Anda di halaman 1dari 20

Analisis Pemikiran al-Tafsir al-Maudlu’i al-Tauhidi Baqir

Al-Shadr

Analysis of Baqir Al-Shadr’s Thought of al-Tafsir Al-Maudlu’i


Al-Tauhudi

Aramdhan Kodrat Permana


Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Syamsul Ulum Gunung Puyuh
Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia
aramdhankodratpermana14@gmail.com

Abstrak
Tafsir al-Maudlu’i al-Tauhidi dikenalkan oleh Baqir al-Shadr. Kajian ini
bertujuan untuk menganalisis pemikiran al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-
Tauhidi Baqir Al-Shadr. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
berdasarkan pada kajian kepustakaan dan bersumber dari prime resource
karya Baqir al-Shadr, al-Madrasat al-Qur’aniyyah, dengan bahan
sekundernya dari pemikiran al-Farmawi dan bahan lain yang relevan.
Penyajian kajian ini bersifat deskriptif-analitik yang digabungkan dengan
teori korespondensi terutama ketika menguji secara kritis teori dan aplikasi
konsep Baqir al-Shadr. Berdasarkan kajian, dengan dasar min al-Waqi ila
al-Nash, Baqir al-Shadr menyatakan bahwa tafsir maudlu’i harus mampu
berdialektika dengan fakta serta teori yang berkembang saat ini tanpa
melepaskan langkah-langkah metodologis tafsir maudlu’i yang telah
dirumuskan sebelumnya, seperti memerhatikan bahts al-Mufradat, asbab
al-Nuzul dan makkiyyah-madaniyyah. Dengan teori korespondensi yang
diaplikasikan pada kajian kritis teori dan aplikasinya, Baqir al-Shadr
nampak belum melakukan secara konsisten dan komprehensif teori yang ia
bangun.
Kata Kunci: al-Tafsir al-Maudlu’i al-Tauhidî, Baqir al-Shadr, min al-Nash
ila al-Waqi.
Abstract
Tafsir al-Maudlu'i al-Tauhidi introduced by Baqir al-Shadr. This study
aims to analyze the thoughts of al-Al-Tafsir al-Maudlu'i-Al-Tauhidi Baqir
Al-Shadr. This study used a qualitative approach based on literature
review and sourced from prime resources by Baqir al-Shadr, al-Madrasat
al-Qur'aniyyah, with secondary materials from al-Farmawi thought and
other relevant materials. This research presents descriptive-analytic
combined with correspondence theory, especially when critically
examining the theory and application of the concept of Baqir al-Sadr.
Based on the study, by the basis of min al-Nash ila al-Waqi he stated that

73
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

tafsir maudlu’i has to mutual dialect with the reality and its developing
theories without releasing the classical Qur’anic steps in tafsir maudlu’i
such bahts al-Mufradat, asbab al-Nuzul and makkiyyah-madinyyah theory.
In the end, by using the correspondence theory which applied on critical
study of his theory and application, it seems that Baqir al-Shadr himself
had not applied his theory on his quranic topical interpretation.
Keywords: al-Tafsir al-Maudlu’i al-Tauhidî, Baqir al-Shadr, min al-Nash
ila al-Waqi.

I. PENDAHULUAN al-Qur’an. Sejak itu tafsir ini


Tafsir sebagai upaya menjadi perbincangan akademik
manusia untuk memahami dan kajian khusus di kalangan
kalamullah dalam sejarah akademi IAIN/UIN. Tafsir ini
keislaman mengalami meniscayakan gerakan tafsir yang
perkembangan yang signifikan mempertimbangkan kesatuan
(Permana, 2020), baik itu dari isi, tema al-Qur’an tertentu. Sehingga
corak dan metodologi. Dari sisi dengan jenis tafsir ini seseorang
metodologis tafsir bergerak dari mampu memahami al-Qur’an
metode periwayatan, naqli, secara holistik dalam masalah
sampai nuzuli dan maqasidi. Fakta tertentu. Namun oleh beberapa
ini merupakan konsekuensi logis sarjana tafsir ala al-Farmawi ini
dari harakah muhtawa atau al- masih berkonsentrasi pada teks,
ahwal al-mutaghayirah, faktor walaupun variabel asbab nuzûl
eksternal teks yang selalu berubah masuk dalam langkah metodis
dan bergerak, dan penafsir adalah tafsirnya. Sehingga dilihat tidak
subyek utamanya. mampu melihat realitas yang
Tafsir maudhu‘i adalah sebenarnya terjadi. Pada titik
salah satu metode tafsir yang inilah seorang Baqi al-Shadr
muncul di awal abad ke-20. Tafsir memperkenalkan konsepnya, al-
ini dimunculkan secara Tafsir al-Tauhidi. Sebuah tafsir
terminologis dan metolodogis yang bergerak dari realitas menuju
oleh Abu Hayy al-Farmawi. Di teks. Sehingga teks mampu
Indonesia ia secara langsung memberikan solusi terbaik pada
diperkenalkan oleh Quraish realitas yang terjadi. Dari sinilah
Shihab dalam bukanya Wawasan kemudian penulis mengkaji secara

74
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

singkat konsep tafsirnya berserta Tawhidi Baqir al-Shadr” tahun


contoh aplikasinya. 2019 di UIN Syarif Hidayatullah.
II. METODE PENELITIAN Walaupun demikian kajian
Penelitian kualitatif adalah singkat yang dilakukan penulis
penelitian yang akan dijadikan lebih menitikberatkan pada
dasar metode penelitian ini dengan paparan teoretis dan aplikatif
berdasarkan pada kajian secara ringkas-komprehensif
kepustakaan dan bersumber dari tentang konsep al-Tafsir al-
prime resource karya Baqir al- Tauhidi Baqir al-Shadr.
Shadr, al-Madrasat al- III. HASIL DAN
Qur’aniyyah. Pada bahan PEMBAHASAN
sekundernya, pemikiran al- A. Al-Al-Tafsir Al-Maudlu’i
Farmawi akan menjadi dalam Realitas Sejarah
pembanding. Penyajian makalah 1. Definisi al-Al-Tafsir al-
ini bersifat deskriptif-analitik Maudlu’i
yang digabungkan dengan teori Kata maudlu‘i merupakan
korespondensi terutama ketika isim maf‘ul dari fi‘il al-Madli
menguji secara kritis teori dan wadla‘a yang berarti meletakkan,
aplikasi konsep Baqir al-Shadr. menjadikan, mendustakan dan
Kajian pemikiran Baqir al- membuat-buat.
Shadr ini tentu bukan yang Arti maudlu‘i yang dimaksud di
pertama. Banyak kajian yang sini ialah yang dibicarakan atau
berbentuk makalah, tesis bahkan judul atau topik atau sektor,
disertasi yang membahas tentang sehingga al-al-Tafsir al-
Baqir al-Shadr, semisal tesis yang Maudlu’i berarti penjelasan ayat-
disusun oleh Lailia Muyasaroh, ayat Al-Qur’an mengenai satu
“Epistemologi Tafsir Syi’i: Studi judul/topik/sektor pembicaraan
Atas Hermeneutika al-Qur’an tertentu dan bukan maudlu‘i yang
Muhammad Baqir al-Shadr” tahun berarti yang didustakan atau
2019 di UIN Sunan Kalijaga dan dibuat-buat, seperti arti kata
tesis yang disusun oleh M Wiyono hadis maudlu’ yang berarti hadis
dengan judul “Paradigma yangdidustakan/ dipalsukan/
Penafsiran Dari Realitas Menuju dibuat-buat (Jalal, 1990).
Teks: Studi Aplikatif Manhaj

75
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

Adapun pengertian al-Tafsir Senada dengan al-Fayumi,


al-Maudlu‘i (tematik) menurut Quraish Shihab mengatakan
istilah para ulama ialah: bahwa
“Mengumpulkan ayat-ayat al- metode maudlu’i mempunyai dua
Qur’an yang membahas tentang pengertian. Pertama, penafsiran
satu judul/topik/sektor tertentu menyangkut satu surat dalam al-
dan menertibkannya semampu Qur’an dengan menjelaskan
mungkin sesuai dan selaras tujuan-tujuannya secara umum
dengan masa turun dan asbabnya, dan yang merupakan tema ragam
kemudian memperhatikan ayat- dalam surat tersebut antara satu
ayat tersebut dengan penjelasan- dengan lainnya dan juga dengan
penjelasan, keterangan- tema tersebut, sehingga satu surat
keterangan dan hubungan- tersebut dengan berbagai
hubungannya dengan ayat-ayat masalahnya merupakan satu
lain, kemudian kesatuan yang tidak terpisahkan.
mengintisarikannya.” (Abu Hayy Kedua, penafsiran yang bermula
al-Farmawy, 1968). dari menghimpun ayat-ayat al-
Mursyi Ibrahim al-Fayumi Qur’an yang dibahas satu masalah
(1980) membagi metode ini tertentu dari berbagai ayat atau
menjadi dua yaitu pertama, tafsir surat al-Qur’an dan sedapat
surah, yaitu menjelaskan suatu mungkin diurut sesuai dengan
surah secara keseluruhan dengan urutan turunnya, kemudian
menjelaskan isi kandungan surah menjelaskan pengertian
tersebut, baik yang bersifat umum menyeluruh ayat-ayat tersebut,
atau khusus dan menjelaskan guna menarik petunjuk al-Qur’an
keterkaitan antara tema yang satu secara utuh tentang masalah yang
dengan yang lain, sehingga surah dibahas itu. Lebih lanjut M.
itu nampak merupakan suatu Quraish Shihab mengatakan
pembahasan yang sangat kokoh bahwa, dalam perkembangannya
dan cermat. Kedua, tafsir tematik, metode maudlu‘i memiliki dua
yaitu menghimpun sejumlah ayat bentuk penyajian. Pertama
al-Qur’an yang memiliki menyajikan kotak berisi pesan-
kesamaan tema dan kemudian pesan al-Qur’an yang terdapat
membahasnya secara mendetail. pada ayat-ayat yang terangkum

76
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

pada satu surat saja. Biasanya Sayyid al-Kumiy, seorang guru


kandungan pesan tersebut besar di institusi yang sama
diisyaratkan oleh nama surat yang dengan Mahmud Syaltut, jurusan
dirangkum padanya selama nama Tafsir, fakultas Ushuluddin
tersebut bersumber dari informasi Universitas al-Azhar, dan menjadi
rasul. Kedua, ketua jurusan Tafsir sampai tahun
metode maudlu’i mulai 1981. Model tafsir ini digagas
berkembang tahun 60-an. Bentuk pada tahun 1960-an. Buah dari
kedua ini menghimpun pesan- tafsir model ini menurut Quraish
pesan al-Qur’an yang terdapat Shihab di antaranya adalah karya-
tidak hanya pada satu surah saja. karya Abbas Mahmud al-
2. Sejarah perkembangan Al- Aqqad,al-Insân fî al-Qur’ân,al-
Tafsir al-Maudlu’i Mar’ah fî al-Qur’ân, dan karya
Dasar-dasar al-Tafsir al- Abul A’la al-Maududi, al-Ribâ fî
Maudlu’i telah dimulai oleh Nabi al-Qur’ân. Kemudian
SAW sendiri yaitu dengan tafsir model ini dikembangkan
penafsiran ayat dengan ayat. Hal dan disempurnakan lebih
ini dipertegas oleh al-Farmawi sistematis oleh Prof. Dr. Abdul
bahwa semua penafsiran ayat Hay al-Farmawi, pada tahun
dengan ayat bisa dipandang 1977, dalam kitabnya al-Bidayah
sebagai al-Tafsir al- fi al-Tafsir al-Maudu‘i: Dirasah
Maudlu’i dalam bentuk awal (al- Manhajiyah Maudu‘iyah.
Farmawi, 1977). Menurut Quraish Namun jika, merujuk pada catatan
Shihab, tafsir tematik berdasarkan lain, kelahiran tafsir tematik jauh
surah digagas pertama kali oleh lebih awal dari apa yang dicatat
seorang guru besar jurusan Tafsir, Quraish Shihab, baik tematik
fakultas Ushuluddin Universitas berdasar surah maupun
al-Azhar, Syaikh Mahmud berdasarkan subjek.
Syaltut, pada Januari 1960. Karya Kaitannya dengan tafsir
ini termuat dalam kitabnya, Tafsir tematik berdasar surah al-Qur’an,
al-Qur’an al-Karim. Burhanuddin al-Zarkashi (w. 745-
Sedangkan al-Tafsir al- 794 H/1344-1392 M), dengan
Maudlu’i berdasarkan subjek karyanya al- Burhân fi ‘Ulûm al-
digagas pertama kali oleh Ahmad Qur’ân, adalah salah satu contoh

77
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

tokoh paling awal yang kemudian ide-ide pokoknya


menekankan urgensi tafsir dengan dikembangkan oleh Mahmud
bahasan surah demi surah. Syaltut dan diintroduksikan secara
Demikian juga Suyûtî (w. 911 kongrkrit oleh Sayyid Ahmad
H/1505 M) dalam karyanya al- Kamal al-Kumi. Al-Kumi
Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. mengintroduksikan metode tafsir
Sementara tematik berdasar jenis ini dalam bukunya yang
subyek, diantaranya adalah karya berjudul Al-Tafsir al-Maudlu‘i.
Ibn Qayyim al-Jauzîyah (1292- Mengenai tafsir ini al-Kumi, yang
1350 M.), ulama besar dari selanjutnya dikutip oleh Dr. Ali
mazhab Hanbalî, yang berjudul al- Hasan al-‘Aridl, mengatakan:
Bayân fî Aqsâm al-Qur`ân; Majâz “Era dimana kita hidup
al- Qur`ân oleh Abû ‘Ubaid adalah era ilmu dan kebudayaan;
; Mufradât al-Qur`ân oleh al- era yang membutuhkan kepada
Râghib al-Isfahânî; Asbâb al- metode maudlu‘i yang dapat
Nuzûl oleh Abû al-Hasan al- mengantarkan kita untuk sampai
Wahîdî al-Naisâbûrî (w. 468 kepada suatu maksud dan hakekat
H/1076 M). suatu persoalan dengan cara yang
Oleh sebab itu secara paling mudah. Terlebih-lebih pada
historis tafsir tematik sudah masa kita sekarang ini telah
diperkenalkan sejak sejarah awal banyak bertaburan “debu-debu”
tafsir. Lebih jauh, perumusan terhadap hakekat agama-agama,
konsep ini secara metodologis dan sehingga tersebar-lah doktrin-
sistematis berkembang di masa doktrin komunisme, atheisme dan
kontemporer. Demikian juga lain-lain, serta “langit” kehidupan
dengan jumlahnya semakin manusia telah dipenuhi oleh awan
bertambah di awal abad ke 20, kesesatan dan kesamaran. Untuk
baik tematik berdasarkan surah al- menghadapi kondisi yang
Qur’an maupun tematik berdasar demikian ini, tidak ada lain
subyek/topik. kecuali harus dipergunakan suatu
Di sisi yang lain dalam “senjata” yang kuat, jelas dan
pandangan Al-Farmawy (1968), mudah, yang memungkinkan bagi
pencetus dari metode tafsir ini tokoh-tokoh agama untuk
adalah Muhammad Abduh yang membela “telaga-telaga” agama

78
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

dan mempertahankan tiang-tiang min al-Waq’i ila al-Nash sebagai


agama. Persoalan itu tidak sebuah usaha untuk menjawab
mungkin bisa diatasi kecuali problematika kemanusiaan.
dengan metode tafsir madlu’i yang Baqir al-Shadr secara
dapat diterapkan untuk ringkas menjelaskan bahwa
bermacam-macam tema dalam al- metode al-Tafsir al-Maudlu’i
Qur’an dan meliputi segala hal adalah metode tafsir yang
(al-Farmawy, 1977) berusaha mencari jawaban al-
B. Min Al-Waqi Ila Al-Nash Qur’an dengan cara
1. Konsep al-Tafsir al-Maudlu’i mengumpulkan ayat-ayat al-
al-Tauhidi menurut Baqir al- Qur’an yang mempunyai tema
Shadr yang sama dan menertibkannya
Dalam pandangan penulis sesuai dan selaras dengan masa
pemahaman Baqir al-Shadr turun dan sebab-sebab turunnya,
terhadap al-Qur’an, serta kemudian memperhatikan ayat-
definisinya, tentu berpengaruh ayat tersebut dengan penjelasan-
pada konsep tafsir yang ia sebuat penjelasan, keterangan-
sebagai tafsir tematik-tauhidi. Al- keterangan dan hubungan-
Qur’an menurut Baqir al-Shadr hubungannya dengan ayat-ayat
merupakan kitab ilahi yang yang lain. Pada akhirnya seorang
diperuntukkan sebagai hidayah mufassir mampu melakukan
serta pembangunan nilai-nilai istinbath al-Ahkam (al-Shadr,
kemanusiaan. Hal ini tentunya 2005)
mengingatkan pada pada awal Dengan kata lain tafsir al-
abad-20 tentang pernyataan dari Tauhidi al-Maudhlu’i merupakan
Muhammad ‘Abduh bahwa al- tafsir yang secara metodis tidak
Qur’an harus dikembalikan menafsirkan ayat per ayat
fungsinya sebagai hidayah. Baqir sebagaimana al-Tafsir al-Tajzii
al-Shadr pun menjadikan nilai- atau tafsir tahlili. Karena dalam
nilai kemanusian sebagai pondasi pandangan Baqir al-Shadr tafsir
awal untuk memahami al-Qur’an tematik berangkat dari tema-tema
(Baqir al-Shadr, 2005: 39). Dalam kehidupan manusia seperti
konteks al-Tafsir al-Maudlu’i kepercayaan, kemasyarakatan,
wajar jika ia menggunakan konsep dan yang lainnya (al-Shadr, 2005)

79
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

Karena dalam pandangannya Adapun kenapa ia


sebuah tafsir haruslah sinonimkan nama al-Maudlu’i
memberikan sebuah solusi dan itu dengan nama al-Tauhidi tiada lain
tidak bisa muncul jika tidak ada karena dalam metode tafsir ini
dialektika antara problematika seorang mufassir harus bisa
kehidupan dengan ayat-ayat al- menyatukan ayat-ayat berserta
Qur’an (al-Shadr, 2005). maksud dan maknanya yang
Oleh sebab itu kajian-kajian terkandung di dalam kumpulan
ulama terdahulu seperti asbab al- ayat tersebut. Dus, istilah al-
Nuzul, atau Qiraat, al-Nasikh wa Maudlu’i dan istilah al-Tauhidi
al-Mansukh, Majazat al-Qur’an, dalam konteks ini menyatu dan
sebagaimana angggapan sebagian mempunyai kesamaan.
para ulama, bukanlah termasuk al- Perbedaannya hanya terletak pada
Tafsir al-Maudlu’i al-Tauhidi. mekanisme pelaksanaannya. Jika
Menurutnya itu hanyalah kajian al-Maudlu’i adalah proses
pengelompokan secara massal pengambilan tema sosial kepada
dari tafsir tahlili atau tajizi’i. al-Qur’an sedangkan al-Tauhidi
Maka Baqir al-Shadr menegaskan adalah proses selanjutnya yang
bahwa tidak setiap aktivitas yang berorientasi pada pencarian
itu berorientasi pada pengumpulan makna setelah adanya aktivitas
ayat-ayat al-Qur’an adalah al- pengumpulan ayat-ayat tersebut
Tafsir al-Maudlu’i. Karena, sekali (al-Shadr, 2005).
lagi, ia harus berangkat dari tema- Baqir al-Shadr pun
tema kehidupan semisal teologi, menyadari bahwa konsep
sosial atau yang lainnya yang maudlu’i – dalam persepektifnya –
secara langsung disandingkan terlebih dahulu dilakukan oleh
dengan ayat-ayat al-Qur’an (al- ulama-ulama Fiqh. Akan tetapi itu
Shadr, 2005). Inilah mengapa ia pun tidak cukup karena harus
selalu menegaskan bahwa realitas dikembangkan dengan upaya
harus dibawa kedalam teks-teks integrasi antara teori-teori agama
al-Qur’an sehingga al-Qur’an bisa (baca: teologis) dengan teori
memberikan sosuli, min al-Nash sosial, dialektika vertikal-
ila al-Waq’i. horizontal (al-Shadr, 2005).
Walaupun tidak secara eksplisit

80
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

menyebutkan kesetujuaan keagamaan, dalam hal ini salah


terhadap dialektika vertikal- satunya adalah al-Qur’an, untuk
horizontal sebagaimana yang ia bisa membedakan mana yang baik
sarankan pada ulama-ulama fiqh dan tidak dari pada teori-teori
tetapi Baqir al-Shadr sadar bahwa yang berkembang pada saat ini
hal itu pun harus dilaksanakan (al-Shadr, 20052)
dalam konsep tafsir. Oleh sebab 2. Langkah Metodis al-Tafsir al-
itu ia membuat pertanyaan- Maudlu’i
pertanyaan mendasar sebagai Sebagai seorang mufassir al-
pembuka al-Tafsir al- Farmawi berhasil membuat
Maudlu’inya, Apakah pentingnya sebuah langkah metodis dalam al-
menghasilkan teori-teori Tafsir al-Maudlu’i yang ia
keislaman? Lalu apa urgensi rangkum dalam 7 langkah, yang
memahami teori-teori keislaman hal ini belum pernah dilakukan
di dalam kenabian, misalnya, oleh para ulama sebelumnya;
dalam konsep yang lebih umum? “a) Menetapkan masalah
Disisi lain ia pun yang akan dibahas, b)
menyadarai bahwa teori-teori menghimpun seluruh ayat-ayat al-
Islam pun tidak cukup kecuali Qur’an yang berkaitan dengan
harus didialektikan secara tema yang hendak dikaji, baik
horizontal dengan teori-teori Barat makkiyah maupun madaniyyah, c)
yang sekarang sudah marak. menentukan urutan-urutan ayat
Walaupun tentunya akan terjadi yang dihimpun itu sesuai dengan
banyak perbedaan. Disinilah masa turunnya, disertai dengan
posisi mufassir yang harus pengetahuan asbab al-Nuzulnya,
mampu, secara proporsional, d) menjelaskan munasabah atau
mengambil madlul daripada korelasi antara ayat-ayat itu pada
kumpulan-kumpulan ayat. Karena masing-masing suratnya dan
hanya dari al-Qur’an-lah muncul kaitannya ayat-ayat itu dengan
teori-teori islam yang saat ini ayat-ayat setelahnya, e) membuat
menjadi penting sebagai sistematika kajian dalam kerangka
pembanding daripada teori Barat. yang sitematis dan lengkap
Oleh sebab itu mufassir harus dengan outlinenya yang
mampu mendalami teks-teks mencakup semua segi dari tema

81
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

kajian, f) mengemukakan hadis- mungkin ayat-ayat al-Quran yang


hadis Rasulullah saw yang memiliki kecenderungan hukum
berbicara tentang tema kajian, g) kesejearahan. Dalam hal ini Baqir
mempelajari ayat-ayat tersebut al-Shadr menegaskan bahwa
secara keseluruhan, dan menyusun mufassir maudlu’i tidak cukup
kesimpulan-kesimpulan yang hanya berdasarkan Mu’jam. Akan
menggambarkan jawban terhadap tetapi mufassir harus selalu
al-Qur’an terhadap masalah yang membaca teks al-Qur’an
dibahas. (Baqir al-Shadr, 2005: berulang-ulang sekaligus
62) kandungan maknanya.
Para ulama setelah al- Lebih jauh lagi konsep min
Farmawi, walaupun memiliki al-Waqi ila al-nash, ‫من الواقع إلى‬
perbedaan dalam langkah metodis ‫النص‬, tidak hanya berkonsentrasi
tafsir tematik tetapi masih pada al-Waqi (baca: realitas) dan
merujuk pada al-Farmawi. Hal ini begitu saja mengenyampingkan
berbeda dengan langkah yang al-Qur’an sehingga seolah-olah
dilakukan oleh Baqir al-Shadr. tafsir tersebut bernuansa
Baginya menetapkan masalah subyektif. Akan tetapi analisa
bukan hanya dengan penyebutan realitas tersebut diposisikan
sebuah tema tetapi bagaimana sebagai pengkayaan modal bagi
seorang mufassir mendalami mufassir ketika berdialog atau
secara obyektif permasalahan menelusuri ayat-ayat terkait.
yang akan menjadi pembahasan Pembacaan realitas bukan untuk
dalam tafsir tematik. mendukung asumsi subekyektif
Setelah tema penafsiran mufassir tetapi justru untuk
ditetapkan, seorang harus meningkatkan obyektifitas
memosisikan dirinya sebagai penafsiran karena mufassir
peserta dialog aktif yang terus dengan sikapnya mempersilahkan
berusaha mengembangkan al-Qur’an untuk berpendapat
pelacakan ayat-ayat sehingga sendiri dengan cara mengeluarkan
menjadi salah satu kesatuan sebanyak-banyaknya ayat ayat
konsep yang utuh (Arikunto, yang terkait. Langkah ini tentunya
2005). Langkah selanjutnya berbeda dengan yang dilakukan
adalah mengungkapkan selengkap oleh Hassan Hanafi yang

82
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

penafsirannya tematiknya lebih inilah yang ditekankan dalam


bernuansa subyektif (Syamsuddin, metode maudlu’i. Menurut Baqir
2009). al-Shadr, sebagaimana yang
Masing-masing ayat yang dikutip oleh Baqir Bari,
telah dikumpulkan kemudian pemaknaan kata yang selalu
dipahami satu persatu dengan dikondisikan dengan situasi
bantuan tafsir tahlili. Mufassir sekarang tanpa memedulikan
maudlu’i harus benar-benar makna yang dipergunakan al-
memahami terlebih dahulu Qur’an akan menghasilkan makna
kandungan makna ayat al-Qur’an yang menyimpang (al-Bari, tt).
sebagaimana yang telah diungkap Dengan demikian peneliti atau
oleh tafsir klasik yang semuanya mufassir maudlu’i juga harus
tersesusun secara tahlili, antara menguasai dan memahami makna
lain makna masing-masing kata. masing-masing kata sesuai dengan
Setiap kitab-kitab tafsir pasti yang dikehendaki oleh al-Qur’an.
menjelaskan terlebih dahulu Artinya, bahasa yang digunakan
makna masing-masing kata atau al-Qur’an tidak identik dengan
lafadz ayat-ayat al-Qur’an. Dalam bahasa yang digunakan
hal ini Baqir al-Shadr menekankan masyarakat Arab waktu itu.
agar penafsir atau peneliti Dengan kata lain kajian bahasa
mempersilakan al-Qur’an menjadi penting sebagai sandaran
berbicara sendiri tanpa ada awal penafsiran.
campur tangan aktif dari peneliti. Selanjutnya dengan
Kata-kata dalam al-Qur’an menggunakan munasabah al-
ada yang memiliki makna tetap Qur’an. Jika diibaratkan pakaian,
tidak berubah meski lintas zaman maka munasabah adalah benang
tetapi ada juga yang mengalami yang menyambungkan kain-kain
perubahan makna jika yang ada (al-Zarkasyi, tt) Ilmu
dihubungkan dengan pemakaian munasabah adalah ilmu yang
pada saat ini. Di sini dibutuhkan didasarkan pada keyakinan bahwa
kehati-hatian dan ketelitian al-Qur’an ibarat bangunan yang
peneliti dalam menetapkan makna bagian-bagiannya saling
lafadz agar memegang teguh menguatkan. Ia laksana kesatuan
makna asal. Pemaknaan obyektif kalimat yang tidak bisa dilepaskan

83
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

antara yang satu dengan yang lain. tertentu. Seperti deskripsi tentang
Ilmu ini pun sangat urgen karena hari kiamat dan kondisi orang-
berfungsi untuk menguji orang yang akan mendapatkan
kesahihan struktur kalimat, dan nikmat dan mendapatkan adzab.
ilmu ini menjadikan setiap bagian Kedua, ayat-ayat yang diturunkan
kalimat berkaitan dan saling dengan sebab tertentu yang
menyempurnakan dengan yang menunjukkan pada turunnya ayat
lain. Hal ini kemudian menurut al-Qur’an. Seperti pernyataan
Subhi Shaleh menjelaskan bahwa yang membutuhkan jawaban pada
adanya hubungan ayat-ayat al- waktu pertanyaan itu diajukan.
Qur’an yang sangat kuat (Shaleh, Dan inilah yang dimaksud sebagai
1968). asbab al-Nuzul oleh Baqir al-
Asbab al-Nuzul pun menjadi Shadr. Adapun manfaat daripada
penting setelah mufassir ilmu ini adalah untuk mengetahui
menemukan relasi dari setiap ayat. rahasia-rahasia pengungkapan al-
Karena al-Qur’an sendiri Qur’an, karena teks al-Qur’an,
merupakan al-Muntaj al-Tsasqafi, memang, berkaitan erat dengan
meminjam istilah Nashr Hamid sebab-sebab tertentu (al-Shadr,
Abu Zaid, atau bina al- 2005).
Insaniyyah, menurut Baqir al- Setelah asbab al-Nuzul yang
Shadr, maka tidak mungkin tidak akan membantu penafsiran secara
akan terikat pada konteks tematik adalah pemilahan antara
kemanusiaan. Oleh sebab itu ayat-ayat makkiyyah dan
peristiwa serta latar-belakang dan madaniyyah. Istilah ini sendiri
konsdisi sosial historis masyarakat bukanlah istilah yang diberikan
Arab menjadi penting untuk oleh Nabi tetapi oleh para ulama
dijadikan pedoman dalam tafsir (al-Shadr, 2005). Baqir al-
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Shadr pun meyakini bahwa
Perihal asbab al-Nuzul pemisahan ayat-ayat makkiyah-
maka Baqir al-Shadr mengatakan madaniyyah ini, yang bersumber
bahwa ayat-ayat al-Qur’an terbagi dari al-Tartib al-Nuzuli,
menjadi dua, pertama, ayat-ayat mempunyai peran siginifikan
yang diturunkan sebagai hidayah, dalam tafsir tematik. Karena
pendidikan, tanpa ada sebab-sebab dengannya mufassir bisa

84
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

mengetahui tahapan-tahapan d. Debat dengan masyarakat


da’wah yang dilakukan oleh Islam musyrik Mekkah;
melalui Nabi (al-Shadr, 2005). e. Penggunaan kata
Tak pelak Baqir al-Shadr “ayyuha”.
pun memberikan komentar Adapun karakteristik dari ayat
terhadap kategori yang dibuat para serta surah madaniyah secara
setiap marhalah. Akan tetapi global mencakup:
nampaknya Baqir al-Shadr tidak a. Ayat serta panjangnya
terpengaruh oleh para orientalis, surat;
semisal Theodore Noldeke (2000) b. Perincian bukti-bukti serta
yang membagi periode dalil-dalil terhadap kebenaran
Mekkah/makkiyyah menjadi tiga agama;
periode dan madaniyyah menjadi c. Debat dengan ahul al-
satu periode dengan asumsi Kitab dan pelarangan terhadap
sastranya. Ia masih berpegang mereka untuk berlaku berlebih-
teguh pada konsep ulama Sunni lebihan dalam agama;
yang membagi makkiyah- d. Perbincangan tentang
madaniyah menjadi dua periode orang-orang munafiq serta
saja. Adapun karakteristik bentuk-bentuknya;
daripada ayat-ayat makkiyah e. Perincian hukum hukum
dalam pandangan Baqir al-Shadr, sosial;
a. Ayat serta surat yang Penggunaan teori ini
pendek disertai suara yang sama menurut Baqir al-Shadr sangat
pada akhirnya; penting, contohnya ketika
b. Mengajak pada dasar- berbicara tentang peperangan, al-
dasar keimanan, khususnya pada Harb. Dengan menggunakan teori
Allah serta hari akhir dan juga makkiyah-madaniyyah dapat
ilustrasi neraga dan surga, diketahui bahwa adanya
masyahid al-Qiyamah; peperangan sangat berhubungan
c. Dakwah tentang erat dengan suatu sistem
penegakan akhlak yang mulia dan kedaulatan yang itu hanya ada
konsistensi dalam melakukan ketika Rasulullah berada di
perbuatan yang baik; Madinah, tepatnya setelah Hijrah
(al-Shadr, 2005) Oleh sebab itu

85
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

diketahui bahwa perintah perang dikemukakan oleh al-Shadr


bukan hanya berhubungan tentang tentang perbedaan antara tafsir
agama an sich tetapi juga maudhu’i dan tahlili yaitu,
kedaulatan. pertama, peran mufassir yang
Dari rangkaian langkah mempergunakan tafsir tahlili
metodis ini nampak bahwa Baqir umumnya pasif. Pertama-tama ia
al-Shadr menginginkan mufassir mulai dengan membahas sebuah
agar lebih obyektif dengan tidak naskah al-Qur’an tertentu, dimulai
serta meninggalkan horizon- dari sebuah ayat atau kalimat,
historis mufassir ketika akan tanpa merumuskan dasar-dasar
memulai aktivitas penafsiran. pemikiran atau rencana terlebih
Sehingga adagium min al-Waqi ila dahulu, kemudian mencoba untuk
al-Nash bukanlah usaha untuk menetapkan pengertian al-Qur’an
menundukkan teks pada realitas dengan bantuan perbendaharaan
tetapi lebih kepada dialektika teks al-Qur’an dan berbagai indikasi
dengan realitas. Karena pada yang ada padanya dalam naskah
akhirnya ketika masuk pada upaya khusus tersebut ataupun yang di
kedua, al-Tauhidi, mufassir luar itu.
disarankan untuk melakukan Secara umum usahanya
langkah-langkah yang sama persis terbatas pada penjelasan sebuah
dengan langkah tafsir tahlili ayat al-Qur’an tertentu. Dalam hal
namun tidak secara mendetail. Hal ini, peran teks serupa dengan si
ini nampak dari tidak dijadikannya pembicara, dan tugas pasif
hadis sebagai rujukan utama mufassir ialah mendengarkan
setelah al-Qur’an akan tetapi dengan penuh perhatian dengan
hanya dijadikan sebagai pikiran yang cerah dan jernih serta
tambahan. penguasaan atas bahasa arab.
3. Perbedaan al-Tafsir al- Dengan pikiran dan semangat
Maudlu’i al-Tauhidi dengan al- yang demikian mufassir duduk
Tafsir al-Tajzi’i atau al-Tahlili menghadapi a1-Qur’an dan
Tafsir maudlu’i lebih mendengarkan dengan penuh
kompleks dan lebih tajam perhatian peranannya pasif
dibandingkan dengan tafsir tahlili sementara al-Qur’an menonjolkan
(analitis). Sebagaimana yang telah arti harfiahnya, si mufassir

86
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

mencatatnya di dalam tafsirya Dalam metode tafsir


sampai pada batas maudlu’i mufassir mengkaji
pemahamannya. topiknya dengan
Berbeda dengan yang menghubungkannya dalam batas-
pertama, mufassir yang batas kemampuannya, dengan
menggunakan metode maudlu’i pengalaman intelektual manusia
(tematik) tidak memulai yang tidak sempurna sebagaimana
aktifitasnya dari naskah al-Qur’an, yang diwakili oleh pandangan-
tetapi dari realitas kehidupan. la pandangan berbagai pemikir baik
memusatkan perhatiannya pada yang benar maupun tidak benar
sebuah subyek tertentu dari dengan menggunakan pemikiran-
berbagai masalah yang pemikiran tersebut sebagai alat
berhubungan dengan aspek-aspek bantu untuk memecahkan masalah
kehidupan sosial atua kosmologi, yang dihadapinya.
dengan menggunakan kumpulan Kemudian kembali
hasil pemikiran dan pengalaman menyimpan hasil pencariannya, ia
manusia tentang subyek tersebut, kembali kepada al-Qur’an, tidak
pertanyaan-pertanyaan yang sebagai pendengar yang pasif
diajukan dalam pemecahan- tetapi sebagi seseorang yang
pemecahan yang dianjurkan memasuki suatu dialog. Dengan
sehubungan dengan masalah semangat pencarian yang
tersebut, dengan jurang pemisah kontemplatif, ia bertanya kepada
di antara keduanya. Setelah itu, ia al-Qur’an; dimulai dengan ayat-
kembali kepada naskah al-Qur’an, ayat al-Qur’an mengenai tema
namun tidak dalam posisi sebagai kajiannya. Tujuannya di sini ialah
seorang pendengar pasif dan menemukan pandangan al-Qur’an
seorang pencatat. la menempatkan mengenai tema dan sampai pada
sebuah topik dan masalah yang satu kesimpulan yang diilhami
ada dari sejumlah pandangan dan oleh al-Qur’an, sambil
gagasan manusia dihadapan al- membandingkannya dengan
Qur’an. Dengan begitu ia mulai gagasan-gagasan dan pandangan-
sebuah dialog dengan al-Qur’an, pandangan yang berhubungan
di mana mufassir bertanya dan a- dengan tema tersebut.
Qur’an memberikan jawabannya.

87
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

Dengan demikian, Qur’an yang utuh, yang di dalam


perbedaan mendasar yang pertama kerangka kerja tersebut masing-
antara tafsir tahlili dan maudlu’i masing ayatnya mempunyai
ialah bahwa dalam metode yang tempat sendiri.
pertama si mufassir pasif, Dengan demikian, tafsir
pendengar sambil membuat maudlu’i satu tahap lebih maju
catatan yang tidak demikian dari pada tafsir tahlili, dan
dengan metode yang kedua. Tafsir bertujuan untuk sampai pada suatu
maudhu’i berupaya meletakkan susunan pandangan yang
warisan intelektual dan mewakili sikap al-Qur’an tentang
pengalaman manusia sebuah tema tertentu dari berbagai
sebagaimana juga pemikiran ayat ideologi, sosial dan
kontemporer di hadapan al- kosmologi. Keutuhan antara teks
Qur’an, untuk mencari pandangan al-Qur’an dan pengalaman yang
al-Qur’an tentang subyek kajian saling berdialektika ini pada
yang dibahas. dasarnya bertujuan untuk
Selanjutnya al-Shadr membela kepentingan
mengemukakan bahwa perbedaan kemanusiaan.
kedua bahwa tafsir maudlu’i C. Analisis Penafsiran Tematik
selangkah lebih maju dari pada Baqr Al-Shadr tentang Al-
tafsir tahlili. Tafsir tahlili Hurriyyah
membatasi dirinya pada Pada tahun 1381 H, Baqir
pengungkapan arti ayat-ayat al- al-Shadr menulis sebuah artikel
Qur’an secara terperinci, dengan judul al-Huriyyah fi al-
sementara tafsir tematik menuju Qur’an di Majalah al-Adlwa yang
pada sesuatu yang lebih dari itu akhirnya menjadi bab akhir dari
dan mempunyai lingkup pencarian karyanya al-Madrasah al-
yang lebih luas. la berusaha Qur’aniyyah. Secara metodis ia
mencari tata hubungan antara langsung mengutip ayat-ayat
ayat-ayat yang berbeda, yang yang, menurutnya, relevan dengan
perincian masing-masing ayatnya kebebasan, Ali ‘Imran [3]: 65, 14-
telah disediakan oleh metode 15, al-Jatsiyah []: 13, al-Baqarah
analitik, untuk mencapai kepada [2]: 29, dan 256.
sebuah susunan pandangan al-

88
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

Dari pembendaharaan ayat dalam konsep Barat menurutnya


al-Qur’an ini ia kemudian adalah kebebasan yang dilandasai
membreakdownnya dengan sub dengan kemauan seseorang
judul tertentu; 1) Kebebasan dengan syarat tidak mengganggu
sebagai Perasaan Utama, 2) kebebasan orang lain. Inilah yang
Batasan Kebebasan, 3) Kebebasan kemudian melandasai
dalam Kebudayaan Barat, 4) pembentukan Hak Asasi manusia.
Kebebasan ala Islam, 5) Pada tahap selanjutnya ia
Kebebasan Internal Manusia, 6) kemudian membandingkannya
Kebebasan Manusia dalam dengan kebebasan dalam konsep
Konteks Masyarakat, 7) Islam. Al-Shadr dalam hal ini
Kebebasan dalam konteks mengutip Ali ‘Imran [3]: 65
Perbuatan, dan 8) Makna Tidak sebagai sebuah landasan
Adanya Paksaan dalam Beragama kebebasan Islam yang didasari
(Baqir al-Shadr, 2005: 356-3640) tauhid. Artinya dalam konsep
Sebagai seorang filosof Islam kebebasan manusia itu
tentunya al-Shadr tidak terlalu dibatasi dengan kewajiban
asing dengan teori kebebasan. manusia terhadap Tuhan, yang
Bahwa pada dasarnya kebebasan disebut dengan syari’at.
manusia adalah kemauan setiap Namun konsep ini tidak
pribadi manusia. Akan tetapi ia akan berkembang kecuali
menyadari bahwa kebebasan seseorang sudah memiliki
individu itu tidak mutlak bebas. kesadaran atas kebebasan
Dalam arti bahwa kebebasan itu internalnya masing-masing.
akan terbentur dengan kebebasan Kebebasan internal itu tiada lain
orang lain. adalah kebebasan yang berbeda
Oleh sebab itulah kemudian dengan hewan serta kebebasan
ia merujuk pada teori serta yang jauh dari hawa nafsu
aplikasi kebebasan yang ada di sehingga kebebasan itu menjadi
Barat. Karena, mau tidak mau, kebebasan suci, al-Huriyyah al-
perkembangan teori disana sudah Thahirah. Maka manusia disebut
jauh berkembang dan mempunyai manusia apabila ia mampu
beragam bentuk yang jauh mengelola kebebasan
berbeda dengan Islam. Kebebasan manusiawinya dengan tidak

89
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

mengikuti hawa nafsu. tidak terobsesi dengan hal-hal


Sebagaimana yang difirmankan yang bersifat duniawi atau dibatasi
oleh Allah dalam surah Ali ‘Imran kebebasan eksternal.
[3]: 14-15. Maka sebenarnya Pada akhirnya al-Shadr pun
Islam itu membebaskan manusia mencoba menyentuh kebebasan
dari segala kecenderungan dan dalam ranah agama dengan
ketergantungan makhluk Allah. mengutip la ikraha fi al-Din.
Hal ini pun berlaku pada Dengan selalu berupaya
kebebasan manusia dalam konteks mendialogkkan nilai moral ayat-
masyarakat yang harus selalu ayat sebelumnya. Pada ayat ini ia
didasari dengan sikap tauhid. mengatakan bahwa memang ada
Dengan kata lain manusia itu akan kebebasan seseorang dalam
bebas apabila ia mampu memilih agama. Akan tetapi disisi
memebaskan dirinya secara lain agama pun sudah
internal dari syahwat dan secara menyampaikan bahwa petunjuk
eksternal dari sesembahan tuhan sudah lebih nyata dari pada
temporal. kesesatan. Sehingga ketika ajaran-
Dalam konteks yang lebih ajaran itu sudah disampaikan
luas, kebebasan manusia pun maka kebebasan individu lah
Allah berikan pada konteks untuk memilih apakah ia ingin
eksplorasi Sumber Daya Alam mendapatkan petunjuk, al-Rusyd
serta segala sesuatu yang Allah atau al-Ghayy.
ciptakan. Maka Khalaqa lakum Nampak dari hasil
ma fi al-Ardl Jami’a, wa sakkhara penafsiran Baqir al-Shadr pada
lakum ma fi al-Samawati wa ma fi judul ini ia lebih menggunakan al-
al-Ardl Jami’an, adalah dua ayat Ra’y, nalar, tanpa melandasinya
yang melegitimasi bahwa manusia dengan metode tahlili. Tidak
yang dibebankan oleh Allah didapatkan konteks khusus atau
sebagai khalifah bebas untuk asbab al-Nuzul dan ia pun tidak
bereskplorasi terhadap ciptaan- berupaya merekonstruksi ayat-
Nya dengan syarat bahwa, ayat yang ia pilih dalam teori
pertama, ia tidak dikuasai oleh makkiyyah dan madaniyyah. Dan
hawa nafsu atau dibatasi dengan dasar-dasar pemilihan ayat pun
kebebasan internal dan kedua, ia nampak asbtrak karena ia secara

90
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

langsung ditampilkan di awal. IV. KESIMPULAN


Walaupun pada akhirnya ada Sebagai seorang filosof, ahli
penjelasan secara konseptual yang ekonomi, ahli hukum, juga
dijabarkan pada setiap bab mufassir Baqir al-Shadr
judulnya. Oleh sebab itu usaha memberikan terobosan baru dalam
yang dibangun secara metodis konstruksi al-Tafsir al-Maudlu’i
oleh Baqir al-Shadr dalam al-Tauhidi yang cenderung
tafsirnya belum mampu tekstual dan baku. Dalam konsep
diaplikasikan secara maksimal. tafsirnya al-Shadr kemudian
Walaupun ia sendiri berupaya menjadikan min al-Waqi ila al-
untuk menjaga dialektika antara Nash sebagai asumsi dasar bahwa
ayat per ayat. Dalam istilah sebuah tafsir tematik harus
Gadamer, horizon penafsir lebih dimulai dari peristiwa atau kondisi
dominan daripada horizon teks itu faktual baru kemudian
sendiri. Sehingga hasil yang dikembalikan kepada al-Qur’an
diharapkan pada obyektifitas yang darinya seorang mufassir
belum maksimal dilaksanakan, mampu mengambil esensi serta
bukan karena hasil penafsirannya teori al-Qur’an yang berhubungan
tetapi metode atau langkah yang ia dengan peristiwa tersebut. Dengan
beberkan dalam al-Tafsir al- dijadikannya al-Waqi sebagai
Maudlu’i al-Tauhidi-nya belum sebuah pedoman awal bukan
bisa ia aplikasikan secara berarti ia ingin menundukkan al-
sempurna. Qur’an pada al-Waqi atau
Namun secara keseluruhan sebaliknya justru ia ingin
konsep al-Shadr merupakan membuat seorang mufassir agar
terobosan dalam wacana mampu berdialog dengan al-
perkembangan al-Tafsir al- Qur’an.
Maudlu’i yang hanya berkutat Pada langkah metodisnya
pada pengumpulan ayat-ayat al- Baqir al-Shadr pun menyadari
Qur’an tanpa disertai dengan bahwa tafsir tematik tidak bisa
dialog yang intens antara peristiwa lepas dari pemaknaan kosa-kata,
faktual, al-Waqi, dengan ayat- asbab al-Nuzul, munasabah al-
ayat, al-Nash, tersebut. Ayat dan teori makkiyah-
madaniyyah. Akan tetapi secara

91
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021
Analisis Pemikiran Al-Al-Tafsir al-Maudlu’i-Al-Tauhidi Baqir P-ISSN: 1858-2125
Al-Shadr (Aramdhan Kodrat Permana) E-ISSN: 2715-3649

praksis metode yang ia bangun tentang al-Huriyyah fi al-Qur’an,


sendiri belum bisa dilakukan yang masih memperlihatkan
secara maksimal, setidaknya subyektifitas mufassir daripada
tergambar dari pembahasannya obyektifitas al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Farmawi, Abd al-Hayy. (1977) Al-Bidayah fi Tafsir al-Maudlu’i.Mesir:


Maktabah Jumhuriyah..
_______. Mu jam al-Alfadz wa al-A’lam al-Our’aniyah. (1968). Kairo: Dar
al-`ulum.
Al-Shadr, Baqir. (2005). al-Madrasat al-Qur’aniyyah. Qum: Markaz al-
Abhats wa al-Dirasat al-Takhoshshusiyyah.
Al-Zarkasyi, Badruddin. (tt). al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Djalal, Abdul. (1990). Urgensi Al-Tafsir al-Maudlu’i Pada Masa Kini.
Jakarta: Kalam Mulia.
Ibrahim, Mursyi. (1980). Dirasah fi al-Tafsir al-Maudlu’i i. Kairo: Dar al-
Taufiqiyyah.
Noldeke, Theodore. (2000) Tarikh al-Qur’an terj. Farid Yaris Syafali.
Newyork: Dar Nasyr George.
Permana, A. K. (2020). Nuansa Tasawuf dalam Surah al-Fatihah: Analisis
Mafâtîh al-Ghaib Karya Fakhruddîn al-Râzî. Jurnal At-Tadbir:
Media Hukum Dan Pendidikan, 30 (1), 67-92.
Shaleh, Shubhi. (1968). Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-‘Ilm
al-Malayyin, cet. V.
Syamsuddin, Sahiron. (2009). Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul
Qur’an. Yogyakarta: Nawasea Press.

92
Jurnal At-Tadbir: Media Hukum dan Pendidikan Volume 31 Nomor 1 Tahun 2021

Anda mungkin juga menyukai