RIBA
Dosen Pengampu :
Dr. Heni Mulyasari .,M.E.Sy
Disusun Oleh :
Amelia Siti Aminah ( 200415005 )
Bambang Nugroho( 200415008 )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Riba merupakan praktek ekonomi yang sudah dijalankan sama tuanya
dengan peradaban umat manusia. Sejak manusia hidup di bumi praktek-praktek
riba sudah ada sesuai dengan perkembangan masyarakatdalam hal ekonomi pada
masa tersebut.
Islam sebagai agama sempurna,dan agama yang memberi rahmat bagi
sekalian alam juga memberikan rambu-rambu dan regulasi berkaitan dengan
praktek riba tersebut. Dalam Al-Qur’an dan Hadist disebutkan secara jelas
mengenai pengharaman dan manfaat di haramkannya riba.
Seiring dengan berkembangnya kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta berkembangnya ekonomi secara nasional dan internasional,
praktek riba juga mengikuti perkembangannya. Saat ini banyak sekali praktek riba
yang dilakukan oleh lembaga maupun perorangan. Termasuk yang dilakukan oleh
lembaga diantaranya perbankan asuransi, perdagangan, pengadaian dan banyak
lagi lainnya. Maka dengan dibuatnya makalah ini akan membantu untuk
menjawab tentang bagaimana hokum riba yang di mana masih dalam ambang
yang belum terang.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan
makalah ini adalah “Riba”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya
pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Riba
2. Pengertian Riba Menurut Ulama
3. Jenis Riba
4. Hukum Riba dalam Al Quran dan Hadits
5. Konsep Bunga Bank
6. Dasar Keputusan MUI tentang Bunga Bank
7. Hikmah Diharamkan Riba
8. Cara Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
9. Manfaat Ekonomi tanpa Riba
10. Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar. (Zainuddin
Ali,2008: 37). Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta dari harga pokok atau modal secara batil (Zainuddin Ali, 2008: 88).
Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba atau ar-
rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.
Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang
timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada
pemilik uang pada saat utang jatuh tempo (Muhammad, 2000:147)
2. Imam Zarkasi dari mazab Hanafi Riba adalah tambahan yang disaratkan
dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan
syari’ah atas penambahan tersebut).
6. Zaid Bin Aslam yang dimaksud dengan Riba Jahiliyah yang beramplikasi
pelipatgandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang
atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata “bayar sekarang atau tambah”.
7. Mujtahid, mereka menjual dagangannya dengan tempo. Apabila telah jatuh
tempo dan (tidak mampu membayar) sinpembeli memberikan “tambahan”
atas tambahan waktu.
8. Ja’afar As-Shodiq dari kalangan Madzab Syi’ah Ja’far As-Shodiq berkata
ketika ditanya mengapa Allah SWT mengaharamkan riba supaya orang tidak
berhenti berbuat kebajikan karena ketika diperkenankan untuk mengambil
bunga atas pinjaman maka seseorang tadi tidak berbuat ma’ruf lagi atas
transaksi pinjam meminjam dan seterusnya. Padahal Qord bertujuan untuk
menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.
9. Imam Ahmad Bin Hambal. Pendiri madzab Hambali Imam Ahmad Bin
Hambal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu
adalah sesorang memiliki utang maka dikatakn kepadanya apakah akan
melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus
menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan waktu
yang diberikan.
1. Riba Qardh
Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang disaratkan
terhadap yang berhutang (Muqtaridh).
Contoh : Vina memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp 500.000 dan
wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan
uang ini tidak jelas untuk apa.
2. Riba Jahiliyah
Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya,karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya tepat waktu yang ditentukan.
Contoh : Misalnya menukarkan emas bagus / baru dengan emas lama yang
sama beratnya, akan tetapi emas yang bagus baru dapat diterima setelah satu
bulan dari waktu transaksi dilaksanakan.
3. Riba Fadhl
Adalah pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu termasuk jenis barang
ribawi. Riba Fadhl tmbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak
memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi mistlin), sama kuantitasnya
( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bin yadin).
Pertukaran jenis ini mengandung gharar , yaitu ketidakjelasan bagi kedua
belah pihak akan masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak
jelasan ini akan menimbulkan tindak zalim terhadap salah satu pihak , kedua
pihak, dan pihak-pihak lain.
Dasar hukum riba fadhl adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari
Muslim
: “Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar (kurma) dengan
kurma, garam dengan garam, kecuali sama jenis dan kadarnya dan sama
sama tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta tambah, maka
sesungguhnya dia telah melakukan riba. (H.R. Bukhori dan Ahmad)
Barang ribawi (yang terkena hukum riba)
1. Emas
2. Perak
3. Burr (Suatu jenis Gandum)
4. Sya’ir atau suatu jenis gandum
5. Kurma
6. Garam
Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1
bulan jika pengembalian lebih satu bulan maka ditambah Rp 1.000
A. Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua
barang yang sama jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah Riba
Qordh yaitu jika dalam utang kembali pada pihak pemberi utang.
B. Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah dari
akad sebelum serah terima
C. Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua
barang ma’qud ‘alaih dalam penukarannya (Jual Beli).
D. HUKUM RIBA
1. Hukum Riba dalam Al-Quran
Hukum riba dalam Islam telah ditetapkan dengan jelas, yakni dilarang dan
termasuk dari salah satu perbuatan yang diharamkan. Namun proses
pelarangan riba dalam Al-Quran tidak diturunkan oleh Allah swt. sekaligus
melainkan diturunkan dalam 4 fase, yakni (Syafi’i Antonio, 2007 2-4).
130. (“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”). Yang dimaksud di sini ialah Riba Nasi’ah. Menurut
sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun
tidak berlipat ganda.
D. Fase keempat Al-Quran Surat Al-Baqarah : 275-280
Bukhari juga meriwayatkan hadist semisal dari hadist Abu Juhaifah (HR
Bukhari/ Bulughul maram 854)
“Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73
bab. Yang paling ringan ialah seperti seorang lelaki menikahi ibunya dan
riba yang paling berat ialah mencemarkan kehormatan seorang muslim”.
(HR. Ibnu Majah dengan singkat, Hakim dengan cukup sempurna dan telah
disahihkan . Bulughul maram 855).
“Tidak boleh ada dua akad dalam suatu akad jual beli. Sesungguhnya
Rasulullah melaknat pemakan riba,yang member makan orang lain dengan
riba,dua saksinya , dan pecatatnya”. (HR. Ibnu Hibban no. 1053, Al-Bazzar
dalam Musnadnya no. 2016 dan Al-Marwazi dalam As-Sunnah (159-161)
dengan sanad hasan)
Pengertian Bunga
Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Secara istilah
sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa interest is a
charger for afinacial loan, usually a presentage of the amount of
loaned.bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang,yang biasanya
dinyatakan dengan prosentase dari uang yang dipinjamkan . Pendapat lain
menyatakan interest itu sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan
untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu
tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang
dinamakan suku bunga modal.
Berbeda dengan bunga (interest) dalam bahasa inggris riba lebih dikenal
dengan “usury” yang artinya “ the act of lending money at exorbitant or
illegal rute of interest” tapi bila disimpulkan dari sejarah masyarakat barat,
terlihat jelas bahwa “interest” dan “usury” yang dikenal saat ini pada
hakikatnya sama. Keduanya berarti tambahan uang , umumnya dalam
presentase , istilah “usury” muncul karena belum mapannya pasar keuangan
pada zaman itu sehingga pengusaha harus menetapkan suatu tingkat bunga
yang dianggap wajar. (Muhammad , 2000: 146-147).
Umat islam yang tinggal di suatu daerah yang sudah terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah , tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang
didasarkan pada perhitungan bunga.
Dengan kata lain ,umat islam yang tinggal disuatu daerah yang sudah
terbentuk Lembaga Keuangan Syari’ah diharamkan melakukan transaksi
dengan bank konvensional ; dan juga diharamkan melakukan transaksi
dengan orang lain dengan menggunakan perhitungan bunga seperti yang
dilakukan di bank bank konvensional.
Umat islam yang tinggal disuatu daerah yang belum terbentuk Lembaga
Keuangan Syari’ah diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di Lembaga
keuangan konvensional dengan alasan kepaksaan (al dharurat aw al hajat).
H. Dasar Landasan Keputusan MUI
Dengan demikian, keputusan fatwa MUI tentang keharaman bunga bank
didasarkan pada tiga argument pertama ,argument yang dikemukakan oleh
para pakar fikih secara perorangan ; kedua pendapat ulama secara kolektif
yang ditetapkan melalui institusi Islam internasional ; dan ketiga , pendapat
ulama Indonesia secara kolektif yang diputuskan dalam berbagai lembaga
fatwa ; DSN-MUI , Majlis Tarjih Muhammadiyah, dan Bahtdul masa’il NU.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional ,misalnya dalam hal komisaris dan direksi,tetapi unsur yang
sangat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas syariah yang bertgas mengawasi
operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis
syari’ah.