Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH USHUL FIQIH

RIBA

Dosen Pengampu :
Dr. Heni Mulyasari .,M.E.Sy

Disusun Oleh :
Amelia Siti Aminah ( 200415005 )
Bambang Nugroho( 200415008 )

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang karena anugerah dariNya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Riba” ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad saw,
yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam
yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang


menjadi tugas Pendidikan Agama dengan judul “Riba”. Di samping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah
makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa


bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya bisa diperbaiki.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riba merupakan praktek ekonomi yang sudah dijalankan sama tuanya
dengan peradaban umat manusia. Sejak manusia hidup di bumi praktek-praktek
riba sudah ada sesuai dengan perkembangan masyarakatdalam hal ekonomi pada
masa tersebut.
Islam sebagai agama sempurna,dan agama yang memberi rahmat bagi
sekalian alam juga memberikan rambu-rambu dan regulasi berkaitan dengan
praktek riba tersebut. Dalam Al-Qur’an dan Hadist disebutkan secara jelas
mengenai pengharaman dan manfaat di haramkannya riba.
Seiring dengan berkembangnya kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta berkembangnya ekonomi secara nasional dan internasional,
praktek riba juga mengikuti perkembangannya. Saat ini banyak sekali praktek riba
yang dilakukan oleh lembaga maupun perorangan. Termasuk yang dilakukan oleh
lembaga diantaranya perbankan asuransi, perdagangan, pengadaian dan banyak
lagi lainnya. Maka dengan dibuatnya makalah ini akan membantu untuk
menjawab tentang bagaimana hokum riba yang di mana masih dalam ambang
yang belum terang.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan
makalah ini adalah “Riba”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya
pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Riba
2. Pengertian Riba Menurut Ulama
3. Jenis Riba
4. Hukum Riba dalam Al Quran dan Hadits
5. Konsep Bunga Bank
6. Dasar Keputusan MUI tentang Bunga Bank
7. Hikmah Diharamkan Riba
8. Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
9. Manfaat Ekonomi tanpa Riba
10. Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar. (Zainuddin
Ali,2008: 37). Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta dari harga pokok atau modal secara batil (Zainuddin Ali, 2008: 88).
Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba atau ar-
rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.

Adapun pengertian tambahan dalam konteks riba adalah tambahanuang


atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara ‘ ,
apakah tambahan itu berjumlah sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan
oleh Al-Quran . riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai
“usury’’ artinya “the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of
interest” sementara para ulama fikih mendefinisikan riba dengan “kelebihan
harta dalam suatu muammalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya”.

Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang
timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada
pemilik uang pada saat utang jatuh tempo (Muhammad, 2000:147)

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum


terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan baik dalam transaksi jual beli , maupun pinjam meminjam secara
batil atau bertentangan dengan prinsip mu’ammalat dalam Islam. Mengenai
hal ini Allah mengingatkan dalam AL-Quran Surat An-Nisa’: 29

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.

B. PENGERTIAN RIBA MENURUT PARA ULAMA


1. Badr Ad-Din Al-Ayni pengarang Umadatul Qori’ syarah Shahih Al-Bukhari.
Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syari’ah riba berarti
penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaski biaya riil. (Zainuddin
Ali,2008: 89)

2. Imam Zarkasi dari mazab Hanafi Riba adalah tambahan yang disaratkan
dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan
syari’ah atas penambahan tersebut).

3. Raghib Al-Asfahani Riba adalah penambahan atas harta pokok.

4. Imam An-Nawawi dari Madzab Syafi’i (Zainuddin Ali, 2008: 90).


Berdasarkan penjelasan Imam Nawawi diatas,dapat dipahami bahwa salah
satu bentuk riba yang dilarang oleh Al-Quran dan As-Sunnah adalah
penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan,
hal tersebut dikenal dengan bunga kredit sesuai lama waktu pinjaman.

5. Qatadah Riba, Jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara


tempo hingga waktu tertentu. Apabila telah dating saat membayar dan si
pembeli tidak mampu membayar, makan ia memberikan bayaran tambahan
atas penangguhan.

6. Zaid Bin Aslam yang dimaksud dengan Riba Jahiliyah yang beramplikasi
pelipatgandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang
atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata “bayar sekarang atau tambah”.
7. Mujtahid, mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh
tempo dan (tidak mampu membayar) sinpembeli memberikan “tambahan”
atas tambahan waktu.
8. Ja’afar As-Shodiq dari kalangan Madzab Syi’ah Ja’far As-Shodiq berkata
ketika ditanya mengapa Allah SWT mengaharamkan riba supaya orang tidak
berhenti berbuat kebajikan karena ketika diperkenankan untuk mengambil
bunga atas pinjaman maka seseorang tadi tidak berbuat ma’ruf lagi atas
transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord bertujuan untuk
menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.

9. Imam Ahmad Bin Hambal. Pendiri madzab Hambali Imam Ahmad Bin
Hambal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu
adalah sesorang memiliki utang maka dikatakn kepadanya apakah akan
melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus
menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan waktu
yang diberikan.

C. JENIS JENIS RIBA


Secara garis besar dikelompokan menjadi dua . masing-masing adalah riba
utang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi lagi menjadi
riba jahiliyah dan riba qardh. Sedangkan kelompok kedua riba jual beli
terbagi menjadi riba Fadhl dan riba Nasi’ah.

1. Riba Qardh
Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang disaratkan
terhadap yang berhutang (Muqtaridh).
Contoh : Vina memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000 dan
wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan
uang ini tidak jelas untuk apa.
2. Riba Jahiliyah
Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya,karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya tepat waktu yang ditentukan.

Contoh : Misalnya menukarkan emas bagus / baru dengan emas lama yang
sama beratnya, akan tetapi emas yang bagus baru dapat diterima setelah satu
bulan dari waktu transaksi dilaksanakan.

Misal lain: Bila A menukarkan uang kertas pecahan Rp 100.000,- dengan


pecahan Rp. 1.000,- kepada B, akan tetapi B pada waktu akad penukaran
hanya membawa 50 lembar uang pecahan Rp. 1.000,- , maka sisanya baru
dapat ia serahkan setelah satu jam dari saat terjadinya akad penukaran,
perbuatan mereka berdua ini disebut riba nasi’ah.

3. Riba Fadhl
Adalah pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu termasuk jenis barang
ribawi. Riba Fadhl tmbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak
memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi mistlin), sama kuantitasnya
( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bin yadin).
Pertukaran jenis ini mengandung gharar , yaitu ketidakjelasan bagi kedua
belah pihak akan masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak
jelasan ini akan menimbulkan tindak zalim terhadap salah satu pihak , kedua
pihak, dan pihak-pihak lain.
Dasar hukum riba fadhl adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
Muslim
: “Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar (kurma) dengan
kurma, garam dengan garam, kecuali sama jenis dan kadarnya dan sama
sama tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta tambah, maka
sesungguhnya dia telah melakukan riba. (H.R. Bukhori dan Ahmad)
Barang ribawi (yang terkena hukum riba)
1. Emas
2. Perak
3. Burr (Suatu jenis Gandum)
4. Sya’ir atau suatu jenis gandum
5. Kurma
6. Garam

Contoh: 2 kg gandum yang bagus ditukar dengan 3 kg gandum yang


sudah berkutu.
4. Riba Nasi’ah

Menurut Satria Efendi Riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas


jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si
peminjam kepada yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak
waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba Nasi’ah ini
terjadi dalam hutang piutang (Satria Efendi, 1988 : 147).

Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1
bulan jika pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000

Dalam kitam Fathul Mu’in, Riba dibagi 3 yaitu :

A. Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua
barang yang sama jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah Riba
Qordh yaitu jika dalam utang kembali pada pihak pemberi utang.
B. Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah dari
akad sebelum serah terima
C. Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua
barang ma’qud ‘alaih dalam penukarannya (Jual Beli).

D. HUKUM RIBA
1. Hukum Riba dalam Al-Quran

Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang dan
termasuk dari salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses
pelarangan riba dalam Al-Quran tidak diturunkan oleh Allah swt. sekaligus
melainkan diturunkan dalam 4 fase, yakni (Syafi’i Antonio, 2007 2-4).

A. Fase pertama Al-Quran Surat Ar-Rum : 39


39 (“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhoan Allah, maka (yang berbuat demikian”) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).

B. Fase kedua Al-Quran Surat An-Nisa’ : 160-161

160. “Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas


(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dank arena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.

161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka


telah dilarang dari padanya, dank arena mereka memakan harta benda orang
dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”)
C. Fase ketiga Al-Quran Surat Al-Imran : 130.

130. (“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”). Yang dimaksud di sini ialah Riba Nasi’ah. Menurut
sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun
tidak berlipat ganda.
D. Fase keempat Al-Quran Surat Al-Baqarah : 275-280

275. “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan
penyakit jiwa (gila). Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
276. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat
dosa.”.
277. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal soleh,
mendirikan sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula mereka
bersedih hati) ” .
278. “Hai orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang
beriman.”
279. “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba, maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rosulnya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula dianiaya).”
280. “Dan jika (orang yang berhutang ini) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

2. Hukum Riba dalam Al-Hadits.

Hakim meriwayatkan adri Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi saw. telah


bersabda “Riba itu mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya),
sama dengan orang yang berzina dengan ibunya.” HR. Mutafakum ‘Alaihi

3. Hukum Memakan Riba, Penulis Administrasi Riba dan Saksi Riba


Dari Jabir RA. Ia berkata “Rosululloh saw. mengutuk orang yang
memakan riba, orang yang memberikan makan dari hasil riba, penulis dan
saksinya, Rosululloh saw. bersabda Mereka itu sama.” (HR.
Muslim/Bulughul Maram : 853)

Bukhari juga meriwayatkan hadist semisal dari hadist Abu Juhaifah (HR
Bukhari/ Bulughul maram 854)
“Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73
bab. Yang paling ringan ialah seperti seorang lelaki menikahi ibunya dan
riba yang paling berat ialah mencemarkan kehormatan seorang muslim”.
(HR. Ibnu Majah dengan singkat, Hakim dengan cukup sempurna dan telah
disahihkan . Bulughul maram 855).

“Tidak boleh ada dua akad dalam suatu akad jual beli. Sesungguhnya
Rasulullah melaknat pemakan riba,yang member makan orang lain dengan
riba,dua saksinya , dan pecatatnya”. (HR. Ibnu Hibban no. 1053, Al-Bazzar
dalam Musnadnya no. 2016 dan Al-Marwazi dalam As-Sunnah (159-161)
dengan sanad hasan)

Kandungan Hadist diatas:

1. Melakukan riba dan membantu riba termasuk dosa besar


2. Pembantu riba ,yaitu penulis,saksi dan pemberi riba sama dosanya
3. Menganiaya kehormatan muslim mulia termasuk macam riba paling berat
4. Zina dengan muhrim termasuk dosa paling buruk ,paling besar dan paling
menjijikan.

Hakikat larangan tersebut tegas ,mutlak , dan tidak mengandung perdebatan.


Tidak ada ruang bahwa riba hanya mengacu sekedar pinjaman dan bukan
bunga,karena Nabi melarang mengambil,meskipun kecil, pemebrian jasa atau
kebaikan sebagai syarat pinjaman , sebagai tambahan dari uang pokok.

E. KONSEP BUNGA BANK

Pengertian Bunga

Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Secara istilah
sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interest is a
charger for afinacial loan, usually a presentage of the amount of
loaned.bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang,yang biasanya
dinyatakan dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan . Pendapat lain
menyatakan interest itu sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan
untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu
tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang
dinamakan suku bunga modal.

Berbeda dengan bunga (interest) dalam bahasa inggris riba lebih dikenal
dengan “usury” yang artinya “ the act of lending money at exorbitant or
illegal rute of interest” tapi bila disimpulkan dari sejarah masyarakat barat,
terlihat jelas bahwa “interest” dan “usury” yang dikenal saat ini pada
hakikatnya sama. Keduanya berarti tambahan uang , umumnya dalam
presentase , istilah “usury” muncul karena belum mapannya pasar keuangan
pada zaman itu sehingga pengusaha harus menetapkan suatu tingkat bunga
yang dianggap wajar. (Muhammad , 2000: 146-147).

Bunga Bank dan Riba

Kemudharatan sistem bunga sehingga dikategorikan sebagai riba, antara


lain adalah (Muhammad,2000:146-147) :

1. Mengakumulasi dana untuk keuntungan sendiri


2. Bunga adalah konsep biaya yang digeserkan kepada penanggung
berikutnya
3. Menyalurkan harta hanya kepada mereka yang mampu
4. Penanggung terakhir adalah masyarakat
5. Memandulkan kebijakan stabilitas ekonomi dan investasi
6. Terjadinya kesenjangan yang tidak aka nada habisnya.
Dalam uaraian diatas dapat dikatakan bahwa bunga sama halnya
dengan riba nasi’ah yang dalam al-Quran dan hadis telah dijelaskan .

F. Keputusan MUI Tentang Bunga Bank


Keputusan ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tanggal 16
Desember 2003 tentang bunga (interest) terdiri atas empat bagian :
1. Pengertian bunga bank
2. Hukum bunga bank
3. Hukum ber mu’amalah dengan bank konvensional
4. Dasar-dasar penetapan fatwa.

Pengertian Bunga Bank


Bunga Bank adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman
uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan lamanya peminjaman
(durasi) , dan diperhitungkan secara pasti diawal secara prosentase.
Selanjutnya dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa riba adalah
tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran
yang diperjanjikan sebelumnya. Ini adalah riba nasi’ah.
Hukum Bunga Bank
Dalam keputusan tersebut ditetapkan bahwa praktek pembungaan uang
dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi kriteria riba yang
terjadi di zaman Nabi Muhammad Saw , yakni riba nasi’ah.
Dengan demikian , praktek pembungaan uang termasuk salah satu
bentuk riba,dan haram hukumnya. Terdapat informasi sebagai lanjutan dari
keputusan tersebut, yaitu bahwa praktek pembungaan uang banyak dilakukan
oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya,
termasuk juga dilakukan oleh orang orang tertentu secara perorangan.

G. Bermuamalah Dengan Bank Konvensional


Ketiga, hukum ber mu’amalah dengan menggunakan bank konvensional.
Dalam keputusan tersebut masih ditetapkan dua hukum mengenai
bermu’amalah dengan bank konvensional yakni:
1. Bagi penduduk yang tinggal di daerah yang sudah terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah ; dan
2. Bagi penduduk yang tinggal didaerah yang belum terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah

Umat islam yang tinggal di suatu daerah yang sudah terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah , tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang
didasarkan pada perhitungan bunga.
Dengan kata lain ,umat islam yang tinggal disuatu daerah yang sudah
terbentuk Lembaga Keuangan Syari’ah diharamkan melakukan transaksi
dengan bank konvensional ; dan juga diharamkan melakukan transaksi
dengan orang lain dengan menggunakan perhitungan bunga seperti yang
dilakukan di bank bank konvensional.
Umat islam yang tinggal disuatu daerah yang belum terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di Lembaga
keuangan konvensional dengan alasan kepaksaan (al dharurat aw al hajat).
H. Dasar Landasan Keputusan MUI
Dengan demikian, keputusan fatwa MUI tentang keharaman bunga bank
didasarkan pada tiga argument pertama ,argument yang dikemukakan oleh
para pakar fikih secara perorangan ; kedua pendapat ulama secara kolektif
yang ditetapkan melalui institusi Islam internasional ; dan ketiga , pendapat
ulama Indonesia secara kolektif yang diputuskan dalam berbagai lembaga
fatwa ; DSN-MUI , Majlis Tarjih Muhammadiyah, dan Bahtdul masa’il NU.

I. Hikmah Diharamkannya Riba


Islam dengan tegas pasti mengharamkan riba . hal ini untuk menjaga
kemaslahatan hidup manusia dari kerusakan moral (akhlak) , social dan
ekonominya. Yusuf Qrdhawi dalam Abdul Rahman Ghazali dkk
menyebutkan tentang hikmah diharamkannya riba,diantaranya adalah :

1. Riba mengambil harta orang lain tanpa hak


2. Riba dapat melemahkan kreatifitas manusia untuk berusaha atau bekerja,
sehingga manusia melalaikan perdagangannya. Hal ini memutuskan
kreatifitas hidup manusia di dunia. Hidupnya bergantung pada riba yang di
perolehnya tanpa usaha , sehingga akan merusak tatanan ekonomi.
3. Riba menghilangklan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang piutang.
Keharaman riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah
darat . Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
4. Biasanya orang memberi utang adalah orang yang kaya dan orang yang
berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari orang
miskin sangat bertentangan dengan sifat rahmah Allah SWT. Hal ini akan
merusak sendi sendi kehidupan social (Abdul Rahman Ghazali
(dkk),2015:222).
Adapun Sayyid Sabiq berpendapat, diharamkannya riba karena didalamnya
terdapat empat unsur yang merusak yakni:
a) Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong
menolong . semua agama terutma Islam sangat menyeru tolong
menolong dan membenci orang yang mengutmakan kepentingan sendiri
dan egois serta orang yang mengekploitasi kerja orang lain.
b) Riba akan melahirkan mental pemboros yang tidak mau bekerja
,menimbulkan penimbunan harta tanpa usaha tak ubahnya seperti benalu
(pohon parasit) yang menempel dipohon lain. Islam menghargai kerja
keras dan menghormati orang lain yang suka bekerja dan menjadikan
kerja sebagai sarana mata pencharian,menuntun orang pada keahlian dan
akan mengangkat semangat seseorang.
c) Riba sebagai salah satu cara menjajah
d) Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjaman kepada yang
memerlukan dengan baik untuk mendapat pahala bukanmengekploitasi
orang lemah (Sayid Sabiq,2006:868).

Dampak negatif yang diakibatkan dari riba sebagaimana tersebut diatas


sangat berbahaya bagi manusia secara individu ,keluarga,masyarakat dan
bangsa. Jika praktek riba ini tumbuh subur di masyarakat ,maka terjadi sistem
kapitalis dimana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap kaum lemah .
orang kaya semakin kaya orang miskin semakin miskin.

J. Cara Menghindari Riba Dalam Ekonomi Islam


Pandangan tentang riba dalam era kemajuan zaman kini juga mendorong
maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung
didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank
konvensional pada umumnya.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam menggunakan berbagai cara
yang bersih dari unsur riba:
1. Wadiah atau titipan uang,barang dan surat berharga atau deposito.
2. Mudarabah adalah kerja sama anatara pemilik modal dengan pelaksanaan
atas dasar perjanjian profit dan loss sharing.
3. Syirkah (perseroan) adalah dimana pihak bank dan pihak pengusaha
sama sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (join
ventura).
4. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus
atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan), memberikan
pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu
bentuk pelayanan dan penghargaan.
6. Menerapkan prinsip bagi hasil ,hanya memberikan nisbah tertentu pada
deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan yang didapat
kemudian dibagi sesuai nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Misalnya, nisbahnya adalah 60%:40% , maka bagian deposan 60% dari
total keuntungan yang didapatkan oleh pihak bank.

K. Manfaat Berekonomi Tanpa Riba


Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapannya memiliki
manfaat yang sangat besar bagi umat islam.
1. Umat islam bias menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang
pada gilirannya menggiringnya kepada pengalaman islam secara utuh.
2. Menerapkan dan mengamalkan sistem ekonomi syariah mendapat dua
keuntungan yaitu duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa
uang, keuntungan akhirat berupa pahala ibadah melalui pengamalan
syariah islam dan terhindar dari dosa riba.
3. Memajukan ekonomi islam lewat lemabag keuangan syariah,berarti umat
islam beruapaya mengentaskan kemiskinan.

L. Perbedaan antara Bank Syari’ah Dan Bank Konvensional


Dalam beberapa hal bank syariah dan bank konvensional memiliki
persamaan,terutama dalam sisi terutama dalam sisi teknis penerimaan uang ,
mekanisme transfer , teknologi komputer yang digunakan,syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan ,proposal,laporan keuangan dan sebagainy . Akan
tetapi , terdapatnya perbedaan mendasar diantara keduanya. Perbedaan ini
menyangkut aspek legal , struktur organisasi , usaha yang dibiayai dan
lingkungan kerja (Muhammad Syafi’I Antonio ,2011:29).

1. Akad dan Aspek Legalitas


Dalam bank syariah ,akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam.
Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah
dilakukan bila hukum positif belaka ,tapi tidak demikian bila perjanjian
tersebut mempunyai pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.
Setiap akad dalam perbankan syariah ,baik dalam hal barang
,pelaku,transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan
akad,seperti hal-hal berikut: pertama, rukun seperti (1) penjual (2) pembeli
(3) barang (4) harga (5) ijab qabul. Kedua ,syarat yakni (1) barang dan jasa
harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal
demi hukum syariah (2) Harga barang dan jasa harus jelas (3) Tempat
penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada baiaya
transportasi . (4) Barang yang di transaksikan harus sepenuhnya dalam
kepemilikan . Tidak boleh menjual sesuatu yg belum dimiliki atau dikuasai
seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.

2. Lembaga Penyelesaian sengketa


Berbeda dengan perbankan konvensional , jika pada perbankan syariah
terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya ,kedua
belah pihak tidak menyelesaikan di peradilan negri,tetapi penyelesainnya
sesuai tata cara dan hukum materi syari’ah. Lembaga yang mengatur hukum
materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan
Badan Arbritase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan bersama
oleh kejaksaan agung Republik Indonesia dan MUI.

3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional ,misalnya dalam hal komisaris dan direksi,tetapi unsur yang
sangat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas syariah yang bertgas mengawasi
operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis
syari’ah.

4. Bisnis dan Usaha yang dibiayai


Dalam bank syariah,bisnis dan usaha yang dilksankan tidak terlepas dari
saringan syariah. Karena itu,bank syariah tidak akan mungkin membiayai
usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam bank
syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa
hal pokok,diantaranya sebagai berikut: (1) apakah obyek pembiayaan halal
atau haram (2) apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat.
(3) apakah proyek berkaitan perbuatan mesum/asusila. (4) apakah proyek
berdasarkan perjudian (5) apakah usaha itu berkaitan dengan industry senjata
yang ilega; atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuhan missal
(6) apakah proyek dapat merugikan syiar islam , baik secara langsung
maupun tidak langsung.

5. Lingkungan kerja dan Corporate Culture


Sebuah bank syariah selayaknya mempunyai lingkungan kerja yang
sejalan dengan syari’ah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah,sidiq,harus
melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim
yang baik. Disamping itu karyawan bank syariah harus skillfull,professional
dan mampu melaksanakan tugas secara team work dimana informasi merata
di seluruh fungsional organisasi.

6. Skema Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional


No. BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL

1. Melakukan investasi yang Investasi yang halal dan


halal saja haram

2. Berdasarkan prinsip bagi Memakai perangkat bunga


hasil, jual beli atau sewa

3. Profit dan falah oriented Profit oriented

4. Hubungan dengan nasabah Hubungan dengan nasabah


dalam bentuk kemitraan dalam bentuk debitor-debitor

5. Penghimpunan dan Tidak terdapat dewan sejenis


penyaluran dana harus
sesuai dengan fatwa
Dewan Pengawas Syari’ah
(DPS)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ditinjau dari materi yang telah kelompok kami susun, dapat disimpulkan
bahwa “Riba” berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah
pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah
pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa
bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-
macam riba yaitu: Riba Yad,Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli,
dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional.


Faktor-faktor yang melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba
yaitu: Nafsu dunia kepada harta benda, serakah harta, tidak pernah merasa
bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan, imannya lemah, serta
selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba.

1. Macam-macam riba ada 4, yaitu :


4. Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas
berbeda).
5. Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang
mempiutangi).
6. Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima).
7. Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya
penundaan waktu pembayaran, dengan menetapkan adanya dua
harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena
pembayaran tertunda.
2. Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al
Qur’an di antaranya pada:
a) QS. ar-Rum (30) : 39, QS.
b) an-Nisa' (4) : 160-161, QS.
c) Ali Imran (3) : 130, dan
d) Qs. Al-Baqarah (2) : 275-280.
3. Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan
pertumbunhan ekonomi dan membahayakan kemakmuran nasional
serta kesejahteraan individual.
4. Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi
ekonomi) seperti resesi, depresi, inflasi dan pengangguran.
Daftar Pustaka
Ali, Zainuddin.,2008, Hukum perbankan Syari’ah, Jakarta, Sinar Grafika.
Dzulkifli , Sunarto., 2007, Perbankan syariah, Jakarta ; Zikrul Hakim.
Effendi , Satria., 1988, Riba Dalam Pandangan Fiqih, Kajian Islam Tentang
Berbagai masalah Kontemporer, Jakarta, Syahid Indah.
Ghazali, Abdul Rahman., 2015, Fiqih Muamalah,Jakarta,Prenadamedia.
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, 2000,
Jogjakarta : UII Insani press.
Safi’i, Muhammad Antonio., 2011, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik,
Jakarta, Gema Insani Press.
Sabiq , Sayid., 2006, Fiqih Al-sunnah, Beirut, Darul Fikri.
Sunarto Dzulkifli,Perbankan syariah,2007, Jakarta ; Zikrul Hakim,hal. 2-4.
http://islam-full.blogspot.co.id/2010/12/haramkah-jual-beli-emas.html
https://konsultasi.wordpress.com/2014/10/08/riba-pengertian-jenis-dan-
contohnya/
https://almanhaj.or.id/4045-riba-nasi-ah-riba-fadhl-jual-beli-emas-lama-
dengan-emas-baru.html
http://www.kuliah.info/2015/05/pengertian-dan-perbedaan-bank.html
http://islamiwiki.blogspot.co.id/2013/11/pengertian-riba-hukum-dan-
bahayanya.html#.WET7PdJ97IU
http://pengusahamuslim.com/1834-tahukah-anda-apa-itu-riba-jahiliyah.html
http://trysutriani.blogspot.co.id/2014/12/makalah-riba-dalam-ekonomi-
islam.html

Anda mungkin juga menyukai