Ilmu
Ilmu
Dosen Pembimbing:
Dr. Muji Mulia, S.Ag., M.Ag.
Kelompok : 3
Penulisan makalah ini merupakan upaya untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Mazahib Islamiyah dan semoga dengan adanya makalah ini dapat
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
dapat memperbaiki isi makalah ini. Disamping itu kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini
berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kontak antara bangsa arab dan bangsa- bangsa lainnya di luar jazirah
Arab dengan corak budayanya yang beragam segera menimbulkan berbagai kasus
baru yang tidak terselesaikan dengan tunjukan lahir nash semata-mata. Untuk
menghadapi hal itu, para sahabat terpaksa melakukan ijitihad. 1 Untuk
memenuhi kebutuhan fatwa yang terus meningkat, mereka berusaha merumuskan
kaidah-kaidah sebagai pedoman dalam beijtihad. Dalam kenyataannya,
rumusan kaidah-kaidah tidak selalu sama antara seorang ulama dengan yang
lainnya. sejak masa sahabat kecil, telah muncul dua aliran yang berbeda
dalam sikap ijtihadnya, yakni Ahlul Hadis dan Ahlul Ra‟yi. 2
Corak dan pemikiran para ulama sangat dipengaruhi oleh adat istiadat
dankondisi sosial budaya setempat. Sistem berpikir ulama Fiqh pada suatu masa
juga dipengaruhi oleh corak pemikiran ulama terdahulu yang sebelumnya
menempati kawasan tersebut. Ketika perluasan Islam pada masa-masa
tersebut, antara lain mencapai daerah Hijaz, Mesir, Irak dan Syam, yang
1
Lahmuddin Nasution, Pembaruan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi‟i (Cet. I; Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), Hlm. 3
2
Lahmuddin Nasution, Pembaruan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi‟i, Hlm. 4
1
pada masa-masa tertentu menjadi pusat kajian hukum Islam, pada awalnya
ditempati oleh tokoh-tokoh Fiqh sahabat dengan beragam metode ijtihad yang
dibawanya. Dengan demikian, lahirnya madrasah-madrasah fiqh, seperti Ahlul
Hadis dan Ahlul Ra‟yi pada era pasca sahabat merupakan warisan penting dari
Fiqh sahabat. 3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
5. Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Ahlul Hadis pada masa
tabi‟in.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
macam-macam Al Ra‟yu. Ibnu Qayyim Al Jauziyyah membagi Al Ra‟yu kepada
dua macam, yaitu:
1. Al Ra‟yu al Bathil, yaitu pendapat yang didasarkan kepada hawa nafsu dan
tidak boleh diamalkan atau dijadikan hujjah dalam menyelesaikan masalah.
Mazhab imam Hanafi merupakan nama dari kumpulan pendapat yang berasal
dari Imam Abu Hanifah dan murid-murinya serta perluasan pemikiran yang
kesemuanya itu merupakan hasil dari metode ijtihad para ulama-ulama Irak
(Ahlul Ra‟yi). Dalam meng-istinbat-kan hukum syara‟, Abu Hanifah
mengambil patokan sebagai berikut:
1. Tentang Al-quran
5
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Cet.I; Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), h.16
5
b. Telah diamalkan oleh para ahli fiqih yang kenamaan,
B. Ahlul Hadits
6
Pertama, lingkungan. Kedua, sistem atau metode yang ditempuh para fuqaha
dalam menyingkap hukum.
1. Sebagaimana abu hanifah, imam malik membuat syarat yang berat untuk
menerima sebuah hadis. Imam malikdapat menerima khabar ahad
walaupun berlawanan dengan qiyas atau amal perbuatan perawi asalkan
sanadnya sahih atau hasan.
7
Para Ahlul Hadis misalnya Imam Malik dan rekan-rekannya berpegang kepada
hadis-hadis yang dipandang kuat oleh ahli fiqih Madinah tanpa adanya
perselisihan di antara mereka. Serta meninggalkan hadis ahad yang dianggap
bertentangan dengan amalan ahli fiqih Madinah.(Irfan:2012) memaparkan bahwa
beberapa ulama meriwayatkan Imam Malik pernah berkata: “Saya tidak akan
memberikan fatwa dan meriwayatkan hadis, sehingga tujuh puluh
ulamamembenarkan dan mengakui.” Arttinya bahwa segala masalah yang
difatwakan oleh Imam Malik kepada orang lain setelah disaksikan oleh tujuh
puluh orang ulama, dan mereka itu menetapkan dan sepakat, bahwa memang
beliau seorang yang ahli dalam masalah yang difatwakannya tersebut.
Ulama Madinah yang tergabung dalam kelompok Ahlul Hadis tidak diketahui
jumlahnya secara pasti karena tidak pernah ditemukan catatan khusus. Akan
tetapi, di antara mereka ada yang termasuk pada “tujuh orang ulama Madinah”
yang disebut Al Fuqaha Al Sab‟ah, yaitu:
8
Abu Bakar, Abdullah bin Ustman bin Affan. Kemudian, mewariskan ke
generasi selanjutnya.6
1. Pengaruh madrasah Ahlul Ra’yi terhadap hukum Islam (Ushul fiqih dan
Fiqih)
Adanya perbedaan istinbath hukum antara Ahlul Ra‟yi dan Ahlul Hadis tentu
mempengaruhi penetapan hukum suatu masalah. Adapun pengaruh Ahlul Ra‟yi
terhadap hukum Islam, dalam hal ini Ushul fiqih dan fikih, misalnya dalam
penggunaan istihsan. Mengenai istihsan, Abu Hanifah terlalu maju melangkah
ke depan dalam menetapkan hukum Islam. Contoh kasus :
6
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, h. 336.
7
Irfan, Muqaranah Mazahib fil Ibadah (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 21.
9
minum dengan paruhnya padahal, ia adalah tulang yang suci.
Adapun binatang buas, maka ia minum dengan lidahnya yang
bercampur dengan air liurnya. Oleh karena inilah, maka sisa
minumannya najis.8
2. Pengaruh madrasah Ahlul Hadis terhadap hukum Islam (Ushul fiqih dan
Fiqih)
8
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Terj. Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib, (Cet. I;
Semarang: Dina Utama Semarang, 1994), h. 112.
10
Perbedaan antara Ahlul Ra‟yi dan Ahlul Hadis adalah cara menerima dan
menyikapi hadis. sebagian ada yang berhujjah dengan suatu hadis, sebagian lagi
tidak. Sebagian memandang bahwa hadis tersebut kualitasnya kuat dan dan bagus,
sebagian lainnya menganggapnya lemah. Perbedaan-perbedaan seperti ini
menyebabkan hukum-hukum yang mereka tetapkan juga berbeda- beda.9 Adapun
cara ahli fiqih hijaz dalam menetapkan hukum islam ialah dengan memahami
hadis-hadis sesuai dengan tekstualnya tanpa menganalisis mengenai illat hukum
dan prinsip-prinsipnya. Kalau mereka mendapati apa yang mereka pahami dari
nash itu tidak sesuai dengan kehendak akal pikiran, maka mereka tidak
memperdulikan hal tersebut dan mereka mengatakan itu adalah nash. Mereka
tidak memakai analisis rasional kecuali pada waktu darurat saja.Dengan cara
seperti ini mereka telah mempersempit lapangan ijtihad dan secara tidak langsung
telah menutup pintu ijtihad dikalangan umat islam.
9
Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan Perembangan Hukum Islam,Terj. Wajidi Sayadi,
h. 94.
11
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman agar penulisan makalah kami lebih baik lagi ke
depannya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud.1990. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
University Press.
Pustaka Setia.
Nurul Fathikhin, Setyaningsih, dkk. Pola Pemikiran Ahlu Hadist dan Ahlu Ra'yu
13