Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MASYARAKAT HUKUM ADAT

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Pada Mata Kuliah Hukum Adat

Dosen Pengampu : Fatni Erlina S.H.I.,M.H.

Oleh :

Nanda Mirza (2017301007)

Danial Izzat (2017301014)

Amil Triansyah (2017301018)

Dewi Suryani (2017301028)

Solikhun (2017301037)

Alfin Rizki Muzaki (2017301044)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI KH. SAIFUDDIN ZUHRI

2021

1
A. PENDAHULUAN
Masyarakat Hukum Adat (selanjutnya disebut MHA) di Indonesia
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan panjang sejarah
perkembangan hukum di Indonesia. Secara historis, MHA sudah ada, hidup,
tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak masa kerajaan, penjajahan Belanda dan
pada masa kemerdekaan Indonesia. Campur tangan oleh pemerintah kerajaan,
penjajah dan pemerintah Indonesia terus berubah sesuai dengan perkembangan
ketatanegaraan.[1] Bentuk konkrit campur tangan ketatanegaraan saat ini dapat
terlihat dari dimuatnya jaminan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Secara jelas Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Ksatuam Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-
undang”. Rumusan pasal tersebut hingga kini masih mengakui keberadaan
masyarakat hukum adat sebagai salah satu elemen penting dalam kehidupan
bernegara di Indonesia. Akan tetapi, sejauh ini belum ada undangundang turunan
dari amanah Pasal 18B ayat (2) yang secara khusus mengatur tentang pengakuan
dan perlindungan masyarakat Hukum adat. Hal ini berakibat belum terpenuhinya
hak-hak masyarakat adat dalam menjalani kehidupan sehariharinya. Selain itu,
kadang lahir konflik antara masyarakat hukum adat dengan pihak lain, seperti
masyarakat umum, pemilik lahan dan modal, hingga konflik kepentingan dengan
negara.
Jaminan terhadap kedudukan, hak, serta kewajiban masyarakat masih
tersebar dalam berbagai undang-undang. salah satunya terdapat dalam
UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). Dalam
UU ini dijelaskan kedudukan hutan serta pembagian jenis kepemilikan hutan di
Indonesia. Masyarakat hukum adat memiliki wewenang atas wilayah hutan namun
dalam kerangka kepemilikan oleh negara. Oleh sebab itu, masyarakat hukum adat

1
Tholib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian Kepustakaan, Bandung: Alfabeta,
2008, h. 146.

2
memiliki hak ulayat atas tanah yang ditempati dan dimiliki yang berada dalam
wilayah hutan. Namun hak tersebut sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat adat, dan
sewaktu-waktu dapat digunakan oleh negara atas nama kepentingan negara.

B. PENGERTIAN MASYARAKAT HUKUM ADAT


Pengertian adat adalah ”kebiasaan”. Istilah adat sendiri ada berbagai
macam, diantaranya adat (aceh), ngadat (gayo); lembaga/ adat lembaga (minang);
adat kebiasaan (minahasa/ maluku).Pengertian hukum adat menurut Ter Har, adalah
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum. Sedangkan menurut Van V. Hoven,
hukum adat adalah aturan tingkah laku yang memiliki sanksi dan tidak
dikodifikasikan. Hukum adat merupakan hukum yang hidup (the lifing law), karena
aturan aturan yang berkembang tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya paksaan.
Pengertian masyarakat adalah suatu pergaulan hidup atau suatu kelompok
manusia atau kesatuan manusia yang hidup bersama menempati suatu wilayah, dan
kehidupan bersama itu merupakan suatu pergaulan hidup. Sedangkan pengertian
masyarakat hukum adalah sekelompok masyarakat yang hidup bersama, serta
mempunyai tata hukum yang sama, kewenangan atau otoritas hukum dan daya
paksa. Menurut Ter Har, masyarakat adalah kelompok masyarakat yang tetap dan
teratur yang mempunyai kekauasaan dan kekayaan sendiri serta dapat mengadakan
hubungan hukum dengan subyek hukum yang lain.

C. UNSUR UNSUR MASYARAKAT


1) Sekumpulan Orang Banyak
Dalam hal ini orang banyak adalah sekelompok orang yang berada di suatu
tempat tertentu. Adapun karakteristik orang banyak adalah :
a. Terbentuk karena adanya suatu pusat perhatian bersama.
b. Terjadi tanya-jawab di sekitar objek yang menjadi pusat perhatian.
c. Proses terbentuknya membutuhkan waktu lama.
d. Adanya perasaan sebagai satu kesatuan.[2]

2
Djojodigoeno, 1964, Asas Asas Hukum Adat, Yayasan Badan Penerbit ”Gadjah Mada”,
Yogyakarta.

3
2) Golongan
Pengelompokan dilakukan di dalam masyarakat berdasarkan karakteristik yang
dimiliki, baik objektif maupun subjektif. Ciri-ciri suatu golongan mencakup :
a. Terdapat perbedaan status dan peran.
b. Terdapat pola interaksi yang beragam.
c. Terjadi distribusi hak dan kewajiban masing-masing anggota.
d. Terdapat sanksi dan penghargaan.
3) Perkumpulan (Asosiasi)
Perkumpulan adalah kesatuan banyak individu yang terbentuk secara sadar dan
punya tujuan tertentu yang ingin dicapai. Pembentukan asosiasi dilakukan
berdasarkan minat, kepentingan, tujuan, pendidikan, agama, dan profesi.
4) Kelompok
Berbeda dengan asosiasi, kelompok merupakan unsur masyarakat yang lebih
kecil. Adapun beberapa karakteristiknya adalah sebagai berikut :
a. Terdapat struktur, kaidah, dan pola tertentu.
b. Terdapat interaksi antar anggota kelompok.
c. Adanya kesadaran setiap anggota bahwa mereka adalah bagian dari suatu
kelompok.
d. Terdapat faktor pengikat, yaitu kepentingan, tujuan, ideologi, nasib, dari
setiap anggota.

D. BENTUK MASYARAKAT HUKUM ADAT


Masyarakat hukum adat di Indonesia tersusun atas dua faktor dominan,
yakni faktor genealogis dan teritorial.Pada mulanya faktor genealogis mempunyai
dominasi yang sangat kuat terhadap pembentukan suatu masyarakat hukum adat,
disebabkan oleh hubungan daerah antara satu dengan lainnya di antara mereka
terikat dan terbentuk dalam satu ikatan yang kokoh.Tetapi karena semakin
meluasnya hubungan antar suku bangsa maka dominasi faktor genealogis sedikit
demi sedikit mulai tergeser oleh faktor teritorial.
Berdasarkan dua faktor tersebut dapat dibedakan 3 (tiga) bentuk masyarakat
hukum adat yaitu:

4
1. Masyarakat Hukum Genealogis
Masyarakat hukum genealogis adalah suatu kesatuan masyarakat di mana
para anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur
baik secara langsung karena hubungan darah atau tidak langsung karena pertalian
perkawinan atau pertalian adat. Pada jenis masyarakat hukum genealogis pengikat
anggota persekutuan adalah kesamaan keturunan dalam arti semua anggota dari
persekutuan terikat dan mempunyai ikatan yang kuat karena mereka berasal dari
satu nenek moyang yang satu atau sama.[3]
Masyarakat hukum genealogis ini dibedakan dalam 3 (tiga) macam pertalian
keturunan, yaitu sebagai berikut:
a. Masyarakat hukum menurut garis laki-laki (patrilineal)
Yaitu masyarakat yang susunannya ditarik menurut garis keturunan bapak
(garis laki-laki). Setiap anggota merasa dirinya sebagai keturunan dari seorang
laki-laki asal. Bentuk masyarakat ini terdapat dalam masyarakat Batak,
Lampung, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Irian.
b. Masyarakat hukum menurut garis perempuan (matrilineal)
Yaitu masyarakat yang tersusun berdasarkan garis keturunan ibu (garis
wanita). Setiap anggota merasa dirinya sebagai keturunan dari seorang ibu asal.
Bentuk masyarakat semacam ini terdapat pada masyarakat Minangkabau,
Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan, dan beberapa suku di Timor.
c. Masyarakat hukum menurut garis ibu dan bapak (bilateral/parental)
Adalah masyarakat yang tersusun berdasarkan garis keturunan orang tua, yaitu
bapak dan ibu secara bersama-sama. Bentuk masyarakat seperti ini terdapat di
masyarakat hukum adat orang Bugis, Dayak, dan Jawa. Bilateral artinya dua
pihak, yaitu pihak ibu dan pihak ayah.
2. Masyarakat Hukum Teritorial
Masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial yaitu masyarakat
hukum adat yang disusun berazaskan lingkungan daerah. Landasan yang
mempersatukan para anggota masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat

3
Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Nuansa Aulia, 2013) hlm. 81-82

5
teritorial adalah ikatan antara orang yang anggota masing-masing masyarakat
tersebut dengan tanah yang didiami sejak kelahirannnya.
Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial, yaitu :
a. Masyarakat Hukum Desa
Masyarakat hukum desa adalah segolongan atau sekumpulan orang yang hidup
bersama berazaskan pandangan hidup, cara hidup dan sistim kepercayaan yang
sama, yang menetap pada suatu tempat kediaman bersama. Masyarakat hukum
desa tersebut melingkupi pula kesatuan-kesatuan yang kecil yang terletak di
luar wilayah desa yang sebenarnya, yang lazim disebut teratak atau dukuh.
Akan tetapi, mereka tunduk pada penjabat kekuasaan desa dan juga sebagai
pusat kediaman, contohnya, desa-desa di Jawa dan Bali.
b. Masyarakat Hukum Wilayah (Persekutuan Desa)
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial yang
melingkupi beberapa masyarakat hukum desa yang masing-masingnya tetap
merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri tersendiri.
c. Masyarakat Hukum Serikat Desa (Perserikatan Desa)
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu kesatuan sosial yang teritorial,
yang selalu dibentuk atas dasar kerjasama diberbagai-bagai lapangan demi
kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang tergabung dalam
masyarakat hukum serikat desa tersebut. Kerjasama tersebut dimungkinkan
karena secara kebetulan berdekatan letaknya masyarakat hukum desa yang
bersama-sama membentuk masyarakat hukum serikat desa.
3. Masyarakat Hukum Genealogis-Teritorial
Timbulnya masyarakat genealogis-teritorial disebabkan bahwa dalam
kenyataannya tidak ada kehidupan tidak tergantung dari tanah, tempat ia dilahirkan,
mengusahakan hidup, tempat kediaman, dan mati. Masyarakat genealogis-teritorial
adalah kesatuan masyarakat di mana para anggotanya tidak saja terikat pada tempat
kediaman, tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah
dan atau kekerabatan.Bentuk masyarakat ini terdapat pada masyarakat kuria dengan
huta-huta di lingkungan masyarakat Tapanuli Selatan (Angkola, Mandailing), umi

6
(Mentawai), euri (Nias), nagari (Minangkabau), Marga dengan dusun-dusun di
Sumatera Selatan, dan marga dengan tiyuh-tiyuh di Lampung.[4]

E. PERAN PIMPINAN MASYARAKAT


Konsep “pemimpin” berasal dari kata asing leader dan kepemimpinan
berasal dari kata leadership. Menurut terminologi, pemimpin adalah seseorang yang
berasal dari suatu perkumpulan atau organisasi itu sendiri yang diberikan kekuasaan
untuk memimpin dengan menjalankan fungsi untuk mengatur, mengorganisasikan
atau mengontrol kegiatan dalam mewujudkan hasil yang diinginkan.[5]
Peranan pemimpin antara lain :
1. Peranan hubungan antarpribadi (Interpersonal Role)
Dalam mewujudkan peranan ini ada dua gambaran umum yang dapat
dilaksanakan yakni yang bertalian dengan status dan otoritas pemimpin, serta
hal – hal yang bertalian dengan pengembangan hubungan antar pribadi.
2. Peranan yang berhubungan dengan Informasi (informasional Role)
Sebagai seorang pemimpin yang menggerakkan sebuah organisasi maka
dibutuhkan informasi – informasi yang penting dalam menjalankan
keberlangsungan sebuah organisasi tersebut agar dapat bekerja secara efektif
dan efisien untuk mewujudkan visi misi organisasi. Oleh karena itu sebagai
kelanjutan dari peranan hubungan antarpribadi (interpersonal role).
3. Peranan pembuat keputusan (decision role)
Salah satu peranan yang paling rumit buat pemimpin adalah bagaimana
pemimpin dapat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan agar
organisasi dapat berjalan sesuai visi misi yang telah ditentukan.
Dalam menjalankan perannya, seorang pemimpin memiliki 2 (dua) fungsi
utama dalam melaksanakan program pembangunan masyarakat diantaranya :
1. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah.

4
Ibid. Hlm 83
5
Salton Takdir, Peranan Pemimpin dalam Pembangunan Masyarakat Papua di Kabupaten
Jayawijaya Papua, Makalah online, diakses 6 Oktober 2021, pkl. 19.09

7
Seorang pemimpin memiliki fungsi dalam pemberian saran, informasi dan
pendapat dalam mewujudkan pembangunan masyarakat. Karena, dengan
saran, informasi dan pendapat seorang pemimpin sebagai salah satu bukti
wujud perhatian pemimpin terhadap pelayanan masyarakat.
2. Fungsi yang berhubungan dengan fungsi pemeliharaan kelompok (group
maintenance) atau sosial.
Dalam menjalankan fungsi pemeliharaan kelompok / masyarakat
mencakup di dalamnya segala sesuatu yang dapat membantu kelompok /
masyarakat agar pelaksanaan pembangunan masyarakat berjalan lebih lancar.
Tidak tinggal diam melihat kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan oleh
masyarakat tetapi ikut berperan serta dan menjadi penggerak utama dalam
menyukseskan kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat tersebut.

F. HUKUM DAN SISTEM SOSIAL


Sistem hukum merupakan pencerminan dari sistem sosial, dimana sistem
hukum tadi merupakan bagianya. Sejauhmanakah proses pengaruh mempengaruhi
antara sistem sosial dengan sistem hukum yang substansinya bersifat timbal balik.
Agar diketahui konsep hukum yang universal, diperlukan pencarian antara
persamaan dan perbedaan sistem hukum yang berlaku di masyarakat, yaitu :
1. Sifat sistem hukum yang dualistis
Hukum merupakan suatu kaidah yang berisi ketentuan tentang hak dan
kewajiban manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Namun disisi lain, hukum
juga merupakan alat yang ampuh untuk mempertahankan kedudukan sosial
ekonomi dari sebagian kecil anggota masyarakat.
2. Hukum dan kekuasaan
Ditinjau dari segi ilmu politik, maka hukum merupakan sarana dari elit yang
memegang kekuasaan dan sedikit banyaknya digunakan sebagai alat utuk
mempertahankan kekuasaan atau untuk menambah serta mengembangkanya.
3. Hukum dan nilai sosial-budaya

8
Hukum sebagai kaidah atau norma sosial tidak terlepas dari nilai-nilai yang
berlaku dalam suatu masyarakat. Hukum merupakan pencerminan dan
konkritsasi dari nilai-nilai yang pada suatu saat berlaku dalam masyarakat.

G. HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL


Definisi hukum adalah ketentuan, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam berinteraksi antar sesamanya,
dengan tujuan utamanya untuk mencapai keadilan, kepastian hukum, uniformitas
hukum, koherensi hukum, ketertiban, kesejahteraan, ketentraman, ketenangan dan
berbagai kebutuhan serta tujuan hidup manusia lainnya. Pentingnya hukum bagi
kehidupan masyarakat, karena unsur-unsur pokok yang ada di dalam masyarakat
itulah yang menghendakinya. Unsur-unsur pokok yang dimaksud adalah (1) Setiap
individu manusia mempunyai hasrat untuk hidup bersama; (2) Hidup dan
kehidupan bersama dalam masyarakat merupakan suatu kesatuan yang bersifat
menyeluruh; dan (3) Hidup dan kehidupan bermasyarakat merupakan suatu sistem
dan tiap-tiap sub-sistem saling pengaruh-mempengaruhi. Hidup masyarakat ditata
berdasarkan norma-norma sosial dan peraturan-peraturan institusional yang mapan.
Perilaku seorang warga masyarakat dituntun oleh norma-norma sosial yang
mendefenisikan apa yang hendak dilakukannya dalam berbagai situasi.[6]
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi karena adanya
ketidaksesuaian di antara unsur-unsur sosial yang berbeda di dalam
kehidupanmasyarakat, sehingga menghasilkan pola kehidupan yang baru (
berbedadengan pola kehidupan sebelumnya). Perubahan sosial mencakup
perubahan dalam nilai - nilai sosial, norma-norma sosial, susunan
lembagakemasyarakatan, pelapisan sosial, kelompok sosial, interaksi sosial, pola-
pola perilaku, kekuasaan dan wewenang, serta berbagai segi kehidupan
masyarakatlainnya.
Hubungan antara hukum dan perubahan sosial tetap kontroversial. Tetap
ada dua pendapat yang bertolak belakang tentang hubungan antara kaidah-kaidah

6
Samsir Salam. Hukum dan Perubahan Sosial (kajian sosiologi hukum) Vol. XI No. 1, Juni 2015

9
hukum ( legal precepts ) dan sikap-sikap serta perilaku masyakarat. Dalam
masyarakat modern, peranan hukum dalam perubahan sosial lebih daripada hanya
interest teoritis saja. Dalam banyak bidang kehidupan sosial, seperti pendidikan,
hubungan rasial, perumahan, transportasi, penggunaan energi, dan perlindungan
lingkungan, hukum telah disandari sebagai instrumen perubahan yang penting. Ada
beberapa cara untuk mempertimbangkan peranan hukum dalam perubahan sosial.
Dror mengatakan bahwa “hukum memainkan peranan tak langsung dalam
perubahan sosial dengan membentuk berbagai institusi sosial, yang pada gilirannya
mempunyai dampak langsung terhadap masyarakat“. Ia menekankan bahwa hukum
berinteraksi secara langsung dalam banyak kasus dengan institusi-institusi sosial,
membentuk adanya hubungan langsung antara hukum dan perubahan sosial.[7]
Di sisi lain Achmad Ali mengungkapkan, bahwa ada dua hal yang penting
yang berhubungan dengan perubahan-perubahan hukum dan perubahan-perubahan
masyarakat yaitu:
1. Perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuain oleh hukum. Dengan
kata lain; hukum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat dan ini
menunjukkan sifat pasif hukum.
2. Hukum berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu perubahan
yang terencana. Disini hukum berperan aktif, dan inilah yang sering disebut
sebagai fungsi hukum a tool of social engineering, sebagai alat rekayasa
masyarakat. Pengakuan ( recognition ) peranan hukum sebagai suatu instrumen
dari perubahan sosial telah semakin menguat di masyarakat kontemporer.
“Hukum- melalui respons legislatif dan administratif terhadap kondisi-kondisi
sosial dan ide-ide baru, selain melalui interpretasi kembali dari konstitusi,
statuta atau preseden- secara meningkat tidak hanya mengartikulasikan /
mengambil peranan penting tetapi juga menentukan arah dari perubahan-
perubahan sosial besar“ Sehingga, “Perubahan sosial yang dicoba, melalui
hukum, adalah suatu jejak ( trait ) dasar dari dunia modern“.

7
Ibid

10
Dengan demikian, menjadi semakin jelas bahwa hukum dan perubahan sosial
memiliki korelasi yang sangat erat karena di antara hukum dan perubahan sosial
mempunyai saling ketergantungan. Pada satu sisi perubahan-perubahan sosial
harus seiring dengan kaidah-kaidah hukum, dan pada sisi yang lain justru kaidah-
kaidah hukum yang harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan sosial
tertentu.

H. KESIMPULAN
Pengertian masyarakat hukum adalah sekelompok masyarakat yang hidup
bersama, serta mempunyai tata hukum yang sama, kewenangan atau otoritas hukum
dan daya paksa. Unsur masyarakat hukum adat terdiri dari 3 yaitu; Sekumpulan
orang banyak, golongan, perkumpulan dan kelompok. Bentuk masyarakat hukum
adat terbagi menjadi tiga, diantaranya; masyarakat hukum genealogis, masyarakat
hukum teritorial, dan masyarakat hukum genealogis-teritorial. Pemimpin adalah
seseorang yang berasal dari suatu perkumpulan atau organisasi itu sendiri yang
diberikan kekuasaan untuk memimpin dengan menjalankan fungsi untuk mengatur,
mengorganisasikan atau mengontrol kegiatan dalam mewujudkan hasil yang
diinginkan. Sistem hukum merupakan pencerminan dari sistem sosial, dimana
sistem hukum tadi merupakan bagianya. Sejauhmanakah proses pengaruh
mempengaruhi antara sistem sosial dengan sistem hukum yang substansinya
bersifat timbal balik.
Hubungan antara hukum dan perubahan sosial tetap kontroversial. Dalam
banyak bidang kehidupan sosial, seperti pendidikan, hubungan rasial, perumahan,
transportasi, penggunaan energi, dan perlindungan lingkungan, hukum telah
disandari sebagai instrumen perubahan yang penting. Ada beberapa cara untuk
mempertimbangkan peranan hukum dalam perubahan sosial. Dror mengatakan
bahwa “hukum memainkan peranan tak langsung dalam perubahan sosial dengan
membentuk berbagai institusi sosial, yang pada gilirannya mempunyai dampak
langsung terhadap masyarakat“. Ia menekankan bahwa hukum berinteraksi secara
langsung dalam banyak kasus dengan institusi-institusi sosial, membentuk adanya
hubungan langsung antara hukum dan perubahan sosial.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djojodigoeno. 1964. Asas Asas Hukum Adat. Yogyakarta : Yayasan Penerbit


Gajah Mada

Samosir, djamanat. 2013. Hukum Adat Indonesia. Bandung : Nuansa Aulia


Salam, samsir. Hukum dan Perubahan Sosial (kajian sosiologi hukum) Vol. XI No.
1, Juni 2015
Setiady, tholib. 2008. Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian Kepustakaan.
Bandung: Alfabeta
Takdir, Salton. Peranan Pemimpin dalam Pembangunan Masyarakat Papua di
Kabupaten Jayawijaya Papua. Makalah online. Diakses 6 Oktober 2021, pkl. 19.09

12

Anda mungkin juga menyukai