Anda di halaman 1dari 4

Hujan lebat dan banjir 'masih ancam'

Jakarta

Daya tampung sungai masih


besar, namun drainase dinilai buruk.

Jakarta sempat lumpuh sepanjang Senin (09/02) akibat banjir yang disebabkan hujan lebat sepanjang
malam hingga siang.

Dan curah hujan yang tinggi masih mengancam dalam beberapa hari mendatang, kata Deputi
Meteorologi BMKG, Yunus Swarinoto.

"Yang perlu diwaspadai adalah hujan yang menurut model, menurut prakiraan kami, bisa turun lewat
tengah malam dalam satu hingga tiga hari mendatang. Kalau intensitasnya lebih besar dari Senin, maka
keadaannya bisa lebih buruk. Sebaliknya jika intensitasnya lebih rendah, keadaannya mungkin tak akan
terlalu parah," jelas Yunus.

Yunus memaparkan, cuaca seperti ini sepanjang Februari, terkait dengan letak matahari di selatan
Katulistiwa.

Hujan lebat mulai mengguyur Jakarta dan sekitarnya sejak Minggu malam hingga Senin (9/2) tengah
hari. Air meluap dan menggenang di seantero kota.

Tak dilaporkan adanya korban, tidak juga kerusakan berarti. Menjelang sore, air surut di beberapa
bagian kota.

Banjir kali ini belum separah banjir pada 2012 dan 2013. Namun genangan air sempat mengancam
Istana Merdeka -yang masih ditinggal Presiden Jokowi yang melakukan lawatan ke tiga Negara ASEAN.

Untungnya, luapan air hanya mencapai jalanan sekeliling istana, tak sampai masuk.

Sabotase?

Image caption Hujan masih diperlakukan sebagai bencana.


Betapapun ini sempat membuat gusar Basuki Tjahaja Purnama, gubernur Jakarta yang akrab dipanggil
Ahok.

Seperti dikutip situs berita Tempo.co, ia sempat curiga bahwa luapan banjir di pusat kota yang bahkan
mengancam Istana, dilantarankan adanya unsur kesengajaan.

Karena Pemda DKI sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi banjir semacam itu.

Namun Kepala Dinas Tata Air DKI Agus Priyono mengatakan, banjir itu diakibatkan hujan lebat sepanjang
Minggu malam hingga Senin siang.

Adapun berbagai peralatan penanganan seperti pompa penyedot, beberapa di antaranya mengalami
masalah, atau tak bisa dinyalakan karena PLN mematikan listrik, dengan pertimbangan keamanan.

Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengakui, pemda DKI
sudah melakukan berbagai upaya untuk menangani dan mengantisipasi banjir.

Image caption Curah hujan terlalu tinggi, aliran permukaan pun kencang.

Namun masih ada sejumlah masalah pelik.

"Sudah banyak yang dilakukan sebetulnya. Baik terkait sungai, maupun drainase. Namun curah hujan
yang terlalu tinggi, menyebabkan tingginya pula aliran permukaan, sebagai dampak dari perubahan
koefisien aliran," jelas Sutopo.

Menurutnya, di Jakarta terlalu banyak kawasan "terbangun" namun menyisakan terlalu sedikit kawasan
resapan air.

"Sehingga curah hujan yang jatuh langsung dikonversi menjadi aliran permukaan. Dan semuanya
mengarah ke drainase, padahal drainasenya tidak mampu menampung aliran permukaan itu, padahal
kondisi sungai masih mampu menampung," katanya.

Menurutnya, banjir kali ini bukan diakibatkan oleh daya tampung sungai, melainkan buruknya daya
tampung drainase.

Perubahan pendekatan

Image caption Kalau intensitasnya besar, keadaan bisa lebih buruk.

Ahli tata kota Nirwono Joga beranggapan, diperlukan suatu perubahan pendekatan, agar Jakarta bisa
mengatasi persoalan banjir lebih cepat.

"Pemerintah masih berpikir bahwa hujan adalah bencana," keluh Nirwono.

Sehingga yang diupayakan adalah, bagaimana secepatnya membuang air ke laut.


"Maka proyek-proyek yang dilahirkan adalah utamanya, proyek betonisasi bantaran kali, membuat
sodetan, kanalisasi, dan membuat modifikasi hujan."

Padahal, kata Nirwono, konsep yang sedang berkembang di seluruh dunia sekarang, sebaliknya: konsep
eko-drainase.

Image caption Proyek-proyek diarahkan pada betonisasi, harusnya penghijaian bantaran sungai.

"Yaitu bagaimana kota, menampung air sebanyak-banyaknya, untuk diresapkan sebesar-besarnya ke


dalam tanah."

Ia jelaskan, bantaran kali seharunya bukannya dibeton, melainkan dihijaukan.

"Sehingga saat hujan lebat, air yang mengisi sungai tidak mengalir terlalu cepat. Melainkan air akan
menyerap ke kiri kanan bantaran sungai. Kecepatan air turun, dan memberikan resapan air ke dalam
tanah sebanyak-banyaknya," katanya.
Penyebab:

1. Penyumbatan aliran sungai ataupun selokan


2. Penggundulan hutan
3. Curah hujan tinggi
4. Sedikitnya daerah serap
5. Pendirian rumah di sepanjang sungai

Akibat:
1. Rusaknya sarana dan prasarana
2. Hilangnya harta benda
3. Menimbulkan korban jiwa
4. Menimbulkan bibit penyakit
5. Rusaknya areal pertanian

Pencegahan:

1. Pengoptimalan sungai ataupun selokan


2. Larangan pembuatan rumah penduduk di sepanjang sungai
3. Melaksanakan program tebang pilih dan reboisasi

NAMA: DAFFA NAUFAL ABARI


KELAS: 4CI

Anda mungkin juga menyukai