama saja, tetapi juga ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-
hari, seperti pengetahuan adat, ilmu bela diri, sopan santun, kemandirian dan sebagainya.
Surau ini walaupun ada yang berbentuk masjid, tetapi tidak sama dengan masjid. Surau di
Minangkabau tidak dilakukan shalat Jum'at padanya, sementara masjid tempat dilaksanakan
shalat Jum'at.
Fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan Islam, hanya saja fungsi keagamaannya
semakin penting yang diperkenalkan pertama kali oleh Syekh Burhanuddin Ulakan,
Pariaman. Pada masa ini, eksistensi surau di samping sebagai tempat shalat juga digunakan
oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan agama Islam, khususnya tarekat
(suluk).
- Metode Sistem Pendidikan Pada Surau
Dalam lembaga pendidikan surau tidak mengenal birokrasi formal, sebagaimana
dijumpai pada lembaga pendidikan modern. Aturan yang ada didalamnya sangat
dipengaruhi oleh hubungan antar individu yang terlibat.Secara kesat mata dapat dilihat
di lembaga pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan yang
telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar nasehat. Lembaga
surau lebihmerupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan interaksi kultural daripada
hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan saja. Jadi, nampak jelas fungsi learning
society di surau sangat menonjol.Sedikit gambaran di atas, memperlihatkan kepada kita
bahwa kegiatan pendidikan Islam masa awal di Nusantara berjalan secara informal. Masa
awal pertumbuhannya dilaksanakan dengan mengambil bentuk sistem pendidikan Surau.
Sebagai sebuah sistem, surau telah menjadi proses yang sangat panjang yang dijalani oleh
para pedagang Muslim untuk menyiarkan agama Islam, khususnya di Minangkabau.
Sebagian besar para penyiar agama Islam yang berada di desa-desa telah mendirikan surau
atau masjid sebagai tempat shalat sekaligus menjadi tempat untuk mendidik baca tulis
Alquran. Hampir di setiap kampung dihiasi surau sebagai media atau sarana edukatif
yang cukup efektif dalam menjalankan kegiatan keagamaan dan pendidikan.Sistem
pembelajaran yang berlangsung di surau, kala itu, masih bersifat dasar (elementary),
mereka diperkenalkan dengan abjad huruf Arab(hijaiyah) atau sekadar mengikuti apa yang
dibacakan oleh guru dari kitab suci Alquran. Julukan pengelola pendidikan surau di sebut
`amil, modin atau lebai (sebutan dari Sumatera Barat). Di samping sebagai seorang pengelola
surau (guru), ia juga mempunyai tugas lain, yakni memberikan doa pada waktu upacara
keluarga atau desa. Waktu kegiatan belajar-mengajar biasanyadilaksanakan pada pagi atau
petang hari antara satu sampai dua jam. Umumnya, proses pembelajaran ini memakan
waktu sampai sekitar satutahun.Basis utama ekonomi pendidikan di surau adalah
pemanfataan wakaf yang menopang dan menghidupinya, juga berasal dari hadiah,
sumbangan,atau warisan dari orang-orang kaya. Akomodasi untuk para peserta didik,
jugadiperoleh dari dana-dana tersebut. Keberadaan surau waktu itu, tidakbergantung
kepada pemerintah atau kekuasaan politik, dan tidak pula bergantung pada yayasan
keagamaan lain, sebab masa itu belum nampak ada.

5. Pondok pesantren tradisional mempunyai metode tersendiri dalam mengajarkan agama


Islam terhadap santri, yaitu metode sorogan dan bandongan. Kedua istilah ini sangat populer
di kalangan pesantren, terutama yang masih menggunakan kitab kuning sebagai sarana
pembelajaran utama.
Kedua metode tersebut kerap digunakan santri untuk menggali ajaran-ajaran Islam melalui
kitab kuning atau kitab turats. Secara bahasa, sorogan berasal dari kata Jawa sorog, yang
artinya menyodorkan. Dengan metode ini, berarti santri dapat menyodorkan materi yang
ingin dipelajarinya sehingga mendapatkan bimbingan secara individual atau secara khusus.
Sorogan merupakan metode pembelajaran yang diterapkan pesantren hingga kini, terutama di
pesantren-pesantren salaf. Usia dari metode ini diperkirakan lebih tua dari pesantren itu
sendiri. Karena metode ini telah dikenal semenjak pendidikan Islam dilangsungkan di
langgar, saat anak-anak belajar Alquran kepada seorang ustaz atau kiai di kampung-
kampung.
Tak kalah menariknya, di pesantren juga kerap menggunakan metode bandongan atau
bandungan. Istilah bandungan berasal dari bahasa Sunda ngabandungan yang berarti
memperhatikan secara saksama atau menyimak. Dengan metode ini, para santri akan belajar
dengan menyimak secara kolektif. Namun, dalam bahasa Jawa, bandongan disebutkan juga
berasal dari kata bandong, yang artinya pergi berbondong-bondong. Hal ini karena
bandongan dilangsungkan dengan peserta dalam jumlah yang relatif besar.

Anda mungkin juga menyukai