Kelompok 1
Pemateri : Muhammad Kholid Adfi, Kayla Zahara Putri Nasada, Rizqia Humaira Nasution
Pertanyaan :
1. Azka Rayyani
Pertanyaan : Dari perbedaan standard NPA dan SPAP yang telah di paparkan, apa yang
menyebabkan format laporan audit tersebut di ganti dari standard NPA ke SPAP ? Apakah
saat menggunakan format NPA masih memiliki kekurangan dan belum cukup baik untuk
membuat laporan audit ?
2. Fajri Mustofa Akbar
Bagaimana saja bentuk professional judgment di laporan auditor?
3. Mengapa keputusan materialitas harus subyektif/tiap kondisi, Jelaskan!
1. Menurut apa yang telah saya dapat dari materi kali ini, tujuan diterbitkannya NPA oleh Ikatan
Akuantan Indonesia sebagai pedoman standar profesionalisme auditor di Indonesia. Karena
masih terdapat kekurangan pada NPA sebagai pedoman, hal ini menyebabkan beberapa hal
yang terdapat di NPA di ubah di dalam SPAP tujuannya adalah untuk meningkatkan,
menambah dan mengupgradate Pedoman untuk para auditor di indonesia. Adapun hal yang
diubah Salah satunya adalah Pada lembaran laporan auditor di dalam SPAP harus
dicantumkan kalimat “LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN”. Sedangkan ketentuan ini
tidak diatur didalam NPA.
2. Professional judgment adalah penerapan pelatihan, pengetahuan, dan pengalaman yang
relevan, dalam konteks standar audit, akuntansi, etika, dalam membuat keputusan yang
diinformasikan tentang tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi dalam perikatan audit.
Bentuk professional judgment diperlukan dalam membuat keputusan tentang :
a. Materialitas dan risiko audit.
b. Sifat, saat dan luas prosedur audit yang digunakan untuk memenuhi keperluan SA dan
mengumpulkan bukti audit.
c. Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan tepat telah diperoleh, dan
apakah pengevaluasian lebih lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan SA dan tujuan
keseluruhan auditor.
d. Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam kerangka pelaporan keuangan
yang berlaku bagi entitas.
3. Materialitas, menurut Arens (2012), memberikan pertimbangan yang cukup esensial dalam
menentukan jenis laporan yang diberikan berdasarkan kondisi-kondisi tertentu. Lebih lanjut
Arens memberikan definisi berkaitan dengan materialitas sebagai, kesalahan dalam pelaporan
keuangan yang apabila diketahui akan memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan
oleh pengguna. Menerapkan definisi ini, 3 (tiga) tingkatan dalam menilai materialitas
digunakan dalam menentukan jenis opini untuk diberikan:
a. Jumlahnya tidak material. Artinya terdapat kesalahan namun sangat kecil pengaruhnya
pada pengambilan keputusan. Maka opini wajar tanpa pengecualian masih layak
disematkan.
b. Jumlah yang material namun tidak mempengaruhi kewajaran pelaporan keuangan secara
keseluruhan. Perlu diperhatikan bahwa dalam membuat keputusan berkaitan dengan
materialitas, auditor perlu melakukan evaluasi atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Dan jika disimpulkan bahwa kesalahan yang ditemukan sifatnya material namun tidak
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan, maka opini wajar dengan
pengecualian dapat diberikan.
c. Jumlah yang material dan sangat besar hingga kewajaran atas laporan secara keseluruhan
dipertanyakan. Inilah level tertinggi dari sebuah materialitas, yakni manakala besar
kemungkinan pengguna akan membuat keputusan yang salah bila mengandalkan
informasi dalam laporan keuangan secara keseluruhan. Sehingga dalam menentukan
tingkat materialitas, adalah penting untuk menganalisis sejauh mana dampak
(pervasiveness) dari sebuah kesalahan terhadap bagian-bagian yang lain dalam laporan
keuangan.
Konsep materialitas ini, jika dikaitkan dengan ketidaksesuaian dengan standar akuntansi yang
berlaku umum, akan dihadapkan pada beberapa aspek yang perlu menjadi pertimbangan: