Salah satu ciri masyarakat multikultural adalah pengakuan terhadap kesetaraan dalam perbedaan. Melalui pendekatan multikultural setiap kebudayaan dan antarkelompok masyarakat dipandang mempunyai cara hidupnya sendiri- sendiri yang harus dipahami dari konteks masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan. Berbagai persolalan yang timbul akibat keberagaman budaya bangsa Indonesia yang plural dan majemuk ini memerlukan sebuah model penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga konflik sosial yang selama ini berkembang dapat diminimalkan. Berikut berupa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah kesetaraan dalam masyarakat multikultural. 1. Proses Integrasi Budaya Untuk memelihara kesetiakawanan sosial maka suatu kelompok suku bangsa biasanya mengembangkan simbol-simbol yang mudah dikenal, seperti bahasa, adat istiadat, dan agama. Setiap suku bangsa tersebut merasa bahwa mereka memiliki simbol-simbol tertentu. Simbol-ini diyakini perbedaannya dengan simbol-simbol suku bangsa lainnya dan berfungsi sebagai media untuk memperkuat kesetiakawanan sosial mereka. Di Indonesia terdapat suku bangsa dan golongan sosial yang terlibat dalam interaksi lintas budaya secara serasi sehingga melahirkan suku-suku bangsa baru. Ini merupakan hasil amalgamasi atau asimilasi budaya. Salah satu bentuk amalgamasi budaya yang melahirkan suku bangsa baru adalah yang terjadi di Btavia. Penduduk Batavia yang berdatangan dari berbagai tempat dengan memiliki keanekaragaman latar belakang kebudayaan tersebut berhasil dipersatukan dalam kebudayaan Betawi yang dipimpin oleh Muhammad Husni Thamrin pada tahun 1923. Selanjutnya, setiap kelompok suku bangsa maupun golongan yang ada menanggalkan simbol-simbol kesukuan mereka dan mengembangkan simbol-simbol kesukuan baru serta memilih agama Islam sebagai media sosial yang memperkuat kesetiakawanan sosial.
Institusi-Institusi Sosial Kelompok Etnik di Indonesia 105
Pada masa pendudukan Jepang juga terjadi proses integrasi budaya di Indonesia. Jepang yang berusaha meraih simpati dari rakyat Indonesia, berupaya mensahkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi maupun dalam pergaulan sosial sehari-hari. Pengaruh kebijakan tersebut sangat besar dalam pengembangan budaya kesetaraan pada masyarakat Indonesia. Keputusan Jepang untuk memberlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi tersebut bukan hanya mengukuhkan media sosial yang diperlukan melainkan juga mematahkan salah satu lambang arogansi sosial, yaitu pemakaian bahasa Belanda pada masa penjajahan Belanda. Jasa lain penjajah Jepang yang boleh diabaikan adalah pembentukan oraganisasi rukun tetangga (RT) sebagai organisasi sosial di tingkat lokal. Tujuannya untuk mempersatukan segenap warga masyarakat tanpa memandang asal-usul kesukuan, golongan, dan latar belakang kebudayaan. Konsep ketetanggaan tersebut akan memainkan peranan penting dalam menciptakan wadah sosial yang dapat menjamin kebutuhan akan rasa aman warga, bebas dari kecurigaan, dan prasangka etnik, ras, dan golongan. Menurut Nasikun dalam buku Sistem Sosial Indonesia (2008:34), integrasi nasional yang kuat dan tangguh hanya akan berkembang diatas consensus nasional mengenai batas-batas suatu masyarakat politik dan sistem politik yang berlaku di seluruh masyarakat tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mendorong integrasi nasional. Hal tersebut dilakukan dengan cara, antara lain sebagai berikut. a. Mengembangkan sikap toleransi diantara berbagai kelompok sosial. b. Mengindentifikasi akar persamaan diantara kultur-kultur etnik yang ada. c. Kemampuan segenap kelompok yang ada untuk berperan secara bersama- sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi. d. Upaya yang kuat dalam melawan prasangka dan diskriminasi antaretnik. e. Menghilangkan pengotak-ngotakan kebudayaan.
Institusi-Institusi Sosial Kelompok Etnik di Indonesia 106
2. Sikap Toleransi dan Empati terhadap Keberagaman Budaya Sebuah masyarakat yang memiliki karakteristik heterogen pola hubungan sosial antarindividunya di dalam masyarakat, harus mampu mengembangkan sifat toleransi dan menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan menerima setiap perbedaan- perbedaan yang melekat pada keberagaman budaya bangsa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah konsep yang mampu mewujudkan siatuasi dan kondisi sosial yang penuh kerukunan dan perdamaian meskioun terdapat kompleksitas perbedaan. Kebesaran kebudayaan suatu bangsa terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keanekaragaman kebudayaan dalam sebuah kesatuan yang dilandasi suatu ikatan kebersamaan. Salah satu pengembangan konsep toleransi terhadap keberagaman budaya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang multikultural dengan bentuk pengakuan dan toleransi, terhadap perbedaan dalam kesetaraan individual maupun secara kebudayaan. Dalam masyarakat multikultural, masyarakat antarsuku bangsa dapat hidup berdampingan, bertoleransi, dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya merupakan sebuah wacana, tetapi harus dijadikan pedoman hidup dan nilai-nilai etika dan moral dalam perilaku masyarakat Indonesia. Agar menghindarkan kecenderungan dominasi suatu suku bangsa terhadap suku bangsa liannya maka harus ditingkatkan rasa toleransi dan empati terhadap keberagaman Indonesia. Misalnya, proyek pencetakan sejuta hektar sawah lahan gambut yang telah dibatalkan. Apabila proyek ini dilaksanakan dapat menjurus ke arah dominasi kebudayaan petani sawah dari Jawa yang dipaksakan kepada suku Dayak dan kebudayaannya yang dianggap kurang sesuai dengan arus pembangunan. 3. Penerapan Pendekatan Multikultural Pengembangan model pendidikan yang menggunakan pendekatan multikultural sangat diperlukan untuk menanamkan nilai-nilai pluralitas
Institusi-Institusi Sosial Kelompok Etnik di Indonesia 107
bangsa. Sikap simpati, toleransi, dan empati akan tertanam kuat melalui pendidikan multikultural. Masyarakat menyadari akan adanya perbedaan budaya dan memupuk penghayatan nilai-nilai kebersamaan sebagai dasar dan pandangan hidup bersama. Penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya melalui pendidikan pluralitas dan multikultural dapat dilakukan dalam jenjang pendidikan formal. Sejak dini, siswa ditanamkan nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas sosial sehingga mampu menghargai perbedaan secara tulus, komunikatif, dan terbuka tanpa adanya rasa saling curiga. Dengan demikian, model pendidikan pluralitas dan multikultur tidak sekedar menanamkan nilai-nilai keberagaman budaya, namun juga memperkuat nilai-nilai bersama yang dapat dijadikan dasar dan pendangan hidup bersama. Melalui pendidikan multikultural, sejak dini anak didik ditananamkan untuk menghargai berbagai perbedaan budaya, seperti etnik, ras, dan suku dalam masyarakat. Keserasian sosial dan kerukunan pada dasarnya adalah sebuah mozaik yang tersusun dari keberagaman budaya dalam masyarakat. Melalui pendidikan multikultural, seorang anak dididik untuk bersikap toleransi dan empati terhadap berbagai perbedaan di dalam masyarakat. Kesadaran akan kemajemukan budaya dan kesediaan untuk bertoleransi dan berempati terhadap perbedaan budaya merupakan kunci untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Penerapan sikap toleransi dan empati sosial yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat akan mencegah terjadinya berbagai konflik sosial yang merugikan berbagai pihak.
Institusi-Institusi Sosial Kelompok Etnik di Indonesia 108