Anda di halaman 1dari 26

FONOLOGI

DOSEN :

NUR HIZBULLAH

DISUSUN OLEH :

DWIRA SETYA ABDURAHMAN

SASTRA DAN ILMU KEBUDAYAAN

FAKULTAS SASTRA ARAB

UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA

2021

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT, akhirnya kami dapat menyelesaikan

makalah kami yang berjudul Fonologi , guna untuk memenuhi tugas kami pada

Kami menyadari akan kekurangan yang ada dalam makalah kami. Namun

setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran tentang materi yang di bahas

dalam makalah ini. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari kalian semua.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas

1
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta,17 november 2021

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fonologi .................................................................... 3
B. Ilmu Yang Tercakup Dalam Fonologi ........................................ 4
C. Jenis-jenis Fonem........................................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai
bahasa Indonesia tetapi tuturan atau ucapan daerahnya terbawa ke dalam
tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam
bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda
dan lain-lain. Seperti di Sulawesi Selatan masih sangat banyak masyarakat
yang menggunakan bahasa Indonesia tapi masih dengan intonasi bahasa
bugis. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia
memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa
pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia hanya
digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-kegiatan resmi.
Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di
Sekolah Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah
“huruf” walaupun yang dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya
merupakan istilah yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu

2
diadakan penyesuaian dalam segi penerapannya. Oleh karena itu, untuk
mencapai suatu ukuran lafal atau fonem baku dalam bahasa Indonesia, sudah
seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu dikurangi jika mungkin diusahakan
dihilangkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fonologi?
2. Apa saja ilmu yang tercakup dalam fonologi?
3. Apa saja jenis-jenis fonem?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian fonologi
2. Untuk mengetahui ilmu-ilmu yang tercakup dalam fonologi
3. Untuk mengetahui jenis-jenis fonem

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fonologi
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang
berarti ”bunyi” dan logi yang berarti “ilmu”. Sebagai sebuah ilmu, fonologi
lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari,
membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang
diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa
fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi–bunyi
bahasa menurut fungsinya. Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus
linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyibunyi bahasa
menurut fungsinya. Dengan demikian, fonologi adalah sistem
bunyi dalam bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi
adalah ilmu tentang bunyi bahasa.
Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem)
bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang
mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap
manusia. Bidang kajian fonologi adalah bunyi bahasa sebagai satuan terkecil
dari ujaran dengan gabungan bunyi yang membentuk suku kata. Fonologi

3
sering disebut fonemik, ilmu yang mempelajari fonem- fonem.

B. Ilmu-Ilmu Yang Tercakup Dalam Fonologi


1. Fonetik
Fonetik yaitu ilmu bahasa yang membahas tentang bunyi-bunyi
ujaran yang dipakai dalam tutur dan bagaimana bunyi itu dihasilkan oleh
alat ucap. Menurut Samsuri (1994), fonetik adalah studi tentang bunyibunyi ujar. Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997),
fonetik diartikan bidang linguistik tentang pengucapan (penghasilan)
bunyi ujar atau fonetik adalah sistem bunyi suatu bahasa. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa fonetik adalah ilmu bahasa yang
membahas bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan alat ucap manusia, serta
bagaimana bunyi itu dihasilkan. Chaer (2007) membagi urutan proses
terjadinya bunyi bahasa itu menjadi tiga jenis fonetik yaitu:
a. Fonetik artikulatoris
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik
fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara
manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana
bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Pembahasannya antara lain meliputi
masalah alat-alat ucap yang digunakan dalam memproduksi dalam
bahasa itu, mekanisme arus udara yang digunakan dalam
memproduksi bunyi bahasa, bagaimana bunyi bahasa itu dibuat,
mengenai klasifikasi bahasa yang dihasilkan serta apa kriteria yang
digunakan, mengenai silabel, dan juga mengenai unsur-unsur atau ciri-ciri supresegmental,
seperti tekanan, jeda, durasi dan nada.

b. Fonetik akustik
Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa
fisis atau fenomena alam. Objeknya adalah bunyi bahasa ketika
merambat di udara, antara lain membicarakan: gelombang bunyi
beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara,
spektrum, tekanan, dan intensitas bunyi. Juga mengenai skala desibel,
resonansi, akustik produksi bunyi, serta pengukuran akustik itu.
Kajian fonetik akustik lebih mengarah kepada kajian fisika daripada
kajian linguistik, meskipun linguistik memiliki kepentingan
didalamnya.
c. Fonetik auditoris
Fonetik auditoris mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa
itu diterima oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat
dipahami. Dalam hal ini tentunya pambahasan mengenai struktur dan
fungsi alat dengar, yang disebut telinga itu bekerja. Bagaimana

4
mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu, sehingga bisa dipahami.
Oleh karena itu, kajian fonetik auditoris lebih berkenaan dengan ilmu
kedokteran, termasuk kajian neurologi.
2. Fonemik
Fonemik adalah ilmu bahasa yang membahas bunyi-bunyi bahasa
yang berfungsi sebagai pembeda makna. Terkait dengan pengertian
tersebut, fonemik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997)

diartikan: (1) Bidang linguistik tentang sistem fonem. (2) Sistem fonem
suatu bahasa. (3) Prosedur untuk menentukan fonem suatu bahasa.
Jika dalam fonetik mempelajari berbagai macam bunyi yang dapat
dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu
dilaksanakan, maka dalam fonemik mempelajari dan menyelidiki
kemungkinan-kemungkinan, bunyi ujaran yang manakah yang dapat
mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa
yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l],
[a], [b] dan [u] dan [r], [a], [b] dan [u]. Jika dibandingkan perbedaannya
hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem
yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
C. Jenis-Jenis Fonem
Supriyadi (1992) berpendapat bahwa yang dimaksud fonem adalah
satuan kebahasaan yang terkecil. Santoso (2004) menyatakan bahwa fonem
adalah setiap bunyi ujaran dalam satu bahasa mempunyai fungsi membedakan
arti. Bunyi ujaran yang membedakan arti ini disebut fonem. Fonem tidak
dapat berdiri sendiri karena belum mengandung arti. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1997) tertulis bahwa yang dimaksud fonem adalah satuan
bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Misalnya /b/ dan /p/
adalah dua fonem yang berbeda karena bara dan para beda maknanya. Contoh lain: mari, lari,
dari, tari, sari jika satu unsur diganti dengan unsur lain, maka
akan membawa akibat yang besar yakni perubahan makna.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan bunyi bahasa
terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan memiliki fungsi untuk
membedakan makna. Fonem tidak dapat berdiri sendiri karena belum
mengandung arti.
Adapun jenis-jenis fonem sebagai berikut :
1. Fonem vokal
Berdasarkan bentuk mulut sewaktu bunyi vokal itu diproduksi dapat
dibedakan:

5
a. Vokal bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut
membundar. Dalam hal ini ada yang bundar terbuka seperti bunyi [‫ כ‬,[
dan yang bundar tertutup seperti bunyi [o] dan bunyi [u].
b. Vokal tak bundar, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut
tidak membundar, melainkan terbentang melebar, seperti bunyi [i],
bunyi [e], dan bunyi [ɛ].
c. Vokal netral, yaitu vokal yang diucapkan dengan bentuk mulut tidak
bundar dan tidak melebar, seperti bunyi [a]
2. Fonem Diftong
Fonem diftong yang ada dalam bahasa Indonesia adalah fonem diftong
/ay/, diftong /aw/, dan diftong /oy/. Ketiganya dapat dibuktikan dengan
pasangan minimal.

Adapun klasifikasi diftong adalah sebagai berikut:


a. Diftong naik, terjadi jika vokal yang kedua diucapkan dengan posisi
lidah menjadi lebih tinggi daripada yang pertama.
Contoh:
[ai] <gulai>
[au] <pulau>
[oi] <sekoi>
b. Diftong turun, terjadi bila vokal kedua diucapkan dengan posisi lebih
rendah daripada yang pertama. Dalam bahasa Jawa ada diftong turun
contohnya:
[ua] pada kata <muarem> ‘sangat puas’
[uo] pada kata <luoro> ‘sangat sakit’
c. Diftong memusat, terjadi bila vokal kedua diacu oleh sebuah atau
lebih vokal yang lebih tinggi, dan juga diacu oleh sebuah atau lebih
vokal yang lebih rendah. Dalam bahasa Inggris ada diftong [oα]
seperti pada kata <more> dan kata <floor>. Ucapan kata <more>
adalah [mo∂] dan ucapan kata <floor> adalah [flo∂].
3. Fonem Konsonan
Fonem konsonan dapat digolongkan berdasarkan 4 kriteria yakni:
a. Tempat artikulasi, yaitu tempat terjadinya bunyi konsonan, atau tempat
bertemunya artikulator aktif dan artikulator pasif. Tempat artikulasi
disebut juga titik artikulasi. Sebagai contoh bunyi [p] terjadi pada
kedua belah bibir (bibir atas dan bibir bawah), sehingga tempat

artikulasinya disebut bilabial. Contoh lain bunyi [d] artikulator


aktifnya adalah ujung lidah (apeksi) dan artikulator pasifnya adalah

6
gigi atas (dentum), sehingga tempat artikulasinya disebut apikondental.
b. Cara artikulasi yaitu bagaimana tindakan atau perlakuan terhadap arus
udara yang baru keluar dari glotis dalam menghasilkan bunyi konsonan
itu. Misalnya, bunyi [p] dengan cara mula-mula arus udara dihambat
pada kedua belah bibir, lalu tiba-tiba diletupkan dengan keras. Maka
bunyi [p] itu disebut bunyi hambat atau bunyi letup. Contoh lain bunyi
[h] dihasilkan dengan cara arus udara digeserkn di laring (tempat
artikulasinya). Maka, bunyi [h] disebut bunyi geseran atau frikatif.
c. Bergetar tidaknya pita suara, yaitu jika pita suara dalam proses
pembunyian itu turut bergetar atau tidak. Bila pita suara itu turut
bergetar maka disebut bunyi bersuara. Jika pita suara tidak turut
bergetar, maka bunyi itu disebut bunyi tak bersuara. Bergetarnya pita
suara adalah karena glotis (celah pita suara) terbuka sedikit, dan tidak
bergetarnya pita suara karena glotis terbuka agak lebar.
d. Striktur, yaitu hubungan posisi antara artikulator aktif dan artikulator
pasif. Umpamanya dalam memproduksi bunyi [p] hubungan artikulator
aktif dan artikulator pasif, mula-mula rapat lalu secar tiba-tiba dilepas.
Dalam memproduksi bunyi [w] artikulator aktif dan artikulator pasif
hubungannya renggang dan melebar.

MORFOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

7
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar

bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta

pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata Atau

dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata

serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi

semantik.

Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari

bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan

logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphe dan logos ialah bunyi yang

biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-

unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.

Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk

kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan

kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi

pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada

tingkat tertinggi.

Morfologi juga mempelajari arti yang timbul sebagai akibat peristiwa gramatik, yang

biasa disebut arti gramatikal atau makna. Satuan yang paling kecil dipelajari oleh

morfologi adalah morfem, sedangkan yang paling besar berupa kata. morfologi hanya

Mempelajari peristiwa-peristiwa yang umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, yang

bisa dikatakan merupakan sistem dalam bahasa.

Peristiwa perubahan bentuk misalnya pada perubahan kata dari jala menjadi jalan

pada kata berjalan, dan perubahan dari kata aku menjadi saya, serta perubahan kata

8
dari tahun menjadi tuhan boleh dikatakan hanya terjadi pada kata tersebut. Oleh karena

itu, peristiwa tersebut tidak bisa disebut sebagai peristiwa umum, tentu saja bukan

termasuk dalam bidang morfologi, melainkan termasuk dalam ilmu yang biasa disebut

etimologi, yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk asal sesuatu kata secara khusus.

Dalam bahasa Indonesia mempunyai berbagai bentuk. Kata sedih, gembira, dan

senang merupakan satu morfem. Kata bersedih, bergembira, dan bersenang

merupakan dua morfem, yaitu morfem ber- sebagai afiks, dam morfem sedih

merupakan bentuk dasarnya begitu juga dengan morfem bergembira dan bersenang

terdiri dari dua morfem. Kata senang-senang terdiri dari dua morfem yaitu morfem

senang sebagai bentuk dasar dan diikuti oleh senang sebagai morfem ulang. Semua

yang berhubungan denngan bentuk kata tersebut yang menjadi objek dari suatu ilmu

disebut dengan morfologi.

Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan

dan arti kata. Golongan kata sedih tidak sama dengan golongan kata bersedih. Kata

sedih termasuk golongan kata adjektiva, sedangkan kata bersedih termasuk verba

deadjektiva. Di segi arti, kata-kata senang, bersenang, dan senang-senang semuanya

mempunyai arti yang berbeda-beda. Demikian pula dengan kata sedih dan gembira.

Perbedaan atau perubahan golongan dan arti kata tersebut disebabkan oleh

perubahan bentuk kata. Karena itu, selain menyelidiki bidangnya yang utama dalam

seluk-beluk bentuk kata, morfologi juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan

golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.

Intinya adalah jika syntax membahas tentang bagaimana kata-kata disusun

dalam sebuah kalimat, maka morphology membahas bentuk kata-kata tersebut.

9
Di sini dikemukakan bahwa pembicaraan tentang satuan gramatik yang salah

satu dari unsurnya berupa afiks dibahas dalam bidang morfologi, dan pembicaraan

tentang kata majemuk juga dibicarakan dalam bidang morfologi mengingat bahwa kata

majemuk masih termasuk golongan kata.

Definisi Morfologi Menurut Beberapa Ahli

1.      Morfologi adalah ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata (struktur kata)

Sumber: Zaenal Arifin dan Juaiyah “Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi”

2.      Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar

bahasa sebagai satuan gramatikal.

Sumber: J. W. M. Verhaar “Asas-Asas Linguistik Umum”

3.      Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata

secara gramatikal.

Sumber: J. W M. Verhaar “Pengantar Linguistik”

4.      Menurut Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang

membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-

perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.

5.      Menurut Nida (1974: 1) menyatakan bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang

morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.

Sumber: Syahwin Nikelas “Pengantar Linguistik Untuk Guru Bahasa”

6.      Menurut Cristal ( 198 : 232 – 233 ), morfologi adalah cabang tata bahasa yang

menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui pengguanaan morfem. Morfologi

pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang : yakni telaah infleksi (inflectional

10
morfhology ). Dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Analisi

morfemik bagian dari telaah linguistik sikronis ; analisis morfologis diterapkan terhadap

telaah historis. Analisis morfologis dilakukan dalam berbagai bentuk. Satu pendekatan

membuat telaah distribusional morfem dan varian morfemis yang muncul dalam kata

( analisis susunan morfotaktis ). Suatu model pemerian yang memandang hubungan

antara kata – kata sebagai proses derivasi. Dalam linguistic generative, morfologi dan

sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat terpisah ; kaidah – kaidah dari tata bahasa

berlaku bagi struktur kata, seperti halnya terhadap frasa dan kalimat, dan konsep –

konsep morfologis hanya muncul sebagai titik dimana output komponen sintaksis harus

diberikan representasi fonologi melalui kaidah – kaidah morfofonologis.

7.      Menurut Bauer ( 1983 : 33 ), morfologi membahas struktur internal bentuk kata.

Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya, dan

berusaha untuk menjelaskan kemunculan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi ke

dalam dua cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang

disebut morfologis leksikal. Morfologi infleksional membahas leksem – leksem baru dari

pemajemukan kata ( komposisi ). Deriviasi berurusan dengan pembentukan leksem

baru dari dua atau lebih sistem potensial. Derivasi kadang – kadang juga dibagi ke

dalam derivasi mempertahankan kelas (class-maintaining derivation) dan derivasi

perubahan kelas (class-changing derivation).

8.      Menurut rumandji ( 1993:2), morfologi mengcakup kata, bagiannya, dan

prosesnya. Menurut O’ Grady dan Dobrovolsky (1989:89-90), morofologi adalah

komponen tata bahasa generative tranformasional (TTG) yang membicarakan struktur

internal kata.

11
Teori morfologi umum yang berurusan dengan pembahasan secara tepat

mengenai jenis – jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa – bahasa

alamiah. Morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi

ganda. Pertama, kaidah – kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua,

kaidah – kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang

struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.

B. Fungsi Morfologi

1. Untuk mengetahui bagaimana perubahan-perubahan bentuk kata, baik dari fungsi

gramatik maupun semantik .

2. Mengetahui bagaimana seluk-beluk kata

3. Mengetahui bagaimana suatu arti yang timbul akibat peristiwa gramatik

4. Mempelajari peristiwa-peristiwa umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, atau

dengan kata lain sebagai sistem dalam bahasa

C. Tujuan Morfologi

1. Membahas masalah morfem dan kata

2. Membahas masalah unit-unit gramatikal

3. Membahas masalah prinsip pengenalan morfem

4. Membahas masalah klasifikasi morfem

5. Membahas masalah proses morfologis

6. Membahas masalah morfofonemik

7. Membahas masalah fungsi dan makna afiksasi

12
8. Membahas masalah kategori kata

Morfologi atau tata bentuk ada pula yang menyebutnya morphemics adalah bidang

linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal (Verhaar,

1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis struktur,

bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini disebut

tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk

untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka

yang berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).

Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari

segi struktur atau unsur-unsur yang membentuknya.

A.  Makan

Makanan

Dimakan

Termakan

Makan-makan

B.  Main

Mainan

Bermain

13
Main-main

Bermain-main

14
Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun

demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk

bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua

bentuk bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua

bentuk bermakna makan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk

bermakan rumah dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas satu

bentuk bermakna, sedangkan kata mainan, bermain, main-mainan, permainan,

memainkan masing-masing terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-,

main, per-an, me-kan dengan main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk

bermakna ber-, main, dan main.

Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk

tersebut dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah

menjadi makanan, dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –

an, di-, dan ter-, dapat pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat

pula menjadi rumah makan karena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk

atau struktur kata tersebut dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata.

Kata makan termasuk jenis atau golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk

jenis atau golongan kata benda. Dari segi makna kata makan maknanya ‘memasukan

sesuatu melalui mulut’, sedangkan makanan maknanya ‘semua benda yang dapat

dimakan’.

Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata

terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari

oleh bidang morfologi (Ramlan, 1983 : 3).

15
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Deret Morfologik.

16
Deret morfologik merupakan sebuah daftar atau deretan yang memuat kata-kata

yang memiliki bentuk dan arti saling berhubungan (Ramlan, 2001: 34). Kata-kata yang

saling berhubungan bentuk dan artinya ini dijajarkan dalam sebuah deretan dan

dibandingkan dengan setiap anggota deret lainnya. Sehingga dari pembandingan itu

dapat ditemukan hasil identifikasi bentuk asal dan jumlah morfem yang membangun

bentukan sebuah kata.

Deret morfologik amat berguna dalam menentukan morfem-morfem sekaligus

mengidentifikasi bentuk asal suatu morfem (Ramlan, 2001: 35). Salah satu manfaat

identifikasi morfem dengan deret morfologi ini disamping untuk mengetahui bentuk asal

yang mendasari sebuah kata adalah menentukan jumlah morfem yang membangun

sebuah kata. Misal kata berteriakan terdiri dari tiga morfem yakni ber-, teriak, dan –an.

Kata terpaku terdiri dari dua morfem yakni ter- dan paku. Sedang kata terlantar terdiri

dari satu morfem saja yakni terlantar. Proses kerja deret morfologik selanjutnya akan

dijelaskan di bab selanjutnya.

 2.2 Posisi Deret Morfologik dalam Kajian Linguistik.

Deret morfologik merupakan sub bab dalam kajian linguistic yang terangkum

dalam bab morfologi. Deret ini mengidentifikasi susunan morfem dalam suatu bentuk

kata. Secara luas, bahasan yang ditelisik dalam kajian linguistik ada dua, yakni

intralingual dan ekstralingual. Intralingual adalah kajian bahasa yang meliputi aspek

bahasa itu sendiri yakni struktur bahasa dan makna sedangkan ekstralingual adalah

kajian bahasa yang mengkaji aspek luar bahasa dan mengacu pada referen (aspek

benda yang dimaksud). Jadi bahasa itu menjelaskan dirinya sendiri sebagai objek

kajian. Hal inilah yang disebut dengan tata bahasa atau gramatika bahasa. Deret

17
morfologik merupakan bagian dari gramatika sehingga deret morfologik termasuk dalam

kajian intralingual.

2.3 Proses Identifikasi Bentuk Asal Melalui Deret Morfologik.

Bentuk asal adalah satuan kata yang paling kecil yang menjadi asal suatu kata

kompleks (Ramlan, 2001: 49). Bentuk asal merupakan bentuk kata paling awal yang

menjadi asal terbentuknya sebuah kata yang lebih kompleks. Kekompleksan itu adalah

cakupan makna yang luas dikarenakan penambahan morfem-morfem terikat. Misalnya

kata pembacaan terbentuk dari bentuk asal baca lalu mendapatkan afiks –an menjadi

bacaan, kemudian mendapatkan  afiks pe- menjadi pembacaan. Bentuk asal

merupakan saudara kembar bentuk dasar. Bentuk dasar adalah satuan, baik tunggal

maupun kompleks, yang menjadi dasar bentukan satuan yang lebih besar (Ramlan,

2001: 49). Bentuk dasar berkutat pada area yang sama dengan bentuk asal. Keduanya

sama-sama mengurai bentukan kata, hanya saja menggunakan sisi pandang yang

berbeda. Misal kata pembacaan terbentuk dari bentuk dasar bacaan dengan afiks pe-,

lalu kata bacaan berasal dari bentuk dasar baca dengan afiks –an.

Dalam hal ini deret morfologik erat kaitannya dengan bentuk asal. Deret

morfologik menjajarkan kata-kata yang sebentuk dan sejenis dengan maksud

membandingkan dan menyimpulkan kata dasar dengan memisah morfem-morfem yang

melekat pada morfem bebas sehingga ditemukan jumlah morfem yang membentuk

sebuah kata. Misal kita mulai dengan kata kedekatan. Demi mengetahui kata ini

terbentuk dari satu, dua, atau tiga morfem. Di samping kata kedekatan, terdapat kata:

kedekatan
berdekatan
pendekatan
mendekatkan
18
didekatkan
terdekatkan
mendekat
terdekat
didekati
mendekati
------------ dekat.

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem dekat sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
kedekatan terdapat dua morfem yang membangunnya
kedekatan : terdiri dari morfem dekat dan morfem ke-an
berdekatan : terdiri dari morfem dekat dan morfem ber-an
pendekatan : terdiri dari morfem dekat dan morfem peN- an
mendekatkan : terdiri dari morfem- morfem meN-, dekat, dan –kan
didekatkan : terdiri dari morfem- morfem di-, dekat, dan –kan
terdekatkan : terdiri dari morfem-morfem ter-, dekat, dan –kan
mendekat : terdiri dari morfem meN-, dan dekat
terdekat : terdiri dari morfem ter-, dan dekat
didekati : terdiri dari morfem- morfem di-, dekat,-i
mendekati : terdiri dari morfem –morfem meN-, dekat, dan –i
---------dekat

kejauhan
menjauhkan
dijuhkan
terjauh
berjauhan
menjauhi
dijauhi
---------jauh

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem jauh sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
kejauhan terdapat dua morfem yang membangunnya
kejauhan :terdiri dari morfem jauh dan morfem ke-an
menjauhkan :terdiri dari morfem meN-, jauh, dan –kan
dijauhkan :terdiri dari morfem di- jauh, dank an

19
terjauh :terdiri dari morfem ter-, dan jauh
berjauhan :terdiri dari morfem jauh-, dan ber-an
menjauhi :terdiri dari morfem meN-, jauh, dan –i
dijauhi :terdiri dari morfem di-, jauh dan –i

berkurang

kekurangan

pengurangan

mengurangkan

dikurangkan

kurangi

kurangkan

--------kurang

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem kurang sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
kekurangan terdapat dua morfem yang membangunnya
Berkurang :terdiri dari morfem kurang dan ber-

Kekurangan :terdiri dari morfem kurang dank e-an

Pengurangan :terdiri dari morfem peN-, kurang, dan –an

mengurangkan :terdiri dari morfem meN-, kurang, dan –kan

dikurangkan :terdiri dari morfem kurang,dan di-an

kurangi :terdiri dari morfem kurang dan –i

kurangkan :terdiri dari morfem kurang, dan –kan

berbagi

kebagian

pembagian

20
membagikan

dibagikan

bagii

bagikan

--------bagi

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem bagi sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
kebagian terdapat dua morfem yang membangunnya

berbagi :terdiri dari morfem bagi dan –ber

kebagian :terdiri dari morfem ke-, bagi dan –an

pembagian :terdiri dari morfem peN-,bagi dan –an

membagikan :terdiri dari morfem meN-, bagi dan –an

dibagikan :terdiri dari morfem di-,bagi,dan –kan

bagii :terdiri dari morfem bagi-, dan –i

bagikan :terdiri dari morfem bagi-, dan kan

bersamaan

kesamaan

penyamaan

menyamakan

disamakan

samai

samakan

--------sama

21
Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem sama sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
bersamaan terdapat dua morfem yang membangunnya

bersamaan :terdiri dari morfem sama dan morfem ber-an

kesamaan :terdiri dari morfem sama dan morfem ke-an

penyamaan :terdiri dari morfem peN-,sama dan -an

menyamakan :terdiri dari morfem meN-,sama dan -kan

disamakan :terdiri dari morfem di-, sama dan –kan

samai :terdiri dari morfem sama dan –i

samakan :terdiri dari mgrfem sama dan –kan

berlarian

pelari

melarikan

dilarikan

larikan

----------- lari

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem lari sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
berlarian terdapat dua morfem yang membangunnya

berlarian :terdiri dari morfem lari dan morfem ber-an

pelarian :terdiri dari morfem pe, lari dan an

melarikan :terdiri dari morfem me, lari dan kan

dilarikan :terdiri dari morfem di, lari dan kan

22
larikan :terdiri dari morfem lari dan kan

----------- lari

berbaikan

kebaikan

membaikkan

dibaikkan

membaiki

baikkan

----------- baik

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem baik sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
kebaikkan terdapat dua morfem yang membangunnya

berbaikan :terdiri dari morfem baik dan ber-an

kebaikan :terdiri dari morfem baik dan ke-an

membaikkan :terdiri dari morfem mem, baik dan kan

dibaikkan :terdiri darin morfem di, baik dan kan

membaiki :terdiri dari morfem mem, baik dan i

baikkan :terdiri dari morfem baik dan kan

----------- baik

kepanasan

pemanasan

memanaskan

dipanaskan

23
panasi

panaskan

---------- panas

Dari perbandingan kata-kata diatas dapat kita katakan bahwa pada  deretan
tersebut terdapat morfem panas sebagai unsur yang terdapat dalam setiap kata yang
menjadi anggota deret tersebut. Dengan demikian kesimpulannya adalah pada kata
kepanasan terdapat dua morfem yang membangunnya

kepanasan :terdiri dari morfem panas dan ke-an

pemanasan :terdiri dari morfem peN, panas dan an

memanaskan :terdiri dari morfem meN, panas dan kan

dipanaskan :terdiri dari di, panas dan kan

panasi :terdiri dari morfem panas dan i

panaskan :terdiri dari morfem panas dan kan

---------- panas

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi-bunyi (fonem)

bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang

mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap

manusia. Bidang kajian fonologi adalah bunyi bahasa sebagai satuan terkecil

dari ujaran dengan gabungan bunyi yang membentuk suku kata. Fonologi

sering disebut fonemik, ilmu yang mempelajari fonem- fonem.

Ilmu yang tercakup dalam foologi yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik

24
terbagi tiga yaitu artikulatoris, akustik dan auditoris. Adapun jenis-jenis

fonem yaitu fonem vocal, fonem diftrong dan fonem konsonan.

A.KESIMPULAN

Deretan morfologik ialah satuan daftar atau suatu deretan yang memuat atau
berisi kata kata yang berhubungan baik dalam bentuk maupun dalam maknanya.

B. SARAN

Demikian pemaparan dari makalah ini , semoga bermanfaat bagi pembaca


terutama untuk mengetahui tentang linguistik khususnya morfologi .Tentu makalah ini
jauh dari sempurna maka dari itu kami mohon pada pembaca/ rekan mahasiswa untuk
menyumbang kritik dan saran yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Padeta, mansoer H.2003.pengantar fonologi. Gorontalo:viladan

Chaer, abdul. 2009.Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: rineka cipta

Saussure, de ferdinand.1993.pengantar linguistik umum. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press

Muslich, Masnur. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriftif Sistem

Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2012. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriftif Sistem

Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2003. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

1. Diktat Morfologi Dra. Elfrida Pasaribu

25
2. Kridalaksana, Harimurti. 2009. Pembentukan kata dalam Bahasa
Indonesia.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Media
3. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Morfologi, Bandung: Angkasa
4. Yesin, sulchan. 1988. Tinjauan Deskriptif Seputar Morfologi. Surabaya:
Usaha Nasional.

26

Anda mungkin juga menyukai