Djoko Tjandra Buron Kelas Kakap Sulit Ditangkap

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

DJOKO TJANDRA BURON KELAS

KAKAP SULIT DITANGKAP


Djoko Sudiarto Tjandra yang dikenal sebagai Tjan Kok Hui.Lahir pada tanggal 27
agustus 1950.Ia bukan pesulap maupun mentalis namun orang yang satu ini pandai
menghilang bahkan petugas 1 indonesia tidak dapat menemukannya dalam kurun
waktu 1 “Dekade”,ia merupakan penguasaha yang identik dengan Grup Mulia
yang memiliki bisnis inti properti.era 1990-an,grup mulia semakin menunjukkan
taringnya ketika dikendalikan oleh djoko Ia menjadi pemegang komando atas
kepemilikan properti perkantoran seperti Five Pillars Office Park, Lippo Life
Building, Kuningan Tower, BRI II, dan Mulia Center.

Diketahui, Grup Mulia menaungi sebanyak 41 anak perusahaan di dalam dan luar
negeri. Selain properti, grup yang pada 1998 memiliki aset Rp11,5 triliun itu
merambah sektor keramik, metal, dan gelas.Nama Djoko semakin melejit setelah
bekerjasama dengan pengusaha muda, Setya Novanto yang saat itu menjabat Wakil
Bendahara Golkar. Dari sinilah perkara itu merebak makin lebar. Soalnya,
kongkalikong memburu duit fee terlembaga dengan keikutsertaan PT Era Giat
Prima (EGP), perusahaan bikinan Djoko dan Setya.11 januari 1999 mulai nya
korupsi fantastis di bank bali,ada perjanjian cessie Bank Bali ke BDNI (Bank
Dagang Nasional Indonesia) sebesar Rp 598 miliar dan BUN (Bank Umum
Nasional) sebesar Rp 200 miliar antara Bank Bali dan PT EGP.3 juni 1999 BPPN
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional) menginstruksikan transfer dana dari
rekening Bank Bali di Bank Indonesia ke sejumlah rekening berjumlah Rp 798
miliar secara bersamaan.
Dengan rincian sebagai berikut:

 Rp404 miliar ke rekening PT EGP di bank bali tower

 Rp274 miliar untuk Djoko S tjandra di rekening BNI kuningan

 Rp120 miliar Untuk rekening PT EGP di BNI Kuningan.

Namun setelah tagihan cair, PT EGP menulis surat ke BPPN. Isi surat itu adalah
permintaan agar kewajiban PT BUN kepada Bank Bali sebesar Rp 204 miliar dan
bunga sebesar Rp 342 miliar dibayarkan kepada PT EGP. Lalu, PT EGP mendapat
fee tadi, sebesar Rp546,468 miliar. Karena kemudian kasus ini mencuat ke
permukaan dan Direktur Utama EGP Djoko S Tjandra dimeja-hijaukan, akhirnya
PT EGP mengembalikan dana tersebut ke Bank Bali.Dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,Djoko S Tjandra divonis bebas. Setelah keluar
putusan ini PT EGP menggugat ke PTUN agar BPPN (kini menguasai Bank
Permata) mencabut pembatalan perjanjian cessie dan menyerahkan dana tersebut
ke PT EGP.

Pada Maret 2002 gugatan PT EGP tersebut ditolak MA. Pada 12 Juni 2003 Kepala
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengirim surat kepada direksi Bank Permata
agar menyerahkan barang bukti berupa uang Rp 546,468 miliar tadi. Permintaan
ini akhirnya tak terwujud dengan keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung
(MA) yang memenangkan BPPN.Sementara itu, Kemas Yahya Rahman yang
waktu itu menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum)
Kejaksaan Agung kala itu pernah mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan
secara hati-hati tentang rencana eksekusi dana Rp 546,468 miliar di Bank
Permata.Langkah ini diambil menyusul pernyataan Ketua MA Bagir Manan soal
dana cessie Bank Bali. Kejaksaan akan mempelajari terlebih dulu secara detail
putusan kasasi MA atas kasus Bank Bali yang melibatkan dua terdakwa.Pasalnya,
putusan kasasinya saling berbeda. Perkara dengan terdakwa Djoko S Tjandra sudah
diputus bebas. Putusan ini berkonsekuensi dana cessie harus dieksekusi
dikembalikan ke PT EGP. Djoko mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk
dieksekusi. Djoko dinyatakan sebagai buron. Djoko diduga melarikan diri ke luar
negeri Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini, pada 10 Juni
2009.Atau sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkara
 Dia menjadi warga negara Papua Nugini sejak 2009. Djoko pun belum pernah
menginap di hotel prodeo selama sebelas tahun di pelarian.Akhir Juni 2020, Djoko
mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di
sidang pertamanya, dia tak hadir dengan alasan sakit.

Time Line:

Bisnis property di tahun 1970-an 1990-an Grup mulia berkembang pesat

Memasuki dunia politik bersama 11 januari 1999 mulainya

Setya novanto di partai golkar Korupsi fantastis di bank bali

PT EGP memberikan surat yang berisikan PT EGP menggugat ke PTUN agar BPPN

pernyataan permintaan agar kewajiba (kini menguasai Bank Permata) namun

PT BUN kepada Bank Bali sebesar Rp 204 Di tolak MA.


miliar dan bunga sebesar Rp 342 miliar

dibayarkan kepada PT EGP.

Ditahun 2001 Djoko divonis MA Di tahun 2009 Djoko divonis 2 tahun


penjara

Djoko Hilang sebelum di eksekusi Djoko kembali muncul di tahun 2020(PK)

Ditahun 2020 Djoko tjandra sempat terindikasi pembuatan E-ktp Di

Grogol selatan Yang dibantu oleh Asep Lurah setempat.

Dan Berikut pejabat-pejabat yang kong-kalikong dalam kasus-kasus djoko tjandra:

 Brigjen (pol) Prasetijo Utomo


Ia membantu pelarian Djoko tjandra dalam kasusnya dimana sebelum ia
akan dieksekusi oleh MA.Diduga menerbitkan surat jalan untuk Djoko
Sugiarto Tjandra,yang juga dikenal sebagai Joko Soegiarto Tjandra.
Prasetijo juga disebut berperan dalam penerbitan surat pemeriksaan Covid-
19 dan surat rekomendasi kesehatan untuk Djoko Tjandra.Dan akhirnya
dicopot jabatannya.
 Irjen Napoleon Bonaparte

Memiliki jabatan Bintang 2.Terkait dalam pengiriman surat Brigjen


Nugroho pada 5 mei 2020 kepada dirjen imigrasi tentang pemberitahuan
informasi red notice atas nama djoko soegiarto tjandra yang telah terhapus
dari sistem basis data.Hingga akhirnya dicopot dari jabatannya.

 Brigjen Nugroho Slamet Wiwoho

Ia terindikasi menerbitkan surat jalan untuk djoko tjandra.Dalam surat jalan


tersebut Joko Chandra disebutkan berangkat ke Pontianak, Kalimantan
Barat, pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020.Nugroho Slamet
Wiwoho dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris National Central
Bureaus (NCB) Interpol Indonesia karena memiliki peran dalam hilangnya
nama Djoko Tjandra dalam red notice Interpol.  

Anda mungkin juga menyukai